1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting yang harus diberikan sejak dini untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan merupakan investasi masa depan yang diyakini dapat memperbaiki kehidupan suatu bangsa. Salah satu langkah yang tepat untuk menyiapkan generasi unggul yang berkualitas adalah dengan memberikan perhatian yang lebih kepada anak usia dini dalam bidang pendidikan. Hal ini harus dilakukan karena anak merupakan investasi yang penting bagi penyiapan SDM di masa depan. Dalam pembangunan sumber daya manusia, pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis. Tidak mengherankan, jika
banyak
negara
menaruh
perhatian
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini
yang
sangat
besar
terhadap
atau yang lebih dikenal dengan
istilah PAUD. Di Indonesia, penyelenggaraan pendidikan anak usia dini telah ditempatkan sejajar dengan pendidikan lainnya. Hal ini sesuai dengan isi dari pasal 28 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diperkuat oleh pernyataan Presiden Republik Indonesia pada saat digelarnya puncak acara peringatan hari anak nasional pada tanggal 23 Juli 2003 yang menyatakan bahwa beliau telah mencanangkan pelaksanaan pendidikan anak usia dini di seluruh Indonesia untuk kepentingan terbaik anak Indonesia. Tidak berbeda dengan Indonesia, negara-negara maju seperti Amerika
1
2
Serikat, Jerman, dan Jepang juga menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan anak usia dini. Mereka mencoba mengembangkan pendidikan anak usia dini yang dimulai dari perawatan, pengasuhan, dan pendidikan lainnya melalui program yang utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya manusia juga telah dilakukan di negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura, dan Korea Selatan bahkan pelayanan pendidikan anak usia dini di Singapura tergolong maju dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Sampai akhir tahun 2000, keberadaan lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia masih dianggap aneh oleh masyarakat bahkan masyarakat masih asing dengan keberadaan lembaga pendidikan sebelum usia taman kanak-kanak (TK) ini. Oleh karena itu, tidaklah heran jika kita masih sulit menemukan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan anak usia dini. Walaupun demikian, pada tahun 1990 telah terbentuknya komitmen internasional yang ditandatangani 179 Menteri Pendidikan di Jomtien, Thailand mengenai Education for All (EFA) atau pendidikan untuk semua (PUS). Pada prinsipnya, komitmen Jomtien menyepakati bahwa pendidikan itu diperlukan oleh semua orang, mulai dari lahir hingga ajal menjemput. Kesepakatan tersebut dipertegas lagi pada tahun 2000 di Dakkar Senegal yang lebih dikenal dengan deklarasi Dakkar. Deklarasi Dakkar merupakan komitmen bersama para Menteri Pendidikan sedunia mengenai 6 (enam) kerangka aksi pendidikan untuk semua (The Dakkar Framework for Action Education for All). Isi dari Deklarasi Dakkar
3
salah satunya menyepakati bahwa ada hal yang harus dilakukan dalam waktu cepat, yakni
“memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan
pendidikan anak usia dini secara komprehensif, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung”. Sejak adanya deklarasi Dakkar, desakan untuk penanganan pendidikan anak usia dini makin gencar. Misalnya, pada pertemuan delegasi pendidikan sedunia di New York tahun 2002 telah melahirkan deklarasi A World Fit For Children (menciptakan dunia yang layak bagi anak). Ada 4 (empat) hal yang menjadi perhatian khusus dalam deklarasi tersebut, yakni: promosi hidup sehat (promoting healthy lives), penyediaan pendidikan yang berkualitas (providing quality education), perlindungan terhadap perlakuan salah/aniaya, eksploitasi dan kekerasan (protecting against abuse, exploitation and violence), serta penaggulangan HIV/AIDS (combating HIV/AIDS). Bukti makin diperhatikannya PAUD ini dapat terlihat dari adanya pertemuan sembilan negara berpenduduk besar di Kairo pada bulan Desember tahun 2003. Pertemuan sembilan negara berpenduduk besar ini merupakan pertemuan untuk yang pertama kalinya. Agenda utama dalam pertemuan tersebut adalah
membahas masalah pendidikan dan pengembangan anak usia dini
(PPAUD). Pemerintah Mesir memprakarsai gerakan PPAUD di Timur Tengah dengan memanfaatkan momen penting tersebut untuk meresmikan pusat pendidikan dan pengembangan anak usia dini yang bertaraf nasional di Kairo dan dihadiri oleh seluruh delegasi termasuk Indonesia. Faktor yang sangat berpengaruh dalam menjaga keberlangsungan
4
program PPAUD di antaranya aspek perencanaan program. Perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini akan dipengaruhi oleh pengalaman yang telah mereka miliki. Pengalaman menunjukkan bahwa rencana yang baik itu dibuat berdasarkan pengkajian partisipatoris atau evaluasi mengenai situasi tertentu. Perencanaan partisipatoris ini lebih mencerminkan kenyataan yang ada di lapangan sekaligus merupakan cara melibatkan masyarakat untuk belajar bertanggungjawab di masa yang akan datang. Perencanaan partisipasi didasarkan pada pemahaman yang sama mengenai berbagai masalah. Perencanaan partisipatoris bersifat sederhana, demokratis, dan
membangkitkan motivasi. Metode tersebut memberikan
kesempatan terhadap kelompok masyarakat dari berbagai tingkat, departemen, atau sektor yang berbeda untuk bersama-sama menyepakati situasi tertentu dalam ruang lingkup tertentu pula, yakni dalam bidang pendidikan. Pengembangan kegiatan secara partisipatif adalah salah satu cara untuk meningkatkan peran serta dari semua aktor yang terlibat untuk memikirkan dan berkontribusi pada semua kegiatan pentahapan pembangunan. Hal ini bertujuan untuk bersama-sama mempelajari situasi dan kondisi yang ada agar dapat berkaitan dengan program yang akan dilakukan serta mencari solusi dari berbagai masalah yang ada. Perencanaan partisipatif masyarakat dalam program PPAUD mengacu pada pendekatan yang menggunakan metode partisipatory dengan peran utama perencana adalah masyarakat dan dipandu oleh tim fasilitator masyarakat (TFM).
5
Berdasarkan kondisi masyarakat yang tergali melalui proses tersebut diharapkan muncul temuan-temuan penting yang dapat dirumuskan sebagai pemetaan permasalahan dan potensi yang dapat diwadahi oleh program PPAUD ini dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip tanggap kebutuhan dan kesetaraan gender. Berikut ini adalah data yang menggambarkan kondisi pendidikan anak Usia dini (PAUD) di kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2007-2010: Tabel 1.1 Persentase perolehan APK dan APM Pendidikan Anak Usia Dini No 1 2
Uraian APK APM
2007 (%) 12.80 11.04
2008 (%) 15.00 11.89
2009 (%) 36.31 29.11
2010 (%) 35.31 10.01
Sumber : Dinas Pendidikan kabupaten Lampung Selatan. tahun 2010
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 sampai 2009, angka partisipasi kasar (APK) mengalami kenaikan persentase yang cukup signifikan, tetapi pada tahun 2010, persentasenya mengalami penurunan. Secara keseluruhan, persentase rata-ratanya mencapai 24.86%. Data tersebut merupakan hasil rekapitulasi perbandingan jumlah penduduk dalam kelompok anak usia dini yang telah berusia 2-6 tahun dan jumlah anak usia dini tersebut yang ada di lembaga PAUD. Prosedur penghitungannya telah disesuaikan dengan APK. Hal ini merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat pencapaian tujuan perencanaan suatu program dalam partisipasi masyarakat, seperti orang tua yang menitipkan anaknya pada lembaga PAUD. Persentase angka partisipasi murni (APM) pun mengalami kenaikan dan dan penurunan di tahun yang sama pula. Tahun 2007-2009, persentase APM mengalami kenaikan yang secara kuantitas tidak begitu besar dibandingkan
6
kenaikan APK dan pada tahun 2009, persentase APM mengalami penurunan secara signifikan. Secara keseluruhan, persentase rata-ratanya mencapai 20.52%. Tentu saja hal ini menjadi fakta keadaan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan pendidikan anak usia dini. Partisipasi masyarakat menjadi kendala utama dalam upaya mencapai target penyelenggaraan program PPAUD. Pada lingkup yang lebih kecil, Peneliti melakukan
penelitian ke
kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan yang hasilnya menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat masih menjadi permasalahan yang harus ditangani secara serius. Berikut ini data hasil penelitian yang telah Peneliti lakukan. Tabel 1.2 Indikator Pendukung Program Pendidikan Anak Usia Dini No
Uraian
2007 Unit
2008 Unit
2009 Unit
2010 Unit
1
Lembaga PPAUD
0
8
8
8
2
Tim Fasilitator PAUD
0
4
4
4
40
44
60
66
40
44
60
68
3 4 5 6
Tenaga Pengelola PPAUD Tenaga Pengajar Bangunan PAUD dari Dinas Murid /Anak Usia Dini
7 320
10 340
392
429
Sumber : Dinas Pendidikan kabupaten Lampung Selatan, tahun 2010
Sekilas data tersebut memperlihatkan bahwa kondisi penyelenggaraan PPAUD mengalami peningkatan setiap tahunnya. Secara kuantitatif, peningkatan tersebut terjadi pada item-item yang dianggap sebagai indikator pencapaian
7
program sebagaimana yang dimaksud dalam program ini baik dari pihak dinas pendidikan masyarakat maupun dari lembaga terkait lainnya yang turut serta dalam program tersebut. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pihak Dinas Pendidikan dan tim fasilitator PPAUD di bawah lembaga donor Bank Dunia sejak tahun 2007 khususnya di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan, jumlah lembaga PPAUD sebanyak 10 lembaga dan tidak memiliki tim fasilitator, memiliki 40 orang tim pengelola dan pengajar, bangunan hibah dari masyarakat dan dinas sebanyak 10 buah bangunan dan 230 orang murid PPAUD. Kemudian, pada tahun 2008 mengalami kenaikan jumlah menjadi 17 lembaga PPAUD dan jumlah tersebut tidak mengalami kenaikan lagi hingga tahun 2009, tetapi memiliki kenaikan jumlah tenaga pengelola, tenaga pengajar, jumlah bangunan, dan jumlah siswa PAUD. Pada tahun 2009 pun mengalami penambahan jumlah baik pada jumlah bangunan, tenaga pendidik, dan pengelola maupun jumlah siswa PPAUD. Pada akhir tahun 2010 terus mengalami penambahan jumlah, yaitu jumlah lembaga menjadi 20 lembaga, tenaga pengelola PPAUD 68 orang, tenaga pengelola sejumlah 10 orang hibah tanah dan bangunan dari swadaya masyarakat sebanyak 13 unit, 10 unit berasal dari Dinas Pendidikan dan jumlah murid bertambah menjadi 429 orang. Dari deskripsi di atas, Peneliti berasumsi bahwa ada suatu permasalahan yang menarik dan perlu untuk diteliti, dikaji, dan dianalisis secara lebih mendalam mengenai faktor dan gejala yang berdampak terhadap peningkatan
8
penyenggaraan PPAUD di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan. Berdasarkan kajian teoritis dan empiris, terdapat beberapa gejala yang menunjukkan sebuah dampak dari penerapan metode Participatory Rural Appraisal dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan. Setelah dianalisis secara lebih mendalam, ketertarikan Peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji masalah yang telah diuraikan sebelumnya dengan mengambil judul: Dampak Penerapan Metode Participatory Rural Apraisal (PRA) Terhadap Partisipasi Masyarakat Pada Penyelenggaraan Program Pendidikan Dan Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD) Di Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan Propinsi Lampung.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, Peneliti mengidentifikasi beberapa faktor dan variabel yang dianggap dapat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) yang dilaksanakan di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan sebagai berikut. 1. Kurangnya kesadaran orang tua terhadap pentingnya program Pendidikan Anak usia Dini.
9
2. Masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap penerapan Metode Paricitipatory Rural Apraisal (PRA) dalam penyelenggaraan program PPAUD. 3. Belum optimalnya lembaga profesi PAUD yang berada di tingkat masyarakat. 4. Belum adanya kebijakan pemerintah daerah yang mengatur mengenai penyelenggaraan PAUD.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan hasil pengidentifikasian masalah dan kajian teoritis yang telah dilakukan, penerapan metode Pariticipatory Rural Aprasial ditelaah sebagai variabel yang dianggap paling berpengaruh terdahap partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, Peneliti memfokuskan inti kajian penelitian pada “Variabel Participatory Rural Appraisal (PRA) dan variabel partisipasi masyarakat di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan”.
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, Peneliti menjabarkannya ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran penerapan metode Participatory Rural Appraisal PRA dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan? 2. Bagaimana keunggulan dan kelemahan penerapan metode Participatory Rural Appraisal
(PRA)
dalam
penyelenggaraan
program
pendidikan
dan
10
pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan? 3. Bagaimana dampak penerapan metode Participatory Rural Appraisal PRA terhadap partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan?
E. Batasan Masalah Peneliti membatasi ruang lingkup penelitian ini sesuai dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1. Gambaran penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan. 2. Keunggulan dan kelemahan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan. 3. Dampak penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan.
F.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah untuk memperoleh gambaran
tentang bagaimana penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dapat
11
meningkatkan kinerja pada program pengembangan pendidikan anak usia dini (PPAUD) di wilayah kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui gambaran penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD)
di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung
Selatan. 2. Untuk
mengetahui
keunggulan
dan
kelemahan
penerapan
metode
Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD) di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan. 3. Untuk mengetahui dampak penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam penyelenggaraan program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD)
di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung
Selatan.
G. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh melalui penelitian ini antara lain: 1. Secara Teoritis Temuan yang diperoleh diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan teori ilmu pendidikan terutama tentang penyelenggaraan program pendidikan anak usia dini (PAUD) terutama dalam konsep perencanaan sebagai wahana untuk menjaga keberlanjutan program.
12
2. Secara praktis a. Sebagai
bahan
kajian
instansi
atau
lembaga
terkait
untuk
menyelenggarakan dan mengelola kegiatan pendidikan anak usia dini. b. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia dan memperkaya serta dapat menunjang konsep pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah. c. Sebagai pengalaman praktis bagi peneliti dalam mengaplikasikan konsep dan teori yang diperoleh selama perkuliahan pada program studi Pendidikan Luar Sekolah di Universitas Pendidikan Indonesia.
H. Kerangka Pemikiran Metode PRA merupakan metode pembelajaran masyarakat. Maksudnya, metode PRA ini digunakan sebagai alat pembelajaran dalam proses belajar dengan masyarakat. Metode ini menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, sedangkan pemerintah melalui kantor dinasnya dan ketiga sektor program ETESP berperan sebagai fasilitator yang memudahkan terlaksananya program-program hasil rancangan bersama masyarakat. Kegiatan PRA bukanlah pelibatan masyarakat dalam sebuah “paket” tetapi sebuah proses yang berkesinambungan
selama
melakukan
kegiatan
bersama,
yakni
antara
penyelenggara program dan masyarakat. 1. Prinsip-Prinsip Participatory Rural Apprraisal (PRA) Pada prinsipnya, penerapan metode Participatori Rural Appraisal dilaksanakan sesuai kaidah dasar metodologisnya dengan prinsip-prinsip sebagai
13
berikut: a. Mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan) Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat sebagian besar lapisan masyarakat tetap berada di pinggir arus pembangunan yang berjalan cepat. Perempuan dan masyarakat miskin biasanya masuk dalam lapisan masyarakat ini. Oleh karena itu, prinsip PRA yang paling pertama ialah mengutamakan masyarakat yang terabaikan tersebut agar memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan terhadap golongan masyarakat yang terabaikan ini bukan berarti bahwa golongan masyarakat lainnya perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak diikutsertakan. Keberpihakan ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang terdapat di suatu masyarakat dengan mengutamakan golongan paling miskin atau golongan yang paling tidak berdaya agar kehidupannya meningkat. b. Pemberdayaan (Penguatan Masyarakat) Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat. Kemampuan itu ditingkatkan di dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan, dan penentuan kebijakan hingga pemberian penilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang berlangsung. Dengan kata lain, masyarakat (perempuan dan laki-laki) memiliki peluang/kesempatan dan kemampuan yang sama untuk memberikan keputusan/memilih terhadap berbagai keadaan yang terjadi di seputar kehidupannya. Dengan demikian, masyarakat yang terdiri atas perempuan dan laki-laki bisa mengurangi ketergantungan terhadap bantuan yang datang dari
14
luar desanya. Terlebih lagi, jika bantuan tersebut bersifat merugikan (melemahkan posisi masyarakat) sebagai pelaku utama dan orang luar sebagai fasilitator. Metode PRA menempatkan masyarakat (perempuan dan laki-laki) sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar harus menyadari perannya sebagai fasilitator, bukannya guru ataupun penyuluh. Hal ini mudah diucapkan tetapi tetap saja sulit untuk direalisasikan, karena ada anggapan bahwa perempuan dan masyarakat miskin itu bodoh. c. Menghargai perbedaan Salah satu prinsip dasar PRA adalah pengakuan akan pengalaman tradisional masyarakat dengan penekanan pada pengalaman perempuan yang beraktivitas
di
sektor
pertanian,
perikanan,
dan
irigasi.
Kenyataan
memperlihatkan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Begitu juga terbukti bahwa pengetahuan “modern” yang diperkenalkan oleh “orang luar” tidak juga mampu memecahkan masalah mereka. Hal ini disebabkan karena ketidaksesuaian pengetahuan yang berkembang dengan kebiasaan masyarakat setempat. Oleh karena itu, pengalaman dan pengetahuan masyarakat dan pengetahuan orang luar harus dilihat sebagai hal yang saling melengkapi dan bernilai sama. Proses “PRA” adalah ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu untuk melahirkan sesuatu yang lebih baik.
15
d. Optimalisasi Hasil Banyak sekali teknik PRA yang telah digunakan untuk mengkaji, tetapi tim pemandu masih menganggap bahwa informasi yang terkumpul atau dimilikinya belum lengkap atau belum mendetail. Pada saat persiapan, tim pemandu perlu merumuskan secara jelas mengenai jenis dan tingkat kedalaman informasi yang dibutuhkan. Akan tetapi, jangan lupa bahwa kebutuhan informasi tim pemandu semestinya menyerap juga pendapat masyarakat dengan cara mengajukan pertanyaan khusus untuk kelompok perempuan dan laki-laki tentang informasi yang menurut mereka lebih penting daripada yang dirumuskan oleh tim pemandu. e. Pertukaran informasi (Triangulasi) Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematis bersama masyarakat. Usaha itu akan memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada. Namun, tidak semua sumber informasi tersebut bisa dipercaya ketepatannya. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamannya bisa diandalkan, kita bisa menggunakan triangulasi yang merupakan bentuk “pemeriksaan dan pemeriksaan ulang” informasi. Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman tim (keragaman disiplin ilmu dan pengetahuan), penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar belakang golongan masyarakat, keragaman tempat, jenis kelamin) dan variasi teknik.
16
f. Keragaman Teknik PRA Setiap teknik PRA mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tidak semua informasi yang diperlukan dapat diperoleh, dibahas, dan dimanfaatkan dengan satu atau dua teknik saja. Oleh karena itu,
masyarakat harus bisa melihat
bagaimana teknik-teknik PRA yang digunakan dapat saling melengkapi sesuai dengan proses belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pengembangan program. g. Keragaman Sumber Informasi Masyarakat selalu memiliki bentuk hubungan yang komplek (rumit) dan memiliki berbagai kepentingan yang sering berbeda bahkan bertentangan. Informasi yang berasal dari sumber tunggal atau terbatas tidak jarang diwarnai oleh kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok tertentu. Oleh karena itu, kita perlu mengkaji silang informasi, yakni mengkaji informasi dari berbagai sumber informasi tetapi tetap relevan atau berhubungan dengan informasi yang diperlukan. Informasi yang didapatkan dari kelompok masyarakat elit tentu sa perlu dikaji silang dengan informasi yang diperoleh dari kelompok masyarakat biasa. Demikian juga informasi dari kelompok laki-laki perlu dikaji silang dengan informasi atau pendapat dari perempuan. Begitu juga, informasi dari sumber lainnya perlu dikaji silang, seperti dari kelompok kaya dan miskin, kelompok tua dan muda, dan sebagainya. h. Keragaman Latar Belakang Tim Pemandu/Tim PRA Pelaksanaan kajian dengan teknik-teknik PRA dapat dilakukan oleh perorangan (misal oleh petugas lapangan dalam menjalankan kegiatannya) dan
17
sebuah tim yang terdiri atas sejumlah orang (misal dalam perencanaan kegiatan dan evaluasi kegiatan yang sudah berlangsung sekian lama). Penerapan PRA dengan tim semacam ini dianjurkan keberagaman latar belakang tim, baik itu dari segi pendidikan, pengalaman, jenis kelamin maupun keterampilan. i. Berorientasi Praktis Berorientasi dimaksud dalam hal ini yakni pengembangan kegiatan. Agar program yang dikembangkan bisa memecahkan masalah dan meningkatkan kehidupan masyarakat, dibutuhkan sekali informasi yang sesuai dan memadai. PRA bukanlah kegiatan yang dilakukan untuk PRA sendiri. PRA hanya sebagai alat atau metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalisasikan berbagai program yang dikembangkan bersama masyarakat. Penerapan metode PRA tidak hanya sekedar untuk menggali informasi dari masyarakat, tetapi juga menindaklanjutinya ke dalam kegiatan bersama. j. Berlanjutan dan Selang Waktu Berbagai kepentingan dan masalah yang dihadapi masyarakat tidaklah tetap, tetapi berubah dan bergeser menurut waktu sesuai dengan berbagai perubahan dan perkembangan baru dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pemahaman masyarakat bukanlah usaha yang hanya bisa dilakukan sekali kemudian dapat selesai, tetapi merupakan kegiatan berkelanjutan. Metode “PRA” bukanlah “paket kegiatan PRA” yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi dianggap cukup, tetapi kegiatan tersebut harus terus berlanjut karena orang luar hanya dapat memfasilitasi kegiatan tersebut. PRA merupakan metode yang harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga
18
dan para pelaksana di lapangan. Hal ini bertujuan agar program yang dikembangkan itu disesuaikan dengan prinsip-prinsip dasar PRA sehingga diharapkan dapat menggerakkan potensi masyarakat. Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat fleksibel, terbuka, tidak memaksa, dan informal. Situasi yang santai ini akan mampu menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai “tamu asing” yang oleh masyarakat harus disambut dengan segala protokol. Banyak masyarakat yang memiliki tradisi penyambutan untuk menerima kedatangan orang di luar komunitasnya, dengan cara berkumpulnya para tokoh adat dan pemerintah desa, mengadakan jamuan, dan tarian adat. Barangkali suasana santai dan informal ini lebih cocok disebutkan sebagai salah satu tips untuk pemandu. Hal ini menjadi prinsipil karena sering dilanggar. Penerapan PRA diharapkan tidak mengganggu kegiatan sehari-hari masyarakat. Orang luar harus memperhatikan jadwal kegiatan masyarakat bukan sebaliknya masyarakat diharuskan mengikuti jadwal orang luar dalam kegiatan PRA yang biasanya dibatasi oleh waktu. k. Evaluasi dan Mempelajari Kesalahan Setiap manusia pasti melakukan kesalahan. Begitu juga dalam pelaksanaan kegiatan PRA. Kesalahan adalah sesuatu yang wajar, yang terpenting bukanlah kesempurnaan dalam penerapannya, tetapi penerapan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada. Selain itu, kita juga harus belajar dari berbagai kekurangan/kesalahan yang terjadi agar dapat menjadi lebih baik pada pelaksanaan kegiatan berikutnya. Satu hal yang penting adalah
19
bahwa kegiatan PRA bukanlah kegiatan “coba-coba” yang tanpa perhitungan dan dipenuhi oleh berbagai kesalahan, tetapi kita harus mampu meminimalisasikan dan mengurangi kesalahan. Prinsip ini menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai, sempurna, dan pasti benar. Berbagai teknik tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangansumbangan dari mereka yang telah menerapkan dan menjalankannya di lapangan dengan berbagai tujuan baik untuk memperbaiki konsep dan pemikiran maupun untuk merancang teknik-teknik baru, akan sangat berguna dalam memperkaya metode ini. Program pemberdayaan atau pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, LSM, dan lembaga-lembaga internasional lainnya di tingkat desa, harus dapat memperhatikan isu gender. Hal ini didasari oleh adanya ketimpangan gender yang perlu diperbaiki untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Artinya, seluruh potensi sumber daya manusia (laki-laki dan perempuan) dipergunakan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat tersebut. Selain itu, isu gender juga perlu diperhatikan untuk menciptakan masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan. Artinya, tidak ada kelompok atau golongan yang memiliki kesempatan dan hak yang timpang (baik laki-laki maupun perempuan) sebagai ciri dari masyarakat yang baik. l. Partisipasi Masyarakat Partisipasi secara formal didefinisikan sebagai turut wewenang secara mental dan emosional memberikan sumbangsih kepada proses pembuatan di
20
mana keterlibatan secara pribadi orang yang bersangkutan untuk melaksanakan tanggung jawabnya (Winardi, 1979: 323). Jm Ife Frank Tesoriereo (2008: 295) menyatakan bahwa partisipasi adalah suatu tujuan dalam dirinya sendiri artinya partisipasi mengaktifkan ide hak asasi manusia, hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi, dan untuk memperkuat demokrasi the liberates. Menurut Uphoff dan Cohen (1979 :296), partisipasi menekankan pada rakyat memiliki peran dalam pembuatan keputusan. Definisi partisipasi menurut Rearse dan Stifeel (1979, oleh Kan 2002) adalah memfokuskan
masyarakat yang biasanya tidak dilibatkan memiliki
kendali terhadap sumber daya dan institusi sedangkan menurut Paul (1987: 297), partisipasi mencakup kemampuan masyarakat untuk mempengaruhi kegiatankegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Faktor-faktor yang mendorong partisipasi terdiri atas: 1). Adanya isu yang dianggap penting, 2). Adanya keyakinan aksi mereka memberikan perubahan, 3). Berbagi bentuk partisipasi mendapat penghargaan, 4).Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung partisipasinya, 5).Struktur dan proses tidak boleh dikucilkan. Partisipasi akan bernilai positif jika orang merasa memiliki sebentuk kekuatan, (Jim Ife Frank Tesoriereo, 2008: 309 -312). Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan untuk mempengaruhi perasaan dan memiliki kapasitas untuk mencapai keberhasilan. Untuk
menjadi orang yang sukses, kita harus mampu merefleksikan
partisipasi dengan cara mengajukan pertanyaan baik mengenai kekuatan yang
21
mereka miliki dalam hubungan dengan orang lain, mengenai peluang-peluang untuk melakukan berbagai hal yang menarik minat mereka, mengenai hal-hal yang menurut mereka kompeten maupun mengenai keterampilan dan kemampuan yang mereka gunakan (Jim Ife Frank Tesoriereo, 2008: 309-316). Rumusan konseo untuk mengukur partisipasi menyangkut beberapa hal: 1). kapasitas masyarakat bertambah untuk mengorganisir, 2). dukungan yang tumbuh dalam masyarakat dan jaringan yang bertambah kuat, 3). peningkatan pengetahuan masyarakat yang menyangkut kemampuan managemen pengelolaan, 4). keinginan masyarakat untuk membuat keputusan, dan 5). peningkatan diri mereka. Dari beberapa definisi dan pendapat para ahli di atas, dapat diklasifikasikan beberapa indikator untuk mengukur partisipasi masyarakat sebagai berikut: 1.
Empati dengan bentuk tindakan Kepedulian tidak hanya menyangkut aspek perasan dan sikap, tetapi juga
empati dalam bentuk tindakan yang melibatkan diri secara sukarela dan penuh tanggungjawab untuk ketercapaian program pembangunan. 2.
Kewenangan peran dan fungsi Melibatkan diri secara totalitas berdasarkan kewenangan dan fungsinya
secara sadar tanpa paksaan serta menjadi kontrol dan partner untuk keberlangsungan program dan keberlanjutannya. 3.
Kesadaran tanggungjawab Partisipasi masyarakat dalam mengontrol dan melibatkan diri dalam upaya
22
mewujudkan suatu visi program pembangunan dilakukan dengan kapasitasnya sebagai bagian yang tidak terpisah sebagai subjek dan objek pembangunan dan dengan sukarela berperan aktif sebagai pelaku pembangunan. 4.
Ikatan emosional dalam mengorganisir Keinginan masyarakat untuk membuat keputusan dalam agenda
perubahan dan penyelenggaran program pembangunan masyarakat merupakan komitmen bersama, terbuka, dan dinamika yang terukur bersifat kolektif. 5.
Rasa memiliki dalam mengontrol Masyarakat merasa memiliki kebutuhan dan tanggungjawab bersama
mengenai kepentingan peningkatan kesejahteraan, kompetensi, dan kemandirian dalam program pengembangan pembangunan masyarakat serta perluasan akses jaringan dalam mengorganisir. 6.
Aspek Mentalitas kepedulian Partisipasi bukan lagi hal-hal yang menyangkut sikap melainkan sudah
merupakan tindakan nyata dalam wujud keterlibatan dengan peran serta yang terukur baik secara materil maupun nonmaterial. Indikator untuk mengukur variabel partisipasi ini merupakan penjabaran dari Jim Ife Frank Tesoriereo (2008: 309-316) dan beberapa pendapat para ahli yang mengungkap aspek-aspek inti partisipasi dalam bukunya Pembangunan Masyarakat (Community Depelopment). Sebagai salah satu bagian dari konsepsi Community Depelopment dan pemberdayaan masyarakat, partisipasi merupakan faktor vital untuk tercapainya sebuah visi pembangunan. Secara praktis,
partisipasi yang dikaji dalam penelitian ini adalah
23
partisipasi masyarakat dalam program PAUD. Hal ini merupakan hasil terapan dalam program pembangunan sekaligus sebagai dampak dari penerapan metode Participatory Rural Appraisal untuk program pendidikan dan pengembangan anak usia dini (PPAUD). Dengan demikian, sistematika alur penganalisisan konsep dan teori partisipasi di atas dapat mengungkap partisipasi dengan berbagai indicator yang terdapat di dalamnya. Berikut ini gambaran alur konsep program pemberdayaan dengan penerapan metode Participatory Rural Appraisal dan hubungannya dengan partisipasi masyarakat dalam sebuah program. Bagan 1.1 Alur Konsep Analisis Turunan Varibel PRA dan PAR
MASYARAKAT WILAYAH PROGRAM PPAUD
PAUD Berkembang dan Mandiri
PARTISIPASI MASYARAKAT
OUTPUT
METODE PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL
ANALISA KONSEP PROGRAM
PARTISIPASI
MASYARAKAT WILAYAH PROGRAM PPAUD
PAUD Keberlanjutan Layanan Program Berkualitas
Managemen Pengelolaan dan Layanan PAUD
Outcome
Lembaga Pembelajar dari dan untuk Masyarakat
Sumber : Penjabaran Chamberts, Moehar Daniel dan Keith devis (2006 :37)
Partisipasi merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap tercapainya program pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat pada alur konsep di atas.
24
Walaupun begitu, yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah variabel partisipasi masyarakat sebagai dampak dari penerapan metode Participatori Rural Apraisal (PRA). Penerapan metode PRA ini berdampak terhadap berbagai hal seperti meningkatnya partisipasi masyarakat, menghasilkan kemandirian program PAUD, keberlanjutan dan meningkatnya kualitas PAUD, berpengaruh (outcome) terhadap perubahan manajemen kelembagaan dan layanan PAUD, dan terciptanya lembaga PAUD sebagai lembaga pembelajar dari dan untuk masyarakat. Sebagai salah satu metode dalam pembangunan masyarakat, Participatory Rural Appraisal (PRA) memiliki hubungan dengan partisipasi masyarakat baik sebagai sebab maupun sebagai akibat atau dampak yang satu sama lainya saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini, hubungan yang akan diukur adalah pengaruh dari penerapan penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dalam bentuk dampak yang diakibatkan terhadap timbulnya partisipasi masyarakat sebagai salah satu tujuan dan bagian dari konsep PRA. Dalam alur konsep Participatory Rural Appraisal (PRA) hubungannya dengan partisipasi masyarakat menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan dampak dari penerapan metode PRA. Dengan adanya peningkatan kualitas layanan PAUD, partisipasi ini dapat menghasilkan pengaruh (outcome) untuk masyarakat baik secara pengelolaan yang menyangkut adminitrasi dan pembelajaran maupun peningkatan akses. Deskripsi konsep tersebut merupakan upaya
penggambaran
konsepsi
pembangunan
masyarakat
development) yang diturunkan secara sistematis dan terukur.
(community
25
Hubungan variabel Participatory Rural Appraisal
terhadap variabel
partisipasi masyarakat digambarkan pada tabel berikut ini. Tabel. 1.3 Hubungan Variabel Participatory Rural Appraisal dengan Partisipasi masyarakat VARIABEL Participatory Rural Appraisal
1. Mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan), 2. pemberdayaan (penguatan masyarakat), 3. masyrakat sebagai pelaku utama, orang luar sebagai fasilitator, 4. saling membelajarkan dan menghargai perbedaan, 5. mengoptimalisasikan hasil 6. pertukaran informasi (triangulasi), 7. berorientasi praktis, 8. berkelanjutan dan selang waktu, 9. fleksibel dan informal, 10. bersifat terbuka, dan 11. evaluasi dan belajar dari kesalahan.
VARIABEL Partisipasi Masyarakat
1. Empati dengan bentuk tindakan, 2. kewenangan peran dan fungsi, 3. kesadaran tanggung jawab, 4. ikatan emosional dalam mengorganisir, 5. rasa memiliki dalam mengontrol, dan 6. peningkatan akses jaringan.
Sumber : Konsep Penerapan Metode PRA (25:1992)
I. Anggapan Dasar 1.
Asumsi Asumsi yamg Peneliti ajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a.
Selama penelitian berlangsung, penerapan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) tidak mengalami perubahan.
b.
Sistem pelaksanaan dan penerapan metode PRA serta pemantauan dan evaluasi mengenai pencapaian program tidak mengalami perubahan.
26
c.
Sarana dan prasarana dianggap sudah memadai.
2. Premis Untuk itu premis yang Peneliti ajukan dalam penelitian ini sebagai berikut. a.
Penerapan sebuah metode dan strategi
merupakan unsur yang paling
dominan dalam pencapaian tujuan program secara efektif dan efisien. b.
Semua unsur yang terlibat memiliki pemahaman yang sama terhadap penerapan metode Participatory Rural Appraisal penyelenggaraan program
(PRA) dalam
pendidikan dan pengembangan anak usia dini
(PPAUD). c.
Partisipasi merupakan salah satu pendukung yang memiliki peran besar terhadap pencapaian tujuan program.
J. Hipotesis Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, Peneliti mengajukan hipotesis penelitian bahwa: “Terdapat dampak positif yang signifikan antara penerapan metode Participatory Rural Appraisal
(PRA)
dan partisipasi
masyarakat di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan” atau “Tidak terdapat dampak positif yang signifikan antara penerapan metode PRA dan partisipasi masyarakat pada program PPAUD di kecamatan Merbau Mataram kabupaten Lampung Selatan”.
K. Sistematika Penelitian Untuk mempermudah pembahasan dan penyusunan selanjutnya, Peneliti
27
memberikan gambaran umum tentang isi dan materi yang akan dibahas sebagai berikut. BAB I Pendahuluan yang di dalamnya terdapat uraian tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, anggapan dasar, definisi operasional, dan sistematika Penelitian. BAB II Kajian Teoritis yang secara garis besar berisi landasan teori tentang penerapan metode PRA dalam program PPAUD di kabupaten Lampung selatan. BAB III Metodologi penelitian yang berisi metode penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, penyusunan alat pengumpulan data, prosedur pengolahan, dan analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan pembahsasan yang berisi tentang pembahasan penelitian, deskripsi data, dan analisis data. BAB V Kesimpulan dan saran yang merupakan akhir dari penelitian.