BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Patella merupakan tulang sesamoid yang berubah posisi menjadi lebih tinggi ketika lutut dalam posisi ekstensi. Perubahan posisi ini disebabkan oleh otot ektensor lutut. Kondisi yang abnormal akan dijumpai pada keadaan patologis seperti penyakit Osgood-Schlatter, instabilitas dari patellar, dan cerebral palsy.1 Patella merupakan suatu komponen integral dari mekanisme extensor dari sendi lutut. Ketinggian patella merupakan suatu pengukuran struktural yang sangat penting. Insall-Salvati rasio merupakan perbandingan antara panjang patellar tendon (LT) dengan panjang dari patella itu sendiri (LP). Pada studi yang dilakukan oleh Insall dan Salvati, rata-rata dari rasio LT/LP adalah 1,02 (SD, 0,13), dan dikatakan patella baja apabila rasionya < 0,80 dan patella alta apabila rasionya >1,20. Rasio ini hampir sama pada setiap derajat dari fleksi sendi lutut.2 Ketinggian dari patella merupakan parameter yang akan memberikan informasi mengenai biomekanik dari sendi lutut dan patofisiologi dari penyakit pada daerah sendi lutut. Yang penting dari patella pada lutut adalah sebagai tambahan untuk perlindungan dan faktor estetik. Ketinggian patella ini bisa berhubungan dengan situasi klinis yang berbeda yang dapat mempengaruhi fungsi dari sendi patellofemoral. Telah diketahui bahwa patella letak tinggi berhubungan dengan
resiko untuk terjadinya chondromalacia, dan patellofemoral dislokasi, sedangkan patella letak rendah berhubungan dengan kemungkinan terjadinya patellofemoral osteoarthritis, Osgood-Schlatter, dan terbatasnya pergerakan dari sendi lutut.3 Ketinggian atau posisi dari patella ini telah menjadi hal yang penting dalam pertimbangan untuk operasi ganti sendi lutut, osteotomi tibia, dan rekonstruksi dari ACL. Pada tahun 1971, Insall dan Salvati mengenalkan rasio pengukuran yang berdasarkan panjang tulang patella dibandingkan dengan panjang dari tendon patella. Rasio ini telah menjadi standar universal, tidak hanya karena ini merupakan metode yang pertama independen dari posisi lutut dan juga kedekatan dari hasil pengukuran dengan batas nilai normal yang mudah diingat. 4 Dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang beberapa pengertian dalam penghitungan ketinggian dari patella, biasanya melibatkan rasio pada radiografi parameter. Beberapa studi telah membandingkan antara beberapa perhitungan dari ketinggian patella baik itu kegunaannya, kemudahannya dan hasilnya. Dalam beberapa studi terakhir bahkan dilakukan perbandingan antara beberapa observer (inter-observer) dalam melakukan perhitungan ketinggian patella pada lutut yang normal, studi itu diantaranya Insall-Salvati, modifikasi Insall-Salvati, BlackburnePeel dan Caton-Deschamps.3 Studi dengan analisa kritis dan perbandingan antara metode pengukuran yang ada jarang dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Scuderi dkk, menemukan hasil yang berbeda antara penggunaan Insal-Salvati (IS) dan Blackburne-Peel (BP) rasio untuk mengukur ketinggian dari patella setelah osteotomi dari proksimal tibia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Berg dkk,
membandingkan empat rasio (IS, Modified Insal-Salvati (MIS), BP, dan CatonDeschamps (CD)) dan ditemukan bahwa BP merupakan metode yang paling konsisten dalam mengukur ketinggian dari patella, tapi peneliti ini hanya menganalisa data statistik dan tidak mendiskusikan klasifikasi yang didapat berdasarkan metode yang berbeda tersebut. 5 Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Seil, dkk pada tahun 2000 yang dipublikasikan di jurnal Knee Surg, Sport Traumatology, Arthroscopic, ditemukan bahwa realibilitas antara interobserver untuk mengevaluasi ketinggian patella berdasarkan metode IS, MIS, BP, CD, dan LL cukup bagus. Tetapi, ditemukan frekuensi yang cukup tinggi untuk hasil yang berbeda antara menentukan klasifikasi ketinggian patella normal, baja, dan alta. Berdasarkan penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa rasio pengukuran ketinggian patella berdasarkan posisi dari permukaan artikular dari patella di hubungkan dengan garis sendi memberikan hasil yang lebih baik, penelitian ini juga memberikan rekomendasi untuk penggunaan metode Blackburne-Peel untuk hasil yang lebih baik.5
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian : 1) Bagaimanakah ketinggian patella pada populasi orang Indonesia khususnya populasi di RSUP H. Adam Malik Medan ?
2) Bagaimanakah realibilitas metode pengukuran ketinggian patella yang ada pada populasi di RSUP Haji Adam Malik ? 3) Bagaimanakah korelasi interobserver dalam pengukuran ketinggian patella pada populasi di RSUP Haji Adam Malik Medan ?
1.3 Hipotesis Adapun hipotesis dari penelitian ini berupa 1) Ada keselarasan antara penguji observer pertama, kedua, ketiga, dan keempat dalam pengukuran ketinggian patella dengan metode Insal-Salvati. 2) Ada keselarasan antara penguji observer pertama, kedua, ketiga, dan keempat dalam pengukuran ketinggian patella dengan metode Caton-Deschamps. 3) Ada keselarasan antara penguji observer pertama, kedua, ketiga, dan keempat dalam pengukuran ketinggian patella dengan metode Blackburne-Peel. 4) Ada keselarasan antara penguji observer pertama, kedua, ketiga, dan keempat dalam pengukuran ketinggian patella dengan metode Plateau-patella angle.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Melalui penelitian ini diharapkan data mengenai posisi ketinggian patella yang diperoleh melalui beberapa metode pengukuran dapat menjadi angka evaluasi bagi pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan. 1.4.2 Tujuan Khusus 1) Mencari data mengenai posisi ketinggian patella pada populasi di RSUP Haji Adam Malik Medan. 2) Untuk menilai realibilitas interobserver dengan membandingkan metode pengukuran yang dilakukan oleh observer yang berbeda pada saat yang bersamaan. 3) Menambah wawasan mengenai penelitian deskriptif dan analitik dengan menggunakan data primer.
1.5
Manfaat Penelitian
1) Teoritis : Hasil dari penelitian ini dapat memberikan data yang obyektif mengenai posisi ketinggian patella. 2) Metodologis : Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menjadi data dasar terhadap penelitian-penelitian berikutnya yang berkaitan secara lebih lanjut. 3) Klinis : Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi angka evaluasi bagi pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan.