BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping itu Indonesia merupakan daerah agraris dengan profesi utama penduduknya sebagai petani terutama di daerah pedesaan. Baru-baru ini Balitbang Pertanian telah mensosialisasikan kepada petani untuk menanam benih padi kultivar inhibrida padi sawah irigasi (Inpari). Kultivar Inpari merupakan hasil hibrida beberapa jenis padi sawah. Padi sawah merupakan padi yang ditanam di lahan persawahan yang membutuhkan pengairan (sistem irigasi) secara rutin, berbeda dengan padi gogo yang merupakan jenis padi yang dapat ditanam pada lahan kering. Pada tahun 2014 ini, di Daerah Istimewa Yogyakarta sedang digalakkan sosialisasi penanaman benih padi Inpari-10, Inpari-19, Inpari-23, dan Inpari-24 oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta. Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta (2013) keempat kultivar padi tersebut memiliki karakter istimewa yaitu tekstur nasi pulen dengan potensi hasil yang cukup tinggi berikisar antara 7,0 – 9,5 ton/ha.Padi kultivar ‘Inpari 10’ memiliki keistimewaan agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1 dan 2, agak tahan terhadap hawar daun bakteri strain III, agak rentan terhadap strain IV dan rentan terhadap tungro serta memiliki tekstur nasi pulen dan kadar amilosa 22%. Padi kultivar ‘Inpari-19’ memiliki kelebihan tekstur nasi pulen dengan kadar amilosa 18%, tahan terhadap wereng batang coklat dan tahan terhadap hawar daun
1
bakteri patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV, dan rentan terhadap patotipe VIII. Padi kultivar ‘Inpari-23’ memiliki potensi hasil mencapai 9,2 t/ha, tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1 dan agak tahan terhadap biotipe 2 dan 3, tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV, dan rentan tehadap patotipe VIII sama seperti ‘Inpari-19’ serta tekstur nasi pulen dengan kadar amilosa 17%. Padi kultivar ‘Inpari-24’ memiliki tekstur nasi pulen, agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV, dan agak rentan terhadap patotipe VIII, agak rentan terhadap wereng batang coklat biotipe 1, 2 , dan 3. Masalah utama pertanian padi saat ini adalah terjadinya pemanasan global yang memicu perubahan iklim yang tidak menentu. Pemanasan global telah menaikkan temperatur atmosfer bumi dan curah hujan berkurang. Hal tersebut berpengaruh terhadap pergantian antara musim kemarau dan musim hujan tidak lagi mengalami pola yang teratur. Dampak utama yang dirasakan dari fenomena ini adalah kondisi produktivitas padi sawah dikhawatirkan menurun. Musim kemarau yang berlangsung lebih lama mengakibatkan kekeringan sehingga lahan persawahan untuk menanam padi sawah kesulitan mendapatkan sumber air yang mencukupi untuk memfasilitasi pertumbuhan padi. Perubahan pola iklim menjadi tantangan serius pada saat ini dan masa-masa yang akan datang. Rusaknya infra stuktur pengairan menyebabkan resiko kekeringan tidak hanya terjadi di lahan gogo dan sawah tadah hujan, tetapi mengancam juga pertanaman padi sawah irigasi. Begitupula menurut Samaullah dan Darajat (2001) kondisi kekurangan air tidak hanya terjadi pada padi lahan kering saja, tetapi juga dialami pada padi sawah
2
irigasi dan padi sawah tadah hujan. Meluasnya areal dengan resiko gagal panen karena cekaman kekeringan dapat mengancam produksi beras (Susanto dkk., 2012). Kekeringan menjadi masalah utama pertanian karena dapat menurunkan luas lahan persawahan. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), produktivitas padi di Jawa pada tahun 2012 yaitu 59,05 kw/ha dan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 58,64 kw/ha. Dalam keadaan kurang air, tanaman memiliki mekanisme pertahanan dirinya terutama pada sistem perakarannya. Tanaman padi memiliki akar serabut yang besar dan dapat menjangkau air sampai lapisan tanah yang lebih dalam sehingga dapat menjaga potensial air di dalam tubuhnya tanpa mengurangi laju fotosintesis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui respon ketahanan empat kultivar padi sawah yang unggul terhadap cekaman kekurangan air. 1.2. Permasalahan Resiko penurunan produktivitas padi sawah bahkan gagal panen akibat kekeringan lahan persawahan menjadi masalah yang harus segera diberikan solusinya. Dari kasus ini, perlu dilakukan penelitian untuk melihat toleransi padi sawah kultivar unggul terhadap kondisi kekurangan air. Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan permasalahan: a.
Bagaimana
pengaruh
cekaman
kekeringan/kekurangan
air
terhadap
pertumbuhan dan perkembangan padi sawah (Oryza sativa L.) kultivar Inpari-10, Inpari-19, Inpari-23, dan Inpari-24? b.
Di antara keempat kultivar tersebut, kultivar padi sawah mana yang cukup toleran terhadap kondisi kekurangan air?
3
1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a.
Mempelajari pengaruh cekaman kekeringan/kondisi kekurangan air terhadap pertumbuhan dan perkembanganpadi sawah (Oryza sativa L.) kultivar Inpari10, Inpari-19, Inpari-23 dan Inpari-24.
b.
Mengetahui kultivar padi sawah yang toleran terhadap kondisi kekurangan air.
1.4. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah : a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai respon ketahanan kultivar padi sawah (Inpari) terhadap kondisi kekurangan air. b. Mensosialisasikan anjuran BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta kepada petani untuk menanam empat kultivar padi sawah tersebut. c. Menggerakkan masyarakat untuk mengonsumsi beras Inpari. 1.5 Dasar Teori Dalam kondisi kekurangan air, tanaman akan melakukan adaptasi fisiologi, morfologi, anatomi, dan biokimia untuk dapat mempertahankan hidupnya. Adaptasi
fisiologi
yang
dapat
dilakukan
tanaman
selama
kekeringan
misalnyastomata akan lebih sering menutup untuk menghindari terjadinya kehilangan air yang berlebihan sehingga mengakibatkan laju fotosintesis menurun. Secara morfologis, tanaman yang hidup dalam kondisi kurang air akan memiliki sistem perakaran yang lebih panjang karena tanaman harus berupaya lebih keras untuk dapat memperoleh air di dalam tanah.
4
Kondisi kekurangan air akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman meliputi pertambahan tinggi tanaman dan ukuran daun akan terhambat karena suplai air yang dibutuhkan oleh sel-sel tidak terpenuhi sehingga mengganggu keseimbangan metabolisme sel. Tanaman juga akan terhambat proses pembelahan dan pemanjangan selnya sesuai dengan pernyataan Nonami (1998) yang menyatakan bahwa ketika kondisi kekurangan air, pemanjangan sel dapat terhambat sehingga struktur anatomi daun, batang, dan akar akan berbeda dengan kondisi anatomi dalam keadaan cukup air/normal. Dengan demikian, kondisi kekurangan air akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tripathy et al.(2000) dan Manikavelu et al.(2006) yang menyatakan bahwa pada tanaman padi, kekeringan dapat mengurangi laju pertumbuhan dan perkembangan selama fase vegetatif. Dari keempat kultivar tanaman padi yaitu Inpari-10, Inpari-19, Inpari-23, dan Inpari-24 diketahui memiliki karakter spesifik masing-masing. Akan tetapi, apabila media pertumbuhan dalam kondisi kekurangan air, kultivar Inpari-10 dan Inpari-24 yang kemungkinan lebih toleran terhadap kondisi tersebut. Adaptasi tumbuhan dalam kondisi kekeringan dapat diketahui dari struktur morfologisnya. Padi kultivar Inpari-10 memiliki habitus yang tegak sehingga cukup kokoh apabila terpapar kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Karakter morfologi lainnya yaitu daun dilapisi kutikula yang tebal sehingga memungkinkan untuk menahan laju transpirasi ketika kondisi kekeringan. Ketahanan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) yaitu agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1 dan 2, agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III,
5
agak rentan terhadap strain IV dan rentan terhadap tungro. Ketahanan terhadap hama tersebut juga mendukung untuk tetap dapat bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Kultivar ini cocok ditanam di lahan sawah dengan irigasi serta dapat ditanam pada musim hujan dan kemarau (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2013). Kemampuan untuk ditanam pada musim kemarau memungkinkan kultivar ini memiliki toleransi yang baik dalam kondisi kekeringan. Sementara itu, padi kultivar ‘Inpari-24’ juga memiliki bentuk tanaman tegak dengan tinggi + 116 cm, bentuk gabah ramping dan warna gabah kuning. Gabah yang ramping menyebabkan imbibisi lebih cepat terjadi ketika direndam dalam air sehingga tidak butuh waktu lama untuk segera berkecambah. Dengan demikian, kultivar ini cocok jika dikecambahkan pada media apapun. Hal ini memungkinkan pertumbuhan awal fase vegetatif kultivar Inpari-24 lebih cepat dan baik. Kemudian apabila kondisi lingkungan berubah menjadi ekstrim (kekeringan), padi ini siap untuk menghadapi cekaman kekeringan tersebut dengan perawakan yang sudah kokoh pada umur tanam yang masih muda.Kultivar ini cocok ditanam di sawah dataran rendah hingga sedang (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2013).Padi ini agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, agak tahan terhadap patotipe IV, dan agak rentan terhadap patotipe VIII. Ketahanan padi ini terhadap hama diketahui agak rentan terhadap wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3. Ketahanan padi ini terhadap beberapa jenis patogen dan hama menyebabkan tingkat pertumbuhan dan keberhasilan panen cukup tinggi.
6
1.6
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu : a.
Cekaman kekeringan/kekurangan air akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan padi sawah (Oryza sativa L.) kultivar Inpari-10, Inpari-19, Inpari-23, dan Inpari-24.
b.
Dari keempat kultivar padi sawah tersebut, kultivar Inpari-10 dan Inpari-24 yangcukup toleran terhadap kondisi kekurangan air.
7