BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat Indonesia merupakan suatu cita-cita dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila dapat menyelesaikan masalah-masalah sosial dan ekonomi masyarakatnya, termasuk salah satunya adalah kemiskinan. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 alinea keempat, mengamanatkan bahwa tugas pokok Pemerintah Republik Indonesia adalah “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Maka dari itu, dalam mewujudkan pokok kaidah negara yang fundamental tersebut, pemerintah menetapkan penurunan tingkat kemiskinan sebagai salah satu indikator berhasilnya suatu pembangunan. Substansi kemiskinan adalah kondisi deprevasi terhadap sumber-sumber pemenuh kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan, papan, dan pendidikan dasar (Sudibyo, 1995:11). Dalam syariat Islam, ukuran kemiskinan adalah kurang lebih satu hisaf zakat. Apabila seseorang berada dibawah ukuran satu hisaf zakat, maka seseoang tersebut sulit memenuhi kebutuhan dasar. Maka, masalah kemiskinan adalah masalah pemenuhan kebutuhan dasar. Todaro dan Smith (2012:203) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu inti permasalahan dari pembangunan. Kemiskinan merupakan masalah
1
serius yang lama mengendap di masyarakat Indonesia. Tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi, kemiskinan juga dapat dilihat dari aspek sosial baik dari segi penyebab dan dampak yang ditimbulkannya. Kemiskinan dapat menjadi faktor utama dalam timbulnya masalah-masalah sosial lainnya seperti kebodohan, pengangguran, perselisihan, kurangnya higienitas, kematian ibu dan anak, putus sekolah, bahkan dapat meningkatkan angka kriminalitas. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya akses masyarakat miskin terhadap fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, baik fasilitas pendidikan, ekonomi, maupun kesehatan. Kompleksitas permasalahan kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan, pendidikan, akses tehadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja karena merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Nasir, dkk, 2008: 27). Kuncoro (2009:43-44) menjelaskan bahwa kemiskinan merupakan suatu dinamika eksklusi sosial-ekonomi yang digambarkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang tidak disertai oleh kemerataan. Hal ini menunjukkan kita bahwa kemiskinan akan tetap selalu ada meskipun disertai oleh pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat direpresentasikan oleh nilai pendapatan per kapita yang merupakan cerminan dari distribusi pendapatan suatu negara atau daerah terhadap jumlah penduduk suatu negara atau daerah tersebut. Seperti yang telah kita ketahui, pertumbuhan ekonomi direpresentasikan oleh produk domestik bruto
2
(PDB). PDB sering dianggap sebagai ukuran terbaik untuk menjelaskan kinerja perekonomian di suatu negara (Mankiw, 2006:17), dan merupakan representatif pendapatan nasional perekonomian suatu negara. Namun, untuk menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah di Indonesia kita menggunakan satuan produk domestik regional bruto (PDRB). Kemudian, untuk menjelaskan pendapatan per kapita suatu regional kita dapat menggunakan indikator PDRB per kapita. Kemiskinan dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Todaro dan Smith (2012:377) mengatakan bahwa seseorang akan mengusahakan untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi dengan harapan ia akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik pada sektor modern di masa yang akan datang. Dengan pekerjaan yang lebih baik, diharapkan kondisi perekonomian seseorang atau suatu keluarga menjadi lebih baik pula. Secara makro, dengan kebijakan pemerintah untuk memperbaiki kualitas sistem pendidikan kita diharapkan di masa depan perekonomian Indonesia juga dapat bergerak ke arah yang lebih baik sehingga problematika kemiskinan dapat teratasi. Keterkaitan antara kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan. Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa (Suryawati, 2005).
3
Dari aspek kesehatan, keterkaitanya dengan kemiskinan cukup erat. Todaro dan Smith (2012:403) mengatakan bahwa kesehatan dasar merupakan cara yang efektif untuk mencapai tujuan pengurangan kemiskinan sekaligus memberi efek positif terhadap standar kesehatan nasional. Kesehatan merupakan aspek vital dalam keberlangsungan hidup umat manusia. Menurut World Health Organization (2003:20) orang miskin memiliki tingkat kesehatan yang buruk dan tidak jarang meninggal dalam usia produktif. Bagi orang miskin, kesehatan merupakan aset ekonomi yang sangat penting karena keberlangsungan hidup mereka bergantung pada hal tersebut. Ketika orang miskin jatuh sakit atau mengalami cidera yang memaksakan mereka berhenti beraktifitas ekonomi, rumah tangga mereka akan kehilangan sumber pendapatan dan juga akan menghadapi biaya perawatan yang mahal. Bagi orang miskin, mereka memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap jatuhnya perekonomian rumah tangga mereka karena efek yang ditimbulkan akibat dari hilangnya sumber pendapatan rumah tangga dapat menyebabkan hal-hal yang tidak menguntungkan bagi mereka, seperti terpaksa menjual aset-aset mereka untuk bertahan hidup. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya akses mereka terhadap fasilitas-fasilitas penunjang kesehatan dan asuransi sosial. BPS (2011:xv) mendefinisikan pengangguran yang dalam hal ini pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (yaitu orang-orang yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, kemudian orang-orang yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
4
mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan orang-orang yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Hubungan antara pengangguran dan kemiskinan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Menurut Budiantara dkk. (2011:1) tidak dapat dielakkan bahwa salah satu akibat dari kemiskinan adalah pengangguran. Hal tersebut disebabkan karena kemiskinan secara langsung berkaitan dengan tingkat pendapatan seseorang. Dalam mengukur kemiskinan di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Masyarakat digolongkan ke dalam penduduk miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan nonmakanan. Garis kemiskinan makanan adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Garis kemiskinan nonmakanan merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi nonmakanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Selanjutnya, melalui pendekatan ini dapat digunakan untuk menghitung persentase penduduk miskin terhadap total penduduk (head count index). Perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode tahun 20082014 ditunjukkan pada grafik 1.1. Tingkat kemiskinan mencakup besaran jumlah
5
dan persentase dari penduduk miskin. Pada periode tersebut perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia relatif menurun dari tahun ke tahun. Grafik 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia tahun 2008-2014 40 34.96 35
32.53
31.02
30.12
30
29.25
28.17
28.28
25 20 15
15.42
14.15
13.33
12.49
10
11.96
11.36
11.25
5 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Maret 2014
Jumlah Penduduk Miskin (juta orang) Jumlah Persentase Penduduk Miskin (persen)
Sumber: BPS RI 2015 (diolah) Pada periode tahun 2008-2014 tingkat kemiskinan mengalami penurunan. Pada periode ini jumlah penduduk miskin turun sebanyak 6,68 juta jiwa, yaitu dari 34,96 juta jiwa pada tahun 2008 menjadi 28,28 juta jiwa pada Maret 2014. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 15,42 persen pada tahun 2008 menjadi 11,25 persen pada Maret 2014. Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat selama periode 2008 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada grafik 1.2. Berdasarkan data BPS pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat adalah 5249,6 ribu orang. Selanjutnya pada tahun 2009 turun mejadi 4471,9 ribu orang. Kemudian, sampai dengan tahun 2014 jumlah penduduk miskin mengalami
6
pengurangan menjadi 4238,9 ribu orang. Dari data yang tersedia di atas dapat dilihat bahwa tingkat kemiskinan mengalami tren yang menurun. Secara garis besar, hal ini menunjukkan program-program penanggulangan pemerintah berjalan dengan efektif. Grafik 1.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2014 6000.00
5249.60 13.01
5000.00 4000.00
14 4852.50 11.96 4773.70 4648.63 11.27 4477.50 4375.20 10.65 10.09 9.61
12 4238.90
10
9.18
8 3000.00 6 2000.00
4
1000.00
2
0.00
0 2008
2009
2010
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
2011
2012
2013
2014
Persentase Penduduk Miskin (persen)
Sumber: BPS RI 2015 (diolah) Jumlah penduduk miskin Jawa Barat cukup tinggi apabila dibandingkan dengan provinsi lainnya. Pada tahun 2014, Jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat tercatat sebanyak 4238,9 ribu orang menempati posisi ketiga secara nasional setelah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masing-masing memiliki jumlah penduduk miskin sebesar 4748,42 dan 4561,83 ribu orang. Tingginya jumlah penduduk miskin di Jawa Barat menjadikan masalah kemiskinan merupakan prioritas utama pembangunan. Setiap warga negara Indonesia percaya
7
bahwa kesejahteraan merupakan hal yang harus dijunjung tinggi, karena hidup yang layak menjadi hak semua orang dan hal ini yang ingin diwujudkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, beserta eratnya ketertarikan hubungan antara kemiskinan dengan pendapatan per kapita, pendidikan, kesehatan, dan pengangguran, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan menyusun skripsi dengan tema kemiskinan. Kemudian, penulis merasa terdorong untuk melakukan penelitian tersebut dengan Provinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian disebabkan karena Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Maka dari itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian sebagai tugas skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Pendapatan Per Kapita, Pendidikan, Kesehatan, dan Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, jumlah penduduk miskin yang tinggi merupakan permasalahan yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang kemiskinan di Jawa Barat. Fakta-fakta di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2012. Penulis memfokuskan penelitian ini dengan menganalisis empat faktor yang mempengaruhi kemiskinan, yaitu pendapatan per kapita, pendidikan, kesehatan dan pengangguran dengan menggunakan analisis regresi data panel. Maka dari itu,
8
masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan per kapita terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat 2008-2012? 2. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat 2008-2012? 3. Bagaimana pengaruh tingkat kesehatan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat 2008-2012? 4. Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat 2008-2012? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari variabel pendapatan per kapita, pendidikan, kesehatan, dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat dengan data empiris tahun 2008-2012. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai media bagi penulis untuk mengembangkan diri sebagai mahasiswa yang menerapkan ilmunya yang didapat dari dalam kelas 2. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bahan belajar bagi mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis pada umumnya dan mahasiswa jurusan Ilmu Ekonomi pada khususnya
9
3. Dapat digunakan sebagai salah satu sumber masukan kepada pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal membuat program dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan pembangunan daerah khususnya dalam hal pengurangan tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Barat 4. Sebagai masukan dan bahan referensi bagi peneliti-peneliti yang lain dengan karakteristik penelitian sejenis. 1.5 Kerangka Pemikiran Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat diilustrasikan pada gambar 1.1 sebagai berikut:
Gambar 1.1 Ilustrasi Kerangka Penelitian
Pendapatan Per Kapita
Pendidikan Kemiskinan Kesehatan
Pengangguran
10
1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. BAB I. PENDAHULUAN Pendahuluan berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan 2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU Dalam bab ini dijelaskan mengenai landasan teori yang dijadikan sebagai acuan penelitian, yaitu meliputi definisi kemiskinan, penyebab kemiskinan, ukuran kemiskinan, lingkaran kemiskinan, variabel-variabel penelitian yang mempengaruhi kemiskinan, indikator kemiskinan, garis kemiskinan, kriteria kemiskinan, definisi pendapatan per kapita, definisi pendidikan, definisi kesehatan, dan definisi pengangguran. Selain itu terdapat juga penelitian terdahulu sebagai bahan referensi untuk penelitian, dan hipotesis. 3. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Dalam metodologi penelitian dijelaskan mengenai metode penelitian meliputi ruang lingkup penelitian, definisi operasional variabel, pemilihan model terbaik, model penelitian, analisis regresi data panel, pengujian asumsi dasar OLS, dan keterbatasan penelitian. 4. BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisikan hasil analisis data dan pembahasan bagaimana hubungan katagori tingkat kemiskinan dengan variabel-variabel yang
11
mempengaruhi yakni PDRB per kapita, angka melek huruf, angka harapan hidup, dan tingkat pengangguran terbuka. 5. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berkonten kesimpulan dari hasil penelitian di bab sebelumnya, selain itu bab ini juga berisi saran-saran yang selanjutnya akan berguna bagi pihak yang berkepentingan.
12