BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mencakup pengajaran dan pelaksanaan nilai-nilai, isi pendidikan ialah tindakan-tindakan yang membawa anak didik kita mengalami dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan, menghargai
dan menyukai, sehingga anak didik membangun nilai-nilai
kemanusiaan itu kedalam keadaan kepribadiannya. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri, dilihat dari segi lain, pendidikan adalah usaha dalam membantu anak dalam menajamkan kata hatinya, bahwa pendidikan itu adalah
suatu
peristiwa
yang
normatif.
Pada
hakekatnya
pendidikan
itu
bukan
membentuk,bukan menciptakan seperti yang diinginkan. Tetapi membantu dan memotivasi anak tentang potensi yang ada pada dirinya dengan mengembangkan potensi itu melalui pengalaman, mengolah materi pelajaran dan kesempatan. Menurut Fuad Hasan dalam Soekardi (2011: 7), pendidikan dalam arti luas, dapat dilakukan dengan 3 upaya ialah : pembiasaan, pembudayanan, dan peneladanan. Pendidikan sebagai pembiasaan karena manusia selalu terkait dengan proses pendidikan, baik untuk dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Dari proses inilah kemudian badan Dunia yang bergerak di bidang pendidikan (Unesco) mencanangkan konsep pendidikan sepanjang hayat (Life Long Education), yang ini sebenarnya sudah dipahami oleh kaum muslim yang menegaskan bahwa pendidikan berlangsung sejak dibuaian hingga keliang lahat (from the cradle to the grave).
Didalam jalur ini, pendidikan telah memberlakukan sebagai aturan yang harus ditaati sepertinya jam mulai belajar, mata pelajaran yang harus dipelajari, sikap anak kepada temannya, gurunya evaluasi dan hasil pencapaian belajar dll. Hal tersebut yang menjadi kepedulian secara alamiah dan berkesinambungan yang menjadikan mereka menjadi biasa, tanpa kejelasan-kejelasan pada mulanya. Pembiasaan itu tidak hanya pada anak tetapi sampai orang dewasa, bagaimana perilaku dosen dan mahasiswa dikampus. Hal-hal tersebut terjadi karena bentuk pembiasaan yang terjadi karena interaksi lingkungan itu. Karakter memang akan terjadi kebiasaan apabila jenis dan jenjang pendidikan yang terjadi, misalnya disekolah dan pondok pesantren. Tetapi makna pendidikan sebagai pembiasaan nampaknya harus dipahami secara meyakinkan. Menurut H. Syarif (2012: 8) pendidikan jasmani sebagai komponen secara keseluruhan dari pendidikan telah disadari manfaatnya oleh banyak kalangan. Tetapi mereka mempunyai perbedaan pendapat dalam memahami pengertian tentang penjas. Perbedaan pendapat itu wajar, yang terpenting sesorang harus melakukan pembatasan pengertian yang dianut secara jelas dan konsisten. Dalam KTSP tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 204) diuraikan tentang Penjas sebagai berikut : Penjasorkes merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kesegaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berpikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat, dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga, dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sedangkan menurut beberapa ahli seperti Rusli Lutan (2000: 1) Penjas merupakan wahana dan alat untuk membina anak agar kelak mereka mampu membuat keputusan terbaik tentang aktivitas jasmani yang dilakukan dan menjalani pola hidup.
Menurut Jesse Feiring Williams, dalam Freeman(2001), pendidikan jasmani adalah sejumlah aktivitas jasmani manusiawi yang terpilih sehingga dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Pengertian ini didukung oleh adanya pemahaman bahwa: Manakalah pikiran (mental) dan tubuh disebut sebagai dua unsur yang terpisah, pendidikan, pendidikan jasmani yang menekankan pendidikan fisikal. melalui pemahaman sisi kealamiahan fitrah manusia ketika sisi keutuhan individu adalah suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri, pendidikan jasmani diartikan sebagai pendidikan melalui fisikal. Pemahaman ini menunjukkan bahwa pendidikan jasmani juga terkait dengan respon emosional, hubungan personal,
perilaku
kelompok,
pembelajaran
mental,
intelektual,
emosional,
dan
estetika.’Pendidikan melalui fisikal maksudnya adalah pendidikan melalui aktivitas fisikal (aktivitas jasmani), tujuannya mencakup semua aspek perkembangan kependidikan, termasuk pertumbuhan mental, sosial siswa. Manakala tubuh sedang ditingkatkan secara fisik, pikiran (mental) harus dibelajarkan dan dikembangkan, dan selain itu perlu pula berdampak pada perkembangan sosial, seperti belajar bekerjasama dengan siswa lain Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (Penjasorkes) pada dasarnya merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani yang dijadikan sebagai media untuk mencapai perkembangan
individu
secara
menyeluruh.
