BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memasuki era otonomi daerah dengan diterapkannya Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 (kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004) tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Mustikarini, 2012). Penerapan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang berdasarkan atas azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi yaitu penyerahan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Puspitasari, 2012). Dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah di era otonomi daerah yaitu terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perlu ditetapkan standar atau acuan kapan suatu daerah dikatakan mandiri, efektif dan efisien, dan akuntabel. Untuk itu diperlukan suatu pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai tolak ukur dalam penetapan kebijakan keuangan pada tahun anggaran selanjutnya. Sistem
1
2
pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial maupun non finansial (Ihyaul, 2012). Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran disektor publik maka mereka harus mendapat dukungan sumbersumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah (Halim, 2009). Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun terus meningkat, hal ini dapat dilihat dari target dan realisasi Pendapatan Daerah tahun 2008 sampai dengan 2012 . Tabel 1.1 Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2008-2012
3
Tabel 1.2 Anggaran Belanja Modal dan Realisasi Belanja Modal Pemerintah Provinsi JawaBarat
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012 Adapun fenomena khusus yang terjadi di Pemerintah Povinsi JawaBarat dapat dilihat dari tabel diatas dapat dilihat bahwa anggaran belanja modal dengan realisasi belanja modal dari tahun 2002-2012 tidak sama jumlahnya. Dimana jumlah realisasinya lebih kecil apabila dibandingkan dengan anggarannya. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2005 menyebutkan bahwa laporan realisasi anggaran menyediakan informasi yang berguna dalam memperediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif. Laporan realisasi anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan
4
dan penggunaan sumber daya ekonomi, yaitu telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD). Dapat dilihat bahwa realisasi harus sesuai dengan anggarannya, sedangkan dari tabel diatas antara anggaran dengan realisasi tidak sama (Hardiyansyah, 2013). Tabel 1.3 Anggaran Dana Alokasi Umum dan Realisasi Dana Alokasi Umum Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Dana Alokasi Umum dari tahun ke tahun meningkat. Dan Dana Alokasi Umum yang melebihi dari Anggaran yaitu pada tahun 2008, 2009 . Dimana PP No. 24 Tahun 2005 menyebutkan bahwa laporan realisasi anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi, yaitu telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (Hardiyansyah, 2013).
5
Menurut Halim (2009), Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah berbeda-beda. Daerah yang memiliki kemajuan dibidang industri dan memiliki kekayaan alam yang melimpah cenderung memiliki PAD jauh lebih besar dibanding daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu terjadi ketimpangan Pendapatan Asli Daerah. Disatu sisi ada daerah yang sangat kaya karena memiliki PAD yang tinggi dan disisi lain ada daerah yang tertinggal karena memiliki PAD yang rendah. Permasalahan yang dihadapi daerah pada umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari PAD masih belum memberikan konstribusi signifikan terhadap penerimaan
daerah
secara
keseluruhan.
Kemampuan
perencanaan
dan
pengawasan keuangan yang lemah. Hal tersebut dapat mengakibatkan kebocorankebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Peranan
Pendapatan
Asli
Daerah
dalam
membiayai
kebutuhan
pengeluaran daerah sangat kecil dan bervariasi antar daerah, yaitu kurang dari 10% hingga 50%. Sebagian besar wilayah Provinsi dapat membiayai kebutuhan pengeluaran kurang dari 10%. Distribusi pajak antar daerah sangat timpang karena basis pajak antar daerah sangat bervariasi. Peranan pajak dan retribusi daerah dalam pembiayaan yang sangat rendah dan bervariasi terjadi hal ini terjadi karena adanya perbedaan yang sangat besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis dan kemampuan masyarakat, sehingga dapat mengakibatkan biaya penyediaan pelayanan kepada masyarakat sangat bervariasi (Halim, 2009).
6
Tabel 1.4 Anggaran Pendapatan Asli Daerah dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Sumber : Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2012 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah dari tahun ke tahun meningkat. Dan Pendapatan Asli Daerah yang melebihi dari Anggaran yaitu pada tahun 2010. Dimana PP No. 24 Tahun 2005 menyebutkan bahwa laporan realisasi anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi, yaitu telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), sedangkan dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 2002-2012 antara anggaran dan realisasi jumlahnya tidak sama. Dengan mempertimbangkan kecenderungan pencapaian pendapatan daerah, kondisi ekonomi makro secara nasional dan regional, serta kapasitas
7
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penghasil Provinsi Jawa Barat, maka diperkirakan penerimaan pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat rata-rata secara keseluruhan mengalami pertumbuhan sekitar 10%
(Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013 – 2018).
Gambar 1.1 Proyeksi Pendapatan Daerah Gambar 1.1 Proyeksi Pendapatan Daerah Di Indonesia, penelitian mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah telah dilakukan oleh Hamzah (2009) yang meneliti mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah di Jawa Timur. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja keuangan berpengaruh positif terhadap penganguran dan kemiskinan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pengukuran kinerja pemerintah daerah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan belanja pembangunan (Fitriyanti dan Pratolo, 2009). Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah adalah karakteristik pemerintah daerah. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan Halim (2002) menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah
8
(Pemda) Kabupaten/Kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di luar Jawa-Bali. Penelitian yang dilakukan Suhardjanto et al. (2010) menggunakan struktur organisasi dan lingkungan eksternal dalam menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dimana struktur organisasi diproksikan dengan size daerah, wealth, functional differentiation, age, dan latar belakang pendidikan kepala daerah, sedangkan lingkungan eksternal diproksikan dengan municipality debt financing dan intergovernmental revenue. Setelah laporan keuangan pemerintah daerah telah selesai disusun dan siap untuk diterbitkan kepada publik, maka diperlukan pelaksanaan sebuah audit guna menilai tingkat kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah tersebut yang dikerjakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Audit pada entitas publik berbeda dengan audit pada entitas swasta karena pada entitas publik, dalam hal ini pemerintah daerah yang bersifat nirlaba, audit yang dilakukan berkaitan dengan pengelolaan kekayaan milik negara. Jenis pemeriksaan audit BPK terdiri dari: audit keuangan, audit kinerja, dan audit investigatif (Bastian, 2006). Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Jawa Barat Tahun 2012, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat mendapat opini1 wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk APBD 2012. Ada beberapa catatan yang diberikan BPK, serta terdapat 231 temuan BPK menurut Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat, hampir semua catatan sudah diselesaikan. Dari 231 temuan, 99 persen lebih
9
sudah diselesaikan dan dilaporkan kembali kepada BPK. Dua catatan yang sampai saat ini masih sulit diselesaikan Pemprov menurut Wagub. Pertama, temuan terkait Bantuan Operasional Sekolah (BOS)2 dan kedua, catatan tentang aset pemprov. permasalahan dana BOS disebabkan oleh beberapa sekolah yang tidak mau menerima dana BOS, sementara uangnya sudah masuk/aturannya. Ketika sekolah tidak mau menerima dana itu harus kembali ke kas negara (Pikiran Rakyat, Rabu 17 Juli 2013). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 (UU No. 15/2004) tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menjelaskan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Lebih lanjut, UU No. 15/2004 pasal 4 ayat 2 menyebutkan bahwa pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan atas hasil pemeriksaan keuangan tersebut akan memuat opini atas laporan keuangan suatu Pemda. Dalam penjelasan UU No. 15/2004 pasal 1 disebutkan bahwa opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), opini Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP).
10
Berdasarkan UU No. 15/2004, hasil pemeriksaan BPK selain dari opini audit juga dapat berupa temuan audit. Hasil pemeriksaan BPK atas temuan audit dibagi menjadi dua yaitu temuan audit atas sistem pengendalian intern dan temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan. Temuan audit atas pengendalian intern ada tiga kelompok temuan yaitu kelemahan sistem pengendalian
akuntansi
dan
pelaporan,
kelemahan
sistem
pengendalian
pelaksanaan APBD dan kelemahan struktur pengendalian intern, sedangkan temuan audit atas ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan terdapat lima klasifikasi temuan yaitu temuan indikasi kerugian negara, temuan kekurangan penerimaan, temuan administrasi, temuan ketidakhematan dan efisiensi, dan temuan efektivitas. Sampai saat ini penelitian di Indonesia yang dilakukan dengan objek penelitian sebagian besar Pemda hanya berdasarkan pada laporan keuangan (Sumarjo, 2010; Rusydi, 2010 dan Cahya, 2010), sedangkan untuk penelitian yang menggunakan variabel opini audit dan temuan audit masih jarang dilakukan. Penelitian terkait opini terhadap Pemda belum banyak dilakukan di Indonesia dan kebanyakan hanya bersifat deskriptif. Sari et al. (2010) mereviu laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan kabupaten/kota yang memperoleh opini wajar dengan pengecualian tahun 2006 – 2008, sedangkan Budiartha (2008) melakukuan analisis penelusuran opini auditor independen atas LKPD pemerintah provinsi Bali tahun 2004 - 2005. Penelitian yang bersifat empiris mengenai opini terhadap kinerja perusahaan dilakukan oleh Meiden (2008) yang menemukan bahwa opini auditor berpengaruh
11
terhadap kinerja perusahaan. Selain itu Li et al. (2009) juga membuktikan bahwa opini dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan yang dilihat dari return perusahaan (ROE). Penelitian terhadap temuan audit yang dilakukan oleh Mustikarini (2012) menemukan bahwa ukuran Pemda, tingkat kekayaan, ketergantungan pemerintah pusat berpengaruh positif, sedangkan belanja daerah dan temuan audit berpengaruh negatif terhadap kinerja Pemda. Zaelani (2010) juga melakukan penelitian terhadap temuan audit atas sistem pengendalian intern pemerintah tahun 2008. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa banyak terdapat kelemahan yang ditemukan di setiap pemerintah daerah. Umumnya, kelemahan pada sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan di lembaga pemerintahan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Hasil Pemeriksaan Audit BPK Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota Se-Jawa Barat”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan masalah skripsi
ini sebagai berikut : 1. Apakah karakteristik pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah ? 2. Apakah hasil pemeriksaan audit BPK keuangan pemerintah daerah ?
berpengaruh terhadap kinerja
12
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk membuktikan bahwa karakterististik suatu pemerintah daerah (Pemda) dan hasil pemeriksaan audit BPK
memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan
Pemda kabupaten/kota Se-Jawa Barat Tahun Anggaran 2008-2012. 1.4
Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis, sebagai pembelajaran awal dalam melakukan penelitian, juga menambah pengetahuan dan pemahaman tentang kinerja keuangan pemerintah dalam hal ini sesuai dengan mata kuliah Akuntansi Sektor Publik yang ditempuh serta hubungan antara karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah dan sebagai salah satu syarat dalam
menempuh ujian Sarjana Ekonomi pada program studi
Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2. Pemerintah pusat, penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia terutama dalam hal penyelenggaraan kinerjanya. Dengan demikian dapat menjadi bahan evaluasi terhadap kebijakan yang diambil. 3. Pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan mengenai penyelenggaraan pemerintah daerah agar dapat meningkatkan kinerjanya.
13
4. Masyarakat, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kinerja pemerintah daerah sehingga dapat digunakan sebagai alat pengawasan mengenai kinerja pemerintah daerah. 5. Akademis, penelitian ini bisa menjadi literatur dan bahan untuk pengembangan penelitian berikutnya tentang kinerja Pemda. 1.5
Waktu dan Tempat Penelitian Untuk memperoleh gambaran yang jelas, peneliti mengambil rentang
waktu lima bulan yaitu dari bulan April 2014 sampai dengan Agustus 2014 untuk mengadakan penelitian. Dalam rentang waktu lima bulan tersebut peneliti melakukan pengambilan data secara sekunder yang dipandu oleh peneliti untuk mendapatkan data yang relevan. Pengambilan data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat yang terletak di Jl. PHH Mustapa No. 43 , Bandung 40124.