BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Pajak
merupakan
tumpuan
pemerintah
dalam
menjalankan
roda
pemerintahan, menurut Suparmono dan Damayanti (2010:10) mengatakan sebagai salah satu sumber penerimaan negara, pajak memberikan kontribusi terbesar pada APBN yaitu mencapai 80%. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menarik pajak dari masyarakat. Berdasarkan UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Direktorat Jenderal Pajak selaku badan yang mengelola Perpajakan Indonesia, pada dasarnya telah melakukan berbagai cara dalam upaya peningkatan penerimaan negara dalam sektor pajak. Untuk mendongkrak peningkatan penerimaan negara melalui sektor pajak, dibutuhkan partisipasi aktif dari Wajib Pajak untuk memenuhi segala kewajiban perpajakannya dengan baik. Artinya peningkatan penerimaan negara ditentukan oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak sebagai warga negara yang baik (Diana Sari, 2013:7). Namun permasalahan dalam kepatuhan perpajakan di Indonesia menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Salah satu dari permasalahan tersebut dapat dilihat dari rendahnya tingkat WP terdaftar apabila dibandingkan dengan
1
2
jumlah WP potensial di dalam negeri. Hingga tahun 2013 jumlah WP potensial di Indonesia ialah sebesar 112.761.072 orang. Dari jumlah tersebut, jumlah WP yang telah terdaftar hanya berjumlah 25.109.959 orang, sehingga rasio tingkat kepatuhan WP dalam memiliki NPWP hanya 22,27% dari jumlah WP potensial yang ada. Tabel 1.1 Rasio Jumlah WP Orang Pribadi Terdaftar dengan Penduduk Usia Produktif yang Bekerja Tahun Pajak
Jumlah WP OP Terdaftar
2009 2010 2011 2012 2013
13.861.253 16.880.649 19.881.684 22.131.323 25.109.959
Jumlah Penduduk Usia Produktif yang Bekerja 104.870.663 108.207.767 109.670.399 110.808.154 112.761.072
Rasio Jumlah WP dengan Penduduk Usia Produktif yang Bekerja 13,22% 15,60% 18,13% 19,97% 22,27%
Sumber: Indonesian Tax Review Volume VI/Edisi 15/2013
Kepatuhan wajib pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya merupakan hal penting dalam penarikan pajak tersebut. Penyebab kurangnya kemauan membayar pajak tersebut antara lain adalah asas perpajakan, yaitu bahwa hasil pemungutan pajak tersebut tidak langsung dinikmati oleh para wajib pajak. Upaya pendidikan, penyuluhan dan sebagainya tidak banyak berarti dalam membangun kesadaran wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban pajak, jika masyarakat tidak merasakan manfaat dari membayar pajak, seperti jalan-jalan raya yang halus, pusat-pusat kesehatan masyarakat, pembangunan sekolahsekolah negeri, irigasi yang baik, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya (Hardiningsih dan Nila, 2011). Masyarakat sendiri dalam kenyataanya tidak suka
3
membayar pajak. Hal ini disebabkan masyarakat tidak pernah mengetahui wujud konkret imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak (Widayati dan Nurlis, 2010). Karena penerimaan pajak menjadi perhatian utama, banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatkan penerimaan negara. Salah satunya dengan melakukan reformasi sistem perpajakan yaitu mengganti official assessment system menjadi self assessment system. Perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan sistem perpajakan sesuai dengan tuntutan perubahan sistem perekonomian dan perkembangan dalam masyarakat di Indonesia. Dalam Official-assessment system, fiskus diberi wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak (WP). Sedangkan untuk self-assessment, sistem ini memberikan kepercayaan
penuh
kepada
wajib
pajak
(WP)
untuk
menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya (Tarjo dan Kusumawati, 2006). Dengan kata lain, wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang dan menjadikan kepatuhan wajib pajak menjadi faktor yang sangat penting dalam hal untuk mencapai keberhasilan penerimaan pajak. Di samping menganut self-assessment system, Indonesia juga menganut Withholding System, sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada pihak lain atau pihak ketiga untuk memotong dan memungut besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga disini adalah pihak lain selain pemerintah dan wajib pajak.
