BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seluruh manusia tercipta sebagai makhluk sosial, yang dimana tak pernah terlepas dalam kegiatan komunikasi. Dalam buku Komunikasi AntarBudaya, Jalaluddin Rakhmat dan Deddy Mulyana mengatakan Komunikasi didefinisikan sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku1. Jika seseorang melakukan sesuatu, dan kita memberikan makna pada apa yang dia lakukan, saat itu telah terjadi komunikasi terlepas kita menyadari atau tidak menyadarinya. Berbeda dengan Onong Uchyana yang mengatakan komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran yang dimaksud bisa diartikan gagasan, informasi, opini dan sebagainya yang muncul dari benak pikirannya2. Tetapi saat ini komunikasi didefinisikan sebagai proses dinamik transaksional yang mempengaruhi perilaku sumber dan penerimanya dengan sengaja menyadari perilaku mereka untuk menghasilkan pesan yang mereka salurkan lewat suatu saluran guna merangsang atau memperoleh sikap atau perilaku tertentu 3. Jika Onong Uchyana menjelaskan komunikasi sebagai proses, tak lain dengan yang dikemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi komunikasi bahwasannya
1
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Rosda. 2005 hal 13 Burhan Mungin. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2008 hal 31 3 Ahmad Sihabudin. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Bumi Aksara. 2011 hal 15 2
“Komunikasi adalah peristiwa sosial – peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lainnya4”. Namun menurut beberapa ahli komunikasi, komunikasi mempunyai beberapa fungsi. Seperti yang dikemukakan oleh Rudoph F. Verderber dalam buku Ilmu Komunikasi, Deddy Mulyana bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, seperti: apa yang akan kita lakukan dipagi hari saat bangun tidur, apakah kita bekerja atau tidak, bagaimana belajar menghadapi ujian5. Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri-sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat, tak heran sering kali kita mendengar orang tua memberi nasehat pada anaknya jika mencari pasangan hidup harus memperhatikan bibit, bebet, dan bobot. Nasehat tersebut diberikan agar dapat memrubah kehidupan keluarga lebih baik, juga untuk mempertahankan kesan yang tercipta bahwa keluarga mereka adalah keluarga baik dan terpandang6.
4
Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda. 2004 hal 9 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi. Bandung: Rosda. 2007 hal 5 6 Ibid 5
Dalam buku Ilmu Komunikasi, Deddy Mulyana membahas empat fungsi komunikasi berdasarkan kerangka yang dikemukakan oleh William I. Gorden. Keempat fungsi komunikasi tersebut, yaitu fungsi komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental, tidak saling menidakan (nutually exclusive). Fungsi-fungsi peristiwa komunikasipun saling berkaitan tidak sama sekali independen meskipun terdapat suatu fungsi dominan7. Implisit dalam fungsi komunikasi sosial adalah fungsi komunikasi kultural atau komunikasi budaya. Para dan ilmuwan komunikasi menyepakati bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai keterkaitan, komunikasi dan budaya seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi satu bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasipun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Seperti yang dikemukakan oleh Edwart T. Hal8 bahwa “budaya adalah komunikasi” dan “komunikasi adalah budaya” Dalam buku Sosiologi Komunikasi, Burhan Bungin menyatakan “Kebudayaan adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktivitasnya”9 Dengan demikian, maka kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Budaya berkaitan dengan pola hidup atau kebiasaan manusia. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang harus dan tidak harus, yang sesuai dan yang tidak sesuai menurut budayanya. Bahasa, gaya bicara, cara bersikap, kebiasaan makan, kegiatan-kegiatan ekonomi dan politik, dan teknologi semua itu berdasarkan pola-pola budaya. Ada orang yang berbicara 7
8 9
Ibid Ibid 6 Burhan Mungin. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana. 2008 hal 52
dengan nada keras seperti membentak atau marah ada juga yang berbicara dengan nada lembut dan halus sekali, ada orang yang menunduk atau membungkuk saat berjalan didepan orang tua, bersikap manis pada anak kecil, berbicara melalui telepon, tidak memakan daging, ini semua karena mereka dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan dalam suatu lingkungan budaya yang mengandung unsur-unsur tersebut. Tidak berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh Deddy Mulyana dan Burhan Mungin dalam buku mereka, komunikasi antar budaya yang menjelaskan bahwa budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia berlajar berpikir, untuk menyelesaikan suatu masalah, dalam kehidupan seseorang harus berpikir bagaimana dia dapat menyelesaikan masalahnya. Manusia juga harus belajar merasa, mempercayai dan mengusahakan sesuai dengan apa yang budaya mereka ajarkan10. Budaya juga dapat dikatakan sebagai pembangkit suatu bakat. Secara umum budaya didefinisikan suatu kumpulan pengetahuan, pengalaman, norma, nilai, adat, perilaku, agama, peranan, hubungan ruang, objek-objek materi dan milik yang diperoleh dari sekelompok besar orang dari generasi kegenerasi melalui usaha individu maupun kelompok. Budaya secara tidak langsung kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang akan tumbuh sebagai anak yang baik, sopan, ramah dan tahu akan tata krama jika dari kecil dia hidup dalam keluarga dan lingkungan yang selalu bersikap sopan dan baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang akan bersikap buruk, tidak tahu akan tata karma dan berbicara pun kasar, tidak sopan terhadap orang tua, jika dia hidup dan diajarkan dalam keluarga dan lingkungan yang tidak baik, yang mengajarkan secara langsung atau secara tidak langsung untuk berkata keras dan bersikap kurang ajar. 10
Ibid
Indonesia sangat terkenal didunia sebagai Negara yang kaya akan adat, budaya dan kultur. Indonesia memiliki banyak perbedaan budaya dan etnik, salah satunya di daerah pulau Sumatera tepatnya di Sumatera Barat, yaitu Minang Kabau. Daerah Minang Kabau adalah suatu daerah yang menganut adat Matrilieal11. Banyak cerita tentang asal mula nama kota MinangKabau. Dalam buku Dasar Falsafah Adat MinangKabau, menjelaskan sejarah asal mula nama daerah MinangKabau tidak cukup jelas. Namun diantara keterangan-keterangan yang paling banyak mengandung kemungkinan kebenaran adalah keterang an dari Van Der Tuuk, yang berpendapat bahwa perkataan itu adalah berasal dari Pinang Khau, yang berarti Tanah Asal12. Budaya Minang kabau adalah sebuah budaya yang berkembang di Minang kabau, tepatnya di Padang Sumatera Barat serta daerah rantau Minang. Luas Sumatera Barat hanyalah sekitar 18.000 km persegi atau tidak lebih dari 11% luas pulau Sumatera dan kurang dari 3% dari total luas Indonesia kecuali kawasan pantai, sebagian besar kawasan Minngkabau terletak pada ketinggian sekitar 1.500 kaki di atas permukaan laut13. Sumatera Barat adalah daerah yang terpadat penduduknya di Sumatera dan merupakan salah satu dari lima kawasan yang paling padat penduduknya di Indonesia, menyusul setelah tiga propinsi di pulau Jawa dan Sulawesi Selatan14. Masyarakat Sumatera Barat khususnya masyarakat Minang telah dikenal sebagai masyarakat yang kuat akan nilai-nilai dan ajaran Islam15. Setiap anak dalam keluarga Minang dari ia kecil telah ditanamkan ajaran agama Islam, semua perilaku harus sesuai dengan kitabullah 11
Elizabeth E. Graves. Asal-Usul Elite MinangKabau Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007 hal 12 Prof. Mr. M. Nasroen. Dasar Falsafah Adat MinangKabau. Jakarta: Bulan Bintang. 1971 hal 19 13 Elizabeth E. Graves. Asal-Usul Elite MinangKabau Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2007 hal 2 14 Ibid 15 Prof. Mr. M. Nasroen. Dasar Falsafah Adat MinangKabau. Jakarta: Bulan Bintang. 1971 hal 23 12
yaitu, Al-Quran. Tetapi salah satu adat yang ada di Minang sangat bertentangan dalam Al-Quran atau yang diajarkan dalam Islam. Masyarakat Minang menganut sistem Matrilineal, yang di mana sangat berbeda dengan adat masyarakat Jakarta atau Jawa dan Sunda. Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu.
Sistem adat yang dianut oleh masyarakat Minang ini sangat jelas bertentangan
dengan hukum-hukum Islam dalam Al-Quran. Seperti contonya pembagian harta warisan dalam keluarga, dalam Islam menyebutkan bahwa anak laki-laki dalam keluarga berhak mendapatkan bagian lebih besar dari anak perempuan. Sedangkan dalam adat Minang Kabau menyebutkan bahwa harta warisan dalam keluarga jatuh kepada anak perempuan dan laki-laki tidak berhak akan harta keluarga. Adat tersebut jelas sangat berbeda dengan yang telah tertulis dalam AlQuran. Dalam Al-Quran, surat An-nisa ayat 7 mengatakan “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu, bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”16. Jelas dalam surat An-nisa dikatakan bahwa setiap anak baik laki-laki atau perempuan dalam keluarga berhak untuk mendapatkan harta waris dari ibu bapak atau kerabatnya, tetapi berbeda dengan adat dalam Minang yang mengatakan harta waris dalam keluarga diserahkan pada anak perempuan atau garis keturunan ibu. Kini banyak masyarakat Minang yang tinggal dan hidup tidak hanya di daerah asal mereka yaitu Sumater Barat. Banyak orang-orang minang yang merantau dan tinggal di Luar daerah asal mereka. Untuk dapat bersosialsasi dan dapat diterima oleh orang-orang yang berlatar 16
Al-Quran. Surat An-Nisa, ayat 7.
belakang kebudayaan yang sama maupun yang berbeda diperlukan komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya berguna untuk mengantisipasi terjadinya konflik dalam komunikasi. Seperti halnya orang Minang yang merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib, jelas kita ketahui bahwasannya orang-orang yang tinggal di Jakarta tidak hanya orang asli Jakarta. Namun, kini telah banyak orang-orang yang berlatar belakang kebudayaan berbeda tinggal di Jakarta. Untuk terciptanya komunikasi yang harmonis antar sesama tentu sangat dibutuhkan komunikasi antarbudaya dan komunikasi antarpribadi yang baik. Seperti yang terjadi pada beberapa keluarga dan orang-orang Minang yang tinggal di Jakarta, tepatnya di Sunter, Jakarta Utara Keluarga Bapak Hendra dan keluarga Bapak Hengki yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan istri, dapat menciptakan hubungan keluarga yang harmonis, yang jika diliat dari latar belakang budaya mereka jika dilihat sulit untuk menciptakan komunikasi yang baik dan dapat manyatukan persepsi antara dua orang yang berbeda kebudayaan yang berarti juga memiliki banyak kebudayaan yang berbeda. Lain halnya dengan keluarga Bapak Mukni dengan istrinya, beliau berasal dari kebudayaan yang sama yaitu minang, jika dilihat mungkin tidak sulit untuk menyatukan persepsi yang tercipta diantara mereka. Namun Bapak Mukni tidak hanya sukses menciptakan komunikasi yang baik didalam keluarganya tetapi ia juga dapat bersosialisasi dengan lingkungan dimana ia tinggal. Bapak Mukni dan keluarga dapat diterima bahkan hidup baik dengan tetangga-tetangga sekitarnya, walau ia dan keluarga memiliki kebudayaan yang berbeda dengan tetangga-tetangganya.
Kehidupan inilah yang yang menurut peneliti menarik untuk peneliti melakukan penelitian mengenai Tradisi Matrilineal dalam Tinjauan Komunikasi Antarbudaya dan Intrabudaya
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan keadaan sosial yang telah dijabarkn diatas, peneliti merumuskan masalah
yang akan diteliti adalah, “Bagaimana Komunikasi AntarBudaya serta Komunikasi IntraBudaya Orang Minang di Jakarta Terhadap Arus Tradisi Matrilineal di Era Moderenisasi?”
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan peneliti mengadakan penelitian terhadap masyarakat minang saat ini dengan judul
penelitian
“Tradisi
Matrilineal
dalam
Tinjauan
Komunikasi
AntarBudaya
dan
IntraBudaya, Studi Kasus Orang Minang di Jakarta” bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi antarbudaya serta komunikasi intrabudaya orang Minang di Jakarta pada adat Matrilineal dalam era moderenisasi saat ini. 1.4. Manfaat Penelitian Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa manfaat penelitian, yaitu manfaat secara teoritis dan secara praktis.
a. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang didapatkan dalam penelitian ini untuk Perguruan Tinggi atau Universitas, menginformasikan tentang komunikasi antar budaya, intra budaya serta menginformasikan fungsi komunikasi sosial. b. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diberikan dalam penelitian ini, yaitu memberikan informasi mengenai kehidupan masyarakat minang yang menganut system matrilineal. Serta menciptakan dan mempertahankan Moderenisasi saat ini.
pemahaman adat
Matrilineal
ditengah
era