BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Globalisasi/liberalisasi khususnya sektor perdagangan serta pelaksanaan otonomi daerah akan memicu peningkatan ekonomi serta mengembangkan potensi yang dimiliki daerah. Dampak selanjutnya akan terjadi peningkatan arus barang dan mobilitas orang. Hal ini memerlukan dukungan transportasi baik darat, laut maupun udara. Sebagai Negara kepulauan, transportasi laut merupakan moda yang memegang peranan sangat penting, terutama untuk mengangkut dan distribusi barang (Ayatulloh, 2001). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kegiatan kepelabuhan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan teteap memperhatikan tata ruang wilayah. Pelabuhan laut sebagai terminal point memiliki peran strategis dan penting karena berkaitan dengan aktivitas pelayanan kepelabuhan dan pelayaran sebagai salah satu kegiatan utama pelabuhan. Pelabuhan laut juga berperan sebagai tempat pendistribusian barang keseluruh wilayah tanah air. Peran strategis tersebut terkait erat dengan fungsi pokok yang dimiliki pelabuhan laut antara lain:
2
a) Fungsi titik temu (Interface), yaitu pelabuhan laut berfungsi sebagai terminal perpindahan barang dari dua atau lebih sistem transportasi yang berbeda, antara lain transportasi laut dan transportasi darat termasuk angkutan sungai (inland waterways); b) Fungsi Link, yaitu fungsi pelabuhan yang dipandang sebagai salahsatu matarantai dalam proses transportasi mulai dari tempat asal barang sampai tujuan; c) Fungsi pintu gerbang (Gateway), yaitu fungsi pelabuhan sebagai pintu gerbang suatu negara atau wilayah; dan d) Fungsi Industrial Entity, yaitu fungsi pelabuhan sebagai penyedia fasilitas termasuk pengembangan kawasan pelabuhan dan self generating cargo untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi (Teteng, 2009). Menurut statusnya pelabuhan laut dibedakan menjadi pelabuhan laut yang diusahakan yaitu pelabuhan laut yang dikelola oleh PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia yang berjumlah sekitar 79 pelabuhan dan pelabuhan laut yang tidak diusahakan yaitu pelabuhan laut yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) kantor pelabuhan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang berjumlah sekitar 193 pelabuhan. Dari seluruh pelabuhan tersebut, hal yang cukup menarik untuk dicermati adalah Pelabuhan Sunda Kelapa dibawah pengelolaan PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II yang berkedudukan di Jakarta. Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki letak strategis di Ibukota Negara Republik Indonesia dan merupakan tumpuan harapan bagi kapal-kapal pelayaran rakyat untuk menyampaikan barang dari daerah dan perolehan muatan balik yang
3
diangkut keseluruh penjuru tanah air. Kegiatan kepelabuhan yang dilaksanakan di pelabuhan Sunda Kelapa sebagian masih menggunakan tenaga manusia (manual handling) sehingga semakin menarik untuk dicermati. Selain itu Jakarta merupakan pusat perdagangan dan industri yang didukung sarana transportasi untuk mendorong laju perekonomian di daerah Sumatra dan Kalimantan. Pelabuhan Sunda Kelapa juga memiliki peran sebagai matarantai pelabuhanpelabuhan lain di Indonesia antara lain Teluk Bayur, Jambi, Pulau Baai, Panjang, Pangkal Balam, Tanjung Pandan, dan Pontianak. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. Penelitian yang dilakukan Chaniago (2002) melihat perkembangan kunjungan kapal, volume bongkar muat, kunjungan wisatawan asing, arus penumpang dan tingkat pelayanan. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami penurunan sejak terjadinya krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997/1998. Tetapi penelitian ini kurang mendalam karena hanya menggunakan analisis deskriptif. Djeffri (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa produktivitas bongkar muat barang berpengaruh positif terhadap kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa. Produktivitas bongkar muat diukur menggunakan ship output dan lama kapal di pelabuhan atau port stay salah satu diantaranya menggunakan berthing time. Gambar 1.1. menunjukkan perkembangan pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa yang cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2004 hingga 2010. Pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa mencapai Rp 11,066 miliar lebih pada tahun 2004, menjadi Rp 18,379 miliar lebih pada tahun 2010 atau naik sebesar 66,08
4
persen. Sedangkan volume bongkar muat barang di Pelabuhan Sunda Kelapa cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2004 sampai tahun 2010. Volume bongkar muat barang mencapai 4,324 juta ton/m3 lebih pada tahun 2004, menjadi 3,651 juta ton/m3 lebih pada tahun 2010 atau turun sebesar 15,56 persen. Untuk kunjungan kapal juga mengalami penurunan sejak tahun 2004 sampai tahun 2010. Kunjungan kapal mencapai 3,735 juta GT lebih pada tahun 2004, menjadi 3,346 juta GT lebih pada tahun 2010 atau turun sebesar 10,41 persen.
20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0
2004
2005
Pendapatan (Ribu Rp)
2006
2007
2008
Bongkar Muat (Ton/M3)
2009
2010
Kunjungan Kapal (GT)
Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Sunda Kelapa, diolah.
Gambar 1.1. Perkembangan Pendapatan, Volume Bongkar Muat Barang dan Kunjungan Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa Tahun 2004-2010 Fenomena di atas memberikan gambaran nyata, bahwa saat pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami kenaikan pada kurun waktu tahun 20042010, volume bongkar muat dan kunjungan kapal justru mengalami penurunan pada periode tahun yang sama. Sedangkan volume bongkar muat dan kunjungan
5
kapal merupakan kegiatan utama yang dilakukan di pelabuhan, yang secara langsung akan berdampak terhadap penerimaan pendapatan pelabuhan.
1.2. Perumusan Masalah Fenomena perkembangan pendapatan di Pelabuhan Sunda Kelapa jauh berbeda dengan fenomena perkembangan volume bongkar muat barang dan kunjungan kapal secara umum. Sedangkan bongkar muat barang dan kunjungan kapal merupakan kegiatan utama pelabuhan dalam menghasilkan pendapatan bagi pelabuhan. Di sisi lain ditengarai terdapat kegiatan pelayanan pelabuhan lainnya selain bongkar muat barang dan kunjungan kapal, yang memberikan kontribusi penerimaan pendapatan cukup besar saat pelayanan bongkar muat barang dan kunjungan kapal secara umum mengalami penurunan. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan jasa pelayanan pelabuhan di Sunda Kelapa selama tahun 2004–2011? 2. Faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan apa yang dominan terhadap pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa? 3. Seberapa besar kontribusi masing-masing faktor yang terbentuk dan faktor apa yang paling besar kontribusinya? 1.3. Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
6
1. Menggambarkan perkembangan jasa pelayanan pelabuhan di Sunda Kelapa selama tahun 2004-2011. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor jasa pelayanan pelabuhan yang dominan memengaruhi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa. 3. Menganalisis kontribusi dari faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan Pelabuhan Sunda Kelapa.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi Pelabuhan Sunda Kelapa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi berharga dalam meningkatkan faktor-faktor jasa pelayanan dan pendapatan.
2.
Bagi pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian yang sejenis dan pelengkap atas beberapa penelitian atau studi terdahulu khususnya yang berkaitan dengan analisis kinerja Pelabuhan Sunda Kelapa.
3.
Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses belajar yang memberikan banyak tambahan ilmu dan pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan dan analisis.