BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam merupakan sebutan yang diberikan pada salah satu subjek pengajaran yang harus dipelajari oleh siswa muslim dalam menyelesaikan pendidikannya pada tingkat tertentu. Ia merupakan bagian yang tidak terpisah dari kurikulum suatu sekolah, sehingga merupakan alat untuk mencapai salah satu aspek tujuan sekolah yang bersangkutan.1 Adapun tujuan mata pelajaran PAI, Basuki As’adi, menjelaskan : Secara umum tujuan mata pelajaran PAI adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT., memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan berakhlakul karimah. Oleh karena itu, semua mata pelajaran hendaknya seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran PAI2 Kurikulum
merupakan
salah
satu
komponen
yang
sangat
menentukan dalam suatu sistem pendidikan, karena kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.3 Kurikulum juga merupakan pedoman mendasar dalam proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Berhasil tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya peserta didik dan pendidik dalam menyerap dam memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan pendidikan itu tergantung pada kurikulum.4 Kurikulum
1
Erwin Yudi Prahara, Buku Paket Materi Pemdidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Press, 2008), 2. 2 Basuki As’adi, dkk, Modul-2 Pembekalan Mahasiswa PPLK II (Ponorogo: STAIN Press, 2006), 4. 3 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 149. 4 Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), 5.
1
2
diperlukan untuk membantu guru dalam mengembangkan pengetahuan, sifat, nilai, keterampilan dari berbagai bahan kajian dan pelajaran yang diperoleh oleh siswa sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikannya. Dalam konteks otonomi sekolah yang sedang bergulir dewasa ini, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah nama kurikulum yang paling tepat digunakan dan diberlakukan. Karena dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta paduan penyusunan kurikuilum yang dibuat oleh BSNP.5 Ini disesuaikan dengan UU-Sisdiknas No. 20 tahun 2003 BAB X Pasal 36 ayat 1 disebutkan bahwa pengembangan kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan dalam ayat 2 disebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan potensi daerah dan peserta didik. Dalam pasal 38 ayat 2 juga disebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervise Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten. Kota untuk Pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah.6 Saat ini sekolah Islam masih sangat dipengaruhi kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah. Disain kurikulum yang dibangun adalah untuk
5 Tim Penyusun, Modul- 1 Materi Pembekalan Bagi Peserta Mahasiswa Peserta PPLK II, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Ponorogo, STAIN Press, 2007), 4. 6 Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan (Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2006), 25-27
3
mengenal cara kerja dunia dan bagaimana mengendalikannya untuk kepentingan hidup di dunia. Walaupun secara filosofis seharusnya dilandasi nila-nilai
keagamaan,
dalam
implementasinya
kurang
mendasari
pengembangan keimanan yang kokoh. Sekolah Islam mengintervensi kurikulum nasionl hanya sebatas mengasosiasikan materi pelajaran dengan prinsip-prinsip Islam. Adapun tujuan kurikulum yang dirumuskan dalam SKL (Standar Kompetensi Lulusan), SK (Standar Kompetensi), KD (Kompetensi Dasar) dan Indikator masih lebih banyak mengikuti pola pikir sekuler.7 Kurikulum juga bukan sesuatu yang statis, tetapi kurikulum lebih bersifat dinamis mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat serta ilmu pengetahuan dan karena itu cenderung mengalami perubahan, perbaikan, bahkan pembaharuan. Tidaklah mengherankan, jika menelaah kurikulum ibarat mengkaji sesuatu perubahan yang tidak terhenti.8 Adapun bentuk pengembangan kurikulum terbagi menjadi dua, di antaranya pengembangan kurikulum atas dasar mata pelajaran, yang bertitik tolak dari suatu usaha untuk meningkatkan kualitas belajar dalam suatu bidang pengetahuan tertentu. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka pengembangan lebih dipusatkan pada peningkatan bagian tertentu kurikulum,9 misalnya pembaharuan atau pengembangan pada mata pelajaran PAI. Dalam mengembangkan kurikulum S. Nasution menjelaskan: Merencanakan kurikulum dan mengembangkannya merupakan hal usaha yang sangat kompleks yang banyak melibatkan instansi, dari badan tertinggi seperti MPR sampai yang terendah seperti guru bahkan murid dan orang tua murid. Kurikulum sangat penting bagi pembangunan sarta 7 Anom Wiratmoyo, Kurikulum Islami, (http://gurupembaharu.com/home/?p=3810), diakses 11 Juni 2010. 8 A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum (Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah, 1993), ii. 9 A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum, 92.
4
pelestarian suatu negara, dan dipandang sebagai alat yang paling ampuh untuk membina generasi muda dan dengan masa depan bangsa dan negara10 Kita ketahui bersama bahwa otonomi pendidikan di era keterbukaan seperti dewasa ini
memberikan peluang kepada pihak-pihak yang terkait
dengan dunia persekolahan untuk dapat berinterinteraksi secara lebih intensif.11 Sebagaimana dikemukakan Dakir bahwa pengembangan kurikulum dapat dilakukan pengembangan kurikulum atas dasar lokasi yang diantaranya adalah
pengembangan
kurikulum
tingkat
kelas.
Di
mana
kegiatan
pengembangan kurikulum tingkat kelas ini tergantung pada keinisiatifan guru. Meskipun kurikulum tertulis dengan bagus, tetapi kalau ada di tangan guru yang tidak ikut berinisiatif maka hasilnya akan tidak memuaskan.12 Ini berarti bahwa dalam pengembangan kurikulum sekolah, guru memiliki
peran
sebagai
pemberi
pertimbangan.
Keputusan-keputusan
mengenai kurikulum sekolah secara institusional ada di tangan kepala sekolah, dalam konteks inilah guru menjadi pihak yang memberikan pertimbanganpertimbangan atas usaha pengembangan kurikulum. Seperti halnya penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo yang merupakan inisiatif dari pihak guru pendidikan agama di lembaga tersebut, yang memandang bahwa banyak siswa belum mengetahui ketentuan-ketentuan dalam masalah haid, nifas dan istihadlah. Sebagaimana penjajakan awal di lapangan ditemukan kegiatan pembelajaran yang unik yang dilaksanakan pihak sekolah SMP Ma’arif 3
10
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), V. Anom Wiratmoyo, “Kurikulum Islami”, (http://gurupembaharu.com/home/?p=3810), diakses 11 Juni 2010. 12 Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), 92. 11
5
Ponorogo yang mengembangkan mata pelajaran PAI, yaitu dengan penambahan mata pelajaran Risalatul Mahid yang diberikan kepada seluruh siswa dari kelas VII sampai kelas IX baik yang perempuan maupun yang lakilaki. Mata pelajaran tersebut masuk dalam rumpun mata pelajaran PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, yang hasil evaluasinya juga masuk dalam rekap nilai pendidikan agama di rapor sekolah.13 Dengan adanya mata pelajaran Risalatul Mahid lulusan (output) dari pendidikan di SMP Ma’arif 3 Ponorogo diharapkan memiliki potensi atau kemampuan dalam masalah haid, nifas ataupun istihadloh. Dan ini sangat bermanfaat sekali untuk dirinya sendiri dan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Dan yang paling utama mata pelajaran Risalatul Mahid tersebut merupakan penambahan pemahaman siswa terhadap materi fiqih khususnya masalah thaharah, shalat dan puasa. Berangkat dari latar belakang di atas, peneliti berupaya membahas lebih dalam terkait Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMP Ma’arif 3 Ponorogo.
B. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini diarahkan kepada latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid, pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Risalatul Mahid, serta kontribusi penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum Pendidikan
Agama Islam di SMP Ma’arif
Ponorogo.
13
Lihat Transkip Dokumentasi 01/1-W/15-IV/2010.
3
6
C. Rumusan Masalah Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa Latar Belakang Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo? 2. Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo? 3. Bagaimana Kontribusi Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid dalam Pengembangan Kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan Latar Belakang Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahidl di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. 2. Menjelaskan Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. 3. Menjelaskan Kontribusi Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid dalam Pengembangan Kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis: Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pentingnya materi Risalatul Mahid dalam struktur matri PAI. 2. Manfaat praktis: Memberikan kontribusi secara praktis bagi SMP Ma’arif 3 Ponorogo dalam meningkatkan pembelajaran mata pelajaran Risalatul
7
Mahid. Serta menumbuhkan kesadaran semua pihak akan pentingnya mata pelajaran Risalatul Mahid bagi semua muslim baik laki-laki dan perempuan.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif,14 yang menggunakan latar belakang alami (natural setting) sebagai sumber data langsung , bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk kata-kata dan gambargambar. Laporan penelitian memuat kutipan-kutipan data sebagai ilustrasi dan dukungan fakta pada penyajian. Data ini mencakup transkip wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen dan rekaman lain. Proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena peneliti ingin mendeskripsikan penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Dalam hal ini, jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah studi kasus, yaitu suatu deskripsi interktif dan analisis fenomena.
14
Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orangdan perilaku yang dapat dialami. Lihat Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), 3.
8
2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai partisipan penuh dengan melakukan pengamatan berperan serta, yaitu peneliti melakukan interaksi sosial dengan subjek dalam waktu yang lama dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis. 3. Lokasi Penelitian Peneliti memilih SMP Ma’arif 3 Ponorogo sebagai tempat penelitian. Pilihan lembaga ini dikarenakan adanya kegiatan pembelajaran yang unik yang merupakan pengaplikasian kurikulum KTSP dengan mengembangkan mata pelajaran PAI sesuai dengan yang dibutuhkan lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga yang perlu dipelajari peserta didik.
4. Sumber Data Pengertian sumber data dalam penelitian adalah subjek dalam data dapat diperoleh. Apabila penelitian menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, sumber data disebut responden, yaitu orang yang menjawab atau merespon pertanyaan-pertanyaan penelitian.15 Adapun sumber data utama, dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya.16 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data utama yaitu hasil wawancara dengan kepala sekolah, waka kurikulum, 15
Suharmini Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 107. 16 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan kuantiatif, Kualitatif dan RD (Bandung: Al-Fabeta, 2005), 309.
9
guru mata pelajaran Risalatul Mahid, dan beberapa siswa. Serta data tambahan berupa dokumentasi, seperti: foto, catatan tertulis dan bahan bahan lain yang terkait dengan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik, apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan diobservasi pada latar, dimana fenomena tersebut berlangsung
dan disamping itu
untuk melengkapi data, diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek). a. Teknik Wawancara Wawancara yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara lisan dalam pertemuan tatap muka, baik secara individual maupun kelompok.17 Adapun data yang akan diperoleh dari wawancara dalam penelitian ini adalah data tentang latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid, pelaksanaan mata pelajaran Risalatul Mahid dan kontribusi penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP ma’arif Ponorogo. Dalam penelitian ini orang-orang yang akan diwancarai adalah: 1). Kepala sekolah SMP Ma’arif 3 Ponorogo. 2). Waka kurikulum di SMP Ma’arif 3 Ponorogo 17
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , 216.
10
3). 1 (satu) guru mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. 4). 2 (dua) siswa atau siswi SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Hasil wawancara dari masing-masing informan tersebut ditulis lengkap dengan kode-kode dalam transkip wawancara. Tulisan lengkap dari wawancara ini dinamakan transkip wawancara. b. Teknik Observasi Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Melalui teknik ini, peneliti dapat melihat langsung situasi dan kondisi dilapangan. Observasi dalam penelitian ini dilakukan pada saat proses pembelajaran Risalatul Mahid berlangsung, untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo sebagai pengembangan kurikulum PAI. c. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi ini digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman. “Rekaman” sebagai setiap tulisan atau pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa atau memenuhi accounting.18 Sedangkan “dokumen” digunakan untuk mengacu atau bukan selain rekaman, yaitu tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu,
18
Lincoln dan Guba, Naturalistic Inquiry., Bevery Hills: SAGE Publications, 35.
11
seperti surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mendapatka data berupa: foto, catatan tertulis, rapot dan bahan bahan lain yang terkait dengan penelitian.
6. Analisis Data Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.19 Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistemetis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kapada orang lain. Aktifitas dalam analisis data menurut Mattew B. Miles & AS. Michael Huberman, meliputi data reduction20, data display21 dan conclusion.22 Langkah-langkah analisis ditunjukkan pada gambar 1.1.berikut: 19
104.
20
Neong Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, mengfokuskan pada hal-hal yang penting, membuat katagori. Lihat dalam Mattew B. Miles & AS. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UUI Press, 1992), 16. 21 Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendsplaykan data atau menyajikan data kedalam pola yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, grafik, matrik, network dan chart. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukuang oleh data selama penelitian,
12
Gambar 1.1 Langkah-langkah Analisis23 Pengumpulan Data
Penyajian Data Reduksi Data
Kesimpulankesimpulan: Penarikan/verivikasi
7. Pengecekan Keabsahan Temuan Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas),24 Derajat kepercayaan
keabsahan
data
(kredebilitas
data)
dapat
diadakan
pengecekan dengan teknik a. Pengamatan yang tekun Ketekunan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan/ isu yang sedang dicari, bisa juga diartikan sebagai pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. b. Triangulasi
maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang selanjnutnya akan didisplaykan pada laporan akhir penelitian. Ibid., 17. 22 Langkah-langkah dalam analisis data kualitatif dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi.Ibid., 19. 23 Team Penyusun, Buku Pedoman Penlisan Skripsi STAIN Ponorogo (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2009), 35. 24 Moleong, Metodologi Penelitian, 171.
13
Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori.25 Dalam penelitian ini, dalam hal ini digunakan teknik triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: 1). Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, 2). Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, 3). Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, 4). Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.\
8. Tahapan-tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: a. Tahap pra lapangan, yang meliputi : menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajagi dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan informan,
25
Ibid, 178.
14
menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian; b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi : memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperanserta sambil mengumpulkan data; c. Tahap analisis data, yang meliputi : analisis
selama dan setelah
pengumpulan data; d. Tahap penulisan hasil laporan penelitian.
G. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan di sini dimaksudkan untuk mempermudah para pembaca dalam menelaah isi kandungan yang ada di dalamnya. Proposal ini tersusun atas lima bab, yaitu: Bab I berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II, berisi kajian teori sebagai pedoman umum yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian yaitu: pengertian kurikulum pendidikan agama Islam, yang meliputi; pengertian kurikulum pendidikan agama Islam, struktur materi pendidikan agama Islam dan komponenkomponen kurikulum pendidikan agama Islam. Kemudian membahas tentang pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam yang meliputi: pengertian pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam, landasan-landasan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam, strategi pengembangan kurikulum fungsi pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
15
Selanjutnya membahas tentang Risalatul Mahid yang meliputi: pengertian Risalatul Mahid, struktur materi Risalatul Mahid dan tujuan pembelajaran Risalatul Mahid. Bab III, berisi tentang temuan penelitian yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian yang meliputi: Identitas SMP Ma’arif 3 Ponorogo, sejarah singkat berdirinya SMP Ma’arif 3 Ponorogo, letak geografis SMP Ma’arif 3 Ponorogo, tujuan Sekolah Menengan Pertama Ma’arif 3 Ponorogo, tujuan pendidikan SMP Ma’arif 3 Ponorogo, visi dan misi SMP Ma’arif 3 Ponorogo, keadaan peserta didik SMP Ma’arif 3 Ponorogo, dan struktur organisasi SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Kemudian terdapat pula deskripsi data yang meliputi: latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, kontribusi penerapan mata pelajaran Risalatul Mahidl dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Bab IV, berisi analisis latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif
3 Ponorogo; analisis pelaksanaan
pembelajaran mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo; analisis kontribusi penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Bab V, Penutup merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran.
16
BAB II MATA PELAJARAN RISALATUL MAHID DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Kurikulum Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama Islam Sebelum membahas tentang kurikulum pendidikan Islam, terlebih dahulu akan dibahas tentang pengertian kurikulum. Kurikulum berasal dari bahasa latin “Curriculum” yang berarti segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan.26 Kemudian menurut istilah, kurikulum adalah semua pengetahuan kegiatan atau pengalaman-pengalaman belajar yang diatur sistematis metodis yang diterima anak untuk mencapai tujuantujuan.27 Seperti halnya dengan istilah-stilah lain yang banyak digunakan, kurikulum juga mengalami perkembangan dan tafsiran yang berbagai ragam. Hampir setiap ahli kurikulum mempunyai rumusan sendiri, walaupun di antara berbagai pendapat tersebut terdapat aspek-aspek persamaan. Menurut Nana Sudjana bahwa kurukulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
28
Kemudian menurut Abuddin
Nata, bahwa kurikulum adalah suatu istilah yang digunakan untuk 26
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2003), 182.
27
1997), 59.
28
Zuhairini et all, Metodik Khusus Pendidikan Agama (Surabaya: Wahana Nasional,
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru, 1991), 3.
17
menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.29 Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa kurikulum adalah rancangan kegiatan atau mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan pada tingkat tertentu, dan dengan menguasainya seseorang dapat dinyatakan lulus dan berhak memperoleh ijazah. Selanjutnya di sini akan dibahas tentang pengertian kurikulum pendidikan agama Islam, Samsul Nizar menyebutkan: Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhj yang berarti jalan yang dilalui oleh manusia dari berbagai bidang kehidupannya. Apabila penelitian ini dikaitkan denan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka30 Abdullah Idi menjelaskan bahwa kurikuluum pendidikan agama Islam adalah kurikulum yang bersumber pada pendidikan Islam, yaitu untuk membentuk peserta didik berakhal mulia dalam hubungannya dengan hakikat penciptaan manusia. Kurikulum berisi materi untuk pendidikan seumur hidup. Dan yang menjadi materi pokok kurikulum Pendidikan Agama Islam ialah bahan-bahan, aktivitas dan pengalaman yang mengandung unsur ketauhidan.31 Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan agama Islam merupakan landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan 29
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 123. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Prakris (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), 56. 31 Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, 59-60. 30
18
yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses kependidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia sebagai kholifah maupun ‘abd melalui transformasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Di sinilah peran filsafat pendidikan Islam dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakikat pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan manusia paripurna (al-ins:an al-kamĩl).
2. Struktur Materi Pendidikan Agama Islam Sebagaimana dibahas sebelumnya pendidikan agama Islam diharapkan dapat mengantarkan peserta didik agar memiliki karakteristik sosok manusia yang memiliki keberagaman dan torelansi. Dalam proses pembelajaran materi bukanlah merupakan tujuan, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Karena itu penentuan materi pengajaran harus didasarkan pada tujuan, baik dari segi cakupan, tingkat kesulitan, maupun oranisasinya. Hal ini karena materi tersebut harus mampu mengantarkan peserta didik untuk bisa mewujudkan sosok individu sebagaimana digambarkan dalam tujuan pendidikan. Berikut ini adalah tentang struktur keilmuan PAI, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini: Bagan 2.1 Struktur materi pendidikan agama Islam32 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 32
Erwin Yudi Prahara, Buku Paket Materi Pemdidikan Agama Islam, 12.
19
AL-QUR’AN
AL-HADITS
IJTIHAD
PENDIDIKAN AKIDAH
PENDIDIKAN SYARI’AH
PENDIDIKAN AKHLAK
TARIKH ISLAM
Dalam gambar bagan di atas dapat dijelaskan bahwa: 1). Secara umum PAI merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam. Ajaran-ajaran dasar tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses ijtihad para ulama mengembangkan materi PAI pada tingkat yang lebih rinci. 2). Prinsip-prinsip dasar PAI tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman; syari’ah merupakan penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. 3). Tarikh Islam dalam PAI mempunyai tujuan praktis, yaitu untuk menangkap isyarat-isyarat yang dipantulkan oleh ‘ibar (contoh moral) dalam kajian sejarah. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak sekali tuntutan yang harus dipenuhi lembaga pendidikan pada umumnya, begitu pula Islam,
20
sedangkan waktu yang tersedia terbatas. Sehingga dalam hal ini, menjadi penting menyeleksi materi pendidikan.33 Mata pelajaran dalam kurikulum menempati tempat yang penting untuk memberi jawaban terhadap apa yang dikerjakan untuk menciptakan manusia yang dicita-citakan oleh pembuat kurikulum itu. Adapun unsur-unsur atau penjabaran mata pelajaran agama Islam diantaranya yaitu: a. Qur’an Hadits Qur’an Hadits dimaksudkan untuk memberikan bekal kepada siswa untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi sebagai sumber utama ajaran agama Islam. b. Aqidah Akhlak Aqidah
Akhlak
dimaksudkan
untuk
memberikan
pengetahuan pemahaman dan penghayatan tentang keimanan dan nilai-nilai akhlak yang merupakan dasar utama dalam membentuk kepribadian muslim, dengan mengarahkan siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. c. Fiqih Fiqih dimaksudkan untuk memberi bekal pengetahuan dan kemampuan mengamalkan ajaran Islam dalam aspek hukum, baik yang berupa ajaran ibadah maupun mu’amalah. d. Sejarah Kebudayaan Islam. 33
Abulraihan, Komponen–Komponen Kurikulum Pendidikan, (online), (http://Abulraihan.wordpress.com/2008/05/12/komponen-komponen-kurikulum-pendidikan), diakses 11 Juni 2010.
21
SKI dimaksudkan untuk memberi bekal kemampuan kepada siswa untuk memahami diri sebagai muslim, serta menumbuhkan kesadaran dan gairah Islamiah. Bahan kajiannya mencakup sirah/ sejarah Nabi dan perkembangan Islam sejak masa Nabi sampai sekarang ini. e. Bahasa Arab. Bahasa
Arab
dimaksudkan
untuk
memberi
bekal
pengetahuan dan kemampuan menggunakan Bahasa Arab untuk memahami ajaran agama Islam dari sumber utamanya maupun untuk bekal dasar bagi pengembangan lanjut dijenjang pendidikan tinggi.34
3. Komponen-Komponen Kurikulum Pendidikan Islam Kurikulum pendidikan Islam terdapat beberapa komponen kurikulum yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan dan menyusun kurikulum, di antara komponen-komponen kurikulum tersebut di antaranya adalah dasar dan tujuan kurikulum, bahan atau isi kurikulum, strategi pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum.35 Komponen-komponen
tersebut
memiliki
keterkaitan
dan
hubungan yang erat. Kesalingkaitan dan hubungan komponen-komponen kurikulum di atas dapat digambarkan pada gambar 2.1 di bawah ini: Bagan 2.2 Hubungan Komponen-Komponen Kurikulum36 TUJUAN
34
EVALUASI ISI/ BAHAN Haidar Putra Daulay, Historis dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001), 115-116. 35 Ibid., 54-55. 36 A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum, 96. STRATEGI
22
Tanda panah dua arah pada bagan di atas menunjukkan atau melambangkan interaksi antara komponen-komponen kurikulum. Tiap komponen mempunyai hubungan dengan semua komponen lain dan masing-masing komponen terjalin dan terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan untuk mencapai satu tujuan. a. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan pendidikan Islam atau tujuan pendidikan lainnya, di dalamnya mengandung suatu nilai-nilai tertentu sesuai pandangan masing-masing yang harus direalisasikan melalui proses yang terarah dan konsisten dengan menggunakan berbagai sarana fisik dan non-fisik yang sama sebangun dengan nilai-nilainya. Tujuan dalam proses kependidikan Islam adalah idealitas atau cita-cita yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai. Nur Uhbiyati menyebutkan: Tujuan pendidikan Islam adalah perwujudan nilai-nilai Islami dalam diri manusia didik yang diikhtiyarkan oleh pendidikan muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat37 Secara lebih tegas lagi tujuan pendidikan adalah untuk menjawab pertanyaan untuk apa kita hidup. Dan Islam memberi jawaban tegas dalam hal ini, seperti firman Allah dalam Q.S. al Dzariyat ayat 51 : 37
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (IPI) 2 (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 59.
23
(٥١ : تcfارhUون ) اQRSTU W ّ إYZ[] وا ّ ^U`_ اab cdو Artinya: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembahku”. Tujuan hidup Muslim ini juga menjadi tujuan pendidikan di dunia Islam sepanjang sejarahnya, semenjak nabi Muhammad sampai sekarang.
Tujuan-tujuan
atau
objek-objek
pendidikan
dapat
diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan diberbagai tingkat pendidikan: bawah, menengah, dan perguruan tinggi dan juga lembaga non-formal.
24
b. Materi Pendidikan Agama Islam Materi pengajaran merupakan suatu yang disajikan guru untuk diolah dan kemudian dipahami oleh siswa, dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.38 Kemudian yang menjadi pokok dari materi kurikulum pendidikan Islam ialah bahanbahan, aktifitas, dan pengalaman yang mengandung unsur ketauhidan. Sumber bahan atau materi kurikulum pendidikan agama Islam dapat dikembangkan melalui bahan yang terdapat dalam nash dan realitas kehidupan.39 Dengan sederhana, dapat dikatakan pendidikan agama Islam dirancang berdasarkan nash Al-Qur’an dan Al-Hadits yang bertujuan agar manusia mendapat kesejahteraan di dunia dan tetap dekat dengan sang Khaliknya.
c. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam Komponen proses belajar-mengajar mempertimbangkan kegiatan anak dan guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini mencakup penentuan metode dan keseluruhan proses belajar mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Ahmad Tafsir menjelaskan: “Proses belajar mengajar adalah kegiatan dalam mencapai tujuan, proses ini sering disebut sebagai metode mencapai tujuan.”40 Ada beberapa metode yang lebih diarahkan kepada pendidikan Islam secara formal, yaitu metode induksi (pengambilan
38
R. Ibrahim dan Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta,
1995), 100.
39
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, 60-62. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 55. 40
25
kesimpulan), metode mendengar, membaca, imla’, hafalan,41 dan masih banyak metode-metode lainnya. Akan tetapi yang terpenting dalam proses belajar mengajar adalah bagaimana metode, media dan alat bantu pengajaran berfungsi sebagai alat untuk mengantar bahan pengajaran menuju tujuan pengajaran tersebut, dapat tercapai dengan baik. 42
d. Evaluasi Pendidikan Agama Islam Evaluasi pendidikan Islam secara sederhana dapat diberi batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan dalam proses pendidikan Islam. Berbicara terkait tujuan evaluasi pendidikan, secara umum evaluasi bertujuan atau berfungsi untuk mengetahui sejauh mana pencapaian yang telah diperoleh pendidikan Islam dalam kaitannya dengan pembentukan al-Insãn al-kamĩl, serta berfungsi untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi dalam proses kependidikan Islam untuk mencapai tujuannya. Kemudian secara khusus, tujuan pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan Islam adalah untuk mengetahui kadar pemilikan dan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif. Sebagai tindak lanjut dari tujuan ini adalah untuk mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah.43
74.
41
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Prakris,
42
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 41. Ibid., 79-80.
43
26
Adapun terkait teknik evaluasi Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa kelihatannya kurang banyak ditulis oleh para ahli kalangan muslim. Hasil penilaian dari evaluasi biasanya berupa angka, yang dinyatakan sebagai angka yang dicapai oleh siswa.44
B. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pengembangan
kurikulum
mengandung
arti
perubahan,
pergantian atau modifikasi terhadap susunan yang ada. Perubahan yang positif dapat menghasilkan pengembangan.45 S. Nasution menjelaskan bahwa perubahan kurikulum dapat kecil dan sangat terbatas, dapat pula luas dan mendasar. Perubahan itu dapat berupa: a. Subtitusi; seperti pergantian buku pelajaran, b. Alternalif; misalnya menambah atau mengurangi jam pelajaran untuk bidang studi tertentu, c. Variasi; misalkan mengganti metode belajar yang digunakan dengan metode yang sudah dilakukan oleh sekolah lain, yang dianggap lebih berhasil.46 Hampir setiap perubahan kurikulum, struktur program ikut berubah baik hilangnya maupun lahirnya mata pelajaran baru, alokasi waktu untuk setiap program studi maupun untuk setiap mata pelajaran.47 Kemudian dalam perubahan kurikulum dapat dilakukan di tingkat lokal. Di bawah pimpinan kepala sekolah, dapat diadakan rapat seluruh staf atau setiap tingkatan atau bidang studi. Perubahan kurikulum di tingkat sekolah ini tidak berarti bahwa sekolah itu menyendiri dan 44
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, 55. Abdul Rachman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa (Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 2006), 197-198. 46 S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, 128. 47 Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 90. 45
27
melepaskan diri dari kurikulum resmi. Sekolah itu dapat tetap bergerak dalam rangka kurikulum resmi yang berlaku, akan tetapi berusaha untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan anak dan lingkungannya serta berusaha untuk meningkatkannya.48 Selanjutnya pengembangan kurikulum dalam arti modifikasi terhadap susunan yang telah ada, dalam hal ini pihak sekolah dapat mengembangkan silabus yang berisikan tujuan, sumber belajar atau materi, sistem penyampaian, media dan pedoman evaluasi hasil belajar.49 Sehingga pengembangan kurikulum yang dilakukan tetap mengacu terhadap kurikulum resmi yang telah ditentukan pihak departemen. Kurikulum resmi hanya memberikan kurikulum minimal yang diharapkan harus dicapai oleh segenap siswa di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak dilarang memberikan bahan yang lebih mendalam dan luas bagi anak-anak yang berbakat.
