BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada era globalisasi sekarang ini, hampir semua negara menaruh perhatian
lebih terhadap pasar modal karena memiliki peranan penting pada perkembangan suatu negara. Pasar modal dipandang sebagai salah atu sarana yang efektif untuk ikut serta mempercepat pembangunan suatu negara. Pasar modal merupakan bagian dari pasar finansial atau keuangan. Era globalisasi yang melanda dunia saat ini telah membuat hubungan dan pergaulan antar masyarakat dunia semakin terbuka, batas-batas negara dalam pengertian ekonomi dan hukum semakin erat dimana kedua hal ini selalu berjalan bersamaan. Perekonomian di dunia pada era globalisasi ditandai dengan semakin interdependensi antar negara yang semakin mengarah pada integrasi ekonomi secara global. Ketidakpastian berbagai aspek yang mencakup perekonomian dunia akan terus meningkat. Selama beberapa tahun terakhir pasar modal di Indonesia telah berkembang dengan pesat yang ditandai dengan melonjaknya jumlah saham yang diperdagangkan dan semakin tingginya volume perdagangan saham. Seiring dengan perkembangan keputusan investasi pasar modal yang juga semakin meningkat (Alishina, 2012). Era globalisasi juga terjadi di kawasan Asia Tenggara. Kedekatan geografis dan kesamaan karakteristik memungkinkan negara di kawasan Asia Tenggara memiliki keterkaitan yang sangat tinggi (Muzzamil, 2011). Negaranegara di kawasan Asia Tenggara mencatat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
IMF menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi perekonomian terkuat di antara negara-negara di ASEAN (Ferdiansyah, 2012, para. 2). Hal tersebut meningkatkan ketertarikan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Berdasarkan Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV tahun 2012 (www.bi.go.id), dapat diketahui bahwa proporsi kepemilikan oleh investor asing mencapai 59,15% dari total saham yang diperdagangkan di dalam negeri dengan dominasi kepemilikan oleh para investor Asia Tenggara. Meningkatnya proporsi investor asing di IHSG, memungkinkan terjadinya hubungan kausalitas yang searah maupun dua arah antara IHSG dengan indeks-indeks negara Asia Tenggara.
Keterkaitan antara indeks Indonesia (IHSG) dengan indeks-indeks
negara Asia Tenggara didorong oleh hubungan diplomatik dan perdagangan yang mengindikasikan adanya keterkaitan berupa hubungan kausalitas. Perekonomian di dunia pada era globalisasi ditandai dengan semakin interdependensi antar negara yang semakin mengarah pada integrasi ekonomi secara global. Ketidakpastian berbagai aspek yang mencakup perekonomian dunia akan terus meningkat. Selama beberapa tahun terakhir pasar modal di Indonesia telah berkembang dengan pesat yang ditandai dengan melonjaknya jumlah saham yang diperdagangkan dan semakin tingginya volume perdagangan saham. Seiring dengan perkembangan keputusan investasi pasar modal yang juga semakin meningkat (Alishina, 2012). Pasar modal merupakan sarana penghimpun modal dari masyarakat melalui kegiatan investasi, yaitu kegiatan peminjaman dana untuk mencapai berbagai tujuan perusahaan yang membutuhkan dana, dimana masyarakat selaku
Universitas Sumatera Utara
pemilik modal mengharapkan akan mendapatkan keuntungan yang lebih dari kegiatan investasi tersebut dimasa yang akan datang. Keberadaan pasar modal di Indonesia dinilai sangat penting, selain dapat memberikan informasi yang berarti bagi para investor domestik, pasar modal dapat menarik perhatian bagi para investor asing untuk dapat menginvestasikan modalnya di Indonesia, sehingga dana yang dioperasikan dalam negeri jauh lebih besar untuk masa jangka panjang. Indeks Harga Saham Gabungan merupakan hasil perhitungan dari harga seluruh saham yang tercatat dengan dipengaruhi oleh faktor besarnya nilai kapitalisasi pasar suatu saham. Salah satu informasi untuk mengetahui perkembangan suatu bursa terletak pada perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan ( Composite Indeks). Penelitian Rey (2001) menemukan bahwa informasi buruk tentang suatu pasar diterima oleh pelaku pasar berlebihan, berbeda dengan informasi baik. Akibatnya saat pasar mengalami goncangan maka korelasi antar pasar dengan pasar negara lain meningkat. Namun demikian penelitian Forbes dan Rigabon (2001) yang meneliti contagion dalam krisis keuangan di Asia tidak menemukan peningkatan korelasi dengan pasar lain saat suatu pasar mengalami penurunan. Menurutnya yang ada hanyalah hubungan interdependensi antar pasar saja. Tidak ada mekanisme perambatan baru karena reaksi berlebihan pelaku pasar terhadap informasi buruk di suatu pasar sehingga korelasi dengan pasar lain meningkat. Adanya interdependensi pasar saham dunia, seperti yang ditemukan dalam penelitian Forbes dan Rigabon (2001), menurunkan manfaat diversifikasi portfolio antar pasar untuk mengurangi risiko. Namun apabila justru penelitian
Universitas Sumatera Utara
Rey (2001) yang terjadi maka diversifikasi antar pasar saham internasional semakin sulit dilakukan dan menjadi sangat berisiko kehilangan manfaatnya sama sekali. Jika suatu pasar mengalami penurunan maka akan menyebabkan pasar lain menurun lebih besar dibanding pengaruh normalnya akibat korelasi meningkat. Baik hanya ada interdipendensi pasar atau mekanisme baru perambatan menyebabkan diversifikasi yang dilakukan hanya berlaku pada kondisi pasar normal dan sangat merugikan jika suatu pasar mengalami penurunan yang signifikan. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Asia Tenggara tidak terjadi serentak dan tidak memiliki satu korelasi yang pasti. Oleh karena itu jika pada pasar domestik memiliki indeks harga saham gabungan yang lebih rendah dibandingan indeks harga saham gabungan di negara-negara lain, maka akan menawarkan keuntungan yang lebih besar baik bagi para investor domestik maupun investor asing dengan jalan melakukan diversifikasi investasi di negara tersebut. Dengan melakukan diversifikasi investasi tersebut, investor dapat mengurangi resiko fortofolio tanpa adanya penurunan pengembalian yang diharapkan atau dengan kata lain, meningkatkan pengembalian yang diharapkan dari suatu fortofolio tanpa adanya peningkatan risiko (F.J. Fabozzi , 1995 ; 58). Penurunan IHSG yang begitu besar dapat menjadikan bursa domestik sebagai lahan perburuan oleh para investor asing untukmengejar keuntungan yang lebih besar. Dengan kata lain pemodal asing mendapatkan kesempatan untuk melakukan
diversifikasi
portofolio
yang
dianggap
mampu
memberikan
keuntungan di masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Noer Azam Achsani (2000) tentang bagaimana bursa merespon terhadap shock dari bursa lain, apabila terjadi shock di Amerika Serikat maka bursa-bursa regional tidak akan terlalu meresponnya. Hanya di Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, dan New Zealand yang akan langsung merespon, dan respon pun tidak cukup besar. Sebaliknya jika shock di Singapura, Autralia atau Hongkong, secara cepat shock tersebut akan ditransmisikan ke hampir semua bursa saham di Asia Pasifik termasuk Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2008, Pasar Modal Indonesia terkena imbas krisis keuangan dunia. Pada tanggal 9 Januari IHSG menyentuh titik tertinggi 2.830,26 kemudian terperosok jatuh hingga 1.111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008 sebelum ditutup pada level 1.355,41 pada akhir tahun 2008. Hal ini juga terjadi di negara – negara kawasan Asia Tenggara, seperti Indeks Kuala Lumpur Stock Exchange menyentuh titik 863,61 pada Oktober 2008, Indeks Philippine Stock Exchange menyentuh titik 1.951, 10, Indeks Thailand Stock Exchange menyentuh 401,84 pada November 2008, Indeks Straits Times Singapura pada tahun yang sama juga mengalami penurunan namun pada Februari 2009 menyentuh titik terendah 1.594,87, sedangkan Indeks Vietnam menyentuh titik 245,74. Hooi-Hooi Lean et all (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Bivariate Causality between Exchage Rate and Stock Price on Major Asean Countries dengan menggunakan metode kausalitas dan kointegrasi menyatakan bahwa saat terjadi krisis terdapat pergerakan secara bersama-sama dalam jangka panjang namun dengan arah yang berkebalikan. Hal ini dapat dilihat dari terus
Universitas Sumatera Utara
menurunnya indeks saham saat nilai tukar terus naik pada periode ini dan sebaliknya. Penjelasan lain yang memungkinkan adalah adanya kepanikan dari investor yang menjual saham serta mata uang pada saat yang sama secara terus menerus sehingga indeks saham terus menurun sementara nilai tukar terus meningkat. Selain itu dari penelitiannya dapat diketahui bahwa negara-negara di kawasan Asia yang pada periode sebelum krisis dan setelah serangan terorisme tidak memiliki hubungan kausalitas justru memiliki hubungan kausalitas pada masa setelah krisis dan sebelum serangan terorisme. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chandra Utama (2008) dengan judul Pengaruh Pasar Saham Dunia terhadap Pasar Saham Indonesiadimana uji korelasi Pearson dan Granger Causality Test menunjukkan terdapat hubungan saling mempengaruhi antar pasar saham Singapura, Hongkong, dan Jepang terhadap pasar saham Indonesia. Pasar saham Amerika yang mewakili pasar saham dunia memberikan pengaruh kepada pasar saham Indonesia dibandingkan pengaruh saham Indonesia terhadap pasar saham Amerika. Pada tahun 2010, Nurfitri Bisyria melakukan penelitian dengan judul Analisis Hubungan Kausalitas Pasar Saham Globar terhadap Pasar Saham Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan ARCH / GARCH , VAR, dan Kausalitas Granger berkesimpulan bahwa selama periode 1999–2009 NASDAQ tidak mempunyai hubungan kausalitas terhadap IHSG, begitu juga sebaliknya. NIKKEI, STI, FTSE, ASX, dan KSE memiliki hubungan kausalitas searah dengan IHSG.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Suhartono Kho (2013) yang berjudul Analisa Contagion Effect Antar Negara ASEAN-5Saat Krisis Bursa Saham Amerika Serikat Tahun 2008 dengan menggunakan Granger Causality Test dari periode 2008 – 2010 diketahui bahwa tidak semua negara memiliki hubungan, seperti bursa Malaysia dan Indonesia. Di sisi lain, bursa Filipina, Singapura dan Thailand memiliki hubungan satu arah, serta contagion effect selama periode pengamatan hanya terdapat pada bursa Singapura, Filipina dan Thailand. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian ulang atas penelitian yang telah dilakukan beberapa tahun sebelumnya. Adapun pada penelitian kali ini penulis mengambil sebuah judul : ”Analisis Kausalitas antara Indeks Harga Saham Asia Tenggara dengan Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia”. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini : Apakah Indeks Harga Saham Asia Tenggara (KLCI, STI, Indeks PSE, Indeks SET, dan Indeks VN) memiliki hubungan kausalitas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Untuk menganalisis hubungan kausalitas Indeks Harga Saham Asia Tenggara (KLCI, STI, Indeks PSE, Indeks SET, dan Indeks VN) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Indonesia. 1.4
Manfaat Penelitian 1.
Untuk menjadi pengembangan dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
2.
Untuk para investor, di mana hasil penelitian ini dapat memberi informasi sebagai sumber referensi untuk menilai saham di pasar modal.
3.
Sebagai bahan referensi dan tambahan informasi untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara