1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Daerah, maka produk hukum tersebut memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan mekanisme, prosedur, bentuk dan pola-pola yang telah ada sebelumnya. Demikian pula dalam kewenangan bidang pendidikan telah terjadi pergeseran dalam pengelolaannya. Perubahan dari sentralistik ke desentralisasi pemerintahan terjadi pula dalam pengelolaan pendidikan, artinya hal ini telah membuat adanya pelimpahan wewenang dalam pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat ke daerah otonom, yang menempatkan kabupaten/kota sebagai sentra desentralisasi. Pergeseran kewenangan ini berkaitan erat dengan konsentrasi perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Dalam pengelolaan pendidikan di sekolah, ini berarti adanya pelimpahan wewenang kepada masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder pendidikan) untuk ikutserta bertanggungjawab dalam memajukan sekolah. Kondisi di atas menyebabkan munculnya gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management). Gagasan ini perlu dipahami secara bijak,
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2
karena hal ini merupakan sesuatu yang dianggap baru oleh semua lapisan di negeri ini, jauh berbeda dengan manajemen persekolahan sebelumnya yang sudah terbiasa digeluti dan dipahami semua orang. Dianggap penting untuk memahami Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) karena implementasi MBS ini tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik sekolah dan tatanan pengelolaan sekolah saja, akan tetapi akan membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orangtua dan masyarakat dalam menangani dan mengelola sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) merupakan suatu bentuk alternatif pengelolaan sekolah yang ditandai dengan partisipasi masyarakat dan profesionalisme yang tinggi yang dilaksanakan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional, sebagaimana dinyatakan oleh Tim Teknis BAPPENAS (1999 : 10), yaitu: “School-based Management” (SBM) merupakan suatu bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi yang luas di tingkat sekolah memungkinkan sekolah mengelola sumber daya yang tersedia sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat setempat. Selanjutnya dalam Pedoman Implementasi MBS Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat (2001 : 4) dinyatakan bahwa: Manajemen Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3
Kajian tentang MBS merupakan upaya pengembangan gagasan guna menyambut kebijakan pemerintah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang menempatkan sekolah sebagai suatu institusi pendidikan yang mandiri. Pemahaman tentang MBS diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan kepada para pengelola pendidikan dalam upaya memahami pembudayaan dan peningkatan mutu serta pengendalian sekolah. Manajemen Berbasis Sekolah disajikan melalui kacamata suatu model keterlibatan dan partisipasi local stakeholders dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja sekolah. Dan ternyata model MBS dapat membawa dampak terhadap peningkatan kualitas belajar mengajar (Pedoman Implementasi MBS Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, 2001). Hal tersebut disebabkan oleh adanya mekanisme yang lebih efektif, yaitu pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat, sekaligus memberikan dorongan semangat kerja baru sebagai motivasi berprestasi kepada kepala sekolah dalam melakukan tugasnya sebagai manajer sekolah. Bagi sekolah-sekolah di Indonesia, ide dan pemahaman tentang MBS pada saat ini merupakan moment yang sangat tepat sejalan dengan munculnya isuisu perubahan dan keinginan politik pemerintah untuk mengubah sistem dari sentralisasi ke arah desentralisasi. Penerapan desentralisasi dalam manajemen pendidikan menghadirkan sekolah sebagai suatu lembaga yang memiliki otoritas dan kewenangan yang tidak lagi tergantung pada kebijakan dan birokrasi sentralistik.
Oleh
karena
itu
untuk
mengantisipasi
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berlakunya
konsep
4
desentralisasi perlu dipahami strategi dan pengelolaan yang berazas kemandirian melalui MBS. Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan agar partisipasi masyarakat atau local stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi (high involvement model). Keterlibatan yang tinggi dari masyarakat dapat menjadi kerangka dasar bagi setiap unsur agar dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan kesempatan pendidikan, terutama bila unsur-unsur yang terlibat dapat memahami dan berkontribusi terhadap keberhasilan sekolah. Dengan adanya MBS akan dapat memberikan peluang kepada kepala sekolah untuk mengelola sekolah menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi dan rasa kepemilikan serta keterlibatan yang tinggi dalam membuat keputusan. Dengan demikian, MBS menawarkan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah namun tetap disertai seperangkat tanggung jawab yang harus dipikul, yaitu sikap accountability dengan intensitas yang tinggi dalam menjamin partisipasi sebagai unsur yang berkepentingan dengan sekolah. Salah satu isu terpenting dalam bidang pendidikan adalah program peningkatan mutu pendidikan. Program ini perlu segera direalisasikan mengingat keadaan sekarang yang menuntut tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu jalan untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui proses pendidikan yang mampu menyentuh makna dan hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5
Pendidikan Nasional, fungsi dan tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Kemudian Depdiknas (2001: 2 – 3) menetapkan visi dan misi pendidikan nasional yang harus dicapai, yaitu: 1. Visi Visi pendidikan nasional adalah terbentuknya sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia. 2. Misi Untuk mewujudkan visi pendidikan nasional, ditetapkan misi yang menjadi sasaran pembangunan pendidikan, yaitu : a. Mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin, bertanggung jawab, terampil serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif dan berdaya saing terhadap globalisasi. c. Meningkatkan pengalaman ajaran agama dalam kehidupan seharihari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan antarumat beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai. d. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6
Upaya untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan di atas, membutuhkan berbagai perangkat yang dapat menghantarkan terciptanya kualitas manusia Indonesia yang diharapkan. Salah satu perangkatnya adalah sekolah. Tuntutan akan jaminan mutu merupakan gejala yang wajar dan memang selayaknya, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan bagian dari akuntabilitas publik. Setiap komponen pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pendidikan, baik orang tua, masyarakat, dunia kerja maupun pemerintah, dalam peranan dan kapasitasnya masing-masing memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Dari sudut pandang para pembuat produk dan penyedia jasa (producer/service provider), mutu dipandang sebagai derajat pencapai spesifikasi rancangan yang telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pandang pemakai, mutu diukur dari kinerja produk, yaitu suatu kemampuan
produk untuk memuaskan kebutuhan para
pelanggan/pemakai. Dari sudut pandang yang lain, yaitu : “kelompok customer yang rasional, derajat mutu dilihat dari perbandingan kegunaan sebuah produk dengan harga yang harus dibayar oleh pemakai tersebut“ (Wiyono : 1998). Semua analisis tersebut pada akhirnya ditujukan untuk memenuhi kepuasaan customer. Di sinilah titik temu proses transaksional antara pembuat produk/penyedia jasa dan pemakainya, antara kelembagaan pendidikan/sekolah dengan stakeholder-nya. Mutu pendidikan merupakan salah satu isu yang sangat kompleks karena melibatkan berbagai komponen dan dimensi yang saling ketergantungan satu sama lain, mencakup konteks dan proses yang terus berkembang. Dalam konteks pendidikan di sekolah, secara umum dapat dinyatakan bahwa kunci mutu
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
7
pendidikan nasional terletak pada mutu sekolah, dan kunci mutu sekolah terletak pada mutu kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas. Mutu kegiatan belajar mengajar pada akhirnya diukur dari mutu hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti
dalam
meningkatkan
kuailtas
pendidikan.
Salah
satu
indikator
kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SMP dan SMK yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil. Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi inputoutput yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat. Diskusi
tersebut
memberikan
pemahaman
kepada
kita
bahwa
pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Di samping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator
evaluasi
keberhasilan
peningkatan
mutu
tersebut
(adanya
benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan.
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
9
Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing-masing, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan meningkatkan kemandirian kepada sekolah, untuk berperan secara aktif dan dinamis dalam proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat. Beranjak dari permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang ditujukan pada kegiatan evaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi. B. Identifikasi Masalah Desentralisasi pendidikan melahirkan berbagai perubahan kebijakan yang sangat mendasar dan salah satunya adalah sistem pengelolaan sekolah yang dikenal dengan manajemen berbasis sekolah. Sekolah berupaya memberikan
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
10
layanan pendidikan secara proporsional berlandaskan rasa keadilan, didukung kolaborasi yang kokoh dari semua stakeholder untuk memberdayakan potensipotensi lokal secara optimal, dalam rangka menampilkan program unggulan di sekolahnya. Apabila infrastruktur desentralisasi sudah disiapkan, serta potensi sumber daya sudah dimanfaatkan secara optimal, maka pada gilirannya nanti dapat mendorong terwujudnya satuan pendidikan yang mandiri, profesional, dan kompetitif. Berdasarkan fakta di lapangan tersebut maka dapat dikatakan bahwa kebijakan implementasi model manajemen berbasis sekolah sebagai bentuk reformasi pengelolaan sekolah belum bisa dijalankan sebagaimana mestinya. Hal tersebut bisa disebabkan berbagai faktor, salah satunya yakni model sentralistik yang selama ini diterapkan telah begitu membekas pada pola perilaku kepemimpinan dan manajerial kepala sekolah serta perilaku masyarakat sekitar sekolah. Kepemimpinan dan manajemen yang kaku dan tidak siap terhadap perubahan diindikasikan menjadi faktor penyebab yang menghambat efektifitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Akuntabilitas sekolah yang masih belum
maksimal/meningkat
sehingga
belum
mampu
menarik
kepercayaan/partisipasi masyarakat dalam manajemen sekolah. Peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan masih lamban dalam peningkatannya sehingga terdapat kesenjangan dengan tuntutan penyelenggaraan konsep manajemen berbasis sekolah. Hal tersebut menunjukkan perlunya suatu upaya pengoptimalan dan peningkatan kualitas manajerial sekolah dalam mewujudkan efektivitas implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
11
Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah merupakan pusat penggerak organisasi, yang dituntut mampu mengarahkan seluruh sumber daya yang tersedia agar dapat mewujudkan tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan kualitas profesional guru banyak ditentukan oleh pelaksanaan tugas kepala sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana serta prasarana. Betapapun sempurnanya atau baiknya kurikulum, tersedianya fasilitas pengajaran yang memadai, tetapi jika kepala sekolah tidak mampu mengelola dengan baik, maka keberhasilan peningkatan mutu pendidikan pada level sekolah akan sulit untuk terwujud. Upaya untuk menjalankan fungsinya secara maksimal, tentunya kepala sekolah harus memiliki keterampilan manajerial yang memadai, sehingga potensi yang dimiliki sekolah dapat diberdayakan ke arah efektivitas implementasi MBS. Upaya untuk mengetahui sejauhmana kemampuan SMK Negeri I Cimahi dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah dan mengelola mutu di sekolah perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Sebab dengan evaluasi yang benar, mutu kinerja lembaga/progam-program beserta hasil-hasilnya dapat ditetapkan, diketahui atau dipahami. Evaluasi mutu harus merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dan penting dalam sistem manajemen atau pengendalian mutu di sekolah.
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
12
C. Pembatasan Masalah Masalahnya sejauhmana sekolah SMK Negeri 1 Cimahi mampu mempersiapkan
infrastruktur
dalam
menghadapi
konteks
desentralisasi
pendidikan, serta apakah sekama ini sudah optimal pemanfaatan potensi sumber daya sekolah yang pada gilirannya nanti dapat diketahui kapasitas kemampuannya dalam mewujudkan satuan pendidikan yang mandiri, profesional, dan kompetitif. Apakah SMK Negeri 1 Cimahi sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, sudah mampu secara dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan
peningkatan
kualitas/mutu
pendidikan.
Secara
empirik
pelaksanaan implementasi manajemen berbasis sekolah pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Kota Cimahi berdasarkan kajian Dinas Pendidikan Kota Cimahi menunjukkan kenyataan yang belum optimal, hal tersebut diindikasikan karena salah satunya adalah masih lemahnya manajemen sekolah yang berbasis kemandirian. Uraian tersebut memposisikan pokok permasalahan yang ditetapkan dalam penelitian, yaitu evaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri I Cimahi. D. Rumusan Masalah Upaya untuk membatasi masalah agar tidak terlampau luas ruang lingkupnya, maka dari masalah yang telah diidentifikasi dan dibatasi di atas, kemudian dijabarkan lagi ke dalam rumusan masalah sebagai berikut:
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
13
1. Bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah di SMK Negeri 1 Cimahi ? 2. Bagaimana mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi ? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi ? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang: 1. Implementasi manajemen berbasis sekolah di SMK Negeri 1 Cimahi. 2. Mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat dirasakan dari penelitian ini yaitu: 1. Segi Teoritis Dilihat dari aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya beberapa konsep/teori yang sudah ada dan berusaha menemukan konsep dan metode yang efektif untuk memperkecil kesenjangan yang terjadi antara implementasi manajemen berbasis sekolah dengan peningkatan mutu pendidikan yang terjadi di lapangan. 2. Segi Praktis Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini secara praktis diantaranya sebagai berikut :
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
14
a. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk melakukan perbaikan terhadap implementasi manajemen berbasis sekolah dan mutu pendidikan. b. Bagi Dinas Pendidikan Kota Cimahi, hasil penelitian dapat dijadikan informasi dan masukan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah dan mutu pendidikan. G. Anggapan Dasar 1. Salah satu program dalam desentralisasi pendidikan adalah implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sebagai alternatif dalam pengelolaan sekolah (Nanang Fattah, 2000). 2. Manajemen Berbasis Sekolah dilaksanakan dengan memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dalam mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung seluruh warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Tim Pokja School Based Management Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, 2000). 3. Dalam implementasi MBS tidak luput dari konflik yang menuntut tindak pemecahan secara cepat dan tepat agar implementasi MBS dapat berjalan efektif (Tim Penyusun Modul Manajemen Berbasis Sekolah Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, 2002). 4. Sekolah sebagai organisasi pelayanan pendidikan dalam mencapai tujuannya, tidak terlepas dari konfrontasi internal. Hal itu dilandasi oleh idealisme dan perspektif
individu
serta
profesionalisme.
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Konfrontasi
yang
terjadi
15
sesungguhnya adalah bertolak dari ciri perilaku ahli, semangat dan loyalitas pelayanan profesi untuk mencapai kualitas (Sutrisno dan Koswana dalam Fattah, 2000). 5. Mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui pengoptimalan
strategi
pengelolaan. H. Definisi Operasional 1. Evaluasi Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu proses sistematis
dalam
mengumpulkan,
menganalisis,
dan
menginterpretasikan
informasi untuk mengetahui implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi. 2. Manajemen Berbasis Sekolah Para ahli banyak yang mengemukakan tentang pengertian Manjemen Berbasis Sekolah, salah satunya adalah Tim Teknis BAPPENAS (1999 : 10), yaitu: “School-based Management” (SBM) merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Sejalan dengan pendapat tersebut, dalam penelitian ini diartikan Manajemen Berbasis Sekolah sebagai suatu bentuk alternatif pengelolaan sekolah yang lebih menekankan pada kemandirian sekolah dalam mendayagunakan segenap sumber daya yang dimiliki sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, peningkatan peranserta masyarakat dan pemanfaatan sumber-sumber daya pendidikan yang ada di masyarakat. Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
16
3. Mutu Pendidikan Mutu pendidikan diartikan sebagai suatu nilai yang ditunjukkan sekolah setelah mengimplementasikan MBS dalam mencapai tujuan pendidikan, yang ditunjukkan
dari
aspek
kemandirian,
profesionalisme,
akuntabilitas,
pemberdayaan / partisipasi, dan transparansi. I. Paradigma Penelitian Penelitian adalah terjemahan dari kata research, yang artinya mencari kembali. Secara lebih luas, penelitian dapat diartikan sebagai metode studi yang dilakukan oleh seseorang untuk menyelidiki secara hati-hati dan sempurna terhadap sesuatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga hal utama, yaitu menemukan, membuktikan dan mengembangkan pengetahuan tertentu. Dengan demikian, maka implikasi dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Gambar di bawah ini adalah landasan berfikir peneliti dalam melakukan penelitian sebagai upaya dalam menemukan pemecahan masalah. Implementasi MBS sebagai salah satu implikasi dari desentralisasi pendidikan, menuntut pihak sekolah harus mampu menetapkan visi, misi, tujuan, strategi dan program pendidikan sehingga mampu mewujudkan mutu pendidikan yang memiliki nilai efektivitas dan efesiensi serta produktivitas yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan pihak sekolah harus mampu menganalisis seluruh potensi yang dimiliki/ada dapat mempengaruhi penerapan MBS, baik mencakup aspek internal maupun eksternal sehingga dapat menghasilkan suatu penetapan strategi
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
17
pengembangan sumber daya pendidikan. Realisasi dari strategi yang ditetapkan diwujudkan melalui rangkaian program yang direncanakan dan selanjutnya dapat dilaksanakan secara optimal. Desentralisasi Pendidikan
Visi dan Misi Sekolah
Analisis Internal
Analisis Eksternal
Strategi Manajemen Berbasis Sekolah
Kurikulum dan Program Pembelajaran
Tenaga Kependidikan
Kesiswaan
Keuangan
Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengelolaan Humas
Pelayanan Khusus
Mutu Pendidikan
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian Kesejalanan strategi sekolah dengan aplikasi manajemen merupakan kunci keberhasilan dalam merealisasikan implementasi manajemen berbasis sekolah. Komitmen sekolah dalam mengoptimalkan manajemen merupakan tuntutan mutlak guna terwujudnya mutu layanan pendidikan yang berkualitas.
Usman Effendi, 2009 Evaluasi implementasi Manajemen .... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu