BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan sejumlah kajian teoritis yang berkaitan dengan kebahagiaan dan harga diri. Kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai dinamika hubungan antar variabel dan kerangka berfikir berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya. Terakhir akan dikemukakan mengenai hipotesis penelitian.
2.1. Kebahagiaan 2.1.1. Definisi kebahagiaan Ada beberapa ilmuwan Psikologi yang telah menemukan kebahagiaan dengan pemaknaannya masing-masing dari hasil penelitian.Sebut saja Veenhoven, Psikolog asal Belanda yang mengatakan satu kalimat, "Bahkan surga pun akan menjadi neraka bila kita berpikir bahwa surga itu tidak menyenangkan".Ia mengemukakan bahwa bahagia atau tidak, bergantung pada bagaimana kita memandang hidup, bagaimana kita bersyukur terhadap apa yang sudah kita miliki. Lyubomirsky, seorang psikolog Amerika yang berasal dari Rusia tertarik meneliti tentang kebahagiaan karena pada masa kecilnya di Amerika, ia terheranheran melihat orang-orang yang murah senyum padanya yaitu sesuatu yang tidak biasa dilihatnya di negara asalnya, Rusia. Ia mendefinisikan seseorang yang
8
9
bahagia adalah seseorang yang sering merasakan emosi positif, seperti: senang, riang, bertekad, dan emosi-emosi lainnya. Kebahagiaan adalah bukan sesuatu yang sudah jadi, tapi nilai yang harus kita wujudkan dalam segala tingkah laku kita (Lama, 2003). Maksudnya kebahagiaan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi merupakan suatu proses yang terjadi dalam kehidupan manusia diwujudkan melalui perilaku nyata. Menurut Sheldon (2003) Kebahagiaan adalah melakukan sesuatu dengan sepenuh hati dan satu fokus, tanpa penyesalan dan keragu-raguan. Sedangkan menurut Tennyson (2003) kabahagiaan itu tergantung pada kemampuan kita dalam mengendalikan nafsu. Synder dan Lopez (2007) Happiness is a positive emotional state that is subjectively defined by each person (kebahagiaan adalah suatu emosi positif menetap yang bersifat subjektif pada setiap individu). Lain halnya dengan Seligman, Presiden American Psychological Association dan pendiri aliran psikologi Positif, yang mengatakan bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya atau "Authentic Happiness" akan didapat apabila seseorang menjalankan apa yang sesuai dengan karakter moral, yaitu hal yang kita anggap sesuai dengan pandangan hidup kita dan dalam bentuk emosi yang positif. Menurut Pradiansyah (2007) kebahagiaan adalah sesuatu yang universal dan kebahagiaan itu di dapat dari dirinya sendiri (intrapersonal relation), orang lain (interpersonal relation) dan secara spiritual.
10
Berdasarkan definisi para ahli di atas, maka pengertian kebahagiaan yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu kebahagiaan bersifat universal yang dapat kita raih dari emosi positif berdasarkan penilaian terhadap subjeknya.
2.1.2 Karateristik Bahagia Secara hakiki kita adalah mahluk yang bahagia. Jika kita menghilangkan semua emosi yang membuat kita tidak bahagia, maka kita bisa mengalami sensasi kebahagiaan. Oleh karena itu, Foster (2003) membagi karateristik kebahagiaan yang dimiliki seseorang yaitu seseorang tidak merasakan depresi, benci, takut, khawatir, tidak puas, bosan, rasa bersalah, marah, frustasi, sedih dan keraguan.
2.1.3 Mencapai Kebahagiaan Kebahagian tidak selalu muncul sebagai tujuan yang nyata, karena ada tujuan-tujuan jangka menengah yang kita anggap penting untuk mencapai kebahagiaan Dengan menerapkan delapan “dalil kebahagiaan” mewujudkan rasa bahagia pada diri kita sendiri (Foster, 2003) yaitu : a)
Kita harus bertanggung jawab atas emosi-emosi kita sendiri,
b)
Kita harus memiliki kemauan yang kuat untuk bahagia,
c)
Kita harus menerima diri kita seperti apa adanya,
d)
Kita harus memahami dan mengubah keyakinan-keyakinan kita,
e)
Kita harus sering menumbuh-kembangkan budaya terima kasih,
f)
Kita harus bisa menghayati hidup di saat sekarang,
kita dapat
11
g)
Kita harus membiasakan hidup jujur baik kepada diri sendiri, maupun kepada orang lain, dan
h)
Kita harus siap memperluas wawasan.
2.1.4 Tujuh Rahasia Hidup Bahagia Dalam The 7 Laws of Happiness (Pradiansyah, 2007) menyebutkan ada tujuh rahasia hidup yang bahagia, yaitu : a)
Tiga yang pertama Intrapersonal Relation, merupakan syarat bahagia untuk diri sendiri, terdiri dari patience (sabar), gratefulness (syukur), dan simplicity (sederhana, kemampuan menangkap esensi).
b)
Tiga yang kedua Interpersonal Relation, merupakan kebahagiaan terkait orang lain, terdiri dari love (kasih), giving (memberi), dan forgiving (memaafkan) dan
c)
Satu rahasia terakhir ialah Spiritual Relation, yaitu surrender (pasrah), ialah kemampuan berserah diri dan percaya seratus persen kepada Tuhan.
2.1.5 Aspek Kebahagiaan Seligman (2005) membagi aspek kebahagiaan menjadi tiga bentuk emosi positif yaitu : a)
Emosi positif masa lalu (berupa kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggan, dan kedamaian).
b)
Emosi positif masa mendatang (berupa keyakinan, kepercayaan, kepastian, harapan dan optimis).
12
c)
Lalu emosi positif pada masa kini yang dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu kenikmatan dan gratifikasi. Kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki komponen indrawi yang jelas dan komponen emosi yang kuat yang disebut oleh para filsof sebagai perasaan-perasaan dasar yaitu ekstase, gairah, orgasme, rasa senang, riang, ceria dan nyaman. Sedangkan gratifikasi adalah bentuk kegiatan yang senang dilakukan, menghalangi munculnya kesadaran atau emosi kecuali setelah melakukan aktivitas tersebut. Contohnya mereka yang menjalankan hobi membaca, memanjat tebing, dan lain-lain, yang terkadang sangat fokus pada aktivitas hobinya itu hingga tidak fokus pada yang lain kecuali hobinya itu. Gratifikasi bertahan lebih lama daripada kenikmatan dan melibatkan lebih banyak pemikiran serta interpretasi.
2.2
Harga Diri
2.2.1 Definisi Harga Diri Coopersmith (1967) mengungkapkan bahwa self-esteem (harga diri) merupakan evaluasi atau penilaian yang dibuat oleh seseorang dan biasanya berhubungan dengan penghargaan diri sendiri, hal ini mengungkapkan sikap penerimaan atau penolakan dan mengindikasikan kepercayaan orang yang bersangkutan pada dirinya sendiri untuk merasa mampu, berarti, sukses, dan berguna. Dengan kata lain, harga diri adalah penilaian secara personal tentang keberartian yang diekspresikan melalui sikap seseorang terhadap diri sendiri.
13
Harga diri menentukan pandangan hidup terhadap dirinya sendiri, hubungan interpersonal individu, dan kemampuan individu dalam menghadapi situasi yang dihadapi, (Steinberg, 2011), sehingga harga diri akan membantu individu untuk mengatasi masalah dan mencapai kebahagian diri. Harga diri akan memberikan cara berfikir yang positif pada individu , sehingga dapat memandang kehidupan ini akan lebih positif. Menurut Brandon (1999) mengemukakan bahwa harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri. Harga diri menunjukkan keseluruhan sikap seseorang terhadap dirinya sendiri, baik positif maupun negatif (Baron, Byrne, Branscombe, 2006). Jadi, dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas. Penulis menarik kesimpulan bahwa harga diri adalah penilaian pribadi seseorang mengenai berharga atau tidaknya dirinya tersebut berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan pribadi dan pengalaman kesehariannya yang diekspresikan dalam sikap individu tersebut terhadap dirinya sendiri.
2.2.2 Komponen Harga diri Menurut Coopersmith (1967) dan Brown (1998) mengatakan bahwa ada dua komponen harga diri, yaitu: a)
Feeling of belonging Menyangkut perasaan bahwa seseorang yang dicintai dan dihargai dengan tanpa syarat apapun. Komponen ini merupakan dasar perasaan secure
14
seseorang dalam hidupnya dan merupakan komponen yang menunjukan sisi afektif dari harga diri. b)
Feeling of mastery Menyangkut perasaan seseorang bahwa dia adalah orang yang berharga dan memiliki peran yang berarti di dalam lingkungannya. Komponen ini lebih menunjukan sisi kognitif dari harga diri.
2.2.3 Karakteristik Orang berdasarkan Harga dirinya Karakteristik orang dengan harga diri yang tinggi (Coopersmith, 1967): a) Merasa bahwa dirinya adalah individu yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dan juga dapat menghargai orang lain. b) Dapat mengendalikan dan mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia di luar dirinya dan dapat menerima kritik dari orang lain. c) Menyukai tugas baru yang menantang dan tidak mudah bingung bila ada hal-hal tertentu yang terjadi di luar rencana. d) Memiliki prestasi akademis, aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik. e) Tidak menggangap bahwa dirinya adalah individu yang sempurna, mengetahui
keterbatasan-keterbatasan
mengharapkan perbaikan diri.
diri,
dan
selalu
15
f) Memiliki nilai-nilai dan sikap-sikap demokratis serta orientasi yang realistis. g) Lebih bahagia dan efektif dalam menghadapi tuntutan lingkungan.
Karakteristik orang dengan harga diri yang rendah (Coopersmith, 1967): a) Merasa bahwa dirinya adalah individu yang tidak berharga dan tidak disukai sehingga seringkali takut mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan sosial. Oleh karena itu, individu ini sering
menolak sendiri,
merasa tidak puas,
dan
bahkan
meremehkan dirinya sendiri. b) Tidak memiliki keyakinan terhadap terhadap pendapat dan kemampuan
dirinya
sendiri
sehingga
kurang
mampu
mengekspresikan diri dan mengganggap ide serta pekerjaan orang lain pasti jauh lebih baik. c) Tidak menyukai hal atau tugas sehingga sulit untuk beradaptasi ke segala sesuatu yang belum jelas. d) Merasa bahwa tidak banyak yang dapat diharapakan dari dirinya, baik pada saat ini maupun pada masa yang akan datang, sehingga individu ini seringkali kelihatan putus asa dan depresi. e) Merasa bahwa orang lain tidak ada yang memperhatikan dirinya, merasa diasingkan, dan tidak dicintai.
16
f) Menganggap bahwa segala sesuatu yang dikerjakannnya akan selalu menyebabkan hasil yang tidak baik meskipun dia sudah bekerja keras.
2.2.4
Dimensi Harga Diri (self esteem) Coopersmith membagi self esteem ke dalam 4 dimensi, yaitu: a) Dimensi Personal Menggambarkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri. Diantaranya memandang positif potensi diri dan kondisi fisik, merasa diri berharga, mampu dan berguna. b) Dimensi Hubungan dengan Keluarga Menggambarkan
bagaimana
hubungan
individu
dengan
keluarganya. Diantaranya adanya perasaan nyaman ketika berada di rumah bersama keluarga, sering dilibatkan dalam diskusi keluarga, menghayati harapan-harapan keluarga dalam dirinya, dan mendapatkan perhatian yang cukup dari keluarga. c) Dimensi Hubungan dengan Teman Sebaya Menggambarkan bagaimana individu memaknai dengan teman sebaya. Diantaranya suka berada bersama orang lain, merasa populer
diantara teman
sebaya,
lingkungannya. d) Dimensi Memaknai Pekerjaan
serta
cukup
dikenal
di
17
Menggambarkan bagaimana individu memaknai pekerjaannya. Diantaranya dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu, serta merasa bangga dengan pekerjaan dan hasil kerjanya.
2.3
Pemulung
2.3.1
Definisi Pemulung Berdasarkan teori Gemeinschaft suatu kelompok masyarakat terutama
masyarakat miskin terbentuk atas pekerjaan dan tingkat sosial yang sama. Seperti yang terjadi pada kelompok pemulung .Pemulung adalah orang yang bekerja memungut barang-barang bekas atau sampah-sampah tertentu yang dapat didaur ulang. Pemulung yaitu orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas (seperti kardus, plastik) dengan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditas (Kamus besar Bahasa Indonesia). Menurut Wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas, pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu untuk proses daur ulang. Pemulung bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tengah dibongkar, sebagian pemulung lainnya berputar-putar mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah. Ada juga yang mengatakan pemulung adalah kelompok sosial yang kerjanya mengumpulkan atau memilah barang yang dianggap berguna dari sampah, baik yang ada di TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) maupun
18
diluar TPST. Jenis barang bekas yang diambil pemulung adalah sebagai berikut :Besi bekas, Botol kaca,Botol plastik, Kaleng, Karung plastik,Alumunium, Kardus, Karet, Kertas, Kayu. 2.3.2 Kendala yang Dihadapi Pemulung Saat Memulung Ada beberapa kendala yang sering dihadapi saat memulung (Sulastri, Teropong
Kompas, 2009) diantaranya adalah :
a) Sulit mencari sampah atau barang bekas. Hal ini dikarenakan orang yang bekerja sebagai pemulung bertambah banyak setiap waktunya, sehingga memunculkan rasa persaingan yang tidak tampak saaat bekerja. b) Teguran dari orang yang kurang suka lingkungannya dimasuki pemulung. Hal ini sudah pasti menggurangi jangkauan pemulung dalam bekerja.
2.3.3 Cara Pemulung Mengatasi Kendala yang Dihadapi Untuk mengetahui kendala yang dihadapi para pemulung dalam mencari sampah, ada beberapa hal yang mereka ambil (Sulastri, Teropong Kompas, 2009), yaitu: a) Mencari daerah kerja yang baru dan lebih jauh. b) Menyikapi teguran dengan pasrah (menerima) dari orang-orang yang kurang menyukai kehadirannya. 2.3.4 Peran Pemulung Bagi Lingkungan Menurut Sulastri dalam Teropong Kompas, 2009 peran serta pemulung sangat diperlukan dalam penanggulangan sampah. Mereka mengurangi sedikit beban sampah yang harus ditanggung di semua TPA (Tempat Pembuangan
19
Akhir), diseluruh Indonesia. Bisa dibilang, pemulung adalah pahlawan penanggulangan ”global warming” karena merekalah yang mensortir sampah yang bisa didaur ulang dengan sampah yang tidak bisa didaur ulang. Dengan adanya pemulung yang bekerja di lingkungan maka sudah pasti lingkungan akan bersih dari sampah, terutama sampah plastik yang sering digunakan. Masyarakat tidak perlu berjalan jauh untuk membuang sampah atau barang
bekas.
Karena
cukup
menunggu
kedatangan
pemulung
yang
mengambilnya.
2.4 Remaja 2.4.1 Definisi Remaja Menurut Hurlock (2000) remaja adalah mereka yang berada pada usia 1218 tahun. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pernyataan ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang. Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000, Muss, 1988).
20
2.4.2 Karakteristik Remaja menurut Hurlock, (2000) yaitu : a) Perkembangan Fisik, yaitu : Tinggi dan berat : Rata-rata anak perempuan mencapai tinggi yang matang antara usia tujuh belas dan delapan belas tahun, dan rata-rata anak laki-laki kira-kira setahun sesudahnya. Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan perubahan tinggi. Tapi, berat badan sekarang tersebar ke bagian-bagian tubuh yang tadinya hanya mengandung sedikit lemak atau tidak mengandung lemak sama sekali. Proporsi tubuh : Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan tubuh yang baik. Misalnya badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu panjang. Organ seks : baik organ seks laki-laki maupun wanita mencapai ukuran yang matang pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kemudian. b) Perkembangan Kognitif, munculnya kemampuan berpikir yang lebih maju, merupakan salah satu perubahan yang besar pada masa remaja. Kemampuan tersebut mempengaruhi cara remaja berpikir mengenai hubungan antara diri mereka dan dunia sekitar mereka. Remaja mampu untuk berpikir logis mengenai orientasi hidup mereka di masa depan, hubungan mereka dengan teman dan keluarga, tentang politik, agama, dan filosofi. c) Perkembangan Emosi, pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada anak-anak. Remaja tidak lagi mengungkapkan marahnya dengan cara
21
gerakan amarah yang meledak melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara atau dengan suara keras mengritik orang yang membuat marah, remaja juga iri melihat orang yang memiliki benda lebih banyak. d) Perkembangan Sosial, remaja harus mempunyai penyesuaian bentuk baru, yaitu penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilainilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin. 2.4.3 Tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (Monks, 2000) tugas perkembangan untuk usia 12 – 18 tahun, yaitu : a) Perkembangan aspek-aspek biologik b) Menerima pengaruh dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri c) Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya d) Mendapatkan pandangan hidup sendiri e) Realisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri
22
2.5 Hubungan antara harga diri dengan kebahagiaan Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan individu dan merupakan suatu kondisi yang sangat ingin dicapai oleh semua orang dari berbagai umur dan lapisan masyarakat. Masa remaja adalah waktu dimana kesadaran sosial seseorang akan semakin tinggi dan masa munculnya tekanan sosial disetiap harinya, sehingga remaja dianggap sebagai populasi yang rentan atau vulnerable untuk mengalami masalah. Berbagai masalah dapat terjadi pada masa remaja , karena tingkah laku remaja yang masih belum mampu menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dari lingkungan (Wilis, 2005). Kebahagiaan dapat membantu menanggulangi permasalahan yang mungkin dialami oleh remaja, karena kebahagiaan dapat menjadi antaseden atau stimulus berbagai keuntungan, contoh: kesehatan mental (Chaplin, bastos, & Lowrey, 2010), sehingga kebahagiaan dianggap sebagai hal yang sangat penting pada remaja (Diener dalam Argyle, 2001). Orang yang berbahagia pada umumnya memiliki suasana hati yang ceria, harga diri yang tinggi, fisik yang sehat, ras kontrol pribadi, dan optimis dengan masa depannya (Myers & diener, 2008) dalam Kassin, Fein, & markus, 2008). Harga diri menentukan pandangan hidup terhadap dirinya sendiri,
hubungan
interpersonal individu, dan kemampuan individu dalam menghadapi situasi yang dihadapi, (Steinberg, 2011), sehingga harga diri akan membantu individu untuk mengatasi masalah dan mencapai kebahagiaan diri. Harga diri akan memberikan cara berfikir yang positif pada individu , sehingga evaluasi kehidupan yang muncul pun akan positif.
23
Ada banyak penelitian yang menyatakan bahwa harga diri memiliki hubungan yang kuat dengan kebahagiaan. Individu dengan harga diri yang tinggi memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki harga diri yang rendah (Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohs, 2003: Purnama, 2007: Farzaee, 2012: Gray, Chamratrithirong, Pattaravanich, & Prasartkul, 2013). Individu dengan harga diri yang tinggi lebih tidak depresi, baik yang secara umum atau spesifik sebagai respon dari kejadian yang mendorong trauma dan stress. Hal ini dikarenakan harga diri menolong individu untuk menanggulangi stress dan kesulitan yang dihadapi. Harga diri yang tinggi dapat menjadi persistensi atau ketahanan hidup ketika menghadapi potensi kegagalan sebagai bentuk strategi adaptif, individu akan lebih responsif terhadap isyarat situasional yang dihadapi sehingga akan lebih mudah bagi individu menyesuaikan diri dan meningkatnya tingkat kebahagiaan individu (Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohns, 2003). Hasil ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan di Thailand bahwa harga diri yang tinggi memiliki korelasi yang tinggi dan kuat secara statistik dengan kebahagiaan. Semakin tinggi tingkat harga diri , maka semakin bahagia remaja tersebut (Gray, Chamratrithirong, Pattaravanich, & Prasartkul, 2013). Purnama (2007) juga menunjukkan hasil bahwa harga diri memiliki hubungan dengan kebahagiaan remaja. Semakin tinggi harga diri remaja maka akan lebih mudah bagi remaja tersebut untuk menyesuaikan diri dengan
24
lingkungannya, berperilaku aktif, ekspresif, cenderung sukses dalam bidang akademisnya, dan kehidupan sosialnya, sehingga remaja mendapatkan kepuasan hidup.
Kebahagiaan dan harga diri berkaitan erat karena orang-orang yang
berbahagia cenderung merasa baik tentang diri mereka sendiri , dan orang-orang yang tidak memiliki harga diri dan harga diri rendah pada umumnya tidak bahagia (Sonja Lyubomirsky Et Al,2005).
2.6. Kerangka Pemikiran Dari hasil pemaparan di atas, hubungana antara harga diri dan kebahagiaan digambarakan seperti bagan di bawah ini :
Harga Diri
Kebahagiaan
Bagan 2.1. Kerangka Pemikiran
2.7. Hipotesa penelitian Terdapat hubungan yang positif antara harga diri dengan kebahagiaan pada para pemulung remaja TPST Bantar Gebang Bekasi.