Namun
perolehan
keterampilan
dan
perkembangan lain yang berisi jasmani itu juga sekaligus sebagai tujuan. Melalui penjasorkes, siswa disosialisasikan kedalam aktivitas jasmani termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa penjasorkes merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh dan sekaligus memiliki potensi yang strategis untuk mendidik. Fungsi Penjasorkes sangat membantu bagi perkembangan mental, sosial, emosional, dan fisik setiap individu. Menurut Depdiknas (2003: 7-9) fungsi dari Penjasorkes sebagai berikut: 1) Aspek Organik, Aspek ini berkaitan dengan fungsi sistem tubuh agar menjadi
lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungan secara memadai untuk mengembangkan ketrampilan. Aspek ini juga bisa mencegah terjadinya cedera. 2) Aspek Neuromuskuler, Aspek ini berkaitan dengan sistem syaraf pada tubuh dan hubungannya dengan otot. Semakin bagus sistem syaraf maka siswa akan mempunyai gerakan yang semakin baik. Yaitu gerakan yang efektif, efisien dan aman. 3) Aspek Perseptual, Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat,hubungan-hubungan yang berkaitan dangan tempat atau ruang, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada didepan, belakang, kanan, kiri, atau atas dan bawah. 4) Aspek kognitif, Aspek ini berkaitan dengan pengembangan kemampuan menggali, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan, dan membuat keputusan. 5) Aspek Sosial, Aspek ini bertujuan untuk pengembangan penyesuaian diri siswa dengan orang lain dan lingkungan dimana berada, kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok, dan belajar berkomunikasi dengan orang lain. 6) Aspek Emosional,Aspek ini bertujuan mengembangkan respon yang sehat terhadap aktivitas jasmani, mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton,memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreatif, dan menghargai pengalaman estetika dari barbagai aktivitas yang relevan. Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (penjasorkes) dilakukan dengan sarana jasmani yakni aktivitas jasmani yang pada umumnya (meskipun tidak selalu) dilakukan dengan tempo yang cukup tinggi dan terutama gerakan-gerakan besar ketangkasan dan keterampilan yang tidak perlu terlalu cepat, terlalu halus, dan sempurna atau berkualitas tinggi, agar diperoleh manfaat bagi anak-anak didik. Meskipun sarana pendidikan tersebut fisikal, manfaat bagi anak-anak didik mencakup bidang-bidang non-fisikal seperti intelektual, sosial, estetik dalam kawasan-kawasan kognitif maupun afektif. Dengan perkataan lain Penjasorkes berusaha untuk mengembangkan pribadi secara keseluruhan dengan sarana jasmani yang merupakan saham, khususnya yang tidak diperoleh
dari usaha-usaha pendidikan yang lain karena hasil pendidikan dari pengalaman jasmani tidak terbatas pada perkembangan tubuh atau fisik. Penjasorkes berkewajiban meningkatkan jiwa dan raga yang mempengaruhi semua aspek kehidupan sehari-hari seseorang atau keseluruhan pribadi seseorang. Penjasorkes menggunakan pendekatan keseluruhan yang mencakup semua kawasan baik organik, motorik, kognitif, maupun afektif, karena manusia dipandang seutuhnya. Belajar merupakan kegiatan yang harus dilakukan manusia dalam mengembangkan potensi yang dimiliki dalam dirinya. Proses belajar juga dapat terjadi melalui pengalaman – pengalaman yang telah kita lalui, Setelah kita melakukan proses belajar maka kita akan mendapatkan hasilnya.Oleh karena itu keberhasilan belajar bukan hanya tergantung kepada kecemerlangan otak, tetapi sikap kebiasaan dan pengetahuan awal diduga juga mempunyai andil yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan siswa, begitu juga dengan minat siswa itu sendiri, karena dengan adanya minat seseorang dalam melakukan suatu kegiatan akan menjalankannya dengan penuh semangat untuk mencapai tujuannya dan akhir kegiatan dia akan merasakan manfaat akan apa yang sudah dilakukan. Kecuali hal-hal yang disebutkan diatas, ada atau tidaknya hambatan. Berdasarkan uraian di atas maka perlu adanya penataan dari berbagai segi antara lain dalam kaitannya dengan pengetahuan dasar siswa, cara belajar siswa dan juga kesiapan yang bersangkutan sebelum mengikuti suatu pelajaran. Dunia pendidikan tidak akan berkembang tanpa memperbaiki proses belajar mengajar yang mampu mengembangkan tanpa memperbaiki proses belajar mengajar yang mampu mengembangkan daya kreativitas dan aktivitas siswa, sehingga memperolehhasil yang maksimal. Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan aktivitas dan hasil belajar yang maksimal merupakan sebagian tugas pengajar. Tetapi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan siswa adalah minat belajar siswa.
Minat belajar merupakan masalah anak didik yang diterima baik disekolah maupun dirumah. Minat juga merupakan keadaan psikologis yang dapat mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar siswa. Kalau seseorang mempelajari sesuatu dengan penuh minat, maka diharapkan hasilnya akan lebih baik. Sebaliknya bila tidak berminat jangan diharapkan akan berhasil baik dalam mempelajari hal tersebut. Salah satu prinsip dalam melaksanakan pendidikan adalah peserta didik secara aktif mengambil bagian dalam kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Untuk dapat terlaksananya suatu kegiatan harus ada dorongan untuk melaksanakan kegiatan itu. Dengan kata lain untuk dapat melakukan sesuatu kegiatan harus ada rasa minat terlebih dahulu didalam diri seseorang. Disamping itu minat siswa sangat diperlukan untuk menunjang jalannya proses belajar mengajar pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (penjasorkes). Berdasarkan studi pendahuluan, ternyata tidak semua siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang aktif dalam mengikuti pembelajaran dribbling olahraga bola basket. Ada yang males-malesan, ada yang kurang serius dalam mengikuti pelajaran tersebut, bahkan ada diantaranya dengan berbagai dalih berusaha untuk tidak mengikuti pelajaran basket. Berdasarkan kecendurungan perilaku siswa, kemungkinan faktor minat merupakan salah satu faktor penyebab terhadap ketidak aktifan sebagian besar siswa dalam mengikuti olahraga basket, ini berarti minat siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang dalam mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dikategorikan masih rendah. Selain itu, ada indikasi lain yang dapat mempengaruhi kurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran penjasorkes diantaranya dari sarana dan prasarana yang terbatas, dari siswa sendiri yang kurang tertarik dengan pelajaran pendidikan jasmani, kemungkinan juga dari pihak guru penjasorkes yang terlalu otoriter dalam mengajar. Adapun faktor lain yang
dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar yaitu kecerdasan, kerajinan, keadaan sosial, ekonomi, fasilitas belajar, kondisi lingkungan siswa dan minat siswa itu sendiri. Penyebab kurangnya minat belajar siswa terhadap permainan bola basket dapat ditinjau dari proses belajar Penjasorkes di sekolah. Sejumlah guru memandang hanya dari satu segi saja yaitu berapa banyak bahan pelajaran yang akan dibahas. Sedangkan pertanyaan yang bersifat psikologis seperti minat belajar dikesampingkan. Padahal kita tahu bahwa pelajaran penjasorkes merupakan mata pelajaran yang bersifat konkret, sehingga siswa perlu mendapatkan rangsangan minat agar belajarnya lebih giat. Sedangkan, Faktor lain yang mempengaruhi mutu pendidikan adalah aktivitas belajar. Aktivitas belajar penjasorkes juga berbeda-beda, hal ini disebabkan karena faktor yang mendukung aktivitas juga berbeda-beda. Dengan aktivitas penjasorkes yang berbeda-beda, maka penguasaan terhadap pelajaran penjasorkes juga berbeda-beda. Semakin tinggi aktivitas belajar penjasorkes, maka penguasaan terhadap pendidikan jasmaninya juga akan semakin bagus. Belajar pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan akan terjadi dengan lancar apabila belajar itu dilakukan dengan kontinyu. Dengan aktivitas belajar yang mantap maka hasil belajarnya akan lebih baik. Kenyataannya bahwa dalam proses balajar mengajar, minat dan aktivitas belajar yang optimal sangat diperlukan oleh anak didik dalam usahanya untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Lembaga pendidikan khususnya sekolah mempunyai tanggung jawab yang cukup besar dalam mengantisipasi masalah semacam itu, sehingga perlu adanya penelitian yang cermat untuk mengungkap fakta apa adanya. Banyak siswa mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran karena tidak mampu mencerna materi yang diberikan oleh guru. Ternyata, banyaknya kegagalan siswa mencerna informasi dari gurunya disebabkan oleh ketidaksesuaian gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, apabila gaya mengajar guru sesuai dengan gaya
belajar siswa, semua pelajaran akan terasa sangat mudah dan menyenangkan. Guru pun senang karena memiliki siswa yang semuanya cerdas dan berpotensi untuk suk ses pada jenis kecerdasan yang dimilikinya. Mark Reardon, dan Sarah Singer-Nourie (2000:85-86) menjelaskan bahwa setiap orang memiliki kecenderungan gaya mengajar atau modalitas mengajar yang biasanya sama dengan gaya belajar masing-masing. Jika kita memiliki kecenderungan belajar secara visual, maka kita akan menjadi guru yang visual pula. Hal itu terjadi secara alamiah. Tetapi, tidakdemikian dengan siswa. Sebagian siswa mungkin saja memiliki modalitas belajar yang sama dengan gurunya, tetapi mungkin banyak yang tidak. Bagi siswa yang modalitasnya tidak sama dengan modalitas mengajarnya guru, kemungkinan tidak akan dapat menangkap semua yang diajarkan atau mendapat tantangan lebih besar dalam mempelajari bahan. Siswa secara harfiah memproses dunia melalui bahasan yang berbeda dengan guru Gaya komando merupakan gaya mengajar yang berpusat pada guru. Seperti yang dikemukakan oleh Mahendra (2000:89), esensi gaya komando dalam pengajaran adalah dominasi penuh dalam seluruh fasepembuatan keputusan yang dilakukan guru. Artinya, guru membuat semua keputusan dalam setiap fase pembelajaran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh gaya mengajar komando dan minat belajar siswa terhadap hasil belajar dribbling pada permainan bola basket siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak yang terkait, terutama berkenaan dengan minat belajar siswa terhadap hasil belajar siswa pada pelajaran penjasorkes. Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul : “Pengaruh gaya mengajar komando dan minat belajar terhadap hasil belajar dribbling pada permainan bola basket siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015 “
1.2 Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini ada beberapa masalah yang muncul dari judul yang di pilih penulis, permasalahan pertama mengenai : 1.2.1 Gaya mengajar komando mempengaruhi hasil belajar dribbling 1.2.2 Kurangnya minat belajar siswa terhadap pembelajaran dribbling pada permainan bola basket. 1.2.3 Minat siswa sangat mempengaruhi hasil belajar dribbling. 1.2.4 Kemampuansiswa dalam menumbuhkan keinginan belajar untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi masih sangat kurang 1.2.5 Banyak siswa yang hanya duduk, dan bermalas-malasan saat mengikuti pelajaran dribbling pada permainan bola basket. 1.2.6
Ada pengaruh gaya mengajar komando dan minat belajar terhadap hasil belajar dribbling pada permainan bola basket.
1.3 Pembatasan Masalah Dalam penyusunan proposal skripsi ini mengingat luasnya permasalahan dan dengan mempertimbangkan segala keterbatasan penulis, maka penulis membatasi pada salah satu permasalahan yaitu “Pengaruh gaya mengajar komando dan minat belajar terhadap hasil belajar dribbling pada permainan bola basket siswa kelas VII MTs Al Asror Semarang”.
1.4 Rumusan Masalah 1.4.1 Bagaimana gaya mengajar komando pada pembelajaran dribbling pada permainan bola basket di Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015? 1.4.2 Bagaimana minat siswa mengikuti Pembelajaran dribbling pada permainan bola basket di Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015?
1.4.3 Bagaimana pengaruh gaya mengajar komando dan minat belajar siswa terhadap hasil dribbling pada permainan bola basketsiswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015?
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1
Untuk mengetahui gaya mengajar komando pada pembelajaran dribbling pada permainan bola basket di Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015
1.5.2 Untuk mengetahui minat siswa mengikuti Pembelajaran dribbling pada permainan bola basket di Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015 1.5.3 Untuk mengetahui pengaruh gaya mengajar komando dan minat belajar siswa terhadap hasil dribbling pada permainan bola basket siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Asror Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015
1.6 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1.6.1 Memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan dalam bidang olahraga mengenai pengaruh minat belajar siswa terhadap hasil belajar dribbling pada permainan bola basket pada pelajaran penjasorkes dalam proses belajar mengajar di sekolah. 1.6.2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berwenang dalam merumuskan kurikulum khususnya dalam mata pelajaran bola basket.
1.6.3
Agar siswa lebih meningkatkan minat belajarnya bukan hanya pada pelajaran penjasorkes saja, tetapi juga pada mata pelajaran yang lainnya.