BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564). Ikut sertanya Indonesia sebagai anggota WTO mengakibatkan Indonesia harus membentuk dan menyempurnakan hukum nasionalnya serta terikat dengan ketentuan-ketentuan Hak Atas Kepemilikan Intelektual yang diatur dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Salah satu lampiran dari persetujuan GATT tersebut adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).1 TRIPs memuat norma-norma dan standar perlindungan bagi hak kekayaan intelektual. Di samping itu, TRIPs juga mengatur pelaksanaan penegakan hukum yang lebih ketat di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, cipta manusia karena lahir dari kemampuan intelektualitas manusia dan merupakan hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir 1
Ranti Fauza Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Grasindo, Cetakan Pertama, Jakarta, hlm 1-2.
1
2
manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga memiliki nilai ekonomi. Esensi terpenting dari setiap bagian HKI adalah adanya suatu ciptaan tertentu. 2 Salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi adalah desain industri. Desain industri adalah bentuk karya seseorang hasil curahan kemampuan intelektualnya, yang terwujud tidak hanya dalam wujud nyata suatu benda, namun juga memiliki nilai manfaat bagi kehidupan manusia.3 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang dimaksud dengan desain industri adalah: Suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Penciptaan suatu desain memerlukan tenaga, pikiran, waktu bahkan biaya yang tidak sedikit sehingga perlu upaya perlindungan hukum agar desain tersebut tidak ditiru atau dijiplak oleh pihak lain. Desain sebagai bagian dari asset perusahaan, haruslah diupayakan mendapat perlindungan hukum yang cukup karena desain sangat menentukan keunggulan dalam bersaing suatu produk perusahaan dengan produk lain yang sejenis. Sebagai salah satu bagian dari HKI, desain industri juga mempunyai sifat eksklusif seperti HKI lainnya. Adanya hak ekslusif tersebut, pendesain atau 2 3
Agus Budi Riswandi dan Siti Sumartiah, 2006, Masalah-masalah HAKI Kontemporer, Gita Nagari, Cetakan Ke-I, Yogyakarta, hlm. 3. Muhammad Djumhana, 2008, Aspek-aspek Hukum Desain Industri di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Cetakan I, Bandung, hlm. 1.
3
pemegang hak desain industri dapat mempertahankan haknya kepada siapapun juga yang berupaya menyalahgunakan dan pendesain mempunyai hak yang seluas-luasnya untuk menggunakan hak tersebut untuk kepentingan pribadi atau perusahaannya asal tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan. Salah satu fungsi utama diberikannya hak eksklusif tersebut adalah untuk membina dan menyegarkan sistem perdagangan bebas yang bersih serta persaingan yang jujur dan sehat sehingga kepentingan masyarakat luas (konsumen) dapat dilindungi dari perbuatan curang yang dilakukan oleh pihak yang beritikad buruk.4 Realitas yang ada bahwa sebagian besar desain industri yang telah dipasarkan selama ini tidak dimintakan pendaftarannya. Tradisi di Indonesia pada awalnya kurang begitu mengenal perangkat hukum yang mengatur perlindungan hak milik perindustrian. Hal demikian disebabkan karena akar hukum Indonesia yang bersifat komunal, kegotongroyongan, tidak begitu mengenal perlindungan hak milik perindustrian yang mengedepankan sifat individual. Hal ini dapat terlihat dari pandangan pendesain yang tidak begitu memperdulikan apabila karyanya kemudian ditiru banyak orang untuk mengambil keuntungan sendiri.5 Persyaratan utama agar desain industri mendapatkan perlindungan hukum adalah melalui pendaftaran dan desain yang didaftarkan tersebut harus terdapat unsur kebaruan/novelty. Unsur kebaruan menjadi syarat mutlak 4
Ranti Fauza Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Grasindo, Cetakan Pertama, Jakarta, hlm. 4. 5 Raditya Permana, 2002, Perlindungan Hukum Desain Industri Batik Banyumasan, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 2.
4
sehingga apabila suatu desain yang hendak didaftarkan mempunyai kesamaan dengan desain yang sudah ada maka desain tersebut tidak dapat didaftarkan. Pada saat ini di Daerah Istimewa Yogyakarta banyak sekali terdapat pengusaha-pengusaha yang berkelas kecil dan menengah akan tetapi menghasilkan produk yang bernilai jual tinggi baik di tingkat nasional maupun internasional. Diantaranya adalah usaha batik, usaha kerajinan perak ataupun gerabah dan keramik yang banyak diminati oleh wisatawan baik domestik maupun asing. Kerajinan yang dibuat tersebut untuk menarik minat para wisatawan agar membeli barang tersebut tentu saja harus mempunyai perbedaan dengan produk yang telah ada. Nilai jual yang dapat diberikan kepada pembeli diantaranya adalah menawarkan desain yang berbeda dari produk yang sudah ada sebelumnya dan tidak beredar di masyarakat secara luas. Desain tersebut dibuat dengan karya yang baru dan berbeda sehingga mengandung unsur yang baru dan diharapkan dapat menarik minat pembeli untuk membeli produk tersebut. Para pengusaha yang berskala industri kecil di wilayah DIY banyak yang belum mendaftarkan desain-desain karya produknya yang mempunyai perbedaan dengan produk yang lain. Hal tersebut dikarenakan pengusaha kecil banyak yang belum paham mengenai pentingnya pendaftaran desain yang telah dibuat. Selain itu juga pengusaha kecil menganggap bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk pendaftaran desain tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang lama.
5
Masyarakat pengusaha kecil di wilayah DIY juga kurang mendapatkan pemberdayaan
usaha,
padahal
dengan
adanya
pemberdayaan
dapat
meningkatkan pengetahuan para pengusaha kecil tentang Hak Kekayaan Intelektual dan pentingnya pendaftaran desain industri bagi perlindungan karyanya serta untuk meningkatkan kesejahteraan ekonominya. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari pemberdayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang tertuang dalam Pasal 5 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Tujuan dari adanya pemberdayaan bagi usaha mikro, kecil dan menengah adalah: 1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan 2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha mikro, kecil dan menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri 3. Meningkatkan peran usaha mikro, kecil dan menengah dalam pembangunan
daerah,
penciptaan
lapangan
kerja,
pemerataan
pendapatan Peranan dari adanya pendaftaran desain industri bagi pelaku usaha kecil sangat penting sekali, mengingat para pelaku usaha kecil ini juga mempunyai potensi menghasilkan karya-karya baru yang mempunyai nilai jual tinggi di masyarakat. Perlindungan hukum terhadap desain industri penting adanya untuk suatu negara yang sedang membangun, membina dan mengembangkan industrinya seperti Indonesia, di antaranya untuk merangsang aktivitas yang kreatif dari pihak pendesain untuk terus-menerus menciptakan desain baru
6
secara estetis. Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi desain industri merupakan produk intelektual manusia, produk peradaban manusia.6 Akan tetapi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat pelaku usaha yang masih rendah maka pelaku usaha kecil tersebut tidak mendaftarkan desain industrinya. Berdasarkan studi pendahuluan penulis di wilayah kerajinan gerabah Kasongan, untuk pengusaha yang berskala industri besar dan mempunyai pangsa pasar ekspor ke luar negeri ada yang sudah mendaftarkan desain karyanya ke Direktorat Hak Kekayaan Intelektual. Akan tetapi bagi pengusaha kecil yang masih berskala rumahan belum banyak yang mendaftarkan desain karyanya walaupun disadari juga oleh para pengusaha tersebut bahwa mereka juga menciptakan desain karya yang menjadi unggulan dan berbeda dari produk yang telah dihasilkan sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan dana untuk mendaftarkan hasil karyanya dan masih kurangnya peran aktif dari pemerintah daerah untuk mendorong masyarakat untuk melindungi hasil desain karyanya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peranan pendaftaran desain industri terhadap perlindungan hukum bagi pelaku industri gerabah di Kasongan Daerah Istimewa Yogyakarta.
6
O.K Saidin, 2004, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 476.
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan pendaftaran desain industri terhadap perlindungan hukum bagi pelaku industri gerabah di Kasongan Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Faktor pendukung dan penghambat apa saja yang ditemui dalam memberikan perlindungan hukum bagi pelaku industri gerabah di Kasongan Daerah Istimewa Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis peranan pendaftaran desain industri terhadap perlindungan hukum bagi pelaku industri gerabah di Kasongan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang ditemui dalam memberikan perlindungan hukum bagi pelaku industri gerabah di Kasongan Daerah Istimewa Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1. Manfaat Akademis Manfaat akademis dalam penelitian ini adalah untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang hukum khususnya mengenai desain industri. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian ini dapat sebagai acuan untuk memberikan penyuluhan kepada pelaku industri kecil mengenai pentingnya pendaftaran desain industri. b. Bagi pelaku industri gerabah di Kasongan Daerah Istimewa Yogyakarta
diharapkan penelitian ini dapat untuk menambah
informasi mengenai pentingnya pendaftaran desain industri.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan beberapa penelitian yang hampir serupa dengan penelitian yang telah penulis lakukan: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Raditya Permana pada tahun 2002 dengan judul “Perlindungan Hukum Desain Industri Batik Banyumasan”.7 Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum desain industri pada perajin batik Banyumasan baru pada tahap sosialisasi dan perencanaan pelatihan Disperindagkop Kabupaten Banyumas yang bekerjasama dengan Ditjen HAKI dan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas. Sifat masyarakat Banyumas yang komunal dan menganggap 7
Raditya Permana, op.cit.
9
bahwa suatu desain adalah milik bersama, sehingga sangat menyulitkan untuk memenuhi syarat pendaftaran desain industri yaitu suatu desain yang dihasilkan harus mengandung unsur kebaruan atau novelty. Sikap perajin batik Banyumasan yang apatis terhadap aparat pemerintah yang bertanggung jawab pada masalah HAKI menjadi masalah yang cukup berat untuk diselesaikan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Susiana pada tahun 2012 dengan judul “Pembatalan Desain Industri karena Alasan Mempunyai Persamaan Pada Pokoknya”.8 Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan analis data yang dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
faktor-faktor
yang
menyebabkan
terjadinya
pembatalan desain industri yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan substantif terhadap pendaftaran desain industri, tidak dipenuhinya unsur kebaruan dalam suatu desain industri dan tidak adanya penjelasan persamaan pada pokoknya dalam UU Nomor 31Tahun 2000. Dengan tidak adanya pemeriksaan substantif mengakibatkan setiap permohonan desain industri harus dikabulkan dan langsung diberikan sertifikat desain industri. Apabila pemeriksaan substantif tidak dilakukan maka apabila terdapat 2 (dua) desain industri yang memiliki kemiripan ataupun sama, dan 2 (dua) desain industri tersebut tidak diajukan keberatan, maka kedua desain industri tersebut berhak mendapatkan sertifikat desain industri. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya sengketa desain industri dan 8
Dewi Susiana, 2012, Pembatalan Desain Industri karena Alasan Mempunyai Persamaan Pada Pokoknya, Tesis, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
10
harus diajukan pembatalan desain industri. Undang-Undang Desain Industri hanya mengenal asas kebaruan (novelty) sesuai ketentuan dalam Pasal 2, yakni pada saat desain industri didaftarkan, tidak ada pengungkapan atau publikasi sebelumnya baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Persamaan penelitian yang telah dilakukan tersebut di atas dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah sama-sama merupakan penelitian yuridis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif dan sama-sama mengambil tema penelitian mengenai desain industri. Perbedaan penelitian yang telah dilakukan tersebut di atas dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah pada penelitian yang penulis lakukan penulis menekankan pada fungsi atau peran dari pendaftaran desain industri bagi perkembangan industri gerabah di Kasongan DIY.