BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Satu fenomena penting yang mewarnai transformasi masyarakat global pada tiga dasawarsa terakhir abad ke-20 adalah menguatnya tuntutan demokratisasi, khusunya di negara – negara yang sedang berkembang termasuk negara yang berpenduduk mayoritas Islam.1 Islam di Indonesia sebagai kekuatan mayoritas telah menunjukkan peran nyata dalam sejarah yang panjang. Tidak saja secara historis, hal ini terbukti sejak awal pembentukkan republik ini, tetapi juga secara sosiologis ia berperan aktif dalam proses pemberdayaan masyarakat secara terus menerus dan ini adalah bagian dari demokratisasi. Proses tersebut berjalan mengikuti irama kehidupan yang wajar sesuai dengan tuntutan dinamika masyarakat. Indonesia masuk ke dalam transisi menuju demokrasi setelah rezim Soeharto diruntuhkan oleh gerakan “reformasi”. Prubahan politik terjadi secara drastis. Masyarakat Indonesia menyebut era pasca Soeharto adalah era reformasi, sebuah era yang jauh lebih demokratis dari pada masa sebelumnya.2 Di era reformasi yang penuh eforia, masyarakat Indonesia tengah menikmati demokrasi, yang ditunjukkan dengan meluapnya kebebasan, multipartai yang
1
Ummarudin Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang Demokrasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999) hal.1 2 Larry diamond, Developing democracy toward consolidation, (Yogyakarta: IRE Press, 2003)hal.xxiv
1
2
kompetetif,
terbukanya
ruang-ruang
publik,
dan
juga
bengkitnya
desentralisasi. Dasar etis demokrasi adalah kedaulatan rakyat (Rousseau). Faham itu mengungkapkan dua keyakinan dasar manusia modern; bahwa ia bebas, dan bahwa semua orang pada hakekatnya sama harkat dan hak dasarnya. Kebebasan tidak dalam arti bahwa manusia tidak boleh dituntut ketaatanya terhadap tatanan masyarakat, melainkan dalam arti otonom modern; Manusia hanya menaati kekuasaan yang diyakininya sendiri. Demokrasi, sebagai “kekuasaan oleh rakyat dan untuk rakyat”, berarti bahwa rakyat apabila tunduk terhadap kekuasaan negara, tunduk terhadap dirinya sendiri.3 Kuatnya tuntutan demokratisasi dan maraknya demokrasi tidak lain karena adanya anggapan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem yang bisa menjamin keteraturan publik yang sekaligus mendorong transformasi masyarakat menuju suatu struktur sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang lebih ideal. Demokrasi telah diyakini sebagai sistem yang paling realistik dan rasional untuk mencegah suatu struktur masyarakat yang dominatif, represif dan otoritarian. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa meskipun terjadi perubahan seringkali diawali dengan gerakan pemikiran yang dikumandangkan oleh para tokoh intelektual Islam Indonesia, Abdurrahman Wahid perlu mendapat perhatian lebih. Ia mengalami proses berfikir yang panjang tentang demokratisasi. Sehingga berhasil membuat konsep-konsep tentang demokrasi. 3
Franz magnis suseno dkk, Agama dan demokrasi, (Jakarta: perhimpunan pengembangan pesantren dan masyarakat(p3m), 1992)hal.5
3
Abdurrahman Wahid sebagai figur moralis dan demokaratis telah meletakkan ke-Islaman yang integralistik. Komperehensif, inklusif dan bahkan liberal. Karenanya pemikiran sampai perilakunya sering kontroversial. Penelitian ini secara khusus diproyeksikan untuk mengkaji pemikiran Abdurrahman Wahid tentang demokrasi dan Islam. Karena ia secara tegas menerima demokrasi sebagai referesi final bagi sebuah sistem politik atau negara. Referensi ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa demokrasi merupakan suatu sistem yang paling rasional dan efektif yang memungkinkan terbentuknya suatu tata sosial dan politik yang adil, egaliter dan manusiawi sebagaimana yang dicita-citakan Islam. Demokrasi bukanlah barang yang sudah jadi, dan masyarakat tinggal menerima bentuk konkretnya. Bagi Abdurrahman Wahid, demokrasi adalah sebuah perjuangan. Tanpa perjuangan, penegakkan demokrasi akan selalu berakhir tragis dan bisa jadi berakhir dengan ‘tirani’.4 Di negeri kita ini demokrasi belum lagi tegak dengan kokoh masih lebih berupa hiasan luar bersifat kosmetik daripada sikap yang melandasi pengaturan hidup yang sesungguhnya. Dalam suasana sedemikian ini, unsur-unsur masyarakat yang ingin melestarikan kepincangan sosial yang ada dewasa ini tentu akan berusaha sekuat tenaga membendung aspirasi demokrasi yang hidup di kalangan yang telah sadar akan perlunya kebebasan ditegakkan di negeri ini.5 Dalam hal ini ada beberapa yang menjadi konsen pemikiran Abdurahman Wahid kaitanya dengan terwujudnya demokrasi yang dirasa 4 5
