1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan kedua profesi tersebut. Namun, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang menganggap Notaris dan PPAT adalah profesi yang sama, padahal di antara keduanya terdapat perbedaan kewenangan. Anggapan ini muncul karena lazimnya Notaris dan PPAT dijabat oleh orang yang sama. Pada kenyataannya tidak selalu demikian, karena sampai saat ini masih ada yang hanya menjalankan jabatan Notaris ataupun PPAT saja. Notaris/PPAT diberi kewenangan oleh negara membuat alat bukti tertulis yang otentik. Kewenangan masing-masing telah ditentukan oleh negara dalam peraturan yang berbeda. Kewenangan Notaris ditentukan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan UUJN) yakni berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Ketentuan tersebut semakin diperjelas dalam penjelasan umum UUJN bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik tertentu yang tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Tidak ditentukan akta-akta yang dimaksud, pada prinsipnya Notaris dapat saja membuat akta selain akta
2
yang menjadi kewenangan PPAT. Akta tersebut meliputi semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan dalam peraturan perundangundangan atau yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan dalam akta otentik. Sementara itu kewenangan PPAT didasarkan pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut dengan PP No.37 Tahun 1998), yakni berwenang membuat akta-akta terkait perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Baik akta yang dikeluarkan oleh Notaris maupun PPAT keduanya adalah akta otentik.1 Dalam kehidupan masyarakat yang modern kebutuhan akan akta otentik semakin meningkat. Masyarakat semakin menyadari pentingnya akta otentik dalam mendukung kekuatan hukum atas berbagai perbuatan yang dilakukannya. Oleh karena itulah pelayanan hukum yang diberikan oleh Notaris/PPAT saat ini sudah menjadi bagian dari kebutuhan hukum masyarakat. Masyarakat membutuhkan suatu akta otentik sebagai alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum tertentu. Otentifikasi dari akta tersebut sangat penting artinya dalam rangka hubungan hukum yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu pula akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara formal maupun material.
1
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Pasal 1 ayat (1) PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat pembuat Akta Tanah.
3
Semua ini untuk menunjukkan bahwa akta otentik merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh.2 Bertolak dari pemahaman inilah, pembuatan akta otentik tidak boleh tanpa dasar yang kuat atau “sembarangan”. Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata ditentukan syarat-syarat pembuatan suatu akta otentik yaitu yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu dan di tempat dimana akta dibuatnya. Dalam konteks ketentuan ini pegawai umum yang berkuasa dimaksud adalah Notaris. Notaris adalah pejabat yang diutamakan dalam pembuatan akta otentik3. Notaris/PPAT sebagai pejabat umum yang mengemban tugas untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta otentik, diharapkan tidak menyalahgunakan jabatannya sehingga berpeluang merugikan kepentingan masyarakat, atau bahkan tanpa disadari dapat juga merugikan kepentingan Notaris/PPAT itu sendiri. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dalam proses pembuatan akta tersebut tidak/belum dilandasi oleh bukti pendukung yang 2
Shantika Dwi Kartika, “Pembuktian dalam Electronic Commerce dan Implikasinya Terhadap Notaris”, http://shantidk.wordpress.com/, diakses pada tanggal 16 Desember 2012, bahwa pengakuan oleh UU Jabatan Notaris terhadap akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mengandung pengertian bahwa akta otentik mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu, untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Akta otentik harus memperhatikan prinsip dasar sah atau tidaknya suatu akta otentik agar dapat berfungsi sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. 3 Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
4
kuat. Notaris/PPAT seringkali terkecoh dengan iming-iming klien atau ada rasa khawatir jika kliennya berpindah ke Notaris/PPAT lain sehingga yang bersangkutan merasa akan kehilangan pemasukan (fee). Notaris/PPAT berani mengerjakan suatu pekerjaan disaat syarat-syarat untuk suatu pekerjaan tersebut belum terpenuhi, keberanian ini didasari rasa takut jika menolak maka
akan
kehilangan
klien.
Sehingga
Notaris/PPAT
tetap
nekat
mengerjakan suatu order meskipun pekerjaannya ini menyimpang secara hukum. Kondisi
semacam
inilah
yang
pada
akhirnya
menyebabkan
Notaris/PPAT justru merugi dikemudian harinya jika produk yang dibuatnya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana mestinya, karena bagaimanapun mereka harus dapat mempertanggungjawabkan produk akta yang dibuatnya sebagai akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna di muka pengadilan. Salah satu dari produk yang dapat dibuat oleh Notaris/PPAT adalah surat keterangan yang disebut dengan covernote. Covernote pada prinsipnya bukan akta tetapi surat keterangan yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris/PPAT yang isinya menerangkan bahwa masih ada pekerjaan yang belum tuntas yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Notaris/PPAT sebagai tindak lanjut dari telah dibuatnya akta otentik. Menariknya, jika dicermati tugas dan kewenangan Notaris atau PPAT dalam UUJN dan PP No.37 Tahun 1998 tidak ada satu ketentuan pun yang menegaskan bahwa Notaris/PPAT dapat mengeluarkan Covernote untuk menerangkan bahwa
5
akta yang akan dikeluarkan masih dalam proses berjalan. Artinya covernote bukanlah produk Notaris/PPAT berdasarkan perintah UUJN dan Peraturan Pemerintah tentang PPAT. Produk tersebut bagian dari kebutuhan yang berkembang dalam praktik. Hal yang melatarbelakangi perlunya penerbitan covernote karena Notaris/PPAT memerlukan waktu yang cukup lama dalam melakukan proses tindak lanjut setelah diterbitkan akta dan dikeluarkan salinannya. Misalnya para
pihak
meminta
kepada
Notaris
untuk
membuatkan
akta
pendirian/anggaran dasar suatu perseroan terbatas, tetapi berhubung permohonan
pengesahan
sebagai
badan
hukum
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
yang
diajukan
ke
(Kemenkum HAM)
memerlukan waktu cukup lama maka, para pihak perlu meminta covernote kepada Notaris untuk memberi jaminan bahwa pengurusan permohonan badan hukum yang sedang diurus oleh Notaris tersebut pasti dilaksanakan dan setelah Surat Keputusan dari Menteri Hukum dan HAM tentang Pemberian Status Badan Hukum keluar akan diserahkan kepada para pihak. Dengan melihat contoh tersebut Covernote tidak ubahnya sebagai suatu catatan yang menerangkan sesuatu hal/perbuatan yang sedang berproses. Oleh karenanya, jika dilihat dari kekuatan mengikatnya Covernote tidak dapat dikategorikan sebagai akta otentik. Keberadaan Covernote hanya sebagai surat keterangan. Meskipun hanya berfungsi sebagai keterangan, namun dalam mengeluarkan Covernote Notaris tidak boleh bertindak “sembarangan”, karena di dalam Covernote tersebut dibubuhi tanda tangan
6
dan cap/stempel jabatan Notaris/PPAT yang bersangkutan. Isi yang tercantum dalam Covernote tersebut tetap merupakan tanggung jawab Notaris/PPAT sepenuhnya dengan segala akibat hukumnya. Apabila penerbitan Covernote tidak menerapkan prinsip kehati-hatian berlandaskan pada bukti formil dan materiil maka hal ini akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari, karena isi yang diterangkan dalam Covernote ternyata tidak dapat dilaksanakan
atau
dipenuhi
oleh
Notaris/PPAT.
Oleh
karenanya
Notaris/PPAT harus dapat meyakinkan kepada para pihak tentang kebenaran secara formal dan material mengenai isi Covernote yang dibuatnya. Melihat
perkembangan
yang ada
dewasa
ini,
tidak
sedikit
Notaris/PPAT yang tersangkut perkara pidana karena penyalahgunaan tanggung jawab dan kewenangan yang dimilikinya. Kasus-kasus pidana yang melibatkan
Notaris/PPAT,
berkaitan
dengan
pertanggungjawaban
Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil produk yang dibuatnya. Sejalan dengan prinsip dalam hukum pidana bahwa semua warga negara sama kedudukannya di depan hukum tidak terkecuali seorang Notaris/PPAT yang diduga telah melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan pelaksanaan jabatannya, tetap harus diproses dan diadili sebagaimana mestinya demi menjaga martabat profesi Notaris/PPAT itu sendiri. Munculnya
berbagai
bentuk
penyalahgunaan
jabatan
tersebut
berkorelasi dengan tuntutan kebutuhan era modern yang seringkali mempengaruhi perilaku Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Terlebih lagi di daerah yang tingkat ekonomi, sosial, dan
7
budayanya maju seperti di Kabupaten Sleman. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya membawa dampak pada meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa Notaris/PPAT. 4 Semakin maju suatu daerah maka semakin
banyak
pula
perbuatan
hukum
yang
melibatkan
profesi
Notaris/PPAT, pada konteks inilah diperlukan integritas moral yang tinggi dari seorang Notaris/PPAT dalam mengemban tugas jabatannya. Tanpa didukung dengan integritas moral akan berimplikasi pada perubahan pola hubungan
antara
Notaris/PPAT
dan
kliennya.
Dapat
saja
terjadi
Notaris/PPAT diperdayai oleh klien, atau sebaliknya Notaris/PPAT ingin melayani klien sebaik mungkin supaya klien tidak berpindah ke Notaris/PPAT yang lain. Berawal dari ketidaktotalan integritas inilah muncul berbagai perkara pidana yang melibatkan Notaris/PPAT. Notaris/PPAT belum tentu dari awal mempunyai niat untuk melakukan suatu perbuatan yang menyalahgunakan wewenangnya, namun karena adanya dorongan dari klien atau pun alasan lain dari Notaris/PPAT sendiri menyebabkan Notaris/PPAT lupa akan tanggung jawabnya. Berkenaan dengan hal itulah, dewasa ini cukup marak perbuatan pidana yang melibatkan Notaris/PPAT berkaitan dengan penerbitan surat keterangan yang disebut dengan Covernote. Persoalan ini terjadi karena pengguna jasa Notaris/PPAT menganggap Covernote merupakan “surat sakti” yang dapat digunakan oleh klien untuk melindungi kepentingannya 4
Pemerintah Kabupaten Sleman, Kependudukan (Demografi), ,www.slemankab.go.id, diakses pada tanggal 16 Desember 2012, Jumlah penduduk pada tahun 2011 tercatat sebanyak 1.125.369 jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah 559.302 jiwa (49,70%), perempuan 566.067 jiwa (50,30%) dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,73% dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 305.376.
8
terkait dengan proses hukum yang sedang berjalan. Demi berlindung dibalik “pengutamaan layanan kepada klien”, Notaris/PPAT sering tidak menyadari akan dampak dari perbuatannya yang dilakukan ketika menerbitkan Covernote. Lazimnya ini terjadi karena Notaris/ PPAT tidak menerapkan prinsip kehati-hatian sehingga terjebak mengeluarkan Covernote yang belum memenuhi syarat-syarat. Kondisi inilah yang menyebabkan muncul beberapa persoalan
hukum berkenaan dengan Covernote. Sebagai ilustrasi, ada
seorang klien yang menghadap kepada PPAT bernama A dengan membawa bukti pendaftaran atas suatu tanah yang sedang diproses di Kantor Pertanahan, klien tersebut sudah mempunyai itikad tidak baik pada awalnya untuk minta dibuatkan Covernote oleh PPAT A dengan membawa bekal bukti pendaftaran tanah tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seorang PPAT dalam membuat akta apapun tidak dapat hanya berdasarkan bukti pendaftaran melainkan juga harus disertai dan/atau diperlihatkan bukti kepemilikan atas tanah tersebut. PPAT tersebut memenuhi keinginan klien dengan mengeluarkan Covernote yang menyebutkan bahwa ia sedang memproses suatu pekerjaan seperti yang tercantum dalam bukti pendaftaran. Dalam kenyataannya yang memproses isi yang tecantum dalam bukti pendaftaran tersebut adalah PPAT lain. Ketika muncul permasalahan, menyebabkan PPAT A tersebut harus bertanggung jawab terhadap isi covernote yang telah dikeluarkannya. Dalam
praktik
persoalan
pembuatan
Covernote
tidak
hanya
disebabkan oleh dorongan klien yang “nakal”, tetapi juga tidak menutup
9
kemungkinan disebabkan oleh lemahnya integritas moral dari Notaris/PPAT itu sendiri. Notaris/PPAT tidak dapat menjaga integritas moralnya sebagai pejabat umum yang seharusnya dapat memegang prisip kepercayaan. Ketika syarat-syarat untuk penerbitan Covernote sudah terpenuhi, seharusnya isi yang tertuang dalam Covernote dapat dijalankan oleh Notaris/PPAT. Dalam kenyataan isi Covernote tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan karena kesalahan Notaris/PPAT itu sendiri.
B. Rumusan Masalah Bertolak dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah bentuk penyalahgunaan jabatan Notaris/PPAT dalam proses penerbitan Covernote pada praktiknya?
2.
Apa saja bentuk perbuatan pidana dalam pelaksanaan isi Covernote yang dilakukan oleh Notaris/PPAT?
C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis, ditemukan adanya beberapa penelitian terdahulu yang mengkaji tentang Covernote dan aspek pidana dalam pelaksanaan jabatan Notaris/PPAT : 1. Saprudin, 5 melakukan penelitian mengenai Tanggung Jawab Notaris Dalam Menerbitkan Covernote Sebagai Syarat Efektif Penarikan Kredit 5
Saprudin, 2010, Tanggung Jawab Notaris dalam menerbitkan Covernote Sebagai Syarat Efektif Penarikan Kredit dalm Perjanjian Kredit Bank (Studi Kasus pada PT.Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Makassar), Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas
10
Dalam Perjanjian Kredit Bank (Studi Kasus Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Makassar). Rumusan masalah dalam penelitiannya adalah bagaimanakah kekuatan hukum covernote sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank ditinjau dari hukum perikatan maupun hukum kenotariatan, dan bagaimanakah tanggung jawab Notaris yang menerbitkan Covernote sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank apabila terjadi kesalahan atau kelalaian Notaris yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Adapun metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang ditunjang oleh penelitian empiris. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: a.
Covernote Notaris yang dijadikan sebagai syarat efektif penarikan kredit dalam perjanjian kredit bank, dari aspek hukum perikatan memiliki kekuatan hukum mengikat pihak bank serta debitur apabila syarat covernote tersebut dicantumkan dalam perjanjian kredit yang dibuat secara sah. Dari aspek hukum kenotariatan Covernote tidak memiliki kekuatan hukum sebagai ambtelijke acte, sehingga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
b.
Bentuk pertanggungjawaban yang dapat dituntut kepada Notaris akibat dari kegagalan covernote yang disebabkan oleh adanya kesalahan atau kelalaian Notaris adalah pertanggungjawaban secara perdata maupun pidana.
Gadjah Mada Yogyakarta,Tidak dipublikasikan.
11
Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini karena fokus dari peneliti tidak hanya Covernote dalam perjanjian kredit bank, melainkan semua bentuk Covernote yang dapat diterbitkan oleh Notaris/PPAT dalam pelaksanaan jabatannya. Selain itu peneliti juga memfokuskan pada aspek pidana yang berkaitan dengan penerbitan covernote oleh Notaris/PPAT. 2. Sri Widiyanti,6 melakukan penelitian tentang pertanggungjawaban pidana Notaris/PPAT pada kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya (studi kasus di Kabupaten Purworejo). Rumusan masalah dalam penelitiannya adalah bagaimana pertanggungjawaban pidana Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya, dan hambatan-hambatan apakah yang
dihadapi
dalam
penegakan
hukum
pidana
pada
kasus
pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, hasil kesimpulan penelitian sebagai berikut : a.
Notaris/PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai pejabat umum harus senantiasa berpegang pada integritas moral kode etik dan etika profesi serta peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan jabatannya. Apabila terjadi pelanggaran oleh Notaris/PPAT terlebih telah terpenuhi unsur-unsur tindak pidana
6
Sri Widiyanti, 2008, Pertanggungjawaban Pidana Notaris/PPAT pada Kebenaran Materiil Akta yang Dibuatnya (Studi Kasus di Kabupaten Purworejo), Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,Tidak dipublikasikan.
12
maka tidak menutup kemungkinan Notaris/PPAT akan dikenai hukuman pidana penjara. b.
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum pidana pada kasus pertanggungjawaban Notaris/PPAT terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya adalah: 1) Notaris/PPAT sering melindungi diri atas kesalahan dalam pembuatan akta dengan dalih akta yang dibuatnya merupakan partiej acte, namun pada kenyataannya terbukti Notaris/PPAT kurang hati-hati dan kurang cermat dalam membuat akta sehingga merugikan pihak lain dan mengakibatkan dirinya dituntut secara pidana. 2) Adanya kesalahan pemahaman mengenai perlunya persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD) jika ada Notaris yang dipanggil
untuk
kepentingan
proses
peradilan
misalnya
penyidikan. Hal ini sering dijadikan dalih Notaris untuk mengelak setiap panggilan. 3) Adanya ketidakjelasan pengaturan mengenai syarat dan tata cara pengambilan minuta akta atau fotokopinya dan pemanggilan Notaris. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan, karena fokus dari peneliti adalah mengenai aspek pidana yang terjadi berkaitan dengan penerbitan Covernote oleh Notaris/PPAT. Peneliti lebih fokus pada masalah yang berkaitan dengan penerbitan Covernote yang
13
merupakan salah satu kewenangan Notaris/PPAT dalam pelaksanaan jabatannya tetapi berimplikasi pidana. Slamet Sumardi, 7 melakukan penelitian tentang prinsip kehati-hatian
3.
Notaris/PPAT dalam praktik penerbitan covernote pada saat realisasi kredit. Rumusan masalah dalam penelitiannya adalah bagaimana Notaris/PPAT menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan Covernote pada saat realisisi kredit, dan faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat Notaris /PPAT dalam menerapkan prinsip kehatihatian dalam menerbitkan covernote pada saat realisasi kredit. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris (normatif empiris), hasil kesimpulan penelitian sebagai berikut: a.
Pelaksanaan prinsip kehati-hatian Notaris/PPAT dalam menerbitkan Covernote berkaitan dengan kredit bank harus dimulai dengan kehati-hatian Notaris/PPAT dalam menerbitkan akta-akta yang dibuat terkait dengan perjanjian kredit bank. Kehati-hatian Notaris/PPAT dalam menerbitkan akta dilakukan dengan sikap cermat, teliti dan profesional. Akta yang dibuat harus dapat memberikan kepastian terhadap bank dan debitur serta terhindar dari risiko yang merugikan dan kemungkinan munculnya tuntutan dari pihak ketiga. Selain itu tetap memperhatikan apa yang diatur dalam
7
Slamet Sumardi, 2011, Prinsip Kehati-hatian Notaris/PPAT dalam Praktik Penerbitan Covernote pada Saat Realisasi Kredit, Tesis, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,Tidak dipublikasikan.
14
KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian dan peraturan tentang jabatan Notaris itu sendiri. b.
Faktor-faktor
penghambat
Notaris/PPAT
dalam
menerbitkan
Covernote yang menjadikan kurang berhati-hati lebih banyak berada dalam diri Notaris/PPAT itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara Notaris/PPAT dengan bank atau kliennya dan adanya tekanan psikologis yang diciptakan oleh Notaris/PPAT itu sendiri. Penelitian ini berbeda dari penelitian yang peneliti lakukan karena peneliti tidak hanya meneliti mengenai permasalahan Covernote dalam realisasi kredit bank namun Covernote dalam semua aspek yang menyangkut pelaksaan jabatan Notaris/PPAT. Peneliti juga meneliti mengenai bentuk-bentuk penyalahgunaan atas isi Covernote yang diterbitkan oleh Notaris/PPAT yang dapat menimbulkan suatu perbuatan pidana. Perbedaan dari ketiga penelitian tersebut di atas dengan penelitian ini adalah peneliti lebih mengedepankan tentang permasalahan yang berkaitan dengan dikeluarkannya Covernote oleh Notaris/PPAT dan aspek pidana yang terjadi dalam permasalahan tersebut. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Aspek Pidana Dalam Pelaksanaan Isi Covernote Oleh Notaris/PPAT Di Kabupaten Sleman”.
15
D. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada rumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk
mengetahui
berbagai
bentuk
penyalahgunaan
jabatan
Notaris/PPAT dalam proses penerbitan Covernote pada praktiknya. 2.
Untuk mengetahui berbagai bentuk perbuatan pidana dalam pelaksanaan isi Covernote yang dilakukan oleh Notaris/PPAT.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis yaitu : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan bidang hukum kenotariatan pada khususnya, agar Notaris/PPAT sebagai pejabat umum dapat menerapkan asas kehatihatian dalam melaksanakan jabatannya sehingga tidak mudah terjerat perkara pidana dalam penerbitan Covernote. 2.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: a. Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi pemerintah yang dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi Notaris dalam menjalankan jabatan dan tugasnya sehingga dapat sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
16
b. Notaris/PPAT Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi Notaris/PPAT sebagai rujukan dalam pembuatan berbagai bentuk Covernote dengan lebih berhati-hati, cermat dan teliti serta jujur dan bertanggungjawab. c. Organisasi Notaris dan PPAT Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi organisasi profesi, baik Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI)
maupun
PPAT
yaitu
IPPAT
dalam
menjalankan
keorganisasiannya. d. Mahasiswa Kenotariatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi mahasiswa kenotariatan yang nantinya akan memangku jabatan sebagai seorang Notaris agar di dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih bertanggungjawab dan jujur serta memegang teguh peraturan yang berlaku. e. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat terutama pengguna jasa Notaris/PPAT
karena dapat
digunakan sebagai informasi awal untuk lebih mengetahui dan memahami mengenai jabatan Notaris/PPAT agar tidak tercipta permasalahan hukum dikemudian hari antara masyarakat sebagai klien dan Notaris/PPAT sebagai pejabat umum.