BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemukiman dan perumahan adalah kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih jauh adalah proses bermukim manusia dalam rangka menciptakan suatu tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. Namun demikian belum semua anggota masyarakat dapat menikmati dan memiliki rumah yang layak, sehat, aman dan serasi.Oleh karena itu, upaya pembangunan perumahan dan pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan jumlah perumahan yang makin banyak dengan harga terjangkau.1 Rumah atau tempat tinggal yang layak adalah kebutuhan yang paling penting bagi seluruh masyarakat Indonesia, tetapi pada kenyataannya pemerintah lupa bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal yang layak.Untuk selanjutnya dalam rangka untuk peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan pemukiman, serta meningkatkan efektivitas dalam penggunaan tanah terutama pada lingkungan atau daerah yang padat penduduknya, maka perlu dilakukan penataan atas tanah, sehingga pemanfaatan dari tanah betul-betul dapat dirasakan oleh masyarakat banyak.2Secara implisit, kebutuhan tersebut diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945) yang menegaskan bahwa: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, 1 2
Andi Hamzah, 2006, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Rineka Cipta, Jakarta, h. 27 Andrian Sutedi, 2012, Hukum Rumah Susun Dan Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, h. 162
maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa : “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa salah satu unsur
pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan akan perumahan, yang
merupakan kebutuhan dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia. setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik dilingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Penyelenggaraan perumahan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, yang meliputi perencanaan perumahan,
pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.Pengaturan hukum mengenai perumahan saat ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (selanjutnya disingkat UU No. 1 Tahun 2011). Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 memberi pengertian mengenai perumahan yaitu : “Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.” Di dalam Pasal 1 angka 5 menjelaskan mengenai pemukiman yaitu :“Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang
kegiatan
fungsi
lain
di
kawasan
perkotaan
atau
kawasan
perdesaan.”Harga tanah dan bahan bangunan yang semakin meningkat, membuat kepemilikan rumah sangat berat bagi sebagian orang.Untuk itu membeli rumah secara kredit, yang biasa disebut Kredit Kepemilikan Rumah ( selanjutnya disingkatKPR), menjadi pilihan memiliki rumah yang terjangkau bagi banyak orang. Penjualan rumah dengan cara KPR ini sering digunakan oleh pengembang (developer) yang menawarkan beberapa unit rumah kepada calon pembeli. Seringkali rumah yang ditawarkan pengembang itu dalam kondisi belum terbangun, yaitu masih berupa kapling-kapling tanah.Pembangunan baru dimulai setelah ada calon pembeli yang memesan rumah itu. Sistem ini dinamakan pre project selling yaitu cara penjualan properti oleh pengembang sebelum bangunan fisik selesai dibangun.3 Minat masyarakat untuk memiliki rumah dengan sistem KPR semakin meningkat, namun hal ini tidak diikuti dengan pemahaman mengenai proses hukum yang terkait dengan kepemilikan rumah itu. Proses hukum pemilikan rumah berturut-turut mulai dari Surat Pesanan (selanjutnya
3
Anonim, Pakar Hukum : Apakah Kuasa Dalam PPJB Termasuk Dalam Kategori Kuasa Mutlak?, http://m.propertykita.com/ diakses pada 10 Maret 2015, Pukul 08.00 WITA
disingkat SP), Perjanjian Pengikatan Jual Beli (selanjutnya disingkat PPJB), Berita Acara Serah Terima (selanjutnya disingkat BAST), Akta Jual Beli (selanjutnya disingkat AJB), sampai dengan terbitnya sertipikat. Surat Pemesanan merupakan surat yang berisi pemesanan rumah bagi masyarakat yang serius ingin membeli. Surat pemesanan ini merupakan transaksi awal sebab setelah calon pembeli menandatanganinya harus membayar biaya-biaya seperti biaya pemesanandan uang muka (selanjutnya disingkatdown payment/DP).Selain itu, calon pembeli harus tunduk dan terikat pula dengan syarat dan ketentuan dalam surat pemesanan tersebut.Selanjutnya, setelah pembeli membayar sejumlah tertentu (biasanya 30% dari harga rumah), maka dilakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli.Perjanjian Pengikatan Jual Beli tersebut ditandatangani oleh para pihak beserta saksi-saksi. Dalam proses ini, Surat Pemesanan menjadi bagian lampiran yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli.4 Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual ) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Menurut ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, dinyatakan bahwa ada dua pihak dalam perjanjian, yaitu : 1. Pihak Perusahaan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman atau Developer atau Pelaku Usaha yang bertindak sebagai penjual rumah; dan 2. Pihak Konsumen selaku pembeli rumah. Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimasukan klausul sebagai berikut: jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat 4
ibid
membatalkan perjanjian. Sebenarnya klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian berupa syarat batal.Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Pasal 1266 KUHPerdata: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andai kata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.” Syarat batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku. Tetapi keberlakuan prinsip ini tidak serta merta.Meskipun syarat bataldianggap selalu berlaku pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan harus
dimintakan
pembatalannya
kepada
pengadilan.Pihak
yang
menuduh
pihak
lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan.Tanpa adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal. Dalam banyak perjanjian pula Pasal 1266 Kitab Undang – undang Hukum Perdata(selanjutnya disingkatKUHPerdata) tersebut seringkali dikesampingkan. Dalam praktek, banyak perjanjian memasukan klausul sebagai berikut: perjanjian ini mengesampingkan berlakunya Pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. Maksud dari klausul tersebut adalah agar para pihak dapat membatalkan perjanjiannya secara sepihak tanpa perlu mengajukan pembatalan melalui pengadilan.Karena
Pasal 1266 KUHPerdata berlaku secara mutlak, maka percuma saja memasukan klausul tersebut karena ujung-ujungnya pembatalan itu harus ditempuh juga lewat pengadilan.5 Dalam penelitian skripsi ini mengetengahkan sebuah fenomena hukum yang terjadi pada PT. Bali Dewata Mas, dimana konsumennya membatalkan perjanjian jual beli yang telah disepakati sebelumnya dengan pihak PT. Bali Dewata Mas selaku Developer, hal ini tentunya menimbulkan kerugian bagi pihak Developer, karena pembangunan atas rumah yang sebelumnya sudah disepakati dalam perjanjian telah mulai direalisasikan. Tentunya dalam hal ini menarik untuk dikaji mengenai perlindungan bagi pihak developer itu sendiri.Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini dengan mengangkat judul “Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan.”
1.2 Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang hendak diangkat dalam skripsi ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan? 2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari agar pembahasan dalam skripsi ini tidak keluar atau melenceng dari pokok permasalahan, maka diperlukan adanya batasan-batasan terhadap permasalahan yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:
5
Legal Akses, Syarat Batal Perjanjian, http://www.legalakses.com/syarat-batal-perjanjian/, diakses pada 18 Mei 2015, Pukul 10.00 WITA
Pada permasalahan pertama dibahas mengenai akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak dan pada permasalahan kedua membahas mengenai bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pengembang apabila konsumen membatalkan perjanjian jual beli secara sepihak.
1.4 Orisinalitas Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudulPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahanadalah sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 3 (tiga) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut: No 1
NAMA & NIM
JUDUL
Wulan
Cinta Tanggung
Utami
Developer
09600122
Perumahan
RUMUSAN MASALAH
Jawab
Hukum 1. Bagaimana akibat hukum
Terhadap
Pembeli
terhadap perumahan yang
Terkait
Belum
dibangun di atas tanah yang
Dipenuhinya Perizinan Menurut Undang-Undang Tahun
Nomor
2011
Perumahandan
1 2. Bagaimana tanggungjawab
Tentang
developer terhadap pembeli
Kawasan
atas tanah perumahan yang
Permukiman
3
Dimas
belum mendapatkan izin?
belum mendapatkan izin?
Surya Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli 1. Bagaimanakah pelaksanaan
Harja
Rumah
2008-20-058
Dengan
Antara
(Developer)
Konsumen
perjanjian jual beli rumah
Pengembang
antara konsumen dengan
Sebagai
Upaya
pengembang
(developer)
Perlindungan Konsumen Dalam
sebagai upaya perlindungan
Bidang
konsumen
Perumahan
Kabupaten Kudus
Di
dalam
bidang
perumahan di Kabupaten
Kudus 2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa bila pengembang (developer)
terjadi
wanprestasi
dalam
pelaksanaan perjanjian jual beli rumah antara konsumen dengan pengembang? . Pada penelitian Wulan Cinta Utami membahas tentang Tanggung Jawab Hukum Developer Terhadap Pembeli Perumahan Terkait Belum Dipenuhinya Perizinan Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Sedangkan dalam penelitian ini membahas tentangPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan. Dalam permasalahan pertama dalam penelitian Wulan Cinta Utami sama sama mengenai akibat hukum tetapi dalam penelitian Wulan Cinta Utami mengetengahkan akibat hukum terhadap perumahan yang dibangun di atas tanah yang belum mendapatkan izin, sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan. Sedangkan dalam permasalahan kedua penelitian Wulan Cinta Utami mengetengahkan tentang tanggung jawab developer terhadap pembeli atas tanah perumahan yang belum mendapatkan izin.Dalam penelitian ini permasalahan yang kedua membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.Dengan demikian penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini.
Pada penelitian Koko Hermawan membahas tentang Perjanjian Baku Jual Beli Perumahan Dengan Klausula Eksonerasi.Sedangkan dalam penelitian ini membahas tentangPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan. Dalam permasalahan pertama penelitain Koko Hermawan membahas mengenai perjanjian jual beli perumahan dalam bentuk kontrak baku berklausula eksonerasi sah ditinjau dari Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan Undang – Undang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini mengetengahkanakibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan. Sedangkan dalam permasalahan kedua penelitian Koko Hermawan mengetengahkan tentang akibat hukum apabila perjanjian baku jual beli perumahan dengan klausula eksonerasi tidak dipenuhi oleh konsumen. Dalam penelitian ini permasalahan kedua membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalah perjanjian secara sepihak.Dengan demikian penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian Dimas Surya Harja membahas tentang Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Rumah Antara Konsumen Dengan Pengembang (Developer) Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Bidang Perumahan Di kabupaten Kudus.Sedangkan dalam penelitian ini membahas tentangPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan. Dalam permasalahan pertama penelitian Dimas Surya Harja membahas mengenai pelaksanaan perjanjian jual beli rumah antara konsumen dengan pengembang (developer) sebagai upaya perlindungan konsumen dalam bidang perumahan di kabupaten kudus.Dalam penelitian ini
mengetengahkanakibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh konsumen kepada PT. Bali Dewata Mas sebagai pengembang perumahan. Sedangkan dalam permasalahan kedua penelitian Dimas Surya Harja mengetengahkan tentang penyelesaian sengketa bila pengembang (developer) terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan perjanjian jual beli rumah antara konsumen dengan pengembang.Dalam penelitian ini permasalahan kedua membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.Dengan demikian penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini.
1.5 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah dalam kerangka pengembangan ilmu hukum sehubungan dengan paradigma science as a
process(ilmu sebagai suatu proses). Dalam
penelitian ini ilmu hukum dijadikan sebagai alat untuk mencapai kebenaran.Dalam hubungannya dengan pembatalan perjanjian secara sepihak oleh konsumen.Paradigma ilmu tidak akan berhenti dalam penggaliannya atas kebenaran dalam bidang perjanjian dan perumahan, khususnya yang berkaitan dengan Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian skripsi ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahuiakibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara pengembang dengan konsumen.
2. Untuk mengetahui dan menganalisa lebih lanjut mengenai bentukperlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.