Abdurrahman wahid, Teologi politik Gus Dur, (Yogyakarta: Ar-Ruzz,2004),hal. 207 Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak perlu di Bela, (Yogyakarta,: LkiS,1999), hal. 187
4
perlu untuk dicari kesimpulanya sehingga penting untuk diadakan penelitian, yaitu mengenai Islam dan proses demokrasi, pluralisme dan proses demokrasi, agama dan negara. Yang di mana semuanya itu sangat krusial, paling tidak untuk mewujudkan demokrasi yang dicita-citakan. Dari sini kemudian dapat diketahui
pemikiran
mempengaruhi
secara
Abdurahman
Wahid
signifikan
terhadap
dan
faktor-faktor
karakteristik
yang
pemikiran
Abdurahman Wahid. Nantinya penulisan ini bisa memberikan jawaban dari ketiga pemikiran Abdurahman Wahid di atas, sehingga bisa diambil kesimpulan mengenai demokrasi yang hendak diterapkan oleh Abdurahman Wahid kaitanya dengan proses demokrasi, khusunya di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pemikiran Abdurrahman Wahid tentang Islam dan proses demokrasi, pluralisme dan proses demokrasi serta relasi antara Agama dan Negara, kaitanya dengan demokrasi itu sendiri ? C. Tujuan dan Kegunaan 2. Mengetahui sejauh mana pemikiran Abdurrahman Wahid mengenai tentang Islam dan proses demokrasi, pluralisme dan proses demokrasi serta relasi antara Agama dan Negara. D. Telaah Pustaka Abdurrahman Wahid adalah sosok fenomenal, unik dan khas. Fenomenal karena ia selalu menawarkan ide-ide mengagetkan sekaligus ‘kontroversial’ bagi nalar logika mainstream. Unik, karena dalam dirinya melekat berbagai atribut, baik sebagai ahli ilmu sosial, tokoh LSM, agamawan
5
sekaligus kiai. Khas, karena ia adalah representasi tokoh yang sangat gigih membela kepentingan minoritas agar tidak tertindas, ditindas bahkan menjadi kekuatan penindas. Sebagai seorang pemikir, Abdurrahman Wahid banyak melahirkan tulisan yang berserakan di media massa, diskusi-diskusi maupun pelatihanpelatihan. Khusus tentang pembahasan demokrasi, ada sebuah buku yang berjudul Tuhan tidak perlu dibela yang diterbitkan oleh LkiS merupakan sebuah buku yang terkesan provokatif, namun berisi kritik mendasar tentang bangunan pengetahuan, pemikiran dan gerakan yang ditampilkan oleh komunitas muslim yang saat itu gemar menampilkan sosok sektarianisme. Buku ini merupakan kumpulan tulisan Abdurrahman Wahid yang dimuat majalah Tempo pada paruh 1980-an. Isi buku ini mencerminkan sikap Abdurrahman Wahid untuk mengedepankan semangat kebersamaan, keadilan dan
kemanusiaan
serta
demokratisasi
dalam
menyikapi
berbagai
perkembangan dan konstelasi kehidupan sosial politik di Indonesia. Sebuah buku yang juga menampilkan suatu sikap kearifan hidup untuk tidak mencela pemahaman keagamaan orang lain, sekaligus menghormatinya dalam kerangka demokratisasi dan hak asazi manusia.6 Pada tahun yang sama LkiS juga menerbitkan tulisan Abdurrahman Wahid yang dimuat jurnal Prisma pada akhir 1970-an dan pada awal 1980-an, buku tersebut berjudul Prisma pemikiran Gus Dur. Buku yang berisi 17 artikel ini memuat sejumlah gagasan besar Abdurrahman Wahid tentang perlunya
6
Lihat tulisan Abdurrahman Wahid, Tuhan Tidak Perlu Dibela, (Yogyakarta : LkiS, 1999)
6
penafsiran kembali ajaran Islam dalam dialektikanya dengan diskursus keIndinesia-an. Bagaimana seharusnya menempatkan ajaran agama dalam konteks pembangunan dan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi titik tolak acuan bagi Abdurrahman Wahid dalam memetakan posisi agama dalam diskursus modernitas.7 Buku lain tulisan Abdurrahman Wahid tentang demokrasi terbit pada tahun 1999 buku yang berjudul Gus Dur menjawab perubahan zaman merupakan kumpulan tulisan Abdurrahman Wahid yang dimuat pada harian Kompas pada medio awal 1990-an. Dalam buku ini, Abdurrahman Wahid berusaha menyampaikan sejumlah gagasan besar berkaitan dengan hubungan antar agama Islam dengan negara, kepemimpinan politik, kepemimpinan moral spiritual dan upaya membangun tradisi politik dan demokrasi8 Buku membangun demokrasi, merupakan tulisan-tulisan Abdurrahman Wahid dalam bentuk buku yang berisi tentang perlunya mewujudkan demokratisasi dalam masyarakat Indonesia. Tanpa upaya membangun demokrasi, maka upaya membangun masyarakat Indonesia ke depan hanya akan menampilkan kesia-siaan. Buku yang berjudul kumpulan kolom dan artikel Abdurrahman Wahid selama era lengser yang diterbitkan oleh LkiS pada tahun 2002, buku yang secara khusus ditulis oleh Abdurrahman Wahid dan belum pernah dimuat di media massa ini manapun ini merupakan sejumlah gagasan besarnya ketika ia
7
Lihat tulisan Abdurrahman Wahid, Prisma Pemikiran Gus Dur, (Yogyakarta : LkiS, 1999) Lihat tulisan Abdurrahman Wahid, Gus Dur Menjawab perubahan Zaman, (Jakarta : Kompas, 1999) 8
7
menjadi presiden dan setelah ia lengser. Gagasan dalam buku ini juga tidak pernah lepas dalam sejumlah gagasan makro Abdurrahman Wahid, yaitu tentang demokratisasi, agama, kebudayaan dan negara. Dalam buku Tologi Politik Gus Dur terbitan Ar-Ruzz 2004, di sana dijelaskan oleh penulis mengenai penelitianya tentang gambaran yang lebih jelas dari Abdurrahman Wahid mengenai komitmenya terhadap ideologi Negara Pancasila ditinjau dari aspek filsafat sosial dan hermeneutika. Buku ini pada dasarnya mengeksplorasi pemikiran Gus Dur sebelum ia terjun ke duina politik atau lebih-lebih saat menjadi presiden. Dan dalam buku Membaca pemikiran Gus Dur dan Amien rais, yang menjadi fokus kajian dari buku tersebut adalah membahas secara datar kajian paradigma dan visi pemikiran keduanya mengenai Islam dan Demokrasi dalam kapasitas keduanya sebagai representasi intelektual Sunni Indonesia modern. Sedangkan buku Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam di Indonesia yang menjadi poin penelitianya adalah mengenai problem formalisasi Hukum Islam Di Indonesia dalam kacamata Abdurrahman Wahid. Walaupun di dalamnya terdapat pembahasan mengenai relasi agama dan negara akan tetapi fokus kajian buku ini adalah mengenai penerapan hukum islam di Indonesia jadi masih perlu di tinjau lagi relasi agama negara secara mendalam sehingga akan mendapatkan kesimpulan. Penelitian ini akan menelusuri pemikiran Abdurrahman Wahid yang tidak tersentuh oleh buku di atas. Penelitian ini akan difokuskan pada kajian
8
Islam dan proses demokrasi, Pluralisme dan Proses demokrasi serta relasi antara Agama dan Negara. Adapun skripsi ini menitik beratkan kepada masalah Agama dan proses demokrasi, Pluralisme dan proses demokrasi, Relasi antara agama dan negara. Berbeda dengan skripsi sebelumnya yang menyoroti Islam dan Negara bangsa, islam dan HAM. E. Kerangka Teori Secara etimologis, demokrasi (inggris : democracy) berasal dari bahasa Yunai, demos yang berarti rakyat dan kratia yang berarti pemerintahan.9 Dengan demikian, demokrasi berarti pemerintahan (oleh) rakyat. Hal ini sesuai
dengan
pendapat
Giddens
bahwa
demokrasi
pada
dasarnya
mengandung makna suatu sistem politik dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi, bukan raja atau kaum bangsawan.10 Selanjutnya
Sidney
Hook
dalam
Encyclopdi
Americana
mendefinisikan, demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dimana keputusankeputusan pemerintahan yang penting atau arah kebijakan yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa11 Memang, kata demokrasi mempunyai makna yang cukup beragam. Namun, dalam dunia modern, pengertian demokrasi lebih ditekankan pada 9
Prof. Mr. Pringgodigdo dkk (ed), Ensiklopedia Umum (Yogyakarta : penerbit Kanisius, 1993), hal 260. 10 Anthony Giddens, Beyond Left and Right The Future of Radical Politics (Cambridge : Polity Press, 1994) hal.330 11 Sidney Hook, “Democracy” dalam The Encyclopedia Americana (New York : Americana Coorporation, 1975),VII, hal. 685
9
makna bahwa kekuasaan tertinggi dalam urusan-urusan politik ada ditangan rakyat.12 Hal ini seperti rumusan demokrasi yang disampaikan oleh seorang negarawan Amerika, Abraham Lincoln, bahwa demokrasi merupakan : Goverment of the people, by people, for the people13 ( Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Hampir semua teoritasi -sejak zaman klasik- selalu menekankan, sesungguhnya yang berkuasa dalam demokrasi adalah rakyat atau demos. Oleh karena itu perlu ditekankan peranan rakyat yang senyata-nyatanya dalam proses politik yang berjalan. Paling tidak dalam dua tahap utama : pertama, agenda setting, yaitu tahap untuk memilih masalah apa yang hendak dibahas dan diputuskan; kedua, deciding the outcome, yaitu tahap pengambilan keputusan.14 Namun sejak tahun 1970-an pendefinisian demokrasi mengalami pergeseran. Definisi yang ideal, utopian dan rasional yang mewarnai konseptualisasi pada masa sebelumnya kehilangan banyak pengaruh. Teorisasi masa kini lebih menekankan persoalan prosedural, yaitu persoalan penciptaan prosedur. Sebagai tumpuan adalah gagasan yang dilontarkan oleh Jhosep A. Schumpter, menyatakan bahwa yang oleh teoritisi klasik diesebut “kehendak rakyat”, sebenarnya adalah hasil dari proses politik bukan motor penggeraknya. Dalam bukunya Capitalism, Socialism and Democracy ia 12
Sidney Hook, “Democracy” dalam The Encyclopedia Americana (New York : Americana Coorporation, 1975),VII, hal. 684 13 William Ebestein, “Democracy” dalam William D. Hasley and Bernard Johnston (eds), collier’s Encyclopedia (New York: Macmillan Educational Company, 1988), VIII,hal. 75 14 Affan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi menuju demokrasi (Yogyakarta: pustaka pelajar,1999), hal.6
10
menandaskan bahwa demokrasi atau metode demokratik adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individuindividu memperoleh kekuasan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif suara rakyat.15 Definisi Schumpetrian yang bersifat empirik, deskriptif, institusional dan prosedural inilah yang mendominasi teoritisasi mengenai demokrasi sejak 1970-an. Sejalan dengan pandangan Schumpetr ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Robert A. Dahl. Dalam studinya yang terkenal Dahl mengajukan lima kriteria bagi demokrasi sebagai ide politik,16 yaitu : 1) Persamaan hak pilih dalam menentukkan keputusan kolektif yang mengikat; 2) Partisipasi efektif, yakni kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif; 3) Pembeberan kebenaran, yakni adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalanya kasus politik dan pemerintahan secara logis; 4) Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksekutif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak
harus
diputuskan
melalui
proses
pemerintahan,
termasuk
mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain ataulembaga yang mewakili masyarakat; 5) Pencakupan, yakni terliputnya masyarakat mencakup semua orang dewasa dalam kaitanya dengan hukum. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Masykuri 15
Jhoseph A. Schumpetr, Capitalism, Sosialism, And Democracy, (London: George Allen and Unwin Ltd., 1943) hal. 269 16 Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi pluralis antara otonomi dan kontrol, (Jakarta: Rajawali Press, 1985) hal. 10
11
Abdillah (1999) prinsip-prinsip demokrasi terdiri atas prinsip : Persamaan, kebebasan, dan pluralisme. Sedangkan dalam pandangan Robert A. Dahl terdapat tujuh prinsip yang harus ada dalam sistem demokrasi: Kontrol atas keputusan pemerintah, pemilihan yang teliti dan jujur, hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan pendapat
tanpa ancaman, kebebasan
mengakses informasi, kebebasan berserikat (Masykuri Abdillah 1999). Untuk mengukur suatu negara atau pemerintah dalam menjalankan tata pemerintahanya dikatakan demokratis dapat dilihat dari empat aspek. Pertama, masalah pembentukan negara. Kita percaya bahwa proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Untuk sementara ini pemilihan umum, dipercaya sebagai salah satu instrumen penting guna memungkinkan berlangsungnya suatu proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara dijalankan secara distributif untuk menghindari penumpukkan kekuasaan dalam suatu “tangan/wilayah”. Penyelenggaraan kekuasaan negara sendiri haruslah diatur dalam suatu tata aturan yang membatasi dan sekaligus memberikan koridor dalam pelaksanaanya. Keempat, masalah kontrol rakyat. Apakah dengan berbagai koridor tersebut sudah dengan sendirinya akan berjalan suatu proses yang memungkinkan terbangun sebuah relasi yang baik, yakni suatu relasi kuasa
12
yang simetris, memiliki sambungan yang jelas, dan adanya mekanisme yang memungkinkan check and balance terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif dan legislatif. 17 Sedangkan prinsip-prinsip demokrasi menurut Almadudi, menurut beliau prinsip-prinsip demokrasi adalah :18 1. Kedaulatan rakyat 2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah 3. Kekuasaan mayoritas 4. Hak-hak minoritas 5. Jaminan hak asasi manusia 6. Pemilihan yang bebas dan jujur 7. Persamaan didepan hukum 8. Proses hukum yang wajar 9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional 10. Pluralisme sosial, politik, ekonomi 11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat
F. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan proposal ini adalah sebagai berikut:
17
Dede Rosyada dkk. Pendidikan kewarganegaraan (civic education): demokrasi, hak asasi manusia dan masyarakat madani, (Jakarta: Prenada media, 2005)hal. 122-124 18 Aim Abdulkarim, "Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang Demokratis", (jakarta: PT Grafindo Media Pratama)
13
1. Jenis Penelitian Penelitian proposal ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu suatu bentuk pengumpulan data dan informasi dengan bantuan buku – buku yang ada di perpustakaan dan juga materi pustaka lainnya dengan asumsi segala yang diperlukan dalam pembahasan penulisan proposal ini terdapat di dalamnya.19 2. Sumber Data Untuk mencapai tujuan penelitian, sumber data yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Sumber Data Primer Yaitu sumber data yang pokok yang berkenaan dengan pembahasan yang akan dikaji. Dalam paenelitian ini, peneliti ingin mengkaji tentang demokrasi dalam pandangan Abdurrahman Wahid. Oleh karena itu data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gagasan Abdurrahman Wahid tentang demokrasi baik berupa karyakarya ilmiah, statemen-statemen atau pidato-pidato politik maupun perilaku-perilaku Abdurrahman Wahid
yang berkaitan dengan
demokrasi. b. Sumber Data Sekunder Yaitu kepustakaan yang berhubungan dengan pembahasan masalah tentang pemikiran Abdurrahman Wahid mengenai demokrasi
19
Winarno Surahmud, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsita, 1982), hal. 13
14
yang diambil dari tulisan-tulisan atau karya-karya selain dari Abdurrahman Wahid atau data-data primer. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data – data yang diperlukan dalam menulis proposal ini yaitu dengan cara membaca, memahami dan mempelajari serta menganalisis dari data yang dipandang relevan dengan pembahasan masalah, kemudian data tersebut dikumpulkan dengan mengelompokkan pada bab – bab, sesuai dengan sifatnya masing – masing guna mempermudah dalam proses analisis data.20 4.
Metode Analisis Data Data-data akan dianalisa secara kualitatif dengan menggunkan instrumen analisa deduktif, deduksi merupakan langkah analisis data dengan cara menerangkan beberapa data yang bersifat khusus untuk membentuk suatu generalisasi. Dalam konteks ini akan dianalisis paradigma
pemikiran
demokrasi
Abdurahman
Wahid,
kemudian
mereduksinya dengan pendekatan normatif menjadi suatu kesimpulan yang legitimate. G. Sistematika Skripsi Untuk memudahkan pembahasan dalam penyusunan skripsi ini maka digunakan sistematika sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan yang memuat uraian tentang latar
belakang,
permasalahan, tujuan penelitian dan kegunaan, tinjauan 20
Suharsim Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal. 202
15
pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika skripsi BAB II
: Tinjauan umum mengenai Demokrasi yang berisi, sejarah dan teori demokrasi. Tujuan, cita-cita, dan keuntungan demokrasi
BAB III
: Sketsa biografi dan pemikiran Abdurrahman Wahid yang berisi latar belakang biografi, paradigma pemikiran Abdurrahman Wahid.
BAB IV
: Analisis terhadap pemikiran demokrasi Abdurrahman Wahid yang berisi Agama dan proses demokrasi, Pluralisme dan proses demokrasi, Relasi antara agama dan negara.
BAB V
: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.