BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi era globalisasi merupakan tantangan yang harus dijawab dengan karya nyata oleh dunia pendidikan. Hal ini karena mata pelajaran IPA khususnya, akan memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya menyiapkan sumberdaya manusia di era globalisasi dan industrialisasi. Potensi ini akan terwujud jika mata pelajaran IPA mampu melahirkan siswa handal dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis, bersifat kritis, berinisiatif dan adaptif terhadap perubahan dan perkembangan yang terus terjadi. Kualitas sumber daya manusia sebagaimana telah diungkapkan menjamin keberhasilan upaya penguasaan teknologi untuk pembangunan (Rustaman dan Widodo, 1996). Prestasi siswa pada mata pelajaran IPA belum memuaskan, hal ini menunjukkan bahwa cara pembelajaran di sekolah belum mengarah pada pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat IPA. Meskipun secara tegas dinyatakan dalam KTSP agar pembelajaran IPA lebih banyak menggunakan metode pengamatan dan percobaan guna melatih keterampilan proses kepada siswa, tetapi kenyataan di lapangan sering berbeda (Rustaman dan Widodo, 1996). Hal lain yang menyebabkan
2
rendahnya prestasi mata pelajaran IPA adalah karena para guru beranggapan bahwa pengetahuan itu dapat ditransfer langsung dari pikiran guru ke pikiran siswa. Padahal siswa datang ke sekolah sudah membawa berbagai pengetahuan awal yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Apabila seorang guru mengajar di sekolah tidak mengindahkan pengetahuan awal siswa, maka akan membuat kesulitan siswa semakin kompleks (Ausubel dalam Dahar, 1989). Umumnya guru yang mengajar dengan cara seperti ini cenderung menggunakan metode mengajar yang monoton, yaitu metode ceramah dan tanya jawab serta pembelajarannya akan didominasi oleh guru, sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, karena guru memegang peranan utama. Bila ini terjadi maka siswa akan menjadi pasif. Selain itu, pengajaran semacam ini cenderung menyebabkan kebosanan kepada siswa (Tek, 1998). Menurut Iskandar (1997), anak yang berada di usia SD memiliki kecenderungan-kecenderungan, yakni (1) berangkat dari sesuatu yang konkrit, (2) memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, (3) terpadu serta melalui proses yang manipulatif sambil membangun skemata yang bermakna dalam khasanah pengetahuannya. Sejalan dengan pendapat tersebut menurut teori Piaget dalam Slavin (1997) anak usia 7-11 berada pada tahapan operasional konkrit yang berarti siswa SD kelas V tergolong di dalamnya. Jadi dalam kondisi demikian anak mulai dapat berpikir
logis,
namun
masih
terbatas
pada
realita
yang
ada
kemudian
menyimpulkannya. Kegagalan pendidikan yang dirasakan saat ini dapat disebabkan karena model pembelajaran yang cenderung bersifat otoriter selama ini. Oleh karenanya sudah saatnya bagaimana memikirkan cara pembelajaran dalam lingkungan yang lebih
3
demokratis. Lingkungan belajar yang demokratis memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar yang akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, sehingga dapat memancarkan kegiatan yang kreatif-produktif (Degeng, 2000). Sebagai perwujudan konkrit dari pendidikan yang demokratis adalah sikap guru harus mampu menerima perbedaan, menghargai pendapat siswa, tidak menang sendiri, dan tidak merasa paling tahu (Sadiman, 2000). Sekarang permasalahannya adalah bagaimana model pembelajaran yang demokratis itu? Model pembelajaran demokratis berarti harus mengubah paradigma lama, yaitu pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher centered) dan menggantikannya dengan paradigma baru, yaitu pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered learning). Melalui paradigma baru, student centered learning para pengajar dituntut agar selalu mengadakan inovasi-inovasi dalam melaksanakan pembelajaran secara terus menerus berkesinambungan. Hal ini berarti mereka juga harus merancang sebuah model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif. Jadi dengan paradigma baru ini juga dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tidak lagi didominasi oleh guru tetapi lebih terpusat pada siswa. Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas belajar mengajar (Suhardjono, 2000). Salah satu model pembelajaran yang berkembang adalah konstruktivisme. Dalam pembelajaran konstruktivis pengetahuan akan dibangun sendiri oleh siswa secara aktif melalui perkembangan proses mentalnya
4
(Leinhart, 1992). Konstruktivisme juga berisi pengajaran yang menekankan pada penemuan, pemecahan masalah, dan mengutamakan pada proses (Sushkin, 2001). Menurut Arends (1997:7), model pembelajaran memiliki empat ciri pokok yang tidak didapati oleh strategi atau prosedur spesifik, yaitu: (1) rasional teoretik yang dibangun oleh para pencipta atau pengembangnya, (2) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (3) tingkah laku mengajar yang dibutuhkan agar model tersebut bisa dilaksanakan, (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selanjutnya model pengajaran itu sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan lingkungan belajarnya. Jadi penggunaan sebuah model pembelajaran tertentu memungkinkan seorang guru mampu mencapai tujuan pembelajaran tertentu pula dan bukan tujuan pembelajaran yang lain. Proses belajar setiap jenjang pendidikan seharusnya menitikberatkan pada pengembangan berpikir siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir dengan melakukan kegiatan yang menuntut kemampuan berpikir. Tujuan pembelajaran IPA di dalam KTSP adalah 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai
5
salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan sains sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Bertolak dari tujuan di atas berarti bahwa untuk pembelajaran IPA harus sesuai dengan hakikat IPA itu sendiri, yaitu suatu produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu perlu adanya satu alternatif untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satunya adalah pengembangan perangkat pembelajaran berbasis proses keterampilan berpikir siswa. Salah satu model pembelajaran yang mengarah pada keterampilan berpikir siswa adalah model PBM (Problem Based Instruction) atau disebut juga dengan PBL (Problem Based Learning), pembelajaran berdasarkan masalah. Di atas telah dijelaskan model pengajaran dapat berdasarkan tujuan pembelajaran, sintaks, dan lingkungan belajarnya. Di dalam proses pembelajaran, pendekatan PBM berorientasi pada tujuan dan sintaks pembelajaran. Jika pendekatan ini disejajarkan dengan pendekatan lingkungan, maka akan menghasilkan model pembelajaran yang dapat menghantarkan siswa pada kemampuan keterampilan berpikir yang berbasis kontekstual di mana mereka tinggal. Pembelajaran berdasarkan masalah akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan self-directed dan sangat efektif bagi siswa yang beragam karena mereka akan memilih sendiri permasalahan dan metode pemecahannya berdasarkan tingkatan masalah yang diminatinya serta memiliki tujuan pendidikan yang sangat luas (Greenwald, 2000). Pembelajaran berdasarkan masalah juga akan sangat memberikan motivasi siswa untuk melakukan investigasi dan pemecahan masalah pada masalah-masalah nyata dalam kehidupan yang mereka hadapi serta merangsang siswa untuk menghasilkan sebuah produk/karya (Singletary, 2000).
6
Selama ini pendidikan lingkungan nampak marginal dalam suatu program sekolah, dan hanya sebagai tambahan kurikulum inti. Hal ini bertolak belakang dengan rekomendasi KTSP SD. Hasil analisis KTSP IPA SD dan buku-buku yang telah memuat nuansa lingkungan dalam pembelajaran seperti pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Hasil Analisis KTSP IPA SD dan Buku-buku yang Memuat Nuansa Lingkungan dalam Pembelajaran
kelas
∑ Kompetensi Dasar (KD)
∑ KD Biologi
∑ KD Biologi bernuansa lingkungan
%
Sumber Buku (Penerbit)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
4
35
13
9
69,0
5
23
16
14
87,5
6
23
11
5
45,5
Balai Pustaka Mediatama Titian Ilmu Tropica Intan Pariwara Sahabat Regina Armandelta
Sumber: Workshop Pemetaan Kurikulum dan Pengembangan Silabus Matematika dan IPA Sekolah Dasar Berbasis Sekolah Hijau (Greening Schools) Dilaksanakan pada Tanggal 21-24 Juli 2008 di Kabupaten Banjar
Pada Tabel 1.1 isu-isu tentang pendidikan lingkungan menjadi marginal sudah diantisipasi oleh sumber belajar siswa. Bahkan pada pembelajaran IPA di kelas 5 sudah mendekati 100%. Masalahnya adalah pembelajaran konsep-konsep IPA dengan nuansa lingkungan belum akrab di kalangan para guru. Menurut Gough (1992) pendidikan lingkungan idealnya harus tercantum dalam kurikulum sekolah, yang memuat topik terkini sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Materi
IPA yang berkaitan dengan topik lingkungan sangat banyak
dijumpai, bahkan pada hampir semua tingkatan. Hal ini merupakan bagian penting dari pendidikan lingkungan yang memberikan kesempatan lebih besar pada IPA. Akan tetapi bukan berarti bahwa pendidikan lingkungan dan IPA adalah sama. Dua
7
komponen utama dalam pendidikan IPA dengan pendidikan lingkungan adalah keduanya menekankan kepada pengembangan keterampilan pemecahan masalah dan mempelajari hubungan antara IPA, teknologi, dan masyarakat. IPA dan teknologi mempelajari: (1) kajian sejarah alam dengan meneliti efek dan penyebab munculnya variasi dalam populasi tumbuhan dan hewan, (2) mempelajari pewarisan keturunan sebagai dampak manusia berada dalam system alam, (3) meneliti isu-isu rehabilitasi lingkungan dari pengetahuan dan keterampilan tradisional berbagai suku, (4) menggunakan komputer dalam meramalkan lingkungan: melalui analisis dan interaksi data pewarisan keturunan, dan (5) mempertimbangkan semua pertanyaan yang berkaitan dengan etika dan konservasi pewarisan, seperti konservasi spesies asing yang sekarang merupakan bagian dalam membangun warisan lingkungan, seperti kebun botani. Pendidikan lingkungan tidak menambah program pendidikan sebagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang terpisah untuk kajian khusus, tetapi suatu dimensi yang terintegrasikan ke mata pelajaran lain. Pendidikan lingkungan menghasilkan suatu reorientasi dan reartikulasi dari berbagai disiplin dan berbagai pengalaman pendidikan (IPA, Matematika, IPS, Seni, dan sebagainya) yang memberikan persepsi integral terhadap lingkungan. Kelancaran proses pembelajaran di sekolah memerlukan perangkat penunjang. Perangkat penunjang tersebut dapat berupa buku panduan siswa, buku panduan guru, LKS, APRP, dan RP. Kenyataan menunjukkan tidak semua sekolah dapat terpenuhi. Selain itu keberadaan perangkat yang tersedia saat ini, umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan guru dan siswa di sekolah sesuai lingkungan di mana proses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu perlu diupayakan cara lain untuk