1.6 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya bidang Hukum Perjanjian dan Hukum Perdata terutama yang berkaitan denganPembatalan Perjanjian Secara Sepihak Oleh Konsumen Kepada PT Bali Dewata Mas Sebagai Pengembang Perumahan.Adapun manfaat teoritis yang hendak dicapai yaitu: (a) Sumbangan pemikiran pengembangan ilmu hukum tentang perumahan (b) Untuk mengetahui masalah masalah dalam kepemilikan rumah (c) Asas-asas perjanjian kepemilikan rumah
b. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat bagi pihak Pengembang Bagi pihak pengembang, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran agar lebih berhati-hati juga dalam menerima konsumen yang hendak membeli rumah hal ini untuk menghindari kerugian apabila dikemudian hari pihak konsumen secara tiba-tiba membatalkan perjanjian jual beli yang telah disepakati sebelumnya namun rumah sudah mulai dibangun . 2. Manfaat bagi Masyarakat
Bagi masyarakat pada umumnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi masyarakat khususnya mengenai hukum perjanjian.Bagi kalangan mahasiswa penelitian ini diharapkan menjadi tambahan referensi bagi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perjanjian jual beli perumahan ditinjau dari aspek hukumnya.
1.7 Landasan Teoritis Untuk meneliti mengenai suatu permasalahan hukum, maka pembahasan adalah relevan apabila dikaji menggunakan teori-teori hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum. Teori hukum dapat digunakan ”untuk menganalisis dan menerangkan pengertian hukum dan konsep yuridis, yang relevan untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.”6Menurut pendapat Mukti Fadjar dan Yulianto Achmad, teori adalah ”suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenaisuatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.”7 Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau menganalisis tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau permasalahan secara kritis ilmu hukum maupun hukum positif dengan menggunakan interdisipliner. Dikatakan secara kritis karena pertanyaanpertanyaan atau permasalahan teori hukum tidak cukup dijawab secara “otomatis” oleh hukum positif karena memerlukan argumentasi atau penalaran.8
6
7
Salim H.S., 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali, Jakarta, h. 54
Mukti Fadjar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 134 8 Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum (edisi revisi), Cahaya Atma Pusaka, Yogjakarta,h. 87.
Landasan teoritis atau kerangka teori adalah upaya untuk mengidentifikasi, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan-aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Untuk membahas permalasahan yang diangkat dalam skripsi ini maka digunakan beberapa teori hukum, diantaranya yaitu: 1) Teori Perjanjian Menurut Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan, perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Pengertian perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.”9Dalam penelitian ini digunakan teori perjanjian karena berkaitan dengan pembatalan perjanjian secara sepihak oleh konsumen.Pendapat lain juga dikemukakan oleh R. Setiawan yang menyatakan bahwa persetujuan adalah “suatu perhubungan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadapsuatu orang atau lebih.”10 Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan perjanjian yaitu sebagai berikut: a. Teori Kehendak (wilstheorie) Menurut teori kehendak, faktor yang menentukan adana perjanjian adalah kehendak. Meskipun demikian, terdapat hubungan yang tidak terpisahkan antara kehendak dan pernyataan.Oleh karena itu suatu kehendak harus dinyatakan.Namun apabila terdapat ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan, maka tidak terbentuk suattu perjanjian. Kelemahan dari teori ini adalah akan timbul kesulitan apabila terdapat ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan. 9
Subekti R, 2002,Hukum Perjanjian, Cet. XIII, Intermasa, Jakarta, h. 1 Setiawan. R, 2000,Pokok – pokok Hukum Perikatan, Cet. XII, Bina Cipta, Bandung, h.49
10
Karena dalam kehidupan sehari-hari seseorang harus mempercayai apa yang dinyatakan oleh orang lain.Teori kehendak ini digunakan untuk menganalisa permasalahan pertama yaitu akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara pengembang dengan konsumen. b. Teori Pernyataan (verklaringstheorie) Menurut teori pernyataan, pembentukan kehendak terjadi dalam ranah kejiwaan seseorang. Sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa yang sebenarnyaterdapat didalam benak seseorang. Dengan demikian suatu kehendak yang tidak dikenali oleh pihak lain tidak mungkin menjadi dasar dari terbentuknya suatu perjanjian. Agar suatu kehendak dapat menjadi perjanjian, maka kehendak tersebut harus dinyatakan. Sehingga yang menjadi dasar terikatnya seseorang terhadap suatu perjanjian adalah apa yang dinyatakan oleh orang tersebut. Lebih lanjut menurut teori ini, jika ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan, maka hal ini tidak akan menghalangi terbentukanya perjanjian. Teori pernyataan lahir sebagai jawaban terhadap kelemahan teori kehendak.Namun teori ini juga memiliki kelemahan karena teori pernyataan hanya berfokus pada pernyataan dan tidak memperhatikan kehendak seseorang.Sehingga terdapat potensi kerugian yang terjadi apabila tidak terdapat kesesuaian antara kehendak dan pernyataan. c. Teori Kepercayaan (vertrouwenstheorie) Teori kepercayaan berusaha untuk mengatasi kelemahan dari teori pernyataan.Oleh karena itu teori ini juga dapat disebut sebagai teori pernyataan yang diperlunak.Menurut teori ini, tidak semua pernyataan melahirkan perjanjian. Suatu pernyataan hanya akan melahirkan perjanjian apabila pernyataan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku didalam masyarakat menimbulkan kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan memang benar dikehendaki. Dengan kata lain, hanya
pernyataan yang disampaikan sesuai dengan keadaan tertentu (normal) yang menimbulkan perjanjian. Lebih lanjut menurut teori ini terbentuknya perjanjian tergantung pada kepercayaan atau pengharapan yang muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan.Teori kepercayaan digunakan untuk menganalisa permasalahan pertama yaitu akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara pengembang dengan konsumen. d. Teori Kesepakatan (Konsensualitas) Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUHPerdata, bahwa sebuah kontrak sudah terjadi dan karenannya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi kata sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain, kontrak sudah sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan tidak diperlukan formalitas tertentu. Banyak pertanyaan, kapan saatnya kesepakatan dalam perjanjian itu terjadi. Kesepakatan itu akan timbul apabila para pihak yang membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama berada disatu satu tempat dan disitulah terjadi kesepakatan itu. Akan tetapi dalam praktek tidak sedemikian sering terjadi, dan banyak perjanjian terjadi melalui surat menyurat, sehingga juga timbul persoalan kapan kesepakatan itu terjadi. Hal ini penting dikarenakan untuk perjanjian-perjanjian yang tunduk pada azas konsensualitas, saat terjadinya kesepakatan merupakan saat terjadinya perjanjian.Kekuatan mengikat dari suatu kontrak adalah “lahir ketika telah adanya kata sepakat, atau dikenal dengan asas konsensualitas, dimana para pihak yang berjanji telah sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian hukum.”11 Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan 11
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Alumni Bandung 2000, Hal.214
penawaran (efferter) menerima yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwa mungkin ia tidak membaca menjadi tanggungjawabnya sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.12 2) Teori Kepastian Hukum Kepastian hukum atau rechtszekerheid menurut J.M.Otto, dalam buku Tatiek Sri Djatmiati terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :13 a. Adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan negara. b. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten
dan
berpegang pada aturan hukum tersebut. c. Rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum. d. Hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut. e. Putusan hakim dilaksanakan secara nyata. Pengertian kepastian hukum dalam buku Peter Mahmud Marzuki dengan mengutip pendapat Van Apeldorn menyatakan sebagai berikut: Pertama, kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa yang berlaku untuk masalah-masalah konkrit. Dengan dapat ditentukan masalah-masalah konkrit, pihakpihak yang berperkara sudah dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan apakah yang akan dipergunakan dalam sengketa tersebut. Kedua, kepastian hukum berarti perlindungan hukum, dalam hal ini pihak yang bersengketa dapat dihindarkan dari kesewenang-wenangan penghakiman.14 Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh
12
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta Cet VI. 1979, Hal.29-30. Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi, PPS Unair, Surabaya, h.18. 14 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 59. 13
dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.15Teori kepastian hukum terkait dengan permasalahan pertama dalam
skripsi
ini
yaitu
apabila
ada
pihak
yang
membatalkan
perjanjian
secara
sepihak.Pembatalan perjanjian ini tentunya mempunyai akibat hukum bagi para piak yang terikat di dalamnya.Teori kepastian hukum digunakan untuk mengkaji permasalahan pertama mengenai akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian secara sepihak antara pengembang dengan konsumen, dan permasalah kedua mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.Dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum dari pihak pengembang perumahan. 3) Teori Perlindungan Hukum Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akanmendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman.
15
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, h. 158 (selanjutnya disebut Peter II)
Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa “hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan
belum
kuat
secara
sosial,
ekonomi
dan
politik
untuk
memperoleh
keadilan
sosial.”16Berdasarkan uraian diatas, orang yang lemah dimaksudkan yaitu masyarakat yang awam tentang hukum dan juga bagi masyarakat yang tidak mampu.Lemah disini artinya masyarakat memerlukan perlindungan dari tindakan–tindakan yang bisa mengakibatkan kerugian bagi dirinya. Menurut Fitzgerald, beliau menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa “hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.”17 Kepentingan hukum adalah “mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.”18Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah “memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”19 Teori perlindungan hukum dalam penelitian ini tentunya didasari oleh teori perlindungan hukum yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, dimana perlindungan hukum yang dilakukan dalam wujud perlindungan hukum preventif, artinya “ketentuan hukum dapat dihadirkan sebagai upaya pencegahan atas tindakan pelanggaran hukum.Upaya pencegahan ini diimplementasikan dengan membentuk aturan-aturan hukum yang bersifat normatif.”20Ada dua macam bentuk perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif.Preventif artinya 16
Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, h. 55 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53 18 Ibid, h. 69 19 Ibid, h. 54 20 Budi Agus Riswandi, 2005, Aspek Hukum Internet Banking, Persada, Jogjakarta, h.200 17
perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggotaanggota masyarakat dan antara perseroan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.Dalam kaitannya dengan penelitian dalam skripsi ini, pihak Developer tentunya juga perlu mendapatkan perlindungan hukum apabila pihak konsumen tiba-tiba membatalkan perjanjian jual beli yang telah disepakati sebelumnya secara sepihak.Teori perlindungan hukum untuk mengkaji permasalah kedua mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak. Digunakannya teori perlindungan hukum bertujuan untuk menganalisa perlindungan hukumapa yang diberikan oleh Undang–undang kepada pengembang perumahan dalam hal pembatalan perjanjian secara sepihak antara pengembang perumahan dengan konsumen.
1.8 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris, yaitu “penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau kontrak) secara in action/in abstractopada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).”21Penelitian empiris harus dilakukan dilapangan dengan metode dan teknik 21
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 134
penelitian lapangan yaitu mengadakan kunjungan dan berkomunikasi dengan para pihak yang berkaitan langsung.Dalam kaitannya dengan penelitian skripsi ini maka penelitian dilakukan di PT. Bali Dewata Mas.Dengan mengkaji pembatalan perjanjian secara sepihak yang dilakukan oleh konsumen kepada pengembang perumahan.
1. Jenis Pendekatan Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. Morris L. Cohen and Kent C. Olson dalam bukunya yang berjudul Legal Research menyatakan bahwa: “legal research is an essential component of legal practice. It is the process of finding the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law”22dalam terjemahan bebasnya bahwa penelitian hukum yang berdasarkan kaidah perundang-undangan sebagai suatu hal yang penting dalam penerapan hukum secara praktek. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang–undangan (UUD NRI Tahun1945, KUH Perdata, UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual beli Rumah) untuk mengkaji pembatalan perjanjian secara sepihak antara pengembang perumahan dengan konsumen.
22
Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, http://www.opensiuc.lib.siu.edu, diakses pada 20 Mei 2015, Pukul 13.00 WITA
b. Pendekatan analitis (Analytical Approach). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan analitis untuk mengkaji permasalahan pertama mengenai akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian oleh konsumen yang dilakukan secara sepihak antarapengembang dengan konsumen dan permasalahan kedua mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak. c. Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian hukum bertujuan “untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang diterapkan dalam praktik hukum.”23Dalam pendekatan kasus dilakukan di PT Bali Dewata Mas Denpasar. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis bertujuan “untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya,”24 maka dapat diambil data obyektif karena ingin menggambarkan kenyataan yang terjadi pada PT. Bali Dewata Mas dalam menyelesaikan permasalahan konsumen yang membatalkan perjanjian jual beli secara sepihak. 3. Data dan Sumber Data Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Data primer, yaitu “data yang diperoleh terutama dari penelitian yang dilakukan langsung didalam masyarakat.”25 Sumber data primer yang diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi di PT. Bali Dewata Masatas kasus yang terjadi dimana developer mengalami kerugian karena konsumen tiba-tiba membatalkan perjanjian jual beli secara sepihak. Penelitian ini menggunakan teknik 23
Mukti Fadjar, dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190 24 Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II) h. 10. 25 Ibid, h. 156
wawancara dengan informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut. Informan, adalah orang atau individu yang memberikan informasi data yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya. Informan diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara kualitatif. Responden, adalah “seseorang atau individu yang akan memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan data yang dibutuhkan.”26 2. Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaandengan menggunakan bahanbahan hukum sebagai berikut:27 (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; (c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (d) Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/1995 tanggal 23 Juni 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah (e) Literatur-literatur, buku-buku, makalah dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas. (f) Kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia.28 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara dengan mengambil sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara
26 27
28
Ibid, h. 174 Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 24. Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, 2004, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 120
menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu PT. Bali Dewata Masdengan mewawancarai para direktur atau staff yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. Teknik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini menggunakan konsep – konsep hukum antara lain teknik studi dokumen melalui kepustakaan dipergunakan dengan cara mencatat datadata yang bersumber pada bahan hukum primer maupun dari bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku tulisan dari para sarjana dan bahan hukum tersier yang berupa kamus hukum dan kamus bahasa indonesia. 5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada PT. Bali Dewata Mas.Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian dikarenakan pada PT Bali Dewata Mas terjadi permasalahan sebagaimana yang hendak dibahas lebih lanjut dalam skripsi ini. Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah sampel secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu PT. Bali Dewata Mas. Penentuan informan dilakukan dengan teknik penentuan informan dengan menggunakan metode snowball sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari sampel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari informan kunci, kemudian informan berikutnya yang akan dijadikan sampel tergantung dari rekomendasi yang diberikan oleh informan kunci. Yang diawali dengan menunjuk sejumlah informan yaitu informan yang mengetahui, memahami, dan berpengalaman sesuai dengan objek
penelitian ini yakni Direktur PT. Bali Dewata Mas dan Bidang Pemasaran PT. Bali Dewata Mas.Peneliti menentukan sampel di PT. Bali Dewata Mas, memilih informan kunci yaitu dengan mencari Direktur kemudian informan berikutnya tergantung pada rekomendasi dari direktur tersebut, menyangkut orang – orang yang mengetahui, memahami dan berpengalaman dalam objek dari penelitian ini. 6. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data dilapangan pada PT Bali Dewata Mas sehingga siap pakai untuk dianalisa.29 Setelah data dikumpulkan kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara data di PT. Bali Dewata Mas dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang bersifat saling menunjang antara teori dengan praktik. 7. Teknik Analisis Data Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan metode analisis deskriptif, yaitu “menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.”30Dalam metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentangakibat hukum terhadap pembatalan perjanjian yang dilakukan secara sepihak antara pengembang dengan konsumen dan bentuk perlindungan hukum terhadap pengembang dalam hal adanya pembatalan perjanjian secara sepihak.
29
30
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 72 Suharsini Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian, Bina Aksara, Jakarta, h. 194.