1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan bendungan yang kemudian dilanjutkan dengan pengelolaan bendungan beserta waduknya, adalah merupakan salah satu upaya untuk mensejahterakan rakyat. Sebagaimana diketahui cakupan manfaat bendungan beserta waduknya adalah untuk pemenuhan kebutuhan air baku bagi keperluan rumah tangga, perkantoran dan industi, untuk pemenuhan air irigasi bagi pertanian, untuk energi pembangkit listrik, untuk penanggulangan banjir, dan untuk beberapa tujuan/kebutuhan lainnya. Dengan diawali pembangunan bendungan yang pertama kali di Indonesia yaitu Bendungan Nglangon di Jawa Tengah pada era Hindia Belanda tahun 1914 dan beberapa bendungan lainnya, pembangunan bendungan
baru dilakukan
secara intensif sesudah tahun 1950-an. Menurut Kuswidodo (2006), berdasarkan data yang ada, baru sekitar 10 % irigasi teknis yang mendapatkan pasokan air waduk, baru sebagian kecil penduduk mendapatkan akses air bersih dan sanitasi, dan baru lebih kurang 6 % energi listrik hidro dibangun dari potensi 75.000 MW. Oleh karena itu perlu dilakukan pembangunan bendungan secara berkelanjutan di Indonesia termasuk di Provinsi Bali untuk berbagai tujuan dan manfaat, terutama guna pemenuhan kebutuhan air baku untuk irigasi dan air minum yang merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Pulau Bali yang sebagian besar daerahnya terdiri dari lahan pertanian masih terdapat wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan (krisis) air.
2
Untuk menanggulangi kebutuhan akan air baku, terutama untuk air irigasi dan air minum, Pemerintah Propinsi Bali sampai saat ini telah membangun beberapa waduk, yang tersebar di wilayah Kabupaten, seperti Waduk Palasari dan Waduk Benel di Kabupaten Jemberana, Waduk Grokgak di Kabupaten Buleleng, Waduk Muara Nusa Dua di Kota Denpasar dan Waduk Telaga Tunjung di Kabupaten Tabanan. Pengembangan selanjutnya, menurut data dari Balai Wilayah Sungai BaliPenida (2009), sedang direncanakan beberapa waduk, seperti Waduk Jehem di Kabupaten Bangli, Waduk Titab di Kabupaten Buleleng, Waduk Ayung di Kabupaten Badung, dan Waduk Muara Unda di Kabupaten Klungkung, yang sedang dalam proses usulan pembangunannya. Membangun bendungan yang besar tidak saja memerlukan biaya yang sangat besar, tetapi juga menghadapi persoalan sosial yang besar, misalnya proses ganti rugi lahan dan harus memindahkan penduduk dari daerah genangan. Di samping itu juga, ada perubahan penting yang diakibatkan oleh pembangunan bendungan. Akibat dibangunnya bendungan melintang sungai, menghentikan proses sedimentasi dan pengiriman zat-zat yang diperlukan oleh biota dihilir bendungan. Dalam hal ini diperlukan tanggung jawab dan merupakan tantangan bagi ahli bendungan untuk merencanakan dan membangun bendungan yang ramah lingkungan, bermanfaat optimal, dan sekaligus bendungan yang aman. Membangun sebuah waduk memerlukan kajian dari berbagai aspek dan tahapan, yaitu aspek teknis, ekonomis, sosial budaya, politis, dampak lingkungan, risiko dan lain-lain. Proses pembangunan sebuah waduk secara umum adalah
3
melalui tahapan-tahapan
survey, investigasi, kelayakan, perencanaan /desain,
tahap pelaksanaan konstruksi sampai tahap akhir yaitu pengoperasian dan pemeliharaan. Untuk itu diperlukan ke hati-hatian/kecermatan dalam proses realisasinya mulai dari proses survai, investigasi, kelayakan, pembangunan
fisik
sampai
pengoperasian
dan
perencanaan,
pemeliharaan,
dengan
memperhitungkan segala aspek dan dampaknya, termasuk risiko-risiko yang mungkin akan muncul. Kelalaian-kelalaian akibat kurang cermatnya pengerjaan pada saat survai, investigasi, pra desain, desain, konstruksi, dan pada saat operasi dan pemeliharaan dapat mengakibatkan hal-hal yang sangat patal (Sosrodarsono, 1981). Sebagai contoh, perencanaan waduk yang kurang tepat/cermat sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik seperti yang diharapkan, misalnya tidak cukupnya cadangan air untuk pemanfaatan seperti yang direncanakan, terjadinya pergeseran as bendungan pada saat pelaksanaan, terjadinya pembengkakan biaya pembangunan akibat kurang cermatnya estimasi biaya pada saat perencanaan dan lain sebagainya. Banyak terjadi ketidakpastian atau kemungkinan hal-hal yang tidak menguntungkan dikemudian hari sebagai akibat dari kekurang cermatan, ketidak tepatan atau hal-hal yang tidak dapat diprediksi pada saat perencanaan bendungan. Hal-hal atau kondisi-kondisi yang muncul sebagai peluang terjadinya kerugian atau kemungkinan terjadinya kerugian, dan juga merupakan akibat adanya ketidakpastian, disebut risiko. Ketidakpastian ada, akibat ketidakmampuan
4
manusia untuk mengetahui apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang dari apa yang dilakukan saat ini. Untuk dapat mengetahui dan mengantipasi risiko-risiko yang mungkin muncul pada kegiatan proyek, diperlukan kajian tentang risiko, yang dirangkum dalam manajemen risiko. Menurut Norken (2010), peranan manajemen risiko pada manajemen proyek konstruksi belakangan ini sudah merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari berbagai kegiatan proyek terutama proyek yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi, dalam arti kata proyek yang mempunyai frekuensi dan kosekuensi risiko yang tinggi. Manajemen risiko dapat diterapkan pada semua tahapan kegiatan proyek, sejak tahapan awal (konseptual), implementasi, sampai tahap operasi dan pemeliharaan. Manajemen risiko meliputi tahapan perencanaan manajemen risiko, idetifikasi risiko, analisa risiko, penilaian risiko, penanganan risiko dan monitor terhadap risiko. Identifikasi risiko merupakan langkah awal dalam penerapan manajemen risiko yang merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan kegiatan. Dengan manajemen risiko akan dapat dilakukan identifikasi risiko, penilaian risiko, tindakan penanganan (mitigasi) risiko, dan kepemilikan risiko pada tahap kegiatan perencanaan waduk di Provinsi Bali.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, maka pada penelitian ini permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
5
1. Risiko-risiko apa saja yang teridentifikasi (risk identification) dan bagaimana penilaian (assessment) terhadap penerimaan risiko pada perencanaan waduk di Provinsi Bali? 2. Risiko-risiko apa saja yang termasuk katagori risiko dominan (major risk) dalam perencanaan waduk di Provinsi Bali? 3. Bagaimana cara penanganan (mitigation) risiko untuk meminimalkan berbagai dampak negatif yang kemungkinan terjadi dalam perencanaan waduk di Provinsi Bali?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi dan penilaian
sehingga dapat menentukan
tingkat penerimaan risiko (risk acceptability) pada perencanaan Waduk di Provinsi Bali. 2. Menetapkan risiko-risiko yang dominan pada perencanaan Waduk di Provinsi Bali. 3. Melakukan mitigasi terhadap risiko-risiko yang kemungkinan muncul dalam perencanaan Waduk di Provinsi Bali.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
6
1. Dapat memberikan informasi mengenai identifikasi risiko, penilaian terhadap risiko, dan tingkat penerimaan terhadap risiko-risiko yang timbul pada perencanaan Waduk di Provinsi Bali. 2. Dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan mengenai tindakan/ penanganan yang diperlukan dalam menghadapi kosekuensi negatif yang mungkin terjadi pada perencanaan Waduk di Provinsi Bali.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi : 1. Analisis risiko yang dilakukan tebatas pada tahap identifikasi risiko (risk
identification),
penilaian
risiko
(risk
assessment)
dan
tindakan/penanganan risiko (risk mitigation), sedangkan risiko sisa (residual risk) setelah mitigasi tidak ditinjau. 2. Analisis risiko yang dilakukan adalah analisis kualitatif (qualitative risk analysis). 3. Analisis risiko yang dilakukan terbatas pada perencanaan Waduk di Provinsi Bali. 4. Identifikasi risiko yang dilakukan terbatas pada perencanaan waduk secara umum.
risiko-risiko