4
Sistem penghitungan sendiri (self assessment) memungkinkan potensi adanya wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik akibat dari kelalaian, kesenjangan ataupun ketidaktahuan wajib pajak atas tanggung
jawab dari kewajiban
perpajakannya.
Untuk
mengatasi
ketidakefektifan penerapan sistem self assessment, dan agar pelaksanaan kewajiban wajib pajak dapat dilaksanakan secara baik dan benar, harus diimbangi
dengan
memberikan
penyuluhan
pelayanan perpajakan (tax service) dan
pajak (tax dissemination),
pengawasan perpajakan (law
enforcement). Apabila ketiga fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara optimal, maka kepatuhan
sukarela
(voluntary compliance) wajib pajak di
dalam
melaksanakan kewajiban dan haknya di sektor perpajakan akan meningkat. Pada akhirnya akan meningkatkan tax ratio dan sekaligus penerimaan pajak. Namun pada kenyataan yang ada sekarang ini, negara Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah. Fakta tersebut terbukti setelah diperoleh data yang menunjukkan bahwa penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio belum dapat dimaksimalkan (Pongtuluran, 2010). Selain itu, masalah lain yang berkaitan dengan kepatuhan pajak adalah tingkat kepatuhan wajib pajak yang sudah terdaftar pun masih rendah. Seperti dalam tabel dibawah ini, yang menunjukan tingkat kepatuhan penyampaian SPT Tahunan antara tahun 2009-2013, dimana rasio kepatuhan relatif rendah, bahkan tahun 2011 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, walaupun mengalami kenaikan kembali pada tahun selanjutnya. Berdasarkan laporan DJP terhadap rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan untuk tahun 2009-2013 sebagai berikut :
5
Tabel 1.2 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan Tahun 2009 Wajib Pajak Terdaftar Wajib 9.996.620 SPT SPT Tahunan 5.413.114 Rasio 54,15% Kepatuhan
2010
2011
2012
2013
14.101.933 17.694.317 17.659.278 17.731.736 8.202.309
9.332.626
9.482.480
10.790.650
58,16%
52,74%
53,70%
60,86%
Sumber : Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2009 – 2013 (Data Diolah Kembali)
Berdasarkan data-data yang telah diungkapkan mengenai rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan wajib pajak, masih terdapat kesenjangan yang cukup signifikan terhadap wajib pajak terdaftar dan kepatuhan dalam penyampaian SPT Tahunan. Beberapa penelitian tentang kepatuhan wajib pajak telah banyak dilakukan salah satunya dengan mengaplikasi Theory of planned behavior (TPB) yang menjelaskan tentang perilaku. Theory of planned behavior (TPB) yang dikembangkan oleh Icek Ajzen (1988), merupakan teori pengembangan atas theory of reasoned action (TRA) yang dirancang untuk berhubungan dengan perilaku-perilaku
individu. Teori ini menunjukkan bahwa tindakan manusia
diarahkan oleh tiga jenis kepercayaan-kepercayaan yaitu kepercayaan perilaku (behavioral beliefs), kepercayaan normatif (normative beliefs), dan kepercayaan kontrol (control beliefs). Di dalam Theory of planned of behavior (TPB), sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dipengaruhi oleh kepercayaan-kepercayaan perilaku (behavior beliefs) dimana kepercayaan ini dimiliki oleh individu akan hasil dari suatu dari perilaku dan evaluasi atas hasil yang dilakukan (Jogiyanto, 2007).
6
Sikap
(attitude)
berkaitan
dengan
evaluasi
kepercayaan
(belief)
seseorang atas perasaan positif maupun negatif dalam menciptakan suatu perilaku. Sikap mendorong individu sesuai dengan evaluasi positif atau negatif yang dimiliki oleh individu. Penelitian yang dilakukan oleh Mustikasari (2007) menunjukkan pengaruh sikap
berpengaruh
positif
terhadap tax compliance. Namun
demikian,
penelitian yang dilakukan oleh Nicoleta (2011) menyatakan bahwa sikap wajib pajak memiliki hubungan positif terhadap kepatuhan pajak dianggap kurang sesuai, dalam penelitian ini sikap wajib pajak memberikan hubungan negatif. Hubungan antara sikap wajib dengan kepatuhan wajib pajak telah diteliti oleh Troutman (1993) dalam Salman, Kautsar R, dan Mochammad Farid (2009). Bukti empiris menunjukkan hubungan yang signifikan antara sikap wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Variabel sikap wajib pajak sendiri merupakan pernyataan atau pertimbangan evaluatif, baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai obyek, orang atau peristiwa. Sikap wajib pajak dapat dikaitkan dengan sikap wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, sikap wajib pajak terhadap kebijakan pajak, dan sikap wajib pajak terhadap sistem administrasi pajak. Selain
sikap,
norma
subyektif,
dan
kontrol
keperilakuan
yang
dipersepsikan yang terkandung di dalam TPB, terdapat beberapa variabel lain yang dapat mempengaruhi niat dan perilaku. Kewajiban moral merupakan salah satu faktor selain dari model TPB yang dapat mempengaruhi niat dan
7
perilaku
wajib pajak. Ajzen (1991) dalam Mustikasari (2007) berpendapat,
bahwa model TPB masih memungkinkan untuk ditambahi variabel prediktor lain, selain sikap (attitude), norma subyektif
(subjective norms), dan kontrol
keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Kewajiban moral merupakan norma inividu yang melekat pada diri seseorang, namun kemungkinan besar hal ini tidak dimiliki oleh orang lain. Kepatuhan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh moralitas wajib pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak lepas dari kondisi behavior wajib pajak itu sendiri. Aspek moral dalam bidang perpajakan menyangkut dua hal, yaitu (1) kewajiban moral dari wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara yang baik dan (2) menyangkut kesadaran moral wajib pajak atas alokasi penerimaan pajak oleh pemerintah. Penelitian tersebut telah menemukan bukti empiris mengenai hubungan yang signifikan antara moralitas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak sebagaimana. (Troutman et al., 1984; Troutman, 1993 dalam Salman, Kautsar R dan Mochammad Farid, 2009) Wajib pajak yang mempunyai kesadaran moral yang baik sebagai warga negara dalam melaksanakan kewajiban pajaknya berbeda dengan warga negara yang tidak mempunyai kesadaran moral. Dengan demikian diharapkan dengan aspek moralitas dari wajib pajak akan menungkatkan kecenderungan dari wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Selain itu, wajib pajak juga harus dihadapkan oleh risiko yang harus dipertimbangkan ketika wajib pajak akan melakukan kewajibannya dalam
8
membayar pajak. Risiko yang dipertimbangkan
dalam
kaitannya
untuk
peningkatan kepatuhan wajib pajak antara lain adalah, risiko keuangan, risiko kesehatan, risiko sosial, risiko pekerjaan dan risiko keselamatan. Dalam menghadapi risiko-risiko yang terjadi setiap wajib pajak harus memiliki suatu keputusan untuk menghadapi suatu risiko. Preferensi risiko seseorang merupakan
salah
satu
komponen
dari
beberapa teori yang berhubungan dengan pengambil keputusan termasuk teori kepatuhan pajak seperti teori rasionalitas dan teori prospek. Dasar teori yang digunakan preferensi risiko dalam mempengaruhi kepatuhan wajib pajak pajak
adalah
teori
prospek.
Penelitian yang
dilakukan
Alabede (2011)
menggunakan teori prospek untuk meneliti pengaruh preferensi risiko terhadap kepatuhan
wajib
pajak
orang
pribadi.
Hasil penelitian
Alabede (2011)
menunjukkan bahwa preferensi risiko berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pibadi. Murni Julianti (2014) melakukan penelitian mengenai analisis faktorfaktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi untuk membayar pajak di Kota Semarang yang dimoderasi dengan kondisi keuangan dan preferensi risiko. Hasil penelitian menunjukan bahwa preferensi risiko wajib pajak memperlemah hubungan antara persepsi wajib pajak tentang kualitas pelayanan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Selain itu, variabel preferensi risiko wajib pajak memperkuat hubungan antara pengetahuan dan pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
9
Kesadaran untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan diperlukan karena merupakan sarana untuk mewujudkan rasa nasionalisme, cinta kepada bangsa dan negara dimana uang dari hasil pajak tersebut digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis perilaku wajib pajak yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar pajak dengan preferensi risiko sebagai variabel moderating. Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) dari beberapa variabel yang terdapat dalam Theory of Planned Behavior sebagai variabel independen untuk menjelaskan tentang perilaku wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Variabel tersebut adalah sikap wajib pajak dan moral wajib pajak. Selain itu penelitian ini pun hanya menggunakan preferensi risiko sebagai variabel moderating. Hal inilah yang membedakan penelitian sekarang dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Julianti (2014), dalam penelitiannya menggunakan 2 (dua) variabel independen untuk menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu kualitas pelayanan fiskus dan pengetahuan serta pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Lalu terdapat 2 (dua) variabel moderating yaitu kondisi keuangan dan preferensi risiko wajib pajak. Pendekatan mengenai perilaku dalam menilai tingkat kepatuhan wajib pajak menarik untuk diteliti selanjutnya. Dengan menggunakan 2 (dua) variabel independen penelitian yaitu sikap wajib pajak dan moral wajib pajak serta 1 (satu)
10
variabel moderating yaitu preferensi risiko, juga berdasarkan uraian mengenai Theory of planned behavior (TPB) dan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu, memberikan motivasi untuk dilakukannya pengembangan penelitian mengenai analisis perilaku yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS PERILAKU WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DENGAN PREFERENSI RISIKO SEBAGAI VARIABEL MODERATING”
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis
mengidentifikasi masalah tersebut sebagai berikut : 1. Bagaimana sikap wajib pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi? 2. Bagaimana moral wajib pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi? 3. Bagaimana preferensi risiko wajib pajak dapat memoderasi hubungan antara sikap wajib pajak dengan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi? 4. Bagaimana preferensi risiko wajib pajak dapat memoderasi hubungan antara moral wajib pajak dengan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi?
11
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulis melakukan penelitian adalah : 1. Untuk menguji secara empiris pengaruh sikap wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi (WP OP) dalam membayar pajak. 2. Untuk menguji secara empiris pengaruh moral wajib pajak terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi (WP OP) dalam membayar pajak. 3. Untuk menguji secara empiris pengaruh preferensi risiko wajib pajak dapat memoderasi hubungan antara sikap wajib pajak dengan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi (WP OP) dalam membayar pajak. 4. Untuk menguji secara empiris pengaruh preferensi risiko wajib pajak dapat memoderasi hubungan antara moral wajib pajak dengan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi (WP OP) dalam membayar pajak.
1.4
Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian ini, penulis mengharapkan dapat memberikan
kegunaan sebagai berikut : 1. Kegunaan Akademis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di waktu yang akan datang. 2. Kegunaan Operasional
12
a. Bagi Peneliti, diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan mengenai praktek perpajakan di Indonesia dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. b. Bagi Pemerintah, diharapkan ini dapat memberikan umpan balik terhadap pemerintah mengenai perilaku yang dapat mempengaruhi kepatuhan perpajakan dalam hal penerapan self assessment system. Sehingga Penerimaan pendapatan Pemerintah dari pajak dapat meningkat seiring dengan meningkatnya kepatuhan wajib pajak dan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia. c. Bagi Pihak Lain, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam menyediakan informasi untuk mengkaji lebih banyak lagi masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memperoleh data langsung dari
para wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cimahi. Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai selesai.