BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan. Indikator mutu pelayanan menurut Depkes RI (2001) terdiri dari indikator mutu pelayanan rumah sakit dan indikator mutu standar asuhan keperawatan. Salah satu indikator mutu pelayanan rumah sakit adalah angka kejadian infeksi karena jarum infus.
Upaya peningkatan pelayanan rumah sakit sebagai bagian dari pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah dengan diterbitkannya standar pelayanan minimal rumah sakit. Pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit merupakan salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Salah satu indikator dalam standar pelayanan minimal rumah sakit adalah kejadian infeksi nosokomial. Kejadian infeksi nosokomial yang menjadi acuan adalah kurang dari 1,5% (Depkes, 2008). Salah satu bentuk infeksi nosokomial adalah plebitis. Resiko kejadian plebitis meningkat karena terapi intravena dilakukan
di semua unit
pelayanan kesehatan seperti perawatan akut, perawatan emergensi, perawatan ambulatory, dan perawatan kesehatan di rumah. Populasi ini sangat beresiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan terapi intravena (IV) (Schaffer, dkk, 2000 dalam Pasaribu, M. 2006).
1
2
Menurut Smeltzer and Bare (2002), plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak di sekitar daerah penusukan atau sepanjang vena dan pembengkakan. Plebitis adalah peradangan vena yang disebabkan oleh kateter atau iritasi kimia zat aditif dan obat-obatan yang diberikan secara intravena (Potter & Perry, 2005). Plebitis disebabkan oleh berbagai hal diantaranya yaitu faktor kimia dan faktor mekanik. Faktor kimia meliputi jenis cairan infus dan obat-obatan yang digunakan, kecepatan aliran infus serta bahan kateter,
dan
faktor mekanik terjadi saat dilakukan pemasangan infus, ada trauma fisik pada lokasi penusukan dan faktor bakterial yang berhubungan dengan kolonisasi bakteri.
Faktor bakterial yang berhubungan dengan kolonisasi bakteri dapat diminimalisir dengan penggunaan teknik asepsis dalam melakukan prosedur pemasangan infus. Menurut
Depkes RI (2006, dalam Wijayasari) jumlah kejadian Infeksi
nosokomial berupa plebitis di Indonesia sebanyak (17,11%). Penelitian yang dilakukan oleh Rumi Saryati (2002), dalam penelitiannya tentang hubungan pemilihan lokasi insersi kanula infus dengan kejadian plebit is pada pasien dewasa di instalasi rawat inap RS Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, ditemukan hasil penelitian bahwa lokasi insersi kanula terbanyak di lokasi yang beresiko terhadap kejadian plebitis (vena banyak bergerak dan vena menekuk) 69%, total kasus kejadian plebitis adalah 43 kejadian dari 162 pasien (insiden 62,5% dengan gejala
3
klinis terbanyak nyeri/panas pada lokasi insersi kanula dan kejadian terbanyak pada hari ketiga).
Kejadian plebitis meningkat sejalan dengan lamanya kanulasi atau waktu pemasangan. Seperti yang diketemukan oleh Gabriel, et al., (2005) yang mangatakan bahwa angka kejadian plebitis meningkat dari 12% menjadi 34% pada 24 jam pertama setelah hari pertama pemasangan, diikuti oleh peningkatan angka dari 35% menjadi 65% setelah 48 jam pemasangan kateter. Penelitian yang dilakukan oleh Nuryati Eti dengan judul hubungan kepatuhan perawat melakukan cuci tangan dengan kejadian infeksi nosokomial di RS Awal Bros Tangerang. Hasil penelitiannya menunjukkan ada hubungan antara kepatuhan cuci tangan dengan infeksi nosokomial dengan variabel kepatuhan cuci tangan pada kategori tidak patuh 40% dan kejadian infeksi sebesar 20%.
Penelitian yang dilakukan oleh Eti Rimawati dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian plebitis pada pasien di unit rawat inap di RSU Roemani Semarang dengan hasil ada hubungan antara faktor-faktor yang menyebabkan plebitis yaitu faktor ketrampilan perawat dalam memasang infus dengan p value 0,018 < 0,05, faktor penggunaan desinfektan tangan dengan p value 0,000 < 0,05, kestrerilan alat dengan p value 0,004> 0,05, lokasi penusukan dengan p value 0,001< 0,05, lama pemasangan dengan p value 0,011> 0,05, dan penerangan
dengan
lampu
sorot
dengan
p
value
0,003
>
0,05.
4
Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus (plebitis) bagi pasien menimbulkan dampak yang nyata yaitu ketidaknyamanan pasien,
menambah
lama hari perawatan, dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit. Bagi mutu pelayanan rumah sakit akan menyebabkan izin operasional sebuah rumah sakit dicabut dikarenakan tingginya angka kejadian infeksi plebitis, beban kerja atau tugas bertambah bagi tenaga kesehatan, dapat menimbulkan terjadinya tuntutan (malpraktek), dan juga dapat menurunkan citra dan kualitas pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008).
Usaha perawat untuk meminimalkan serangan dan penyebaran infeksi didasarkan pada prinsip teknik asepsis. Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab sakit. Teknik asepsis adalah usaha mempertahankan pasien sedapat mungkin bebas dari mikroorganisme (Potter & Perry, 2005). Terapi intravena
merupakan tindakan
invasif yang dapat menimbulkan infeksi jika tidak dilakukan secara adekuat. Untuk mencegah terjadinya infeksi maka teknik pemasangan kanula intravena, persiapan kulit, pengelolaan balutan, pengelolaan set infus dan penggantian kanula harus dilakukan sesuai standar (Alexander, et al.,2010; Hindley, 2004; Gabriel, 2008).
Patuh (compliance) adalah taat atau tidak taat terhadap perintah atau ketentuan yang berlaku, dan merupakan titik awal dari perubahan sikap dan perilaku individu.
Keberhasilan
pelaksanaan
pelayanan
keperawatan
memberikan
kontribusi terhadap cakupan pelayanan keperawatan secara keseluruhan, dan konsekuensi positifnya adalah meningkatnya kinerja rumah sakit. Faktor-faktor
5
yang mempengaruhi kepatuhan adalah: Faktor kesehatan pekerjaan, faktor individu dan faktor organisasi.
Rumah Sakit Umum daerah SoE adalah salah satu rumah sakit milik pemerintah yang berada di Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang menerima rujukan dari puskesmas di kabupaten tersebut yang berfungsi menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien. Berdasarkan data yang direkap dari Rumah Sakit Umum Daerah SoE, menunjukkan bahwa angka kejadian plebitis pada tahun 2012 sebanyak 5,9%, dan pada tahun 2013 sampai dengan bulan Juli tahun 2013 kejadian plebitis sudah mencapai 10,3% dimana terjadi peningkatan dari tahun 2012. Dari data tersebut tidak dijelaskan jenis plebitis apa yang paling banyak terjadi di RSUD SoE.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan observasi langsung selama ini di ruang Instalasi Rawat Inap (IRNA) RSUD SoE menunjukkan bahwa masih ada beberapa perawat yang tidak melakukan teknik pemasangan infus yang sesuai dengan standar pemberian terapi cairan intravena misalnya tidak menggunakan sarung tangan ataupun tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan pemasangan infus, desinfeksi kulit tidak adekuat (kadang menyentuh kembali kulit yang sudah didesinfeksi), dan kadang menutup area insersi dengan plester. Selain itu pemilihan lokasi penusukan, kecepatan tetesan, penggunaan ukuran kateter yang tidak sesuai juga masih dilakukan oleh beberapa perawat.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan kepada lima orang perawat yang melakukan pemasangan infus, dua perawat yang melakukan pemasangan infus
6
yang patuh sesuai dengan standar pemberian terapi cairan intravena pada 10 orang pasien terdapat dua orang pasien (20%) yang mengalami plebitis. Tiga orang perawat yang melakukan pemasangan infus yang tidak patuh sesuai dengan standar pemberian terapi cairan intravena pada 10 orang pasien, enam orang pasien (70%) diantaranya mengalami plebitis. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa plebitis lebih banyak terjadi pada perawat yang tidak patuh terhadap pelaksanaan standar pemberian terapi cairan intravena.
Dari hasil wawancara
yang dilakukan kepada lima orang perawat tentang kepatuhan mereka terhadap standar pemberian terapi cairan intravena, lima orang perawat yang dijadikan sampel mengatakan bahwa mereka mengetahui tentang standar pemberian terapi cairan intravena tetapi setelah dilakukan observasi saat melakukan pemasangan infus ternyata ada beberapa kriteria yang tidak dilaksanakan
sesuai dengan
standar pemberian terapi cairan intravena.
Berdasarkan dari fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Kepatuhan Perawat Melaksanakan Prinsip Pemberian Terapi Cairan Intravena Dengan Kejadian Plebitis di Instalasi Rawat Inap
RSUD
SoE
“.
7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini “Apakah Ada Hubungan Kepatuhan Perawat Melaksanakan Prinsip Pemberian Terapi Cairan Intravena Dengan Kejadian Plebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD SoE?”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara
kepatuhan perawat
melaksanakan prinsip
pemberian terapi cairan intravena dengan kejadian plebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD SoE.
1.3.2 a.
Tujuan Khusus
Mengidentifikasi kepatuhan perawat melaksanakan prinsip pemberian terapi cairan intravena di Instalasi Rawat Inap RSUD SoE.
b.
Mengidentifikasi kejadian plebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD SoE.
c.
Menganalisis hubungan antara kepatuhan perawat melaksanakan prinsip pemberian terapi cairan intravena dengan kejadian plebitis di Instalasi Rawat Inap RSUD SoE.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Rumah Sakit Umum Daerah SoE Diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan berkenaan dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus di rumah sakit.
8
Selain itu juga sebagai salah satu alat evaluasi pencapaian tindakan pencegahan infeksi melalui jarum infus (plebitis) dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. 1.4.2 Bagi peneliti sendiri Dapat memberikan pengalaman belajar yang berharga dalam mengaplikasikan pengetahuan
khususnya teori pemasangan infus ke dalam dunia praktek yang
sebenarnya. 1.4.3 Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan informasi dan data bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk meneliti dalam lingkup yang sama.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian hubungan kepatuhan perawat melaksanakan prinsip pemberian terapi cairan intravena dengan kejadian plebitis di IRNA RSUD SoE, Kabupaten Timor Tengah Selatan, sepengetahuan penulis belum pernah ada yang melakukan. Ada beberapa penelitian yang membahas topik yang sama antara lain : 1
Deya Prastika. (2012) dalam jurnal penelitiannya berjudul “Hubungan Faktor-Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Plebitis Dengan Kejadian Plebitis Pada Pasien Dewasa Di Ruang Perawatan RSUD Majalaya“. Penelitian ini menggunakan deskriptif korelasional dengan populasi penelitian semua pasien yang dilakukan pemasangan infus di ruang IGD RSUD Majalaya dengan jumlah sampel 90 orang dengan menggunakan teknik sampel random sampling. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah faktorfaktor resiko penyebab plebitis antara lain: faktor teknik pemasangan, faktor
9
usia, faktor obat-obatan, faktor jenis cairan dan faktor status gizi. Sementara itu, variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian plebitis di ruang Cempaka, Flamboyan, dan Melati. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa bivariat menggunakan Uji Chi-Square dan Coefficient Contingensi. Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor resiko tindakan pemasangan infus dengan nilai p sebesar 0,031, faktor resiko usia pasien dengan nilai p sebesar 0,000 dan status gizi pasien dengan nilai p sebesar 0,007 terhadap kejadian plebitis. 2
Pasaribu,
M.
(2008) dalam
jurnal penelitiannya
berjudul
“Analisis
Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Pemasangan Infus Terhadap Kejadian Plebitis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik observasional (non eksperimen), dengan populasi penelitian perawat yang bertugas di Rumah Sakit Haji Medan dan pasien yang sedang dirawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Haji Medan pada saat penelitian berlangsung dengan jumlah sampel 100 orang. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini Standar Operasional Pemasangan Infus dan variabel dependennya adalah kejadian plebitis. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa bivariat menggunakan uji Chi-Square dan analisa multivariat menggunakan uji Regresi Logistik. Hasil analisa menunjukkan bahwa ada hubungan antara perawat yang melaksanakan pemasangan infus sesuai SOP dengan kejadian plebitis
pada
pasien,
hal
ini
terlihat
dari
p
value
0,008.
1 0