2. Landasan-Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, mulai dari analisis konteks, evaluasi diri untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan serta tantangan yang dihadapi sekolah hingga tersusunnya kurikulum tingkat sekolah dan bahkan tingkat mata pelajaran. Kurikulum
pendidikan,
termasuk
pendidikan
Islam
hendaknya
mengandung beberapa unsur utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode mengajar dan metode penilaian. Kesemuanya harus tersusun dan 48 49
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, 148-149. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, 86.
28
mengacup pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam pembentukannya. Sumber kekuatan tersebut dikatakan sebagai asas-asas pembentukan kurikulum pendidikan. Sebagaimana dikutip Samsul Nizar bahwa Mohammad al-Thoumy al-Syaibani mengemukakan bahwa asasasas umum yang menjadi landasan pembentukan dan pengembangan kurikulum dalam pendidikan agama Islam.50 a. Asas Falsafah Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran terutama sisi nilai-nilai sehingga pandangan hidup yang diyakini kebenarannya. Secara umum, dasar falsafah membawa konsekuensi bahwa rumusan kurikulum pendidikan Islam harus beranjak dari konsep ontologi, epistimologi dan aksiologi yang digali dari pemikiran manusia muslim yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai asasi ajaran Islam. Seluruh sistem pendidikan Islam harus meletakkan dasar falsafat, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran agama Islam yang meliputi aqidah, ibadah, muamalah dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini bermakna bahwa semua itu pada dasarnya harus mengacu pada sumber utama syari’at Islam, yaitu alQur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus diletakkan pada apa yang telah digariskan oleh sumber-
50
57.
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Prakris,
29
sumber tersebut dalam rangka menciptakan manusia yang bertaqwa sebagai ‘abd dan tegar sebagai kholifah Allah di muka bumi.51 b. Asas Psikologi Kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, keutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologi.52 c. Asas Sosial Asas
sosiologi
mempunyai
peranan
penting
dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan. Pendidikan adalah proses budaya untuk meningkatkan harkat dan matabat, pendidikan juga merupakan proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Kebudayaan tersebut diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu 1). ide, konsep, gagasan, nilai, norma dan peraturan; 2). kegiatan, yakni tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat; 3). benda hasil karya manusia.53 Ke-tiga asas tersebut di atas harus dijadikan landasan dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam. Perlu ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas yang lainnya tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh 51
Ibid., 57-58. Ibid., 58. 53 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, 11-12. 52
30
sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan potensinya sebagai kholifah, pengembangan pribadinya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.
3. Strategi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Mengembangkan kurikulum bukan suatu yang mudah dan sederhana karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dan banyak pertanyaan yang dapat diajukan untuk diperhitungkan. Misalnya: apakah yang ingin dicapai?, manusia yang bagaimana diharapkan akan dibentuk?, apakah akan diutamakan kebutuhan anak pada saat sekarang atau masa datang?, apakah hakikat anak harus dipertimbangkan, ataukan ia diperlakukan sebagai orang dewasa?, apakah kebutuhan anak itu?, apakah pelajaran akan didasarkan atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah sosial dan pribadi?.54 Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa pengembangan kurikulum dalam tingkat lokal, pihak sekolah dapat mengembangkan silabus yang diantaranya meliputi tujuan, sumber belajar atau materi, sistem penyampaian, media dan pedoman evaluasi hasil belajar. a. Menentukan tujuan Rumusan tujuan dibuat berdasarkan analisis terhadap berbagai tuntunan kebutuhan dan harapan. Secara umum tujuan kurikulum atau mata pelajaran bersumber dari kebudayaan masyarakat,
54
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 10.
31
berdasarkan kebutuhan individu dan bersumber dari mata pelajaran atau disiplin itu sendiri. b. Menentukan isi/ bahan Isi kurikulum merupakan materi yang akan diberikan kepada peserta didik selama mengikuti pendidikan atau proses belajar mengajar. Materi ini berupa masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan yang perlu dipelajari untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana yang dikutip S. Nasution dahwa Hilda Taba memberikan kriteria dalam menentukan bahan/ isi pelajaran, diantaranya: 1). Bahan tersebut harus benar (valid/ shahih) dan berarti (significant) artinya harus menggambarkan pengetahuan mutakhir. 2). Bahan itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultur agar anak-anak lebih memahami dunianya. 3). Bahan itu harus mencakup berbagai ragam tujuan bila pelajaran dapat
sekaligus
mencapai
berupa
pengetahuan,
sikap,
keterampilam, berfikir dan kebiasaan. 4). Bahan pelajaran harus dapat disesuaikan dengan kemampuan murid untuk mempelajarinya serta dapat dihubungkan dengan pengalamannya. 5). Bahan pelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat pelajar.55
55
Ibid., 69-70.
32
Selanjutnya materi pembelajaran atau pokok-pokok materi tersebut perlu dirinci atau diuraikan kemudian diurutkan untuk memudahkan kegiatan pembelajaran.56 c. Merumuskan strategi belajar mengajar Dalam proses belajar mengajar, guru harus menentukan metode apa yang tepat digunakan dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Untuk menentukan metode mengajar yang akan digunakan dalam rangka perencanaan pengajar, perlu dipertimbangkan faktorfaktor tertentu, antara lain: 1). Kesesuaian dengan tujuan intruksional Dalam menentukan metode tergantung pula pada jenis mata pelajaran yang diberikan. Akan tetapi lebih baik lagi jika adanya kombinasi dari berbagai metode mengajar yang relevan, yang akan membuat proses belajar lebih hidup, aktif dan bermakna. 2). Keterlaksanaan dilihat dari waktu dan sarana Disamping bertitik tolak dari tujuan yang ingin dicapai dalam memilih metode pengajaran perlu dipertimbangkan pula waktu dan media/alat serta sarana yang tersedia. Misalnya dalam situasi di mana jumlah peralatan sangat terbatas, mungkin metode demonstrasi lebih cocok untuk digunakan dibandingkan dengan
56
Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka pelajar ofset, 2007), 122-123.
33
metode eksperimen di mana diperlukan beberapa perangkat alat/bahan.57 Media pendidikan merupakan alat, metode dan teknik yang
digunakan
dalam
rangka
meningkatkan
efektifitas
komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.58Media pengajaran juga diartikan sebagai segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar.
d. Mengadakan evaluasi Evaluasi banyak tergantung pada tujuan yang hendak dicapai dalam rangka menghasilkan balikan/ feedback untuk mengadakan perbaikan. Oleh karena itu, evaluasi harus dilakukan terus menerus, baik terhadap hasil maupun proses.59 Penilaian hasil belajar dilakukan guru dalam bentuk penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif merupakan penilaian pada tahap awal pada program belajar mengajar yang bertujuan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Penilaian formatif ditujukan untuk memperbaiki tindakan mengajar guru dalam arti harus mengulangi 57
108-109.
58
kembali
bahan
pelajaran
berikutnya,
jika
murid
R. Ibrahim & Nana Syaodih, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),
Basuki As’adi & M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), 133. 59 Ibrahim dan Berry, Pengembangan Inovasi dan Kurikulum (Jakarta: Universitas Terbuka, 1992), 9-10.
34
mengalami kegagalan dalam belajarnya. Sedangkan penilaian sumatif sebagai penilaian tahap akhir dari unit pada program yang dilakukan pada akhir semester.60 Penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan cara kuantitatif yaitu dengan angka, misalnya; 60, 70, 80 dan seterusnya. Penilaian juga bisa berbentuk kualitatif, yaitu penilaian dengan pernyataan seperti baik, sedang, cukup atau kurang. Alat yang digunakan penilaian berupa tes baik tes lisan, tulisan, maupun tindakan. Test ini bisa berupa test essy, tes uraian tes objektif dan melengkapi.
4. Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Setiap kurikulum selalu berisikan sesuatu yang cita-citakan dalam bidang pendidikan artinya hasil belajar yang diinginkan agar dimiliki oleh anak didik. Semua cita-cita itu telah disusun dalam bentuk program pendidikan serta berwujud buku kurikulum dan petunjuk pelaksanaannya. Program pendidikan tersebut, secara formal biasanya terdapat dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), sehingga berguna sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan kurikulum di sekolah. Dengan demikian, kurikulum sudah bersifat baku atau secara resmi ditentukan pemerintah. Dalam konteks ini, kurikulum yang demikian itu dinamakan kurikulum ideal atau kurikulum formal.
60
A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum, 112.
35
Dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah, para guru memegang peranan sentral sebagai pelaksana kurikulum, terutama menjabarkan kurikulum potensial61 menjadi kurikulum aktual62 dalam proses belajar mengajar, atau mentransformasikan nilai-nilai yang terkandung dalam buku kurikulum sesuai dengan petunjuknya, kepada siswa dengan proses belajar mengajar. Itulah sebabnya berhasil tidaknya kurikulum banyak tegantung atas peranan guru yang dapat dilakukan dalam pengembangan kurikulum. 5. Fungsi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dalam aktifitas belajar mengajar, kedudukan kurikulum sangat krusial, karena dengan adanya kurikulum pendidikan anak akan memperoleh manfaat (benefits). Namun demikian di samping kurikulum bermanfaat bagi anak, ia juga mempunyai fungsi-fungsi lain,63 diantaranya: a. Fungsi kurikulum bagi anak didik; keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun merupakan suatu persiapan anak didik. Anak didik diharapkan memiliki pengalaman baru agar memenuhi bekal hidupnya nanti. Kalau dikaitkan dengan pendidikan Islam, pendidikan mesti diorientasikan kepada kepentingan peserta didik, dan perlu diberi bekal pengetahuan untuk hidup pada zamannya kelak.
61 Kurikulum potensial atau kurikulum ideal atau kurikulum resmi yang telah dibakukan oleh pemerintah, yang berisiskan pengalaman-pengalaman belajar siswa yang potensial untuk mengembangkan aspek-aspek kepribadian anak sebagaimana yang dicita-citakan dalam kurikulum itu. Lihat: Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kuikulum di Sekolah, 16. 62 Kurikulum aktual merupakan pelaksanaan kurikulum di sekolah, atau aktualisasi atau implementasi kurikulum, atau pelasana kurikulum ideal. Lihat: A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum, 18. 63 Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, 205-209.
36
b. Fungsi kurikulum dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan; kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan krusial untuk dicapai, sehingga salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah meninjau kembali tujuan yang selama ini digunakan oleh sekolah yang bersangkutan. c. Fungsi kurikulum bagi orang tua; sebagai bentuk adanya inspirasi orang tua dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan putriputrinya.
37
C. Posisi Mata Pelajaran Risalatul Mahid Dalam Pendidikan Agama Islam Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa di antara rumpun mata pelajaran PAI adalah Al-Qur’an dan Hadits, Fiqih, SKI, Aqidah Akhlak, dan Bahasa Arab. Risalatul Mahid adalah suatu pelajaran yang merupakan sub bahasan dari bidang Fiqih, karena berhubungan dengan ibadah fardlu ‘ain, seperti sholat, puasa dan yang lainnya64, sehingga dapat dipahami bahwa Risalatul Mahid adalah pelajaran yang berhubungan ibadah Mahdlah.65 Untuk penjelasan lebih lanjut terkait Risalatul Mahid, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengertian Risalatul Mahid Sebagaimana yang dijelaskan Muhammad Ardani bin Ahmad bahwa Risalatul Mahid adalah suatu pelajaran yang merupakan sub bahasan dari bidang Fiqih. Risalatul Mahid adalah materi pelajaran yang di dalamnya membahas terkaid haid, nifas serta istihadlah. Secara lebih terperinci M. Masykur Khoir menyebutkan bahwa pelajaran Risalatul Mahid merupakan pelajaran wajib. 2. Struktur Materi Risalatul Mahid Risalatul Mahid mencakup penjelasan tentang haid, nifas, istihadloh.66 Selain itu terdapat juga materi tentang qodlo shalat dan
64
Muhammad Ardani bin Ahmad, Risalah Haid Nifas dan Istihadloh,(Surabaya: AlMiftah, 1992), 5. 65 Ibadah Mahdlah adalah mengandung hubungan dengan Allah semata, yang ketentuan-ketentuan dan aturan pelaksanaannya telah ditetapkan secara terperinci melalui penjelasan-penjelasan Al-Qur’an. Lihat Erwin Yudi Prahara, Buku Paket Materi Pemdidikan Agama Islam, 167. 66 Muhammad Ardani bin Ahmad, Risalah Haid Nifas dan Istihadloh, 7-8.
38
metode shalatnya mustahadlah serta materi tentang mandi besar.67Di antara materi-materi tersebut di antaranya: a. Haid; Dalam pembahasan haid, mencakup materi tentang: pengertian darah haid, dalil, hukum belajar tentang haid, batasan umur haid, batasan keluarnya darah haid, batasan suci darah haid, sifat darah haid, perkara yang diharamkan bagi wanita haid. b. Nifas; Dalam pembahasan ini mencakup beberapa materi, di antaranya: pengertian nifas, masa keluarnya darah nifas, fardlunya mandi nifas dan beberapa masalah terkait nifas. c. Istihadlah; Dalam pembahasan istihadlah mencakup beberapa pembahasan, di antaranya: pengertian istihadlah, pembagian darah istihadlah, macam-macam istihadlah 3. Tujuan Pembelajaran Risalatul Mahid Risalah haid, nifas dan istihadlah sangat penting dimengerti semua orang wanita, pria khususnya yang sudah beristri, juga para mu’alim dan para da’i.68 Haid adalah salah satu dari tanda-tanda baligh (dewasa) bagi orang perempuan, apalagi yang sudah baligh maka ia wajib melakukan kewajiban-kewajiban agama, seperti; sholat, puasa dan lainlain. Suci dan tidaknya seorang perempuan dari haid dan nifas akan menentukan sah tidaknya ibadah mereka. Oleh karena itu bagi perempuan yang menginjak usia haid wajib mempelajari hukum-hukum yang bertalian dengan haid.69 Jika dilihat dari aspek psikologis, dalam perkembangan karakteristik seksual mulai muncul periode menstruasi yaitu pada usia 67
M. Masykur Khoir, Haidl & Istihadloh, v. Muhammad Ardani bin Ahmad, Risalah Haid Nifas dan Istihadloh, 3. 69 Abdul Kholiq, Risalah tentang; Haid Nifas Istihadloh, V. 68
39
remaja (12-15 tahun).70 Dan secara umum anak usia SMP adalah sekitar 13-15 tahun, sehingga pelajaran Risalatul Mahid sudah wajib dipelajari oleh siswa tingkat SMP dan sederajat. Siklus haid sekalipun merupakan hal yang lumrah, akan tetapi beberapa problem akan dihadapi oleh setiap wanita sejak dahulu sampai zaman modern seperti sekarang ini. Sehingga dalam penyusunan risalah ini di dalamnya membantu muslim-muslimat dalam menjawab problem haid, nifas dan istihadlah yang dihadapi para wanita berdasarkan hukumhukum syar’i. Karena syari’at Islam dirohmatkan kepada manusia dalam rangka mengatur tatanan kehidupan manusia, agar hidup mereka dipenuhi kebahagiaan, sejahtera, dan bebas dari segala penyakit dan ancaman apapun. Sehingga dapat menunaikan tugas dan amanah sebagai khalifah di bumi secara sempurna.
D. Kerangka Konseptual Berdasarkan penjelasan teori-teori di atas, dapat ditemukan hubungan antara pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam dengan mata pelajaran Risalatul Mahid. Adapun dalam pembahasan ini akan dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan, di antaranya: 1. Dalam kurikulum pendidikan agama Islam dijelaskan bahwa pendidikan adalah untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan. Ini berarti bahwa
proses
kependidikan
Islam
hendaknya
mengacu
pada
konseptualisasi manusia sebagai kholifah maupun ‘abd. Dan pelajaran Risalatul Mahid juga merupakan pelajaran yang membantu seseorang
70
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 193.
40
untuk mencapai kesempurnaan ibadahnya, serta dalam menjalankan tugasnya sebagai kholifah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Ini berarti pelajaran Risalatul Mahid merupakan bagian dari pendidikan agama Islam yang penting bagi semua orang. 2. Dalam struktur materi pendidikan agama dijelaskan bahwa materi ialah bahan-bahan, aktifitas, dan pengalaman yang mengandung unsur ketauhidan. Sumber bahan atau materi kurikulum pendidikan agama Islam dapat dikembangkan melalui bahan yang terdapat dalam nash dan realitas kehidupan. Dan materi Risalatul Mahid sangat perlu dipelajari oleh siswa, karena masalah haid, nifas dan istihadlah terkait dengan masalah thaharah yang merupakan pelajaran pokok bagi manusia. Ini berarti bahwa pelajaran Risalatul Mahid adalah pengembangan dari salah satu rumpun materi pendidikan Agama Islam (yaitu materi Fiqih) yang wajib ‘ain untuk dipelajari. 3. Dalam tujuan pendidikan Agama Islam dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah mewujudkan nilai-nilai Islami dalam diri manusia didik melalui sebuah proses yang berakhir pada hasil (produk) yang yakni berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat. Dan pelajaran Risalatul Mahid juga membantu muslim-muslimat dalam menjawab masalah haid, nifas dan istihadlah yang dihadapi para wanita berdasarkan
hukum-hukum
menjunjung nilai-nilai Islam.
syari’at
Islam,
sebagai
upaya
untuk
41
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelajaran Risalatul Mahid mempunyai hubungan yang erat dengan Pendidikan Agama Islam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut: Bagan 2.3 Hubungan Risalatul Mahid dengan Pendidikan Aama Islam PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
AL-QUR’AN DAN HADITS
FIQIH
AQIDAH DAN AKHLAK Mahdlah
IBADAH MU’AMALAH
SKI
BAHASA ARAB
RISALATUL MAHID
Ghairu Mahdlah Dzil-Wajhaini
MUNAKAHAT SYAHSYIAH
Berdasarkan gambar bagan di atas dapat diketahui bahwasannya Risalatul Mahid berhubungan dengan ibadah mahdlah yang masuk dalam pembahasan pelajaran Fiqih yang merupakan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Risalatul Mahid berhubungan erat dengan masalah thaharah, yang merupakan hal utama dalam ibadah seseorang.
42
BAB III PENERAPAN MATA PELAJARAN RISALATUL MAHID DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SMP MA’ARIF 3 PONOROGO
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Identitas Sekolah71 a. Nama sekolah
: SMP Ma’arif 3 Ponorogo
b. Alamat sekolah
: Jln. Syuhada’ 63 Ngunut Babadan Ponorogo Jawa Timur Kode pos : 63491
c. Telepon/Fax
: (0352)483629
d. Website
: WWW.BMPMAGAPO.CC
e. Status sekolah
: Swasta
f. SK Akreditasi Terakhir
: No.003617/SK/B.III.tgl.17-12-2007
g. NSS
: 203051103003
h. NPSN
: 20510114
i. Jenjang Akreditasi
:B
j. Klasifikasi Sekolah
: Mandiri
k. Status Tanah
: Milik Sendiri
l. Luas Tanah
: 190 m2
m. SK Terakhir Status
: 39214/104/PP/.tgl 21-04-1999
Sekolah 2. Sejarah Singkat Berdirinya SMP Ma’arif 3 Ponorogo
71
Lihat Transkip Dokumentasi No: 01/D/11-V/2010
43
SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah sekolah swasta yang berdiri pada tahun 1979, yang didirikan oleh Bpk. H. Thohari, Bpk. Jainuri, Bpk. Anshor Rusyidi, Bpk. Kyai Mudzakir. Dan pada tahun
2002 telah
mendapat izin pendirian sekolah dari Kanwil atau Disdik atau Depag dengan nomer SK. 4213/903/108,08/02/26-04-2002 dengan akreditasi lama yaitu diakui. Kemudian pada tanggal 15 Januari 1986, lembaga ini masuk dalam kelompok LP. Ma’arif, yakni sebuah yayasan yang beralamatkan di jalan Sultan Agung Bangunsari Ponorogo dengan nomer telfon (0352) 486713. Dengan demikian kurikulum pendidikan di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah pendidikan ke-NU-an.72 Dan berikut ini nama-nama pejabat/kepala sekolah di SMP Ma’arif 3 Ponorogo yang ditunjukkan Tabel 3.1 berikut: Tabel 3. 1 Nama-nama Kepala Sekolah di SMP Ma’arif 3 Ponorgo NO
NAMA
MASA JABATAN
1.
H. Thohari, BA.
1979-1983
2.
Sungaji, S.Pd.
1983-1990
3.
Fahruddin, BA.
1990-1995
4.
Jambarir, BA.
1995 (Sebentar)
5.
Drs. Sutikno
1995-1997
6.
Jambarir, BA.
1997-2000
7.
Gifton, S.Pd.
2000- Sekarang
3. Letak geografis SMP Ma’arif 3 Ponorogo
72
Lihat Transkip Dokumentasi No: 02/D/11-V/2010
44
SMP Ma’arif 3 Ponorogo secara geografis terletak di sebelah utara kota Ponorogo tepatnya di Jalan Syuhada Nomor 63 Ngunut Babadan Ponorogo, yang didirikan di atas sebidang tanah dengan luasnya kurang lebih 190 m2. 4. Tujuan SMP Ma’arif 3 Ponorogo Selama 1 (satu) tahun pelajaran tujuan yang akan dicapai sekolah adalah: a. Tersusunnya KTSP dilengkapi silabus tiap mata pelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar kegiatan siswa, dan sistem penilaian untuk kelas IX. b. Menghasilkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran dan kondisi siswa. c. Terlaksananya proses belajar-mengajar yang mengarah pada program pembelajaran berbasis “kompetensi”. d. Meningkatkan selisih NUN menjadi + 0,25 e. Meningkatnya prestasi akademik dan non akademik. f. Berhasil menjadi 10 besar dalam lomba mata pelajaran di tingkat kabupaten. g. Memperoleh kejuaraan dalam lomba bidang seni karawitan di tingkat kabupaten. h. Meningkatkan jumlah siswa yang dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. i. Meningkatnya kompetensi profesional pendidik dan tenaga pendidikan. j. Tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai.
45
k. Terwujudnya pengembangan model-model penilaian pembelajaran.73 5. Tujuan Pendidikan SMP Ma’arif 3 Ponorogo a. Tujuan Pendidikan Nasional Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri yang menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. b. Tujuan Pendidikan Dasar Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan, kepribadian, akhlak mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.74 6. Visi dan Misi SMP Ma’arif 3 Ponorogo a. Visi “Unggul dalam Berprestasi Berdasarkan Iman dan Taqwa.” Indikator visi: 1). Berkemampuan dalam bidang aktifitas keagamaan. 2). Berkemampuan dalam bidang prestasi. 3). Berkemampuan dalam bidang pengetahuan dan teknologi. 4). Berkemampuan dalam bidang penguasaan bahasa Inggris. 5). Berkemampuan dalam bidang olah raga dan seni. 6). Berkemampuan dalam disiplin, etos kerja, transparasi dan managemen. 7). Berkemampuan dalam kepribadian dan perilaku luhur.
73 74
Lihat Transkip Dokumentasi No: 03/D/11-V/2010 Lihat Transkip Dokumentasi No: 04/D/11-V/2010
46
8). Berkemampuan dalam bidang sarana dan prasarana.75 b. Misi Sekolah 1). Membekali peserta didik untuk menghayati dan mengenalkan nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. 2). Meningkatkan prestasi akademis peserta didik secara optimal sehingga mampu bersaing dengan peserta didik lainnya. 3). Mempersiapkan sumber daya peserta didik dalam pengbiasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 4). Meningkatkan kemampuan paserta didik dalam penguasaan Bahasa Inggris. 5). Meningkatkan kemampuan peserta didik bidang olah raga dan seni. 6). Membudayakan disiplin, serta etos kerja yang tinggi. 7). Membudayakan mempunyai kepribadian dan berbudi pekerti luhur. 8). Meningkatkan upaya sarana dan prasarana yang standar.76 7. Keadaan Peserta Didik SMP Ma’arif 3 Ponorogo Jumlah peserta didik yang belajar di SMP Ma’arif 3 Ponorogo pada tahun pelajaran 2009/2010 adalah sebanyak 43 siswa.77 8. Struktur Organisasi SMP Ma’arif 3 Ponorogo Adapun struktur organisasi di SMP Maarif 3 Ponorogo, sebagaiman ditunjukkan pada gambar 3.1. Bagan 3.1
75
Lihat Transkip Dokumentasi No: 05/D/11-V/2010 Lihat Transkip Dokumentasi No: 06/D/11-V/2010 77 Lihat Lampiran 4 76
47
Struktur Organisasi SMP Ma’arif 3 Ponorogo.78 Kepala Sekolah Gifton, S.Pd.
Komite Sekolah H. Syamsyuddin
Wakil Kepala Sekolah Nasichuddin, S.Pd.
Tata Usaha Muh. Soifudin
Pengelolaan Perpus Muh. Trihan, S.Pd.I
Pengelolaan Lab./Media Belajar
LJB. Lab. Fisika Peni Puji Rahayu
LJB. Lab. Biologi Binti Mukaromah, BA.
LJB. Lab. Fisika Winardi Yusuf, S.Ag
UR. Kurikulum Nasichuddin, S.Pd.
UR. Kesiswaan Muh. Trihan, S.Pd.I
Wali Kelas VII Afreeda Debriana
UR. Sarana dan Prasarana Winardi Yusuf, S.Ag
Wali Kelas VIII Binti Mukaromah, BA.
UR. Hubungan Masyarakat Khoirul Huda, BA
Wali Kelas IX Winardi Yusuf, S.Ag
B. Deskripsi Data 1. Latar Belakang Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Pengembangan kurikulum SMP Ma’arif 3 Ponorogo didasarkan pada SKL79 jenjang pendidikan dasar yang bertujuan untuk meletakkan
78
Lihat Transkip Dokumentasi No: 07/D/11-V/2010 Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang digunakan sebagai pedoman penilaian 79
48
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri mengikuti pendidikan lebih lanjut yang dapat diberikan, di antaranya untuk mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai tahap perkembangan usia remaja.80 Dalam pengembangan kurikulum, guru juga memberikan peranan besar dalam upaya pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Sebagaimana dengan diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid, yang sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai tahap perkembangan usia remaja atau usia SMP. Adapun latar belakang diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid merupakan usul dari guru mata pelajaran Fiqih sekaligus guru mata pelajaran Risalatul Mahid itu sendiri yaitu Bapak Muh. Trihan. Beliau memaparkan: Awal diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid merupakan usul dari saya. Menurut saya mata pelajaran Risalah ini sangatlah penting untuk dipelajari oleh semua siswa dan siswi. Karena sebagaimana yang disebutkan pada pelajaran fiqih, di mana masalah thaharah menjadi bahasan pertama dan utama. Thaharah berhubungan langsung dengan sah tidaknya ibadah yang dikerjakan oleh manusia. Dan dalam masalah haid, nifas dan istihadlah juga bertalian erat dengan masalah bersuci atau thaharah81 Selanjutnya, terkait latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, peneliti juga memperoleh data tentang landasan dan tujuan penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid.
dalam penentuan lulusan peserta didik dari Satuan Pendidikan. Lihat Transkip Dokumentasi No: 08/D/F-1/10-V/2010 80 Lihat Transkip Dokumentasi No: 08/D/F-1/10-V/2010 81 Lihat Transkip Wawancara No: 02/1-W/F-1/06-V/2010
49
a. Landasan-landasan Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Dalam uraian berikut akan dibahas hasil penelitian terkait landasan-landasan penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo sebagaimana berikut: a.
Landasan filosofis Dalam pengembangan kurikulum harus berpijak pada landasan-landasan yang kuat dan kokoh. Karena landasan kurikulum dapat menjadi titik tolak, artinya pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu, misalnya penemuan teori belajar baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi sekolah. Filsafat
pendidikan
berperan
sebagai
pendorong
dilakukannya aktifitas pendidikan. Filsafat pendidikan bertugas menetapkan
nilai-nilai,
ide-ide
dan
cita-cita,
sedangkan
pendidikan bertugas merealisasikan ide-ide dan nilai-nilai tersebut menjadi kenyataan dalam bentuk tingkah laku dan kepribadian. Adapun diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo ini, menurut Bapak Muh. Trihan adalah berdasarkan landasan filosofis. Mata pelajaran ini diterapkan sebagai usaha menanamkan nilai-nilai Islam pada diri peserta didik, dan memberikan pandangan akan pentingnya
50
mempelajari materi ini dalam menjalankan kehidupannya sesuai dengan ketentuan Allah SWT.82 Sebagai pertimbangan beliau adalah bahwa pada kenyataannya masih banyak wanita yang sudah haid atau nifas atau istihadlah, tetapi belum mengerti tentang hukum-hukum yang penting ini. Bahkan yang sudah berumah tangga, baik yang laki-laki atau perempuan yang sama sekali belum mengerti tentang hal ini. Padahal masalah ini sangat kuat hubungannya dengan sholat, puasa, mandi, hubungan suami istri dan sebagainya. Sedangkan orang-orang tersebut pada umumnya tidak memperhatikan, tidak mau belajar, atau belum diberi pelajaran oleh gurunya. Kalau demikian siapa yang berdosa? Sebagai salah seorang pengajar pendidikan agama Islam khususnya pada mata pelajaran Fiqih, Bapak Muh. Trihan merasa harus memberikan materi tersebut untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang ada di SMP Ma’arif 3 ini, yaitu menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Berdasarkan pertimbangan tersebut Bapak Muh. Trihan kemudian menyampaikan usulannya kepada waka kurikulum yakni Bapak. Nacishuddin, beliau menceritakan: 82
Ibid.
51
Usul tersebut saya ajukan ke waka kurikulum dan akhirnya setelah disampaikan kepada kepala sekolah, usul saya ini disambut dengan baik oleh pihak sekolah. Dan setelah adanya persetujuan dari kepala sekolah tersebut, Risalah ini dimasukkan dalam rumpun mata pelajaran PAI dengan nama mata pelajarannya yaitu Risalatul Mahid. Mata pelajaran ini dipasrahkan langsung kepada saya untuk penyampaian pelajaran Risalatul Mahid tersebut, yakni tepatnya mulai pada tahun pelajaran 2006/200783 Setelah dikonfirmasikan ke Waka kurikulum dan kepala sekolah, mereka membenarkan tentang hal tersebut. Dan ketika diwawancarai terkait alasan diterimanya usulan tersebut, kepala sekolah menjelaskan: “Materi terkait haid, istihadlah dan nifas memang sangat penting untuk dipelajari bagi semua orang”. Dan telah disepakati bersama maka materi tersebut dimasukkan dalam rumpun PAI yang diberi nama mata pelajaran Risalatul Mahid.”84
b.
Landasan psikologi Bapak
Muh
Trihan
menegaskan
bahwa
beliau
mengusulkan adanya penyampaian materi terkait haid, nifas serta istihadlah karena materi tersebut sesuai dengan anak usia SMP yang sebagaimana kita tahu bahwa pada perkembangan usia tersebut anak-anak (perempuan) telah mengalami haid atau menstruasi. Bahkan tidak jarang siswa usia sekolah dasar yang juga sudah mengalaminya. 85 Bapak Gifton juga menjelaskan bahwa Risalatul Mahid sudah sesuai dengan perkembangan anak di usia SMP. Selain itu
83
Ibid. Lihat Transkip Wawancara No: 03/2-W/F-1/10-V/2010 85 Ibid.
84
52
siswa siswi SMP Ma’arif 3 Ponorogo juga sudah mampu untuk menerima pelajaran tersebut, karena kebanyakan siswa berasal dari Yayasan Katrina dan pondok pesantren “Sulubus Salam” Ngunut Ponorogo, sehingga siswa sudah cukup memiliki bekal ilmu agama. Beliau menjelaskan: Hampir seluruh anak-anak di sini mempunyai bekal agama yang cukup. Kebanyakan siswa sini dari “Ponpes. Sulubus Salam”. Selain itu yayasan Katrina yaitu sebuah lembaga yatim piatu yang juga memporsikan lebih untuk pendidikan agama. Atau paling tidak siswa-siswa lainnya juga pernah sekolah di lembaga ibtidaiyah sore86 Bapak Nacishuddin selaku waka kurikulum juga menjelaskan bahwa semua pihak sekolah atau guru-guru juga mendukung diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid ini.87 Selain itu siswa juga memiliki antusias yang tinggi dengan diberikannya mata pelajaran Risalatul Mahid ini. Selama proses pembelajaran siswa selalu aktif mengikuti pelajaran dari awal sampai akhir pelajaran.88 Citra
Alfian,
salah
seorang
siswa
kelas
VIII
berpendapat: Pada awal diberikannya mata pelajaran Risalatul Mahid, saya dan teman-teman kaget dan bingung. Saya awalnya juga tidak mengerti mengapa juga harus mengikuti mata pelajaran ini, padahal saya dan teman-teman yang laki-laki tidak akan mengalami menstruasi, nifas apalabila istihadlah. Dan setelah mengetahui bahwa ini juga wajib dipelajari orang laki-laki dan sadar akan pentingnya materi yang pada mata pelajaran ini, saya merasa senang dan tertarik untuk mendalaminya lebih jauh89 86
Lihat Transkip Wawancara No: 03/2-W/F-1/10-V/2010 Lihat Transkip Wawancara No: 04/3-W/F-1/11-V/2010 88 Lihat Transkip Wawancara No: 02/1-W/F-1/06-V/2010 89 Lihat Transkip Wawancara No: 05/4-W/F-1/11-V/2010 87
53
Aulia Fatma Lestari siswi kelas VIII juga membenarkan hal tersebut. Dia memaparkan: Kami senang diajar mata pelajaran Risalatul Mahid, karena kita bisa lebih paham terkait haid, nifas dan istihadlah. Ini tentunya akan sangat bermanfaat khususnya untuk saya sendiri. Sebelumnya saya tidak tahu ternyata banyak sekali ketentuan-ketentuan dalam masalah haid yang belum aku mengerti, dan belum pernah saya dengar sebelumnya90 c.
Landasan Sosiologi Penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid juga dilatarbelakangi oleh faktor sosiologi, yakni sebagai upaya dalam mengembangkan pendidikan Agama Islam yang sesuai dengan masyarakat dan bangsa Muslim. Pada prinsipnya penerapan mata pelajaran tersebut mencerminkan keinginan, cita-cita dan kebutuhan orang tua dan masyarakat luas agar anak didiknya mempunyai bekal pengetahuan agama yang luas.91
b. Tujuan dan Manfaat Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Dalam membahas terkait latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo tidak terlepas dengan tujuan dan manfaatnya. 1). Tujuan penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid Adapun tujuan penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid adalah sebagai usaha membekali siswa pengetahuan tentang haid, nifas serta istihadlah, serta sebagai langkah penanaman dan peningkatan kompetensi siswa dalam pendidikan 90 91
Lihat Transkip Wawancara No: 06/5-W/F-1/11-V/2010 Lihat Transkip Wawancara No: 02/1-W/F-1/06-V/2010
54
Agama, khususnya fiqih ibadah Mahdhah atau yang berhubungan langsung kepada Allah SWT.92 2). Kemudian manfaat yang diharapkan dari pembelajaran Risalatul Mahid adalah: i.
Pertama, khususnya bagi yang putri, pelajaran ini sangat penting bagi mereka yaitu untuk membekali mereka ketika mereka mengalaminya nanti, karena bisa dipastikan hampir semua wanita mengalaminya. Dan bahkan tidak jarang mereka yang masih usia SMP bahkan SD yang sudah mengalaminya. Tentu ini adalah modal penting dalam melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh Allah bagi umat Islam.
ii.
Kedua, bagi yang laki-laki materi ini bisa menjadi bekal mereka yang kelak menjadi pemimpin di keluarganya maupun di masyarakat. Sehingga ketika istri atau anaknya kelak belum mengerti, mereka bisa mengajarkannya.
iii.
Dan manfaat yang terpenting bagi semua siswa adalah agar mereka bisa selamat di hari kelak, karena sekali lagi ini terkait erat dengan ibadah wajib bagi manusia. Apabila ibadahnya baik dan benar insya Allah akan diterima oleh Allah.93 Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid adalah merupakan usul dari salah satu guru Pendidikan Agama Islam di SMP Ma’arif 3 Ponorogo 92 93
Ibid. Ibid.
55
yaitu bapak Muh. Trihan. Dan dari usul tersebut, mendapatkan tanggapan yang positif dari semua pihak sekolah baik kepala sekolah, waka kurikulum, guru maupun siswa. Adapun latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid adalah berdasarkan pada landasan filosofis pendidikan agama Islam, landasan
psikologi
dan
landasan
sosiologi.
Serta
penerapannya
berorientasi pada tujuan dan manfaat pendidikan pada mata pelajaran Risalatul Mahid tersebut sebagai upaya pencapaian tujuan pendidikan agama Islam.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Mata pelajaran yang diajarkan di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah suatu bentuk adopsi dari Diknas dan LP. Ma’arif yang dari semua mata pelajaran diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu pelajaran umum dan agama ke-NU an.94 Dari segi materinya, komponen materi PAI disampaikan secara terpisah, yakni dengan pelajaran Al-Qur’an Hadits, Fiqih, Sejarah, Bahasa Arab, Aqidah Akhlak dan Aswaja disampaikan dalam muatan-muatan tersendiri, beda dengan materi PAI pada umumnya. Selain setiap unsur atau komponen dari mata pelajaran PAI juga dikembangkan berdasarkan kebutuhan bagi peserta didik dan masyarakat di masa yang akan datang, seperti mata pelajaran Bahasa Arab dan Risalatul Mahid seperti yang diterapkan di SMP Ma’arif 3 Ponorogo.
94
Lihat Transkip Wawancara No: 07/3-W/F-2/11-V/2010
56
Terkait pelaksanaan mata pelajatan Risalatul Mahid dalam proses pembelajaran dapat dibagi menjadi beberapa pokok pembahasan dari komponen pengembangan kurikulum, di antaranya: a. Tujuan Mata Pelajaran Risalatul Mahid Tujuan-tujuan atau objek-objek pendidikan mata pelajaran Risalatul Mahid telah diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan diberbagai tingkat pendidikan.95 Adapun tujuan diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid adalah: a. Pengenalan kepada siswa tentang haid, istihadloh dan nifas. b. Mengajarkan siswa tentang tata cara bersuci. c. Menjelaskan kepada siswa tentang hal-hal yang wajib dilakukan atau larangan-larangan bagi wanita haid, istihadlah dan nifas. d. Menjelaskan kepada siswa dalam menentukan darah haid atau nifas, darah nifas atau istihadlah. Kemudian menentukan hari suci, banyaknya wajib mandi, wajibnya ada’ atau qodlo’ sholat.96 b. Materi Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Materi Risalatul Mahid yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo merupakan materi yang diambil dan dikembangkan sendiri oleh guru mata pelejaran tersebut yang berorientasi pada tujuan mata pelajaran Risalatul Mahid. Pihak kurikulum telah menyerahkan
95 96
Lihat Lampiran 5. Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/11-V/2010
57
langsung kepada gurunya dan memberikan wewenang sepenuhnya kepada guru tersebut untuk menjalakan pembelajaran Risalatul Mahid. Bapak Nasichuddin selaku waka kurikulum menerangkan: Dalam penyusunan materi mata pelajaran ini, saya kembalikan kepada Bapak Trihan selaku pihak atau guru yang mengusulkan, dan beliau juga yang kami anggap mampu untuk melaksanakan pembelajaran ini. Meskipun beliau guru laki-laki, tapi dikarenakan belum adanya sumber daya guru yang perempuan yang bersedia untuk mengantarkan mata pelajaran ini. Meskipun menurut saya mata pelajaran ini lebih cocok disampaikan oleh guru perempuan, karena apabila ada pada yang sudah pengalaman maka hasilnya lebih bisa maksimal. Tetapi menurut saya sejauh ini pelajaran tersebut tetap berjalan lancar97 Bapak Muh. Trihan menambahkan: Memang menurut saya yang lebih pas untuk mengajar mata pelajaran ini adalah guru perempuan, akan tetapi meskipun saya yang mengajar, pelaksanaan mata pelajaran ini tetap bisa berjalan dengan baik dan siswa tetap dapat menyatu dengan saya dan tidak segan atau malu untuk menanyakan terkait haid dan yang lainnya98 Bapak Nasichuddin menegaskan bahwa yang saya tekankan tentang materi PAI di SMP ini kepada guru-guru agama adalah bahwa materinya harus berdasarkan madzhab Syafi’iyah. Ini tentunya disesuaikan dengan jenis kurikulum di SMP ini, yang mengadopsi dari kurikulum Lembaga Pendidikan Ma’arif.99 Adapun untuk materi Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 kelas VII adalah terkait haid, kemudian untuk kelas VIII adalah terkait dengan Istihadlah dan penghitungan haid, suci dan istihadlah, untuk kelas IX terkait tentang nifas dan penghitungan nifas, suci dan istihadlah. 97
Lihat Transkip Wawancara No: 07/3-W/F-2/11-V/2010 Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/11-V/2010 99 Lihat Transkip Wawancara No: 07/3-W/F-2/11-V/2010 98
58
Untuk menyusun materi atau dalam mata pelajaran ini, guru mengambil dari beberapa buku yang ada kaitannya dengan materi Risalatul Mahid, kemudian guru meresum beberapa materi buku yang diperoleh kemudian baru disampaikan kepada siswa.100 Adapun beberapa buku yang dijadikan rujukan dalam menyusun bahan ajar, di antaranya: 1). Buku yang berjudul Risalah Haid Nifas dan Istihadlah; edisi revisi. Karya Muhammad Ardani bin Ahmad. 2). Buku yang berjudul Haid & Istihadlah. Karya
M. Masykur
Khoir. 3). Buku yang berjudul Risalah tentang; Haid Nifas Istihadlah. Karya Abdul Kholiq.
c. Metode Pembelajaran Mata Pelajaran Risalatul Mahid Pemilihan metode sangat membantu dalam pencapaian hasil yang diharapkan. Dalam pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo lebih terpusat guru, akan tetapi tetap mengajak peserta didik untuk aktif dalam mengikuti pelajaran.101 Adapun dalam mata pelajaran ini (Bpk. Muh. Trihan) menggunakan metode ceramah, metode ini digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran. Bapak. Muh. Trihan menjelaskan: Metode yang saya gunakan dalam penyampaian materi Risalatul Mahid adalah metode ceramah dan tanya jawab khususnya untuk kelas VII, karena materi pada mata pelajaran ini adalah lebih sulit 100 101
Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 Lihat Transkip Observasi No: 01/O/F-2/24-V/2010
59
dari mata pelajaran agama yang lain. Dalam materi Risalatul Mahid membutuhkan nalar yang cukup rumit. Sehingga metode pembelajarannya ini masih terpusat pada guru. Kemudian saya menggunakan metode praktek ketika materi sampai pada penghitungan102 Jadi selain metode ceramah, metode yang digunakan adalah dengan metode praktek. Metode praktek digunakan dalam menghitung dan mentukan darah haid atau istihadlah, nifas atau istihadlah, dan lain sebagainya. Bapak Muh. Trihan menambahkan: Penyampaian materi untuk kelas VIII dan IX saya lebih banyak menggunakan metode praktek, karena pada tingkat ini siswa lebih banyak dilatih untuk menghitung. Siswa lebih banyak dilatih untuk menghitung tentang banyaknya hari haid, nifas, dan istihadloh dan sebagainya103 Proses pembelajaran Risalatul Mahid diawali dengan mengulang kembali pelajaran yang sebelumnya. Kemudian guru memberikan tambahan materi, yang masih dikaitkan dengan pelajaran sebelumnya. Karena dalam setiap satu pokok bahasan di dalamnya berhubungan erat dengan pokok bahasan lainnya. Selanjutnya siswa diberi contoh dalam mengerjakan hitungan, yaitu hitungan dalam menentukan darah haid, darah istihadlah, serta suci, banyaknya wajib mandi, ada’ dan qodlo’ sholatnya. Setelah itu guru memberikan beberapa soal hitungan yang lain, kemudian ditunjuk beberapa siswa untuk mengerjakannya di depan, dan kemudian dibahas bersamasama.104
102
Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 104 Lihat Transkip Observasi No: 01/O/F-2/24-V/2010 103
60
Sebelum mata pelajaran selesai guru memberikan beberapa soal yang harus dikerjakan oleh siswa secara individu sebagai evaluasi.105 Bagi siswa yang
belum benar mengerjakan siswa
diarahkan kemudian diminta untuk mengerjakan kembali.106 Dari sini dapat dipahami bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran Risatatul Mahid adalah metode ceramah, metode praktek, dan metode tanya jawab. Di mana semua metode tersebut diterapkan setiap sekali tatap muka. d. Media Pembelajaran Mata Pelajaran Risalatul Mahid Media pembelajaran merupakan hal yang juga penting dalam mendukung proses belajar mengajar. Adapun media pembelajaran Risalatul Mahid di antaranya adalah media internet, poster, bagan dan tabel. Bapak Muh. Trihan menyebutkan: “Di antara media belajar yang digunakan dalan pembelajaran ini adalah internet, poster, bagan dan tabel.”107 Media internet juga digunakan dalam mendukung siswa dalam mengetahui apa yang belum mereka mengerti tentang masalah yang berkaitan dengan darah wanita, serta untuk mencari pengetahuan yang lebih luas dengan membandingkan pendapat-pendapat ilmuan atau masyarakat luas, kemudian melihat fenomena di masyarakat yang berkembang sekarang ini.
e. Alokasi Waktu Mata Pelajaran Risalatul Mahid 105
Lihat Lampiran 6 Transkip Dokumentasi No: 09/D/F-2/11-V/2010 107 Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 106
61
Alokasi waktu dalam mata pelajaran PAI yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah sebanyak 6 x 2 jam pelajaran dalam satu minggunya. Sebelumnya rumpun PAI yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah Al-Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Aswaja, SKI, Fiqih dan Bahasa Arab, jadi setiap mata pelajaran adalah 1 x 2 jam pelajaran
dalam
satu
minggunya.
Kemudian
setelah
adanya
penambahan mata pelajaran Risalatul Mahid, jam pelajarannya tidak dibertambah akan tetapi alokasinya dipotong dari jam pelajaran Fiqih.108 Untuk lebih mudah memahamianya, bisa dilihat dalam tabel 3.3 berikut: Tabel 3.2 Alokasi Waktu Tiap Minggu Mata Pelajaran PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo No.
Nama Mata Pelajaran
1.
Al-Qur’an Hadits
2.
Aqidah Akhlak
3.
Aswaja
4.
SKI
5.
Bahasa Arab
6.
Fiqih
7.
Risalatul Mahid
Alokasi waktu 1 x 2 jam pelajaran 1 x 2 jam pelajaran 1 x 2 jam pelajaran 1 x 2 jam pelajaran 1 x 2 jam pelajaran 1 x 2 jam pelajaran 1 x 2 jam pelajaran
Semester I Setengah Setengah pertama kedua √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
Bapak Muh. Trihan membenarkan hal tersebut, beliau memaparkan: Alokasi waktu yang diberikan untuk mata pelajaran Risalatul Mahid adalah dengan memotong dari alokasi waktu mata 108
Lihat Transkip Wawancara No: 07/3-W/F-2/11-V/2010
62
pelajaran Fiqih. Dan kemudian saya susun sendiri menjadi dua, setengah semester pada setengah semester yang awal saya ajar mata pelajaran Fiqih, kemudian setengah semester berikutnya saya baru mengajar mata pelajaran Risalatul Mahid109 Meskipun demikian menurut Bapak Muh. Trihan, pembagian waktu ini tidak begitu sulit dan juga tidak mengganggu mata pelajaran fiqih. Hasil dari pembelajaran fiqih tetap bisa maksimal.110 Dan juga menurut siswa dengan diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid tidak mempengaruhi mata pelajaran PAI yang lainnya khususnya pelajaran Fiqih, dan mereka juga tidak merasa terbebani. Citra Alfian, salah seorang siswa kelas VIII menjelaskan: Menurut saya mata pelajaran Risalatul Mahid tidak mengganggu terhadap mata pelajaran fiqih, meskipun alokasi waktu pelajaran fiqih berkurang. Kami malah merasa senang dengan adanya pembelajaran terkaid haidl dan yang lainnya. Saya dan temanteman lainnya baik perempuan ataupun laki-laki tetap semangat mata pelajaran tersebut111 Aulia Fatma Lestari, salah seorang siswi kelas VIII menambahkan: “Menurut saya mata pelajaran Risalatul Mahid bisa berlangsung beriringan dengan mata pelajaran Fiqih, dan kamipun juga tidak merasa terbebani, kami malah senang sekali dengan adanya materi tersebut.”112 f. Evaluasi Mata Pelajaran Risalatul Mahid Terkait evaluasi pada mata pelajaran Risalatul Mahid, bapak Muh. Trihan menjelaskan: Evaluasi saya lakukan hampir setiap pertemuan sebagai untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Evaluasi ini saya terapkan sebagai pertimbangan dalam menentukan materi selanjutnya, 109
Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 111 Lihat Transkip Wawancara No: 09/4-W/F-2/11-V/2010 112 Lihat Transkip Wawancara No: 10/5-W/F-2/11-V/2010 110
63
apakah bisa dilanjutkan ataukah perlu diadakan kembali penyampaian materi. Evaluasi yang saya gunakan lebih sering adalah berupa tes tertulis, di mana saya membuat soal-soal untuk dikerjakan oleh siswa, dan hasilnya dimasukkan dalam nilai harian. Kemudian untuk Evaluasi untuk seluruh hasil materi pembelajaran dilakukan setiap akhir semester, juga dengan menggunakan tes tulis113 Selanjutnya untuk hasil pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran Risalatul Mahid adalah cukup memuaskan, siswa dan siswi dapat menangkap pelajaran dengan cukup baik.114 Adapun bagi siswi yang sudah mengalami haid, mereka sudah mulai membuat catatan adat haid mereka dengan bimbingan Bapak Muh. Trihan.115Dan dari segi akademik siswa dan siswi juga mendapatkan hasil belajar yang baik.116 Contohnya sebagian bisa dilihat pada tabel 3.2 berikut yang merupakan hasil belajar siswa hampir mencapai tiga tahun:
113
Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 Lihat Transkip Wawancara No: 08/1-W/F-2/06-V/2010 115 Lihat Transkip Observasi No: 01/O/F-2/24-V/2010 116 Lihat Transkip Dokumentasi No: 10/D/F-2/11-V/2010 114
64
Tabel. 3.3 Rekap Hasil Belajar Siswa Angkatan Tahun Pelajaran 2007/2008
No.
Nama Siswa
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Atik Sulasmi Boyati Choirul Iman Eka Agus Tina Imam Sholikin Khoirul Faizin Kuat Abdullah Luthfiatul M. Maksum Maryani Moh Alam Syah Moh Yasin Muh Tuhfatul M. Mushofa Lubidin Sa’adah Dwi S. Sarmanto Sartini Siti Lestari Sulastri Wahyu Agus A.
Kelas VII Tahun Pelajaran 2007/2008 Smt. I Smt. II 82 80 70 75 65 65 90 70 74 70 60 50 74 80 70 85 82 85 80 75 65 70 82 90 70 80 82 70 90 75 65 70 70 90 78 85 80 85 74 85
Rekap Hasil Belajar Kelas VII Tahun Pelajaran 2008/2009 Smt. I Smt. II 84 88 80 82 72 76 90 92 87 86 73 72 82 75 95 85 87 84 84 70 87 82 96 84 88 87 65 76 72 73 84 82 89 86 85 91 84 90 94 91
Kelas VII Tahun Pelajaran 2009/2010 Smt. I Smt. II 83 75 80 87 65 65 72 70 75 72 70 82 94 65 75 75 85 83 87 85
Berdasarkan tabel di atas bahwa untuk hasil belajar siswa bagi yang laki-laki ataupun yang perempuan tidak ada perbedaan yang mencolok. Ketika diadakan observasi pada saat proses pembelajaran di kelas VIII, ketika guru memberikan soal latihan, terlihat saat itu salah seorang siswa yang laki-laki lebih cepat menyelesaikannya dan hasilnyapun paling tepat dan benar.117
117
Lihat Transkip Observasi No: 01/O/F-2/24-V/2010
65
3. Kontribusi Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid dalam Pengembangan Kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas lulusan agar mampu bersaing dalam era yang kompetitif ini, SMP MA’arif 3 Ponorogo terus mengembangkan inovasi perangkat pembelajaran pada setiap tahunnya agar bisa menjadi salah satu lembaga teladan. Salah satu hal di sana adalah dengan melakukan pengembangan dalam kurikulum pedidikan termasuk juga pendidikan agama Islam dengan mengacu pada kurikulum yang ditetapkan sekarang ini, yaitu KTSP. Bapak Nasichuddin selaku waka kurikulum memaparkan: “Kurikulum yang diterapkan di SMP Ma’arif 3 sudah mulai menyesuaikan dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah sekarang, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini mulai disusun di Sekolah ini mulai tahun pelajaran 2008/2009, dan sekarang masih dalam proses perbaikan.”118 Beliau juga menambahkan: “Terkait Pendidikan Agama Islam (PAI)
yang
diterapkan
di
SMP
Ma’arif
3
Ponorogo
terdapat
pengembangan kurikulumnya, yakni dalam kurikulum PAI dikembangkan melalui pengembangan mata pelajaran PAI, pelaksanaan kurikulum muatan lokal dan kurikulum pengembangan diri.”119
118 119
Lihat Transkip Wawancara No: 11/3-W/F-3/11-V/2010 Lihat Transkip Wawancara No: 11/3-W/F-3/11-V/2010
66
Adapun jenis pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam SMP Ma’arif 3 Ponorogo di antaranya: a. Pengembangan mata pelajaran agama Islam, yaitu penambahan jam pelajaran dari 1 x 2 jam pelajaran per-minggu sebagaimana yang telah ditentukan Diknas untuk tingkat SMP, berubah menjadi 6 x 2 jam pelajaran per-minggu. Dan mata pelajaran tersebut dibagi menjadi tujuh rumpun mata pelajaran di antaranya: Aqidah Akhlak, Fiqih, AlQur’an Hadits, Aswaja, Sejarah dan Bahasa Arab, kemudian ditambah Risalatul Mahid. b. Pengembangan diri, di antaranya: 1). Kegiatan tidak terprogram yang meliputi: a). Rutin yaitu; sholat berjama’ah, b). Spontan yaitu; Salam senyum sapa, meminta izin bila masuk/ keluar kelas. 2). Kegiatan terprogram yang meliputi: Baca tulis Al-Qur’an yang terdiri dari Iqra’ jilid 1 sampai dengan 6, tartil Al-Qur’an juz 1-10, dan ilmu tajwid. Kegiatan ini dilaksanakan sebelum mata pelajaran dimulai dengan alokasi waktu 2 x 40 menit setiap minggunya untuk siswa kelas VII dan VIII.120 Dari data di atas bisa dipahami bahwa mata pelajaran Risalatul Mahid merupakan salah satu rumpun mata pelajaran pendidikan agama Islam. Mata pelajarn ini merupakan bentuk pengembangan materi pendidikan agama Islam pada tingkat SMP dan sederajat, yakni terkait materi thaharah.
120
Lihat Transkip Dokumentasi No: 11/D/F-3/11-V/2010
67
Sebagaimana yang dijelaskan oleh bapak Muh. Trihan bahwa mata pelajaran ini merupakan pengembangan materi thaharah, yang menurut beliau bahwa masalah thaharah adalah hal yang pertama dan utama untuk dipahami siswa. Sebagaimana yang disebutkan yang pertama dalam materi fiqih adalah penjelasan tentang thaharah. Adapun kontribusi penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo di antaranya, yaitu: a. Kontribusi terhadap kompetensi siswa Setelah diterapkannya pembelajaran Risalatul Mahid, tentunya banyak hal yang sebelumnya belum pernah siswa mengerti, pada akhirnya dapat dimengerti oleh siswa. Bapak Muh. Trihan menjelaskan: Adapun dampak adanya penerapan terhadap kompetensi siswa adalah kompetensi dalam bidang Fiqih, terutama yang berhubungan dengan masalah bersuci, shalat serta puasa. Ini bertujuan untuk memberi bekal pengetahuan dan kemampuan mengamalkan ajaran Islam dalam aspek hukum, khususnya yang berupa ajaran ibadah 121 Ini bisa dicontohkan, di mana sebelumnya mereka menganggap bahwa setiap darah yang keluar adalah darah haid. Sekarang siswa mengetahui dan bisa membedakan apakah darah yang keluar adalah haid atau bukan (istihadlah). Bapak Muh. Trihan menambahkan bahwa pelajaran ini juga bermanfaat untuk siswa laki-laki, ini bisa jadi bekal dalam menuntun
121
Lihat Transkip Wawancara No: 12/1-W/F-3/06-V/2010
68
keluarganya nanti. Karena meskipun laki-laki tidak mengalaminya tapi mereka juga wajib mempelajarinya. Kompetensi ini bisa menjadi salah satu langkah dalam mencapai tujuan pendidikan di SMP Ma’arif 3 Ponorogo yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri yang menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab
b. Kontribusi terhadap kurikulum PAI Dampak penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid terhadap kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah bisa menjadi ciri khas bagi kurikulum PAI di SMP tersebut. Bapak Muh. Trihan menjelaskan: “Kontribusi pembelajaran Risalatul Mahid yang utama adalah mata pelajaran ini bisa menjadi ciri khas tersendiri dari kurikulum PAI di lembaga ini.” Bapak Nachihuddin menambahkan bahwa penerapan mata pelajaran tersebut bisa menjadi bukti nyata diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Dan dampaknya yang lain adalah adanya pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo yang mengacu pada budaya atau nilai-nilai Islam ke-NU-an, sebagai bentuk dari otonomi pendidikan saat ini.122
c. Kontribusi terhadap orang tua dan masyarakat
122
Lihat Transkip Wawancara No: 11/3-W/F-3/11-V/2010
69
Kontribusi dari pembelajaran mata pelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, yaitu sebagai salah satu wujud sekolah dalam memenuhi harapan orang tua dan masyarakat. Bapak Muh. Gifton menjelaskan: Mata pelajaran Risalatul Mahid merupakan salah satu wujud dalam pemenuhan harapan orang tua dan masyarakat, yang mengharapkan anak didik mereka memiliki pengetahuan yang luas khususnya terkait pendidikan agama123 Dari beberapa wawancara di atas dapat diperoleh data bahwa kontribusi pembelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah meningkatnya kompetensi siswa dalam hubungannya dengan materi thaharah. Selain itu bahwa mata pelajaran Risalatul Mahid merupakan suatu ciri khas yang bisa dibilang unik yang ada di kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo serta sebagai salah satu wujud diberlakukannya KTSP di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, dan juga sebagai wujud dalam pemenuhan harapan orang tua dan masyarakat.
123
Lihat Transkip Wawancara No: 13/2-W/F-3/10-V/2010
70
BAB IV ANALISIS PENERAPAN MATA PELAJARAN RISALATUL MAHID DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SMP MA’ARIF 3 PONOROGO
A. Analisis Latar Belakang Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid Di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Merancang dan melaksanakan
kurikulum yang baik serta
mengembangkannya dengan tetap menyeimbangkan antara pendidikan umum dan agama bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Sehingga memerlukan keterlibatan berbagai pihak baik kepala sekolah, waka kurikulum, guru, murid, wali murid serta masyarakat sekitar dalam. Dalam hal ini guru juga mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan dan mengembangkan kurikulum tersebut, karena guru sering berinteraksi dengan murid. Maka guru mengetahui perkembangan potensi yang dimiliki murid-muridnya serta mengetahui potensi apa yang penting untuk dimiliki muridnya. Penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid merupakan salah satu bentuk pengembangan kurikulum pendidikan agama di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, yang merupakan usul dari pihak guru yang menurut beliau materi tentang haid, nifas dan istihadlah penting untuk dipelajari dan dipahami siswa. Pada bab II telah djelaskan bahwa ada hubungan yang erat antara pendidikan agama Islam dengan Risalatul Mahid. Sehingga sudah sesuai jika mata pelajaran Risalatul Mahid masuk dalam rumpun mata pelajaran PAI seperti halnya SMP Ma’arif 3 Ponorogo.
71
Mata pelajaran Risalatul Mahid adalah mata pelajaran tambahan yang masuk dalam rumpun mata pelajaran PAI yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid merupakan wujud dari pengembangan kurikulum yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo yang disesuaikan dengan kurikulum KTSP yang ada, di mana sekolah diberi wewenang untuk mengembangkan komponen-komponennya sesuai dengan potensi atau kebutuhan sekolah dan masyarakat. Adapun analisis latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, adalah sebagai berikut: 1. Landasan Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid Pada bab II juga disebutkan bahwa asas-asas umum yang menjadi landasan pembentukan dan pengembangan kurikulum dalam pendidikan Islam itu di antaranya adalah asas filosofis, asas psikologi, dan asas sosiologi. Begitu juga dalam penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo yang juga didasarkan pada asas-asas tersebut. a. Landasan filosofis Dalam asas atau landasan filosofis dijelaskan bahwa dalam pembentukan, pelaksanaan dan pengembangan kurikulum harus di sesuaikan dengan nilai-nilai atau ide ide dari yang dianut di lembaga tersebut. Adapun nilai-nilai pendidikan agama yang ada di SMP Ma’arif 3 adalah menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan,
dan
pengembangan
pengetahuan,
penghayatan,
pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
72
berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Sebagaimana diketahui bahwa kurikulum pendidikan agama di SMP Ma’arif 3 Ponorogo mengikuti kurikulum Lembaga Pendidikan Ma’arif maka pendidikan agamanya bersifat ke-NU-an. Sehingga materi mata pelajaran Risalatul Mahid diambil dari satu aliran madzhab yaitu mazhab Syafi’iyah. b. Landasan psikologi Dalam asas psikologi juga dijelaskan bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, keutuhan dan keinginan, minat, kecakapan, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologi. Penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo ini juga mengacu pada pengembangan kurikulum yang berlandaskan asas psikologi. Sebagaimana disebutkan pada bab II bahwa anak pada usia remaja (12-15 tahun) mulai mengalami perkembangan
karakteristik
seksual
yaitu
munculnya
periode
menstruasi. Bahkan saat sekarang ada siswa yang masih usia sekolah dasar yang juga sudah mengalami mensrtuasi atau haid. Sehingga pelajaran Risalatul Mahid sesuai dengan fase perkembangan anak usia SMP, yang secara umum berusia 13 tahun. c. Landasan sosiologi
73
Dalam landasan sosiologi telah dijelaskan bahwa kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan kebudayaan yang bersumber dari nilai-nilai, norma atau peraturan yang ada di masyarakat. Begitu juga dalam pendidikan agama Islam, Risalatul Mahid juga berlandaskan pada nilai-nilai yang dicita-citakan orang tua dan masyarakat, yakni terbentuknya
jiwa
anak
yang
berpengetahuan
luas
dibidang
keagamaan.
2. Tujuan Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid Sebagaimana disebutkan pada bab II bahwa menurut S. Nasution bahwa secara umum tujuan pendidikan di antaranya
bersumber dari
kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu dan juga bersumber pada disiplin ilmu itu sendiri. Adapun secara umum tujuan mata pelajaran Risalatul Mahid bersumber dari kebutuhan individu. Di mana mata pelajaran ini sangat penting untuk dipahami oleh setiap individu, baik perempuan maupun laki-laki khususnya siswa SMP Ma’arif 3 Ponorogo, untuk bekal beribadah kepada Allah. Selain itu, tujuan mata pelajaran ini juga bersumber dari disiplin itu sendiri, yaitu memberikan pengetahuan terkait haid, nifas dan istihadlah serta semua hal yang berkaitan dengan ketiganya. Dari beberapa analisis di atas dapat disimpulkan bahwa latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid didasarkan pada landasan filsafat pendidikan agama Islam, landasan psikologi, landasan sosiologi. Serta
74
penerapannya juga didasarkan pada tujuan pendidikan agama yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo.
B. Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Mata Pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Pengembangan kurikulum merupakan tahap lanjutan dari pembinaan kurikulum, yaitu upaya meningkatkan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah dilaksanakan sesuai kurikulum potensial. Dalam melaksanakan pengembangan kurikulum yang telah ditetapkan, ada beberapa komponen yang harus terdapat dalam proses belajar mengajar untuk digerakkan supaya anak didik/ siswa mencapai tujuan pengajaran. Pelaksanaan mata pelajaran Risalatul Mahid pada hakikatnya merupakan pengembangan komponen-komponen kurikulum yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri. Pada bab II telah disebutkan komponenkomponen tersebut yaitu komponen tujuan, bahan, metode, peserta didik, pendidik, media, lingkungan, sumber belajar, dan lain-lain. Komponenkomponen kurikulum tersebut harus dikembangkan, agar tujuan pendidikan agama Islam dapat dicapai sebagaimana mestinya. 1. Tujuan pembelajaran Risalatul Mahid Pada bab II telah disebutkan Muhammad Ardani bin Ahmad menjelaskan bahwa risalah haid, nifas dan istihadlah sangat penting dimengerti semua orang wanita, pria khususnya yang sudah beristri, juga para mu’alim, para da’i dan kita semua. Sebab masalah ini sangat erat hubungannya dengan ibadah fardlu ‘ain, seperti sholat, puasa dan yang lainnya. Akan tetapi ditengah kehidupan bangsa yang makin komplek ini,
75
dunia pendidikan dituntut harus mampu menyajikan kurikulum yang mahir dan beragam. Akibatnya masalah pendidikan agama mendapatkan porsi yang terbatas dengan bahasan yang cenderung global. Begitu pula realita yang dialami oleh pelajaran Risalatul Mahid yang pada dasarnya merupakan bahasan dari bidang fiqih dan tentunya penting untuk dipelajari. Selain itu, sebagaimana dijelaskan bapak Muh. Trihan bahwa pada kenyataannya masih banyak wanita yang sudah haid dan nifas atau istihadlah, tetapi belum mengerti tentang hukum-hukum yang penting ini. Bahkan yang sudah berumah tangga, baik yang laki-laki atau yang perempuan sama sekali belum mengerti tentang hal ini. Padahal masalah ini sangat kuat hubungannya dengan sholat, puasa, mandi, hubungan suami istri dan sebagainya. Dari sini dapat diketahui bahwa tujuan pembelajaran Risalatul Mahid adalah untuk menjawab berbagai problem terkait haid, nifas dan istihadlah, yang sebagaian besar dari masyarakat belum mengetahuinya. Pada bab II juga dijelaskan bahwa dalam tujuan pendidkan dapat diterjemahkan secara operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan diberbagai tingkat pendidikan. Begitu juga tujuan mata pelajaran Risalatul Mahid yang juga disusun secara lebih khusus dalam silabus dan RPP yang dijabarkan menjadi tiga tingkatan. 2. Materi atau bahan pengajaran Risalatul Mahid Materi atau bahan mata pelajaran adalah berkenaan dengan pengetahuan ilmiah dan pengalaman belajar yang harus diberikan kepada
76
siswa untuk dapat mencapai tujuan pendidikan. Dalam menentukan bahan/ isi setiap mata pelajaran baik yang berkaitan dengan pengetahuan ilmiah maupun pengalaman belajar disesuaikan dengan tingkat dan jenjang pendidikan, perkembangan yang terjadi dalam masyarakat menyangkut tuntutan dan kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tegnologi. Mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo bahannya diambil dari buku-buku tentang ketentuan dalam masalah haid, nifas dan istihadlah. Sebagaimana disebutkan pada bab II bahwa dalam menentukan isi/ bahan mata pelajaran terdapat beberapa kriteria yang harus dipertimbangakan, begitu juga dalam menentukan bahan pengajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo di antaranya: a. Bahan tersebut harus benar (valid/ shahih) dan berarti (significant), artinya
harus
menggambarkan
pengetahuan
mutakhir.
Dalam
menentukan materi atau bahan pengajaran Risalatul Mahid diambil dari beberapa buku karya para ilmuan di antaranya yaitu Muhammad Ardani bin Ahmad, M. Masykur Khoir, Abdul Kholiq. Selain itu siswa juga diberi kesempatan untuk mencari materi yang belum siswa mengerti melalui media internet yang disediakan sekolah. b. Bahan pelajaran harus dapat disesuaikan dengan kemampuan murid untuk
mempelajarinya
serta
dapat
dihubungkan
dengan
pengalamannya. Sebagaiman dijelaskan sebelumnya bahwa isi dari Risalatul Mahid sudah dapat diberikan kepada anak didik usia SMP, dan yang paling utama adalah bahwa isi materinya juga berhubungan dengan hal yang akan dihadapi peserta didik (khususnya perempuan)
77
c. Bahan pelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan dan minat pelajar. Kebutuhan itu dapat berupa individual, personal dan kebutuhan sosial. Adapun isi dari mata pelajaran Risalatul Mahid lebih didasarkan pada kebutuhan individual, yakni kebutuhan bagi anak didik sendiri. 3. Analisis strategi pembelajaran Risalatul Mahid Dalam proses pembelajaran guru mempunyai peranan yang penting dalam menentukan atau mengarahkan proses belajar mengajar. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kegiatan belajar. Seperti halnya dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran Risalatul Mahid. Sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad Tafsir, bahwa dalam proses belajar mengajar merupakan kegiatan dalam mencapai tujuan, proses ini sering disebut sebagai metode mencapai tujuan. Selain itu hal yang yang dianggap penting sebagai usaha pencapaian tujuan pendidikan adalah terkait media atau alat serta alokasi waktu. a. Metode Pembelajaran Dalam pelaksanaan pembelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, yang paling utama digunakan adalah metode ceramah dan metode praktik. Metode ceramah digunakan dengan pertimbangan bahwa mata pelajaran Risalatul Mahid cukup rumit dan memperlukan analisis yang cukup sulit. Karena tingkat kesulitannya, maka guru merasa bahwa pelajaran ini perlu dijelaskan langsung oleh guru. Selain itu metode yang digunakan adalah metode praktik, ini
78
terapkan guru pada saat menjelaskan materi menghitung ketentuanketentuan jumlah hari haid istihadlah maupun suci serta dalam menentukan banyaknya mandi wajib. Dalam metode praktek ini. siswa juga diberi kesempatan untuk praktek dalam mengerjakan soal yang diberikan guru. b. Media Pembelajaran Memang dalam pendidikan khususnya pada kegiatan proses pembelajaran perlu adanya media pendidikan sebagai alat bantu untuk memudahkan peserta didik dalam materi-materi tertentu, ketika penjelasan melalui verbal sulit diterima peserta didik. Media pembelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo di antaranya tabel, poster, bagan dan internet. Tabel, poster dan bagan digunakan untuk lebih menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar. Media tersebut juga dapat digunakan dengan praktis dalam berbagai situasi dan mudah dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Adapun media internet digunakan untuk berdasarkan kegunaan media itu sendiri. Di mana media internet dapat digunakan siswa dalam mencari hal-hal yang belum mereka terkait Risalatul Haid dengan jaringan yang lebih luas. c. Alokasi waktu Alokasi waktu yang ditentukan Diknas untuk pendidikan agama minimal adalah 1 x 2 jam pelajaran setiap satu minggu. Dan alokasi waktu yang disediakan untuk pendidikan agama di SMP
79
Ma’arif 3 Ponorogo adalah 6 x 2 jam pelajaran per-minggunya. Dan alokasi waktu untuk mata pelajaran Risalatul Mahid adalah 1 x 2 jam pelajaran dalam setiap setengah semester. Dan sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Muh. Trihan bahwa alokasi waktu tersebut sudah cukup untuk menyampaikan seluruh materinya mulai dari kelas satu sampai kelas tiga. 4. Evaluasi pembelajaran Risalatul Mahid Evaluasi merupakan suatu cara memberikan penilaian terhadap hasil belajar murid. Pemberian evaluasi dalam menentukan pencapaian keberhasilan dapat melalui bentuk tes maupun non tes. Sistem evaluasi hasil pelaksanaan pendidikan agama di sekolah masih perlu dirumuskan kembali sehingga sasaran evaluasi benar-benar tepat mengenai sasaran sesuai tujuan pokok pendidikan agama di sekolah. Adapun bentuk penilaian pada mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif adalah formatif dan sumatif. Pada setiap pertemuan guru menggunakan evaluasi formatif, evaluasi ini dilakukan setiap akhir pelajaran dengan menggunakan alat evaluasi yang berupa tes tertulis yang berbentuk melengkapi. Selain itu guru juga menggunakan tes lesan pada setiap awal pertemuan, untuk mengetahui apakah siswa sudah siap untuk menerima pelajaran selanjutnya. Evaluasi ini juga untuk mengadakan perbaikan dalam proses belajar mengajar selanjutnya. Kemudian evaluasi sumatif dilakukan pada setiap akhir semester yang penyelenggaraannya ditentukan oleh sekolah secara serentak. Alat evaluasi yang digunakan juga berupa tes tulis yang berbentuk melengkapi.
80
Selanjutnya untuk penilaian hasil belajar pada mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah berbentuk kuantitatif yakni berupa angka-angka, yang merupakan hasil penilaian dari evaluasi formatif dan sumatif yakni digabungkan dan dikomulasikan di antara keduanya. C. Analisis Kontribusi Penerapan Mata Pelajaran Risalatul Mahid dalam Pengembangan Kurikulum PAI di SMP Ma’arif 3 Ponorogo Kerikulum pendidikan agama merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan agama dari suatu proses pembelajaran pendidikan agama di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. Kurikulum pendidikan agama yang diterapkan di sekolah ini adalah perpaduan kurikulum antara kurikulum Diknas dan kurikulum dari L.P Ma’arif yang merupakan lembaga pendidikan ke-NU-an yang ada di Ponorogo. Kurikulum Diknas merupakan kurikulum yang mengedepankan pendidikan umum, sedangkan kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan Ma'arif merupakan lembaga pendidikan yang lebih mengedepankan pendidikan agama yang mengikuti madzhab Syafi’iyah atau ke-NU-an. Sehingga kurikulum yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo ini merupakan kurikulum yang menyeimbangkan antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum, dan diharapkan dengan memadukan dua unsur kurikulum bisa menciptakan generasi muda yang kompeten dalam ilmu pengetahuan dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai spiritual keagamaan. Pada bab II telah disebutkan bahwa pengembangan kurikulum memiliki arti perubahan dan modifikasi. Dalam arti perubahan, kurikulum dapat dikembangkan berdasarkan lokasi tanpa merubah kurikulum resmi yang
81
telah ditetapkan oleh pemerintah. Pengembangan kurikulum disesuaikan dengan
kebutuhan
anak
dan
lingkungannya
serta
berusaha
untuk
meningkatkannya. Sebagaiman penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo merupakan pengembangan kurikulum tingkat lokal yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan anak didik. Kemudian dalam arti modifikasi terhadap susunan yang ada, sekolah dapat mengembangkan kurikulum melalui pengembangan silabus yang berisikan tujuan, materi, sistem penyampaian, media dan pedoman evaluasi hasil belajar. Sebagaimana penerapan mata pelajran ini, yang merupakan wujud pengembangan kurikulum atas dasar materi. Pada bab II juga telah dijelaskan bahwa dalam pengembangan kurikulum akan berpengaruh terhadap struktur program kurikulum yang ada. Di antaranya akan terdapat mata pelajaran baru, yang kemudian juga akan mempengaruhi terhadap buku yang digunakan dan juga alokasi waktu yang telah ditentukan. Demikian pula di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, yang pada awalnya merupakan suatu usaha pengembangan materi thaharah, yaitu terkait peningkatan pemahaman siswa tentang haid, nifas dan istihadlah. Kemudian lahirlah mata pelajaran baru yaitu mata pelajaran Risalatul Mahid, yang kemudian juga memberikan perubahan terhadap alokasi waktu untuk untuk mata pelajaran Fiqih, serta pemanbahan terhadap sumber belajar pendidikan agama Isla Sehingga dapat secara langsung dapat dipahami bahwa dengan diterapkannya mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorgo memberikan kontribusi terhadap kurikulum pendidikan agama Islam. Yakni
82
berupa peningkatan atau pengembangan materi pendidikan agama Islam di sekolah tersebut. Adapun dalam membahas lebih mendalam terkait kontribusi penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum di SMP Ma’arif 3 Ponorogo, akan mencoba menghubungkan antara fungsi dari pengembangan kurikulum secara umum dengan kontribusi dari penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. 1.
Fungsi pengembangan kurikulum bagi siswa dengan kontribusi penerapan pelajaran Risalatul Mahid bagi siswa; Pada bab II telah dijelaskan bahwa fungsi pengembangan kurikulum bagi siswa adalah agar siswa memiliki pengalaman baru agar memenuhi bekal hidupnya nanti dengan berorientasi pada kepentingan peserta didik sesuai dengan perkembangnnya. Dan dalam penerapan pelajaran Risalatul Mahid sebagai salah satu pengembangan kurikulum PAI di lembaga tersebut siswa juga membekali kompensi siswa dalam menghadapi problematika yang akan muncul terkait masalah haid, nifas dan istihadlah yang juga merupakan bekal penting dalam menjalankan ibadah kepada Allah nanti sampai mereka tua.
2.
Fungsi pengembangan kurikulum bagi pencapaian kurikulum pendidikan sekolah dengan kontribusi atau dampak penerapan pelajaran Risalatul Mahid bagi kurikulum sekolah; Pada bab II juga dijelaskan bahwa fungsi pengembangan kurikulum dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan merupakan suatu alat atau usaha pencapaian tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan krusial untuk dicapai. Sebagaimana penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid
83
dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif merupakan salah satu langkah dalam mewujudkan tujuan kurikulum yang diharapkan oleh lembaga tersebut yakni dapat tersusunnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 3.
Fungsi pengembangan kurikulum bagi orang tua dengan kontribusi atau dampak penerapan pelajaran Risalatul Mahid bagi sekolah; Pada bab II juga dijelaskan bahwa fungsi pengembangan kurikulum bagi orang tua untuk memajukan putra-putrinya, dan penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid dalam pengembangan kurikulum PAI di SMP Ma’arif
3
Ponorogo juga meningkatkan keparcayaan orang tua bahwa kurikulum PAI yang ada di lembaga ini Berdasarkan analisis di atas dapat dipahami bersama bahwa penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP ma’arif 3 Ponorogo, merupakan bentuk pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam pada tingkat lokal. Pengembangannya didasarkan pada pengembangan materi yaitu materi tentang thaharah. Adapun kontribusi yang paling utama adalah peningkatan materi pendidikan agama Islam di SMP Ma’arif 3 Ponorogo.
84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan, di antaranya: a. Latar belakang penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid adalah didasarkan pada (a) landasan filsafat pendidikan agama Islam, yang mana SMP Ma’arif 3 sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengikuti madzhab Syafi’iyah selalu berusaha menanamkan nilai-nilai pendidikan agama yang dianut; (b) landasan psikologi yaitu berdasarkan ciri perkembangan seksual anak usia SMP yang secara umum telah mengalami menstruasi, sehingga mata pelajaran Risalatul Mahid dianggap sangat penting; (c) landasan sosiologi yaitu berdasarkan usulan sebagian pihak guru serta sebagai upaya mewujudkan nilai-nilai yang dicita-citakan orang tua dan masyarakat. Selain itu penerapannya juga didasarkan pada tujuan pendidikan agama yang ada di SMP Ma’arif 3 Ponorogo. b. Pelaksanaan pembelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif 3 Ponorogo adalah bertujuan untuk membekali siswa tentang masalah haid, nifas dan istihadlah. Alokasi waktu pembelajarannya adalah 1 x 2 jam perminggu dalam setengah semester, dengan proses pembelajaran yang masih terpusat pada guru, yaitu dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan praktek. Kemudian bentuk penilaian pada mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP Ma’arif adalah formatif dan sumatif, dan penilaian hasil belajarnya berbentuk kuantitatif yakni berupa angka-angka. c. Penerapan mata pelajaran Risalatul Mahid di SMP ma’arif 3 Ponorogo, merupakan bentuk pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
85
pada tingkat lokal. Pengembangannya didasarkan pada pengembangan materi yaitu materi tentang thaharah. Adapun kontribusi yang paling utama adalah peningkatan materi pendidikan agama Islam di SMP Ma’arif 3 Ponorogo B. Saran Mata pelajaran Risalatul Mahid adalah suatu pelajaran yang menjelaskan terkait haid, nifas dan istihadlah. Sebagaimana kita pelajaran ini sangatlah penting untuk dipelajari oleh semua orang baik yang perempuan ataupun yang laki-laki. Masalah haid, nifas maupun istihadhoh sangatlah berkaitan dengan masalah ibadah seseorang, karena ini dekat dengan masalah thaharah yang merupakan salah satu syarat sah tidaknya ibadah wajib yang dikerjakan, seperti shalat dan puasa. Pada saat ini pemerintah telah memberikan otonomi pendidikan mencanangkan kurikulum KTSP, di mana sekolah-sekolah diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum pendidikannya masing-masing sesuai dengan keadaan atau kebudayaan daerah, kebutuhan masyarakat dan peserta didik. Sehingga di sini diharapkan bagi lembaga-lembaga pendidikan, untuk mengembangkan pendidikan khususnya pendidikan agama dengan sebaik mungkin. Diharapkan lembaga memasukkan atau menambahkan materimeteri yang sangat penting dan perlu untuk dimiliki seorang siswa yang merupakan penerus bangsa dan agama.
86
DAFTAR RUJUKAN Abulraihan, Komponen–Komponen Kurikulum Pendidikan, (http://Abulraihan.wordpress.com/2008/05/12/komponen-komponenkurikulum-pendidikan), diakses 11 Juni 2010. Ardani bin Ahmad, Muhammad. Risalah Haid Nifas dan Istihadloh; edisi revisi. Surabayar: Al-Miftah. 1998. Arikunto, Suharmini. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: PT. Rineka Cipta 2002. As’adi, Basuki dkk. Modul-2 Pembekalan Mahasiswa PPLK II. Ponorogo: STAIN Press. 2006. As’adi, Basuki & Ulum, M. Miftahul. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam Ponorogo: STAIN Po Press. 2007. Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2004. Daulay, Haidar Putra. Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2001. Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2005. Ibrahim, R. & S, Nana Syaodih. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 1996. Ibrahim dan Berry, Pengembangan Inovasi dan Kurikulum. Jakarta: Universitas Terbuka. 1992. Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulun; Teori dan Praktik. Yogyakarta: ArRuzz. 2002. Khoir, M. Masykur. Haidl & Istihadloh. Kediri: Duta Karya Mandiri. 2004. Kholiq, Abdul. Risalah tentang; Haid Nifas Istihadloh. Nganjuk: Pondok Pesantren Daarus Salam. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2000. Miles, Mattew B. & Huberman, AS. Michael. Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UUI Press. 1992. Muhadjir, Neong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. 1996.
87
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2003. Nasution, S. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1993. . Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. 1999. Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997. Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teori dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press. 2002. Prahara, Erwin Yudi. Buku Paket Materi Pemdidikan Agama Islam. Ponorogo: STAIN Press. 2008. Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2006. Saleh, Abdul Rachman. Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa. Jakarta: RadjaGrafindo Persada. 2006. Sudjana, Nana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru. 1991. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantiatif, Kualitatif dan RD. Bandung: Al-Fabeta. 2005. Susilo, Muhammad Joko. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ofset. 2007). Syarief, A Hamid. Pengembangan Kurikulum. Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah. 1993. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2001. Tim Penyusun. Modul- 1 Materi Pembekalan Bagi Peserta Mahasiswa Peserta PPLK II, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Ponorogo. STAIN Press. 2007. Tim Penyusun, Buku Pedoman Penulisan Skripsi STAIN Ponorogo. Ponorogo: STAIN Press. 2009. Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam (IPI) 2. Bandung: Pustaka Setia, 1997. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan Agama Islam RI. 2006
88
Wiratmoyo, Anom. Kurikulum Islam. (http://gurupembaharu.com/home/?p=3810), diakses 11 Juni 2010. Zuhairini et all. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha Nasional. 1983.