8
mengatasi hal ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil ujicoba ujian nasional 2008, persentasi kelulusan jurusan IPA SMA dari 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan kurang dari 50%. Jika kondisi ini menjadi cermin hasil belajar IPA di daerah ini, tentu sungguh menyedihkan (Harian Banjarmasin Post, 11 Maret 2008). Rendahnya prestasi belajar IPA, diduga terkait dengan pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan guru selama ini dan kurangnya perangkat penunjang pembelajaran untuk IPA SD. Oleh karena itu perlu adanya upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran materi IPA khususnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan hasil belajar siswa tersebut adalah pengembangan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran berdasarkan masalah sesuai konteks lingkungan di mana siswa berada untuk menunjang proses pembelajaran.
PERUMUSAN MASALAH Bertolak pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan sebuah pertanyaan penelitian: Bagaimana hasil pengembangan model perangkat pembelajaran IPA SD yang dikembangkan dan hasil penerapannya pada pembelajaran materi IPA SD dengan menggunakan PBM dan pendekatan lingkungan di Provinsi Kalimantan Selatan? Secara khusus pertanyaan penelitian ini dapat dirinci lagi sebagai berikut. 1. Bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan?
9
2. Bagaimana aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan? 3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan? 4. Bagaimana hasil selama proses pembelajaran siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan?
TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dikemukakan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengembangkan model perangkat pembelajaran IPA SD. 2. Mendeskripsikan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA melalui model perangkat pembelajaran dengan menggunakan PBM dan pendekatan lingkungan. 3. Mendeskripsikan aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran IPA melalui model perangkat pembelajaran dengan menggunakan PBM dan pendekatan lingkungan. 4. Melihat pengaruh kegiatan pembelajaran IPA melalui model perangkat pembelajaran dengan menggunakan PBM dan pendekatan lingkungan. 5. Mengetahui hasil selama proses pembelajaran IPA melalui model perangkat pembelajaran dengan menggunakan PBM dan pendekatan lingkungan.
10
HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah nomor 4, rumusan hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: penerapan model perangkat pembelajaran IPA melalui model perangkat pembelajaran dengan menggunakan PBM dan pendekatan lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
KEGUNAAN PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut. 1) Siswa lebih aktif dan kreatif, terlibat langsung dalam pemecahan masalah pembelajaran yang dialaminya, 2) Siswa dapat mentransfer belajar ke kehidupannya sehari-hari, 3) Siswa dapat memperluas kegiatan belajarnya dari dalam kelas ke luar sekolah. 4) Guru dapat lebih mudah merangsang minat siswa serta melibatkannya secara utuh dalam pembelajaran. 5) Memberi tambahan cakrawala baru tentang model pembelajaran, khususnya model pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan PBM dan pendekatan lingkungan yang sebelumnya belum pernah diterapkan. 6) Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan pembelajaran di SD, khsususnya untuk materi IPA yang berkaitan dengan permasalahan dan kehidupan siswa sehari-hari.
PENJELASAN ISTILAH 1) Pemahaman siswa SD dalam pembelajaran IPA meliputi hasil belajar dan proses pembelajaran.
11
2) Pendekatan PBM adalah pembelajaran yang terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan penemuan. 3) Pendekatan lingkungan adalah pembelajaran yang menekankan pada interaksi langsung antara siswa sebagai subyek pebelajar dengan lingkungan mereka ketika pembelajaran dilaksanakan. Jadi para siswa akan memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan di lingkungan alami ketika pembelajaran berlangsung.
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL 1.
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung diukur dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa meliputi 9 parameter (Borich, 1994 dalam Supramono, 2005).
2.
Aktivitas guru adalah keterlibatan guru dalam mengelola pembelajaran diukur dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas guru meliputi 8 parameter (Borich, 1994 dalam Supramono, 2005).
3.
Hasil belajar siswa adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep ilmiah dalam hal ini mengenai materi IPA SD Kelas V Semester 2 yang diukur dengan menggunakan instrumen tes obyektif.
4.
Hasil selama proses pembelajaran siswa adalah kemampuan siswa dalam memahami proses-proses ilmiah dalam hal ini mengenai materi IPA SD Kelas V Semester 2 yang diukur dengan menggunakan instrumen lembar kerja siswa.