BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian bahasa dalam kegiatan komunikasi sehari-hari disesuaikan dengan situasi dan kondisi tuturan. Pemakaian bahasa dalam bidang yang berbeda akan menciptakan strategi pengunaan bahasa yang berbeda pula. Hal tersebut berkaitan dengan proses berbahasa yang disesuaikan dengan konteks tuturan, yaitu penutur, mitra tutur, dansituasi tutur. Austin (1955: 1) menyatakan bahwa meskipun kalimat dibangun seperti dalam tata bahasa, kalimat tidak hanya berupa pernyataan, tetapi juga dapat berisi pernyataan seruan, perintah, ekspresi keinginan, dan konsesi, seperti pada kutipan berikut ini : “Grammarians, indeed, have regularly ponted out that not all ‘sentences’ are (used in making) statements: there are, traditionally, besides (grammarians) statements, also questions and exc;amation, and sentences expressing commands or wishes or concessions”
Setiap kegiatan tutur mengharapkan penuturnya mampu bertutur sesuai dengan konteksnya. Austin (1955:8) menyatakan bahwa secara umum dalam berbicara penting memperhatikan keadaan dan lokasi berbicara, kata-kata harus disampaikan secara tepat, pembicara dan lawan bicara juga harus mampu merespons pembicaraan, baik secara fisik, tindakan mental, maupun tindakan dengan mengucapkan kata-kata sebagai lanjutan atau balasan, seperti dalam kutipan berikut :
1
2
“Speaking generally, it is always necessary that the circumstances in which the words are uttered should be in some way, or ways, appropriate, and it is very commonly necessary that either the speaker himself or other persons should alo perform certain other actions, whether ‘physical’ or ‘mental’ actions or even acts ot uttering further words”.
Isi dan maksud dari setiap kalimat atau satuan bahasa yang lain berbeda-beda. Hal itu disesuaikan dengan fungsi dan pemakaiannya. Pemakaian bahasa sesuai konteksnya akan menimbulkan tindak tutur yang bervariasi. Pemakaian bahasa dalam ranah politik tentu memiliki perbedaan dengan pemakaian bahasa dalam ranah hiburan. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui analisis tindak tutur yang disesuaikan dengan konteks pemakaiannya. Tindak tutur dalam kegiatan tutur merupakan alat yang digunakan untuk mencapai maksud tuturan secara langsung dan tidak langsung dengan mempertimbangkan kondisi tuturan. Tindak tutur dapat menjadi kunci sukses tujuan suatu tuturan apabila maksud tuturan berhasil diterima oleh lawan tutur. Oleh karena itu, tindak tutur merupakan suatu upaya yang menarik untuk dianalisis. Untuk menyatakan maksud tuturan, penutur tidak hanya mengeluarkan kata-kata dengan struktur bahasa yang gramatikal, tetapi juga berupaya menyisipkan suatu tindakan atau pengaruh kepada lawan tutur dalam tuturan tersebut Tindak tutur dalam kondisi tutur yang resmi dan tidak resmi memiliki perbedaan. Tindak tutur dalam situasi resmi memungkinkan munculnya pemakaian bahasa-bahasa resmi yang bersifat deklaratif dan representatif. Berbeda dengan hal tersebut, suatu kondisi tuturan yang santai atau tidak resmi memungkinkan munculnya pemakaian bahasa yang tidak baku dan terdapat banyak variasi tindak tutur yang menggambarkan
3
ekpresi serta pendapat subjektif. Oleh karena itu, pemakaian tindak tutur dan strateginya dalam suatu konteks dianalisis dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, dibahas jenis-jenis tindak tutur yang terdapat dalam program acara talkshow “Hitam Putih” (selanjutnya disebut THP). THP merupakan talkshow dalam kategori program variety show di Trans 7 yang dialogis. Program THP ditayangkan sejak Oktober 2010 dan disiarkan secara langsung pada Senin–Jumat pukul 18.00 WIB. THP pernah mengalami perubahan jadwal penayangan dari pukul 18.00 menjadi
20.45 WIB. Akan tetapi, perubahan jadwal penayangan tersebut tidak
berlangsung lama karena jadwal penanyangan THP kembali ke jadwal tayang semula, yaitu pukul 18.00 WIB. Jadwal penanyangan antara pukul 18.00—22.00 WIB merupakan kategori tayang prime time (jam tayang aktual). Artinya, jadwal penayangan tersebut merupakan waktu strategis yang dimanfaatkan banyak orang untuk menonton televisi. THP termasuk program yang populer dan memiliki banyak penggemar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan masuknya THP dalam nominasi program acara terbaik Panasonic
Gobel
Award
2011
dan
2012
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hitam_Putih_(acara_televisi)). Popularitas acara “Hitam Putih” juga dapat dibuktikan dengan tingginya jumlah followers akun twitter resmi program acara tersebut, yaitu 2.340.063 followers (https://twitter.com/HitamPutihT7). THP merupakan satu-satunya talkshow yang dijalankan dengan konsep mind games/mind reading. Artinya, setiap bintang tamu akan menjawab rentetan pertanyaan
4
yang diberikan Dedi Corbuzier secara cepat dan pertanyaan pun sedapat mungkin harus dijawab dengan cepat. Konsep ini bertujuan untuk mengungkapkan rahasia atau informasi tentang kehidupan pribadi bintang tamu yang sering kali dijawab secara
tidak
sadar
(http://vitakent.blogspot.com/2012/02/program-talkshow-hitam-
putih.html). Hal tersebut tidak dapat ditemui di program acara lain. Pembawaan acara dengan konsep tersebut tentu memengaruhi cara berdialog pembawa acara dan para bintang tamunya. Oleh karena itu, tuturan dalam THP menarik untuk dianalisis. Berikut merupakan contoh tuturan yang terdapat dalam THP. (1) Dedi : “Pak Mahfud, Anda gak tertarik korupsi?” (2) Dedi : “Pada saat Anda menjabat, Anda gak kepingin korupsi?” (3) Dedi :“Tapi, kalau tiba-tiba Anda ditawarin orang Rp50 Miliar, Anda gak mau?” (4) Dedi :“Sedikitpun Anda tidak pernah kepikiran untuk mau korupsi?” (episode 13 November 2013, segmen 3) Pada tuturan-tuturan di atas, Dedi memberikan pertanyaan yang sama sebanyak empat kali kepada mitra tutur. Berdasarkan bentuknya, tuturan (1)—(4) merupakan tuturan perlokusi, yaitu tuturan yang disampaikan agar mitra tutur melakukan atau memberikan tindakan berupa kata-kata sebagai penjelasan atau keterangan seperti yang dimaksudkan oleh penutur dalam tuturannya. Tujuan tuturan (1)—(4) ialah agar mitra tutur memberikan jawaban atas pertanyaan penutur. Ketika mendengar tuturan tersebut, mitra tutur memberi respons dengan menjawab pertanyaan pada tuturan sebelumnya. Respons yang ditunjukkan oleh mitra tutur pada contoh di atas mrupakan hasil reaksi
5
pikiran yang diekspresikan dengan kata-kata sebagai jawaban. Oleh karena itu, tuturan tersebut termasuk bentuk tindak tutur perlokusi. Fungsi yang terdapat dalam tuturan (1)—(4) merupakan fungsi direktif, yaitu tuturan yang mengandung direksi atau perintah. Perintah dalam tuturan (1)—(4) merupakan perintah kepada mitra tutur agar mitra tutur memberikan penjelasan atau jawaban atas hal yang disampaikan penutur. Perintah dalam tuturan (1)—(4) termasuk pada jenis perintah yang halus. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan modus kalimat interogatif (kalimat tanya) dalam tuturan. Artinya, perintah tersebut disampaikan secara halus dengan strategi tidak langsung. Oleh karena itu, tuturan (1)—(4) merupakan tututran fungsi direktif halus dengan strategi tuturan tidak langsung. Tuturan (1)—(4) merupakan salah satu ciri khas tuturan-tuturan dalam THP. Tuturan-tuturan dalam THP tidak sekadar ingin mencari tahu informasi atau mendapatkan jawaban dari mitra tutur, tetapi juga untuk memastikan jawaban sebelumnya benar-benar merupakan jawaban yang akurat. Oleh karena itu, dalam tuturan THP, Dedi sering mengulang pertanyaan yang sama. Hal ini menjadi nilai tambah acara THP karena dalam setiap tayangannya Dedi bertugas untuk memastikan jawaban, keterangan, dan informasi dari bintang tamu merupakan jawaban, keterangan, dan informasi yang valid dan akurat. (5) Dedi : “Wanita cantik atau wanita pintar?” (6) Dedi : “Seksi tapi sakit-sakitan atau gemuk tapi sehat?” (7) Dedi : “Oke, bisnisnya hancur semua atau karir di dunia hiburan kamu hancur?” (8) Dedi : “Acting atau directing?” (episode 10 April 2013, segmen 2)
6
Pada contoh tuturan di atas, Dedi menuturkan tuturan yang berisi direksi kepada mitra tuturnya untuk memberi penjelasan atau melakukan sesuatu seperti yang disampaikan dalam tuturannya. Oleh karena itu, tuturan tersebut termasuk pada bentuk tindak tutur perlokusi. Direksi yang terdapat dalam tuturan, yaitu suruhan kepada mitra tutur untuk memilih salah satu kondisi yang disampaikan dalam tuturan Dedi. Direksi tersebut disampaikan dengan modus kalimat tanya sehingga dalam strategi penyampaiannya, tuturan (5)—(8) termasuk jenis tuturan tidak langsung literal. Tuturan (5)—(8) merupakan contoh tuturan khas dalam THP. Konsep mindreading/mind games THP
tersampaikan
dalam
contoh
tuturan
(5)—(8).
Tuturan-tuturan
tersebut
menggambarkan kondisi Dedi bertanya secara cepat kepada mitra tuturnya. Hal tersebut menuntut mitra tutur untuk menjawab tuturan secara cepat dan tepat pula.
1.2 Rumusan Masalah Wacana lisan atau bahasa lisan merupakan media penyampaian maksud, gagasa, ide, dan pikiran penutur kepada penerima. Makna dari sebuah tuturan tidak dapat ditelusuri hanya berdasarkan kata-kata yang menyusunnya. Wacana dapat mengandung banyak hal yang tidak disampaikan secara eksplisit oleh penuturnya. Oleh karena itu, beberapa hal yang menjadi kajian dalam analisis adalah sebagai berikut. 1) Apa saja jenis-jenis tindak tutur yang dapat dijumpai dalam talkshow“Hitam Putih”? 2) Bagaimana frekuensi pemakaian jenis-jenis tindak tutur dalam talkshow“Hitam Putih”?
7
3) Mengapa terdapat fungsi atau peran tindak tutur yang dominan dalam talkshow“Hitam Putih”?
1.3 Tujuan Tujuan analisis wacana dalam acara talkshow “Hitam Putih” adalah sebagai berikut: 1) mengklasifikasikan jenis-jenis tindak tutur digunakan dalam talkshow “Hitam Putih”. 2) memaparkan frekuensi pemakaian jenis-jenis tindak tutur dalam talkshow “Hitam Putih”. 3) menjelaskan fungsi atau peran tindak tutur yang dominan dalam talkshow “Hitam Putih”.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tindak tutur dalam THP memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah menambah khazanah penelitian mengenai bahasa, yaitu kajian pragmatik khususnya bidang tindak tutur. Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai peran tindak tutur dalam media hiburan kepada masyarakat, bahwa dalam menyampaikan maksud tuturan, penutur dapat menggunakan bentuk tuturan yang berbeda.
8
1.5 Data dan Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini dibahas jenis tindak tutur, fungsi tindak tutur dan strategi pengucapan tuturan sesuai dengan konteksnya, serta dominasi jenis tuturan tertentu dalam THP yang dikaji dengan kajian pragmatik.
Data penelitian ini diambil dari
tayangan program Hitam Putih episode 10 April 2013—4 Maret 2014. Periode tersebut dipilih karena pada episode-episode tersebut dihadirkan bintang tamu yang berasal dari berbagai kalangan, seperti artis, tokoh politik, tokoh agama, dan masyarakat biasa. Populasi penelitian didapat dari 12 episode THP, sedangkan data yang digunakan dalam contoh data penelitian didapat secara acak dari 12 episode THP yang telah direkam. Data yang dianalisis secara kualitatif didapatkan secara acak dari tuturantuturan Dedi dan bintang tamu dalam dua belas episode THP. Pengambilan sampel secara acak dilakukan agar contoh dalam data mewakili seluruh episode yang ada dalam populasi, sedangkan data yang dianalisis secra kuantitatif didapatkan dari keseluruhan tuturan Dedi dan bintang tamu dalam dua belas episode THP.
1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai analisis wacana dalam acara televisi telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Perbedaan beberapa penelitian sebelumnya dengan penelitian ini akan dijelaskan
dengan terlebih dahulu dengan memaparkan secara
ringkas mengenai beberapa penelitian sebelumnya yang digunakan oleh penulis sebagai bahan referensi dalam penelitian ini. Beberapa penelitian yang memiliki kaitan dengan analisis wacana adalah sebagai berikut.
9
Tesis “Tuturan Direktif Remaja dalam Media: Studi Kasus pada Surat Pembaca majalah Hai dan Kawanku” (2012) oleh Sumarsih membahas tuturan direktif dalam media, khususnya tuturan direktif remaja pada surat pembaca. Berdasarkan penelitian ditemukan tiga modus tuturan direktif yang digunakan remaja, yaitu modus imperatif, modus interogatif, dan modus deklaratif. Strategi kesantunan yang digunakan untuk mengungkapkan ekspresi tuturan direktif remaja dalam berkomunikasi dilakukan dengan dua strategi, yaitu strategi positif dan strategi negatif. Dalam penelitian diketahui bahwa, tuturan direktif remaja dalam media menggunakan ungkapan kebahasaan untuk menandai kesantunannya. Skripsi “Tindak Tutur dalam Acara Phone-in di Radio Yogyakarta” oleh Nurcholis (2003) berisi analisis mengenai peserta tutur, komponen tutur, dan tindak tutur literal dalam acara “Phone-in” di radio kawasan Yogyakarta. Kajian analisis dibagi mejadi tiga bagian besar, yaitu kajian maksud tutur langsung tidak literal, kajian maksud tutur tidak langsung tidak literal, dan kajian maksud penerapan atau pelanggaran maksim prinsip kerjasama serta penerapan atau pelanggaran maksim prinsip kesopanan. Berdasarkan analisis disimpulakn bahwa semakin tinggi keinginan bergurau atau bercanda dengan lawan tutur akan semakin besar kemungkinan penggunaan tidak literal yang disampaikan peserta tutur tersebut. Skripsi “Analisis Tindak Tutur dan Prinsip Kesopanan dalam komik 5cm: Kajian Prgamatik” (2013) oleh Nurlitasari menyatakan bahwa dalam komik “5cm” dutemukan beberapa jenis tindak tutur, yaitu tindak tutur berdasarkan fungsinya, tindak tutur berdasarkan strategi pengujarannya, dan tindak tutur berdasarkan efek terhadap lawan
10
tuturnya. Kebanyakan tindak tutur dalam komik “5cm” menggunakan tindak tutur representatif. Dalam komik “5cm” terdapat maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, makism kecocokan, dan maksim kesimpatian. Skripsi “Rubrik Semarangan, Kajian: Tindak Tutur” oleh Purnomo (2003) membahas mengenai pemanfaatan bentuk kreativitas berbahasa dalam wacana rubrik Semarangan. Pemakaian bentuk kreativitas tersebut dibahas dalam beberapa aspek kebahasaan, yaitu struktur kebahasaan, ragam bahasa, dan gaya bahasa. Kajian tindak tutur dalam skripsi tersebut dikaji berdasarkan proses komunikatif dan modus kalimat pada rubrik. Penelitian ini menyatakan bahwa rubrik Semarangan memanfaatkan berbagai bentuk kreativitas berbahasa. Hal tersebut digunakan agar tampilan rubrik Semarangan mempunyai ciri khas, menarik, dengan tidak melupakan tugas pokoknya sebagai alat komunikasi. Prabowo dalam skripsi “Pemerolehan Tindak Tutur Anak Usia 36 Bulan, Studi Kasus: Brilliant Mahardika Sudarwanto” (2009) mengkaji jenis tindak tutur dan strategi pengujaran yang dipergunakan oleh subjek dalam tuturan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pemakaian empat macam tindak tutur, yaitu tindak tutur representatif, direktif, komisif, dan ekspresif serta strategi yang dominan digunakan anak usia 36 bulan dalam berkomunikasi. Pemanfaatan aspek pragmatik dalam mengkaji suatu wacana juga dilakukan oleh Susanti dalam skripsi “Wacana Status dalam Facebook” (2010). Kajian analisis wacana dalam facebook dianalisis berdasarkan fungsi wacana dan aspek sosial yang terdapat
11
dalam wacana di facebook. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa wacana dalam WSF menggunakan tuturan nonformal dengan gaya penyampaian yang berbeda-beda. Hal tersebut dianalisis berdasarkan prinsip kerjasama, prinsip kesopanan, dan tindak tutur. Skripsi “Humor Politik: Kajian Wacana Pragmatik pada Tayangan Sentilan Sentilun” (2011) oleh Munazharoh mengkaji aspek wacana berdasarkan struktur wacana, identifikasi wacana, pemanfaatan aspek pragmatik dalam penciptaan humor Sentilan Sentilun,
dan pemanfaatan aspek kebahasaan. Hasil penelitin menyatakan bahwa
wacana dalam tanyangan Sentilan Sentilun mengandung pelanggaran prinsip kerjasama, pelanggaran prinsip kesopanan, dan pelanggaran parameter pragmatik. Hal tersebut dilakuakn untuk memicu penciptaan humor dalam tayangan tersebut. Beberapa penelitian di atas menganalisis tindak tutur berdasarkan aspek jenis dan strategi pengucapannya. Terdapat pula penelitian yang berisi penganalisisan terhadap tindak tutur dengan menghubungkannya pada konsep prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Peneliti “Tindak Tutur dalam Acara Hiburan, Studi Kasus: Program Talkshow Hitam Putih” melakukan analisis yang lebih dalam mengenai tindak tutur serta mencari persentase atau frekuensi jenis tindak tutur tertentu yang dominan dipakai dalam program acara tersebut untuk menciptakan kebaruan penelitian. Dalam penelitian ini dibahas jenis dan strategi tindak tutur serta mengkaji fungsi tindak tutur tersebut secara pragmatis. Tuturan dalam berbagai konteks memiliki maksud dan tujuan tertentu sehingga peneliti mencari frekuensi atau dominasi jenis tindak tutur tertentu berdasarkan data yang terdapat dalam THP. Frekuensi pemakaian tindak tutur
12
dalam suatu penelitian belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, selain membahas jenis, fungsi, dan strategi tuturan, penelitian ini juga akan mendata frekuensi pemakaian tuturan tertentu dalam THP.
1.7 Landasan Teori 1.7.1 Teori Wacana Wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. satuan kebahasaan terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang memupnyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan maupun tulis (Tarigan, 1987: 27 dalam Wijana 2009: 68).
Wijana mengatakan bahwa wacana merupakan
rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi dan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Mulyana (2005:7) menyatakan bahwa terdapat dua unsur utama dalam wacana, yaitu unsur internal yang berkaitan dengan aspek formal kebahasaan
dan unsur
eksternal yang berkenaan dengan hal-hal di luar wacana itu sendiri. Dalam hal ini, tindak tutur merupakan bagian dari wacana lisan atau wacana yang berwujud ujaran. Dengan demikian, sebagai bagian dari objek pragmatik, tindak tutur memiliki kaitan dengan analisis wacana, khususnya wacana pragmatik kontekstual. Wacana pragmatik kontekstual merupakan wacana yang dihasilkan dari proses percakapan yang terikat konteks (Rohmadi, 2010: 20).
13
1.7.2 Identifikasi Tindak Tutur Tindak tutur dalam kegiatan berbahasa merupakan cara yang digunakan penutur untuk menyatakan suatu tindakan atau ungkapan secara implisit dari tuturannya. Kegiatan atau interaksi antara penutur dan mitra tutur yang menghasilkan tuturan dalam suatu konteks disebut peristiwa tutur. Tindak tutur merupakan aktivitas mengujarkan tuturan untuk mencapai maksud tuturan. Penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur yang gramatikal saja untuk mengungkapkan diri mereka, tetapi juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan–tuturan tersebut (Yule, 1996:81). Analisis tindak tutur THP dikaji dengan teori pragmatik. Pragmatik merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji mengenai bagaimana suatu bahasa digunakan dalam komunikasi. Tuturan yang digunakan manusia dalam berkomunikasi tidak hanya berfungsi sebagai media untuk menyampaikan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan atau memengaruhi sesuatu. Dengan demikian, tuturan-tuturan manusia tidak semuanya dapat dimaknai sesuai dengan struktur kata dan kalimat yang membangun tuturan tersebut. Oleh karena itu, pragmatik hadir sebagai kajian ilmu bahasa yang mengulas bagaimana manusia menggunakan strategi berbahasanya secara tepat. Pragmatik merupakan studi makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca) (Yule, 2006:3). Pragmatik menganalisis pemakaian bahasa manusia yang terikat oleh konteks. Beberapa latar belakang yang menjadi konteks pertuturan dalam pragmatik adalah penutur, lawan tutur, waktu tuturan, dan situasi tuturan. Strategi pemakaian bahasa juga terkait dengan aspek-aspek bahasa yang dikaji dalam ilmu
14
pragmatik. Aspek bahasa yang dikaji dalam pragmatik, yaitu tindak tutur, implikatur, deiksis, prinsip kerja sama, dan kesopanan.
1.7.3 Jenis Tindak Tutur Berdasarkan Bentuk Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai media untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga berfungsi untuk melakukan tindakan atau memengaruhi suatu hal. Tindakantindakan yang disertakan dalam tuturan disebut tindak tutur. Dalam melakukan kegiatan berbahasa, manusia secara tidak langsung telah melakukan tiga tindakan, yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Wijana (1996:17) mengatakan bahwa tindak tutur lokusi merupakan tindak tutur untuk bertujuan untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something). Tujuan dari tindak
lokusi adalah untuk menginformasikan atau mengatakan sesuatu. misalnya
“Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta”. Maksud tuturan tersebut adalah untuk memberi informasi kepada lawan tutur bahwa ibukota Indonesia adalah Jakarta. Selain untuk mengatakan sesuatu, tindak tutur
juga dapat digunakan untuk
melakukan sesuatu (Wijana, 1996:18). Tindak tutur tersebut disebut tindak ilokusi, yaitu tindak tutur yang menjadikan tuturan tidak hanya sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu, tetapi juga untuk melakukan suatu tindakan, misalnya tuturan ‘saya sedang belajar’ tidak hanya diucapkan untuk menyatakan bhawa si penutur sedang belajar, tetapi bisa juga menyatakan tindakan agar si penutur tidak diganggu atau bisa juga untuk menolak ajakan bermain karena si penutur sedang belajar.
15
Tindak tutur perlokusi merupakan tindak tutur yang bertujuan untuk memengaruhi orang lain untuk melakukan suatu tindakan atau memberi efek pada pendengar sehingga pendengar melakukan tindakan fisik sebagai respons. Tuturan memiliki daya pengaruh atau menimbulkan efek secara sengaja atu tidak yang dikreasikan penutur bagi orang yang mendengarnya (Wijana, 1996:19). Misalnya, ketika penutur mengatakan Saya sedang belajar maka beberapa tindakan atau reaksi yang muncul sebagai efek atas tuturan tersebut adalah lawan tutur akan pergi, lawan tutur ikut belajar, atau lawan tutur akan minta maaf karena telah mengganggu.
1.7.4 Jenis Tindak Tutur Berdasarkan Fungsi Yule (1996: 92) mengkalsifikasikan tindak tutur berdasarkan fungsinya menjadi lima bagian, yaitu tindak tutur deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Berikut merupakan uarain jenis-jenis tindak tutur berdasarkan fungsinya 1) Tindak Tutur Deklaratif Tindak tutur deklaratif mengandung maksud memberitakan sesuatu, seperti pengungkapan sutau peristiwa atau suatu kejadian kepada mitra tutur (Rahardi, 2005:74). Tindak tutur deklaratif merupakan jenis tindak tutur yang digunakan untuk mendeklarasikan sesuatu, misalnya “Sekarang saya sahkan kalian menjadi pasangan suami-istri”. 2) Tindak Tutur Representatif Tindak tutur representatif merupakan jenis tindak tutur yang digunakan untuk merepresentasikan atau menyatakan sesuatu. Pernyataan dalam tindak tutur ini
16
dapat berupa pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian (Yule, 2006:92). Misalnya, “Linguistik merupakan ilmu bahasa”, “Aku sangat menyayangi Ayah dan Ibu”. 3) Tindak Tutur Ekspresif Cutting (2008: 15) menyatakan bahwa tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang disampaikan penutur untuk menggambarkan perasaan penutur, seperti permintaan maaf, doa, ucapan selamat, dan penyesalan seperti pada kutipan berikut ini: Expressive This last group includes acts in which the words state what teh speaker feels, such as ‘apologising’, ‘praising’, congratulating’, ‘deploring’, and ‘regreetting’. Contoh tindak tutur ekspresif, yaitu “Maaf, saya menyakiti hatimu”, “Selamat yah atas kemenangan mu”. 4) Tindak Tutur Direktif Tindak tutur direktif merupakan
jenis tindak tutur ynag digunakan untuk
mendireksi, memerintah, atau meminta seseorang melakukan apa yang diinginkan penutur. Misalnya, “Tolong tutup pintu itu”, “Anda bisa keluar sekarang”. Dalam hal ini, Kuncana Rahardi (2005:79).
menggunakan istilah
imperatif, yaitu kalimat yang mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan suatu sebagaimana yang diinginkan penutur. Berdasarkan modusnya, Sumarsih (2012: 43) membagi tuturan direktif berdasarkan modusnya menjadi tiga bagian, yaitu modus imperatif halus, modus deklaratif, dan modus interogatif. Tindak tutur direktif terbagi lagi menjadi 8
17
bagian, yaitu direktif suruhan, permohonan, permintaan, larangan, penyaranan, pengharusan, pengharapan, pembiaran. Rahardi (2002: 79) mengkalsifikasikan kalimat imperatif menjadi lima bagian, yaitu kalimat imperatif biasa, kalimat imperatif permintaan, kalimat imperatif pemberian izin, kalimat imperatif ajakan, dan kalimat imperatif suruhan. 5) Tindak Tutur Komisif Tindak tuturkomisif merupakan jenis tindak tutur yang digunakan untuk mengungkapkan suatu janji, pengandaian, atau keinginan penutur terhadap suatu hal di masa yang akan datang. Cutting (2008: 15) menyatakan bahwa tuturan komisif merupakan tindakan dimana tuturan penutur mengandung komitmen untuk tindakan di masa yang akan datang, seperti menjanjikan, menawarkan, mengancam, menolak, bersumpah, dan merelakan sesuatu di masa depan seperti yang terdapat dalam kutipan berikut ini: comissives acts in which the words commit the speaker to future action, such as ‘promising’, ‘offering’, ‘threatening’, ‘refusing’, ‘vowing’, and ‘volunteering’. Contoh tuturan komisif, yaitu “Seandainya saya tahu lebih awal, saya akan berusaha lebih baik”, “Kalau kamu memaafkanku, aku berjanji tidak akan membuat kesalahan lagi”.
1.7.5 Jenis Tindak Tutur berdasarkan Strategi Berdasarkan strategi pengucapannya, tindak tutur dibagi dalam delapan bagian, yaitu:
18
1) Tindak Tutur Langsung Tindak tutur langsung merupakan tindak tutur yang difungsikan secara konvensional sesuai modusnya (Wijana, 1996:30). Tindak tutur langsung merupakan jenis tindak tutur yang maksud pengucapannya sama atau sesuai dengan modus kalimat yang digunakan, seperti memberitakan dengan kalimat berita, memerintah dengan kalimat perintah, dan sebagainya. a) Memberitakan dengan kalimat berita. Contoh : “Saya berangkat ke Medan besok.” b) Memerintah dengan kalimat perintah. Contoh : “Buang sampah itu.” c) Bertanya dengan kalimat tanya. Contoh : “Kapan tugas ini dikumpulkan?” 2) Tindak Tutur Tidak Langsung Cutting (2008:19) menyatakan bahwa
sesuatu yang kita maksudkan dalam
tuturan tidak selamanya sesuai dengan kata-kata yang menyusun tuturan tersebut, tetapi terkadang terdapat dalam maksud yang dimplikasikan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut. what me means is acuatlly not in the words themselves but in the meaning implied, that is what we call an indirect speech act. Tindak tutur tidak langsung terjadi apabila kalimat difungsikan tidak sesuai modusnya dengan maksud berbicara lebih sopan (Wijana, 1996:30) Tindak tutur tidak langsung merupakan jenis tindak tutur yang maksud
19
pengucapannya tidak sama atau tidak sesuai dengan modus kalimat yang digunakan, seperti memerintah dengan kalimat tanya. \ a) Memerintah dengan kalimat tanya. Contoh :“Mobilnya sudah dicuci?” (menyuruh agar mobilnya segera dicuci’) b) Memerintah dengan kalimat berita. Contoh : “Buku saya ketinggalan di meja belajar” (‘menyuruh agar bukunya diambilkan’) 3) Tindak Tutur Literal Tindak tutur literal merupakan jenis tindak tutur yang maksud pengucapannya sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya atau makna kata-kata bersifat literal (Wijana,1996:32). Contoh : “Lantai ini bersih sekali.” (‘lantai tersebut benar-benar bersih’) “Suaramu bagus sekali” (‘suara orang yang dimaksud memang bagus’) 4) Tindak Tutur Tidak Literal Apabila penutur menyatakan suatu kalimat dengan maksud lain, tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur tidak literal (Wijana,1996:32). Tindak tutur tidak literal merupakan jenis tindak tutur yang maksud pengucapannya tidak sama atau tidak sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya (makna kata-kata bersifat tidak literal)
20
Contoh : “Rumahnya besar sekali.” (‘menyindir karena rumah tersebut ternyata kecil’) 5) Tindak Tutur Langsung Literal Tindak tutur langsung literal merupakan jenis tindak tutur yang maksud pengucapannya sesuai dengan modus kalimat dan kata-kata yang menyusunnya. Wijana (1996:33) mengatakan bahwa tindak tutur langsung literal merupakan tindak tutur
yang modus dan makna tuturannya sama dengan maksud
pengutaraannya. 6) Tindal Tutur Langsung Tidak Literal Tindak tutur langsung tidak literal diutarakan dengan modus yang sesui dengan maksud tuturan, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya tidak sama dengan maksud tuturan (Wijana, 1996: 35). 7) Tindak Tutur Tidak Langsung Literal Wijana (1996:34) menyatakan bahwa tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dngan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. 8) Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal Tindak tutur tidak langsung tidak literal merupakan jenis tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya (Wijana, 1996:35).
21
1.8 Metode dan Teknik Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.
Tahap penyediaan dan
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dan teknik rekam dilanjutkan dengan teknik catat. Data penelitian merupakan video THP episode 10 April 2013—4 Maret 2014. Data diambil dan dikumpulkan dengan merekam tayangan langsung THP dengan menggunakan media handphone. Hasil rekaman tidak hanya berupa audio, tetapi juga dalam bentuk video (audio visual). Setelah itu, audio rekaman berupa percakapan Dedi dan bintang tamu dalam talkshow tersebut ditranskrip ke dalam bentuk tulisan (ortografis). Setelah data dikumpulkan kemudian dilanjutkan pada tahap analisis data. Analisis data dilakukan dengan memperhatikan konteks tuturan. Data berupa transkripsi tuturan antara Dedi dan bintang tamu dalam THP kemudian diklasifikasi berdasarkan bentuk, fungsi, dan strategi tindak tutur. Segmentasi data dalam penelitian dipilah berdasarkan satu keutuhan informasi yang disampaikan dalam tuturan. Contoh data yang dianalisis secara kualitatif didapatkan secara acak melalui tuturan-tuturan dalam THP, sedangkan data yang dianalisis secara kuantitatif didapatkan secara keseluruhan dalam THP episode 10 April 2013—4 Maret 2014. Data yang telah dikasifikasi kemudian dicatat dalam kartu data. Selanjutnya, analisis dilanjutkan pada perhitungan frekuensi jenis tindak tutur berdasarkan bentuk, fungsi, dan strategi dalam THP. Hasil analisis disajikan dengan pendeskripsian bentuk, fungsi, dan strategi tindak tutur Dedi dan bintang tamu sesuai dengan konteks dalam THP. Sementara itu, hasil
22
analisis yang bersifat kuantitatif disajikan dalam bentuk persentase dan grafik tindak tutur dalam THP. Komponen yang memengaruhi dominasi tindak tutur dalam episode tertentu dideskripsikan dengan kata-kata. Hasil analisis data kemudian disajikan dalam bentuk lengkap struktur laporan penelitian.
1.9 Sistematika Penyajian Penelitian tindak tutur dalam THP disajikan dalam lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penyajian. Bab II merupakan uraian analisis jenis tindak tutur yang terdapat dalam wacana acara talkshow “Hitam Putih”. Bab III merupakan uraian dominasi frekuensi dan peran tindak tutur dalam THP. Bab IV merupakan bagian penutup analisis, yaitu simpulan dan saran. Penomoran data dalam penelitian ini dilakukan dengan sistem berlanjut dari awal hingga akhir analisis. Data yang pertama muncul akan diberi nomor data (1) dan data berikutnya akan diberi nomor data (2) dan seterusnya. Apabila terjadi pengulangan data, data yang berulang tersebut akan diberi tambahan identitas data, misalnya data nomor (1) muncul lagi di pembahasan lain, maka data tersebut akan diberi nomor data (1a), muncul pada kali ketiga menjadi (1b) dan seterusnya.