BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang berada di bagian selatan Pulau Bali, yaitu wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Daerah Nusa Dua telah berkembang karena adanya pariwisata. Pesatnya perkembangan pariwisata dapat dilihat dari banyaknya bangunan city hotel, hotel-hotel berbintang, dan bangunan villa. Di wilayah Nusa Dua juga terdapat sarana pendukung pariwisata, sepeti golf area, gedung meating (konferensi), dan restaurant. Hal tersebut dilengkapi dengan adanya media promosi dan sarana transportasi yang memadai. Perkembangan pariwisata di daerah ini diikuti oleh banyaknya pengunjung, baik lokal maupun mancanegara. Masyarakat pencari kerja ikut serta berperan dalam perkembangan pariwisata di wilayah ini. Nusa Dua merupakan sebuah wilayah yang memiliki tiga desa adat, yaitu Desa Adat Bualu, Desa Adat Peminge, dan Desa Adat Kampial dalam satu kelurahan, yaitu Kelurahan Benoa. Perkembangan pariwisata di daerah Nusa Dua tidak terlepas dari peranan masyarakat yang memiliki pemikiran positif terhadap masuknya pariwisata ke daerahnya. Penerimaan masyarakat lokal terhadap awal keberadaan pariwisata di daerahnya sangat baik. Hal itu terlihat dari terjalinnya toleransi dan perduli wilayah terhadap keamanan, ketertiban, dan stabilitas pariwisata. Dari awal perencanaan pembangunan pariwisata diharapkan pariwisata dapat berkontribusi
1
2
bagi masyarakat lokal. Hal ini juga dipaparkan oleh Madiun (2010: 1--2) mengenai awal perencanaan pembangunan pariwisata bahwa dalam pembangunan wilayah Nusa Dua yang menarik banyak minat wisatawan diharapkan ada partisipasi masyarakat lokal yang nantinya juga dapat menikmati nilai ekonomi yang diimplikasikan oleh industri pariwisata. Masuknya pariwisata di daerah Nusa Dua diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Pendapatan nilai ekonomi yang cukup dalam kehidupan masyarakat menjadi tuntutan tercapainya kesejahteraan masyarakat lokal. Selain itu, tersedianya ruang kerja kepada masyarakat lokal sangat diharapkan, baik secara langsung berkecimpung di dalam pariwisata maupun tidak secara langsung bersentuhan dengan pariwisata. Berdasarkan data monografi Kelurahan Benoa (2014: 11) diketahui bahwa di daerah Nusa Dua terdapat sekitar 39 bangunan hotel, 11 motel, 20 restoran, 3 losmen, 3 tempat rekreasi, dan 1 museum sejarah. Dalam hal ini, diharapkan pariwisata dapat berkontribusi lebih bagi Desa Adat dan masyarakatnya. Hal itu sejalan dengan pernyataan Pitana (2005: 110), bahwa adanya pariwisata seharusnya dapat menghasilkan angka penggandaan (multiplier effect) yang tinggi. Penggandaan nilai ini juga diharapkan dapat berdampak ke masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pariwisata tersebut. Desa Adat Bualu merupakan salah satu desa yang terkena dampak langsung dalam perkembangan pariwisata global. Desa Adat Bualu terdiri atas delapan banjar adat, yaitu Banjar Bualu, Banjar Balekembar, Banjar Pande, Banjar Peken, Banjar Penyarikan, Banjar Celuk, Banjar Terora, dan Banjar
3
Mumbul (Ilkita Desa Adat Bualu, 2009: 4--5). Perkembangan pariwisata menjadi pengharapan untuk menunjang kehidupan masyarakat lokal di Desa Adat Bualu. Mengingat kebutuhan kian hari kian meningkat, industri pariwisata menjadi harapan dalam upaya untuk memenuhi kehidupan masyarakat. Di balik perkembangan pariwisata yang mumpuni, berbagai permasalahan dihadapi oleh masyarakat lokal di tengah pesatnya perkembangan pariwisata. Sumber daya manusia menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam menyambut datangnya pariwisata. Kesiapan sumber daya manusia menjadi kendala dalam menghadapi pariwisata global sehingga peran masyarakat lokal dalam persaingan di dunia pariwisata menjadi kurang maksimal (Baswir, 1999: 87--88). Selain itu, masyarakat lokal telah berdiri di dua tempat, yaitu selain berpegang teguh dengan adat dan tradisi juga sekaligus menganut budaya modern. Dalam usaha untuk ikut bersaing di dalam dunia pariwisata dibutuhkan modal ekonomi dan pengalaman yang cukup untuk ikut bersaing di dalam dunia pariwisata. Tumpang tindihnya pembangunan pariwisata terhadap pembangunan desa kini menjadi perhatian lebih untuk ke depannya. Pariwisata hanya menunjukkan fokusnya pada pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata. Pembangunan pariwisata secara besar-besaran tidak sebanding dengan apa yang telah didapat oleh desa adat. Pembangunan terlihat berbanding terbalik dengan kondisi Balai Desa Adat Bualu yang masih sederhana. Pesisir pantai Desa Adat Bualu dimanfaatkan untuk menunjang pariwisata. Pemanfaatan pesisir pantai sebagai tempat pembangunan penunjang pariwisata sangat banyak dilakukan. Persisir pantai telah menjadi lahan perebutan
4
modal. Batas pantai telah dikomersalkan sebagai nilai lebih dalam modal pariwisata. Menurut perspektif Bourdieu (dalam Mudana, 2013: 2), pesisir pantai merupakan wilayah ajang perebutan modal dan perebutan kepentingan ini dilakukan dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Selain timbulnya berbagai kepentingan dalam persaingan perebutan modal, pemanfaatan pesisir pantai yang berlebihan dalam pariwisata menyebabkan makin sempitnya akses masyarakat lokal untuk berlibur ke pantai. Modal menjadi prioritas utama dalam kehidupan dunia pariwisata. Pemodal berani menaruh sahamnya ketika penunjang pariwisata dirasakan mencukupi, seperti akses transportasi, alam (pantai), termasuk masyarakat yang dapat menerima masuknya pariwisata. Dengan modal yang cukup besar apa pun bisa dibeli, yaitu dari hal yang bersifat kebendaan hingga jasa. Pengaruh ini berdampak besar bagi masyarakat lokal dalam kebertahanannya. Hal ini sejalan dengan pandangan yang diungkapkan oleh Long Norman (1977: 12--14) bahwa dengan modal yang besar, kaum pemodal dapat mempengaruhi struktur sosial masyarakat tradisional. Hal itu akan berakibat fatal ketika pemodal dapat menguasai masyarakat lokal untuk tunduk akan materi yang dimiliki. Kebutuhan yang konsumtif makin menjadi hal yang utama yang berujung pada pergolakan perebutan lahan pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang lebih. Apabila masyarakat lokal kurang dilibatkan dalam pembangunan pariwisata, akan menjadi permasalahan dalam mewujudkan kesejahteraan. Artinya, masyarakat lokal menjadi penonton di tanah desanya sendiri ketika keadilan telah dikonstruksi untuk kepentingan kelompok tertentu. Tidak bisa
5
dimungkiri bahwa kesenjangan sosial menghantui kehidupan masyarakat Desa Adat Bualu. Sejalan dengan pendapat Madiun (2010: 9) bahwa perkembangan pariwisata di wilayah Nusa Dua tidaklah seimbang dengan pengorbanan masyarakat lokal. Dikatakan demikian mengingat dalam sejarahnya pengorbanan masyarakat dalam proses pembangunan pariwisata di wilayahnya memiliki cerita yang cukup menyedihkan. Awal perkembangan pariwisata di daerah ini dapat dikatakan dimulai sejak tahun 1976. Kawasan ini dibangun dengan konsep kawasan pariwisata terpadu yang jauh dari permukiman masyarakat umum. Kawasan ini dikenal dengan kawasan BTDC (Bali Tourism Development Corporation) yang kini berubah nama menjadi ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation). Dalam perkembangannya, keuntungan yang diperoleh oleh kawasan, baik pengusaha hotel, rentoran, maupun usaha-usaha lainnya yang berada di kawasan tersebut tidak seimbang dengan ganti rugi dan nilai-nilai sosial budaya yang telah dikorbankan oleh masyarakat. Kurangnya kontribusi pariwisata dinilai sejak awal perencanaan pembangunan kawasan. Berbagai tekanan juga dialami oleh pemilik tanah. Mau tidak mau tanah harus dilepaskan dengan perhitungan akan mendapatkan ganti rugi. Namun, dalam proses ganti rugi dirasakan sangat berbelit-belit, bahkan jauh dari kenyataan (Madiun, 2010: 9--10). Masyarakat ekonomi menjunjung tinggi ideologi kapitalis yang selalu mengakumulasikan modal yang dimiliki; masyarakat sipil selalu menjunjung tinggi keharmonisan sosial dan keseimbangan kehidupan terhadap alamlingkungannya; dan masyarakat politik mengutamakan kepentingan kekuasaan ke
6
depan.
Sejalan dengan pandangan Mudana (2013, 3--4) bahwa dalam
pemanfaatan wilayah ligkungan desa adat terdapat tiga golongan masyarakat yang memegang peranan, yaitu masyarakat sipil yang menjunjung tinggi keharmonisan, masyarakat ekonomi yang mendukung kapitalisme, dan masyarakat politik. Ketiga golongan masyarakat tersebut menjadi peranan kunci dalam menentukan perkembangan pembangunan desa. Bahkan, msyarakat ekonomi dan politik memiliki pengaruh dominan dalam menyuarakan aspirasi dan menjadi pemenang. Tidak mengherankan telah terjadinya pergerakan-pergerakan masyarakat lokal untuk menuntut haknya. Perjuangan dilakukan agar pariwisata yang berkembang di wilayahnya lebih berkontribusi bagi masyarakat lokal. Permasalahan pariwisata menyebabkan munculnya pergerakan masyarakat dalam bentuk forum persatuan. Gerakan yang mengatasnamakan wilayah (Forum Nusa Dua Bersatu) merupakan bentuk eksistensi masyarakat lokal. Nusa Dua Bersatu berdiri pada 11 Maret 2012. Nusa Dua Bersatu memiliki keinginan untuk mempersatukan kaum muda Nusa Dua. Persatuan ini muncul karena adanya kesamaan nasib dalam bidang sosial ekonomi pada masyarakat lokal. Di samping itu, juga berpandangan bahwa perkembangan industri pariwisata yang katanya dapat menyejahterakan rakyat dianggap tidak selamanya benar. Jika merujuk pendapat Barker (2011: 62--63), munculnya suatu pergerakan bersamaan dengan ketakutan akan adanya suatu kekuasaan kelas yang mengutamakan kepentingan kelompoknya. Forum ini bergerak dalam bidang sosial sebagai bentuk kepedulian terhadap keadaan masyarakat lokal. Terbentuknya Nusa Dua Bersatu juga menunjukkan
pergerakan
masyarakat
dalam
menanggapi
perkembangan
7
pariwisata di daerahnya. Munculnya forum seperti ini merupakan
bentuk
kekecewaan terhadap pemimpin lokal dalam upaya menjamin kesejahteraan masyarakat. Jumlah anggota berdasarkan data Nusa Dua Bersatu tahun 2014 berkisar 650 orang. Sebagian besar anggota Nusa Dua Bersatu bekerja di bidang pegawai swasta dan wiraswasta dan terdapat sekitar 44 anggota yang belum bekerja. Kegiatan yang pernah dilakukan oleh Nusa Dua Bersatu, di antaranya lebih pada bidang sosial, yaitu pengadaan donor darah gratis bagi warga benoa (Denpost, 10 Maret 2015: 4). Selain itu, telah diselenggerakan pengukuhan pengurus Nusa Dua Bersatu 2015--2020 di Pura Geger Dalem Pemutih oleh Lurah Benoa (Denpost, 13 Maret 2015: 4). Dalam bidang ekonomi, Nusa Dua Bersatu melakukan lobi-lobi kerja sama, baik terhadap pengusaha-pengusaha maupun hotel di sekitar Nusa Dua untuk bekerja sama dalam perekrutan tenaga kerja lokal. Kesadaran tentang keterpinggiran yang dialami masyarakat lokal dalam pariwisata menyebabkan terbentuknya pergerakan di Desa Adat Bualu. Di samping itu, kurang berkontribusinya pariwisata terhadap penduduk lokal menjadi permasalahan yang kompleks saat ini. Di pihak lain, terbentuknya Forum Nusa Dua Bersatu merupakan bentuk perlawanan masyarakat lokal terhadap kekuasaan yang merajalela di wilayahnya. Beberapa hal yang kurang diperhatikan dalam pengembangan pariwisata, yaitu hak masyarakat lokal untuk mengetahui perencanaan pengembangan pariwisata di daerahnya, hak berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata, dan kurang adanya ruang dalam keterlibatan tenaga kerja lokal dalam pariwisata.
8
Pergerakan masyarakat lokal sebagai masyarakat sipil merupakan pergerakan yang mengutamakan keharmonisan kehidupan sosial. Keharmonisan sosial dalam masyarakat lokal berpegang teguh pada konsep tri hita karana, yaitu hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Di sisi lain perkembangan budaya modern berbanding
terbalik
dengan
konsep
masyarakat
lokal.
Pengembangan
perekonomian menjadi dominasi dalam pencapaiannya. Hal itu sejalan dengan pendapat Hasan (2011: 218--219) bahwa kapitalis global melahirkan cara berpikir dan ideologi yang berbeda dari konsep lokal. Perkembangan pariwisata pada awalnya dirasakan sangat nyaman, tetapi kini telah menjadi permasalahan bagi masyarakat lokal. Pada awalnya masyarakat lokal sangat berharap dan menerima masuknya pariwisata. Seiring dengan berjalannya waktu, permasalahan sosial kian muncul ke permukaan. Kebutuhan ekonomi menjadi tujuan di dalam kehidupan masyarakat lokal. Masuknya pariwisata telah membawa dampak sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat lokal. Perubahan pola hidup terlihat sangat menonjol. Determinasi kekuasaan kian dirasakan seiring dengan perkembangan pariwisata. Berbagai harapan bermunculan di kalangan masyarakat lokal. Terancamnya identitas lokal menjadi permasalahan di dalam kehidupan masyarakat lokal. Atas dasar itu, termaginalnya masyarakat Desa Adat Bualu merupakan awal dari pergulatan Nusa Dua Bersatu di wilayahnya sebagai civil society. Penelitian ini menekankan pada penyebab terjadinya pergulatan Nusa Dua Bersatu, proses pergulatannya, dan makna pergerakan tersebut bagi masyarakat di
9
dalam perkembangan pariwisata. Semakin banyaknya kemunculan forum persatuan yang mengatasnamakan desa atau nama wilayah di Bali menjadi daya tarik tersendiri dalam penelitian ini. Upaya mengetahui latar belakang terbentuknya sebuah forum persatuan menjadi hal yang utama dalam pembahasan tesis ini. Mengingat kemunculan sebuah fenomena perlawanan bukan tanpa alasan, maka penelitian ini melihat dari sudut pandang civil soecity dengan titik fokus terhadap Forum Nusa Dua Bersatu sebagai sebuah fenomena yang patut diperhatikan. Jika dilihat permasalahan yang dijabarkan tersebut, dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, perkembangan pariwisata yang selama ini dianggap baik-baik saja dan berpotensi sangat menguntungkan masyarakat selamanya tidak benar. Kurang berkontribusinya pariwisata terhadap SDM masyarakat lokal menjadi permasalahan dalam pencarian lapangan pekerjaan. Kedua, di dalam pembangunan perkembangan pariwisata diduga telah terjadi negosiasi pengusaha dengan penguasa lokal. Baik lembaga formal maupun lembaga informal kurang memadai fasilitasnya sehingga komunikasi antara masyarakat, lembaga, dan pengusaha kurang terjalin maksimal. Padahal, dalam usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dibutuhkan kerja sama antara masyarakat, penguasa, dan pengusaha. Ketiga, perkembangan pariwisata modern yang kebablasan menyebabkan tergerusnya konsep pola pikir yang berkaitan dengan identitas lokal. Kurangnya perhatian penguasa dan pengusaha terhadap masyarakat lokal berdampak kepada terjadinya sikap pasif dan cenderung apatis. Hal tersebut ditakuti akan dapat menimbulkan sifat-sifat kebencian. Dengan demikian, dalam
10
penelitian ini dlihat bagaimana awal dan usaha Nusa Dua Bersatu dalam melakukan perannya dalam usaha persatuan dan pergerakan sosial. Dalam penelitian ini perlu dijabarkan konsep berpikir dari sudut pandang identitas lokal. Identitas lokal di sini tidak hanya yang berkaitan dengan tujuh unsur kebudayaan menurut Koetjaraningrat (2013:2), seperti sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia, sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem religi dan upacara keagamaan, tetapi juga berkaitan dengan konsep pola pikir tentang kesadaran asal usul identitas awal keberadaan peradaban. Sebagaimana layaknya pemahaman konsep “di mana kaki dipijak di sana langit dijunjung” menjadi prioritas dalam melihat fenomena di masyarakat. Di dalam kepercayaan dan konsep kehidupan masyarakat Desa Adat Bualu khususnya dan Bali pada umumnya dikenal istilah “kawitan” yang berasal dari kata “wit” yang artinya awal mula atau asal mula. Perlu dipahami dan dijabarkan pula bahwa konsep “awal mula” menjadi tolok ukur penjabaran pemahaman yang dilakukan dalam penelitian ini. Dengan demikian , fenomena di dalam penelitian ini diusahakan di bahas sebagaimana yang terjadi di masyarakat. Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Adat Bualu, keberadaan tentang identitas dan konsep pemahaman mengenai awal keberadaannya makin dilupakan. Secara khusus, pencarian identitas tidak lagi beranjak dari dirinya sendiri, tetapi sudah ke luar dari dirinya. Secara umum, pemahaman identitas tidak dilakukan berdasarkan karakter desa, tetapi
ikut-
ikutan sebagai orang lain yang bukan karakter desanya. Hal tersebut sangat jelas
11
diakibatkan oleh pengaruh budaya luar. Kurang kokohnya fondasi identitas yang dipengruhi oleh pola pikir manusia Desa Adat Bualu juga sebagai
penentu
keberadaan identitas sebagaimana layaknya. Akibatnya, terjadi tarik-menarik antara identitas lokal dan kebudayaan modern yang saling memengaruhi dan saling berpengaruh dalam eksistensi masyarakat lokal. Fenomena Forum Nusa Dua Bersatu menjadi bukti pergolakan yang dialami di tanah desa. Benturan kepentingan kian menjadi. Ini berarti telah terjadi politik adu domba yang mengakibatkan terpecahnya masyarakat lokal dalam situasi yang berbeda pula. Kondisi ini menjadi prioritas dalam menanggapi fenomena keberadaan masyarakat. Bukan lagi mencintai tanah desa, namun lupa akan asal usul mengapa desa ini ada. Pengaruh politik merupakan salah satu penyebab terpecahnya masyarakat Desa Adat Bualu. Keberadaan banjar sebagai benteng adat mengalami perubahan fungsi. Awalnya banjar merupakan forum adat yang menaungi masyarakat dalam memfasilitasi terbentuknya kebersamaan baik suka maupun duka. Akan tetapi, kini banjar memiliki dwi fungsi, yaitu selain sebagai banjar suka duka juga sebagai kendaraan politik (banjar politik). Dalam pembahasan penelitian ini diambil sentral fenomena forum Nusa Dua Bersatu. Fenomena tersebut sebagai bentuk dampak kelemahan forum lokal dan pengaruh pariwisata modern yang didominasi oleh investor dan menurunnya kesadaran pemahaman tentang
identitas lokal yang dimiliki oleh Desa Adat
Bualu. Maka pergulatan Nusa Dua Bersatu sebagai pandangan untuk menyikapi
12
fenomena di masyarakat yang nantinya menjadi tolok ukur penyadaran tentang identitas keberadaannya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka ditemukan beberapa permasalahan yang mendasar, yaitu sebagai berikut. 1. Mengapa Nusa Dua Bersatu melakukan pergulatan untuk merebut pasar pariwisata ? 2. Bagaimana proses pergulatan Nusa Dua Bersatu dalam merebut pasar pariwisata? 3. Apa makna pergulatan Nusa Dua Bersatu bagi masyarakat lokal Desa Adat Bualu ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, maka ada beberapa tujuan yang ingin di capai di dalam tulisan ini. Adapun tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian in adalah seperti berikut. 1. Mengetahui perkembangan munculnya Forum Sosial yang mengatas namakan wilayah desa di Provinsi Bali.
13
2. Mengetahui peran munculnya Forum Sosial yang mengatas namakan wilayah desa di Provinsi Bali. 3. Mengetahui makna kemunculan forum sosial yang mengatasnamakan desa di Provinsi Bali.
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini dirumuskan seperti berikut. 1. Mengetahui latar belakang Nusa Dua Bersatu melakukan pergulatan untuk merebut pasar pariwisata. 2. Memahami proses pergulatan Nusa Dua Bersatu dalam merebut pasar pariwisata. 3. Dapat memaknai pergulatan Nusa Dua Bersatu bagi masyarakat lokal Desa Adat Bualu.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini, maka ada dua manfaat penelitian yang ingin dicapai, yaitu manfaat teoritis dan praktis. Kedua manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teoretis 1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan secara logis, terutama yang berkaitan dengan identitas dan hak-
14
hak masyarakat lokal untuk ikut berperan dalam pembangunan daerahnya, khususnya pada masyarakat di Desa Bualu. 2. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan cakrawala keilmuan kajian budaya, khususnya kajian teori kritis, seperti teori hegemoni dan pemertahanan kearifan lokal dari logosentrisme serta selalu memandang masyarakat lokal sebagai masyarakat yang tak berdaya.
1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut. 1. Pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakankebijakan yang terkait dengan identitas masyarakat lokal, dalam hal ini dalam kaitannya dengan membangun desa adat. 2. Khususnya masyarakat Desa Adat Bualu sebagai sumber informasi dan sumber acuan dalam mengatasi berbagai persoalan dalam rangka mengembangkan masyarakat dan desa adat. 3. Bagi Nusa Dua Bersatu dapat menjadi bahan acuan dalam bertindak dan menanggapi fenomena di masyarakat dalam upaya menjalin persatuan dan hubungan yang harmonis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan menggali identitas lokal. 4. Pihak-pihak yang peduli dengan identitas lokal dalam mengembangkan nilainilai tradisional sebagai modal sosial budaya dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia.
15
5. Peneliti lain dalam memperoleh informasi, menambah pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran tentang arti penting menggali dan memaknai nilainilai identitas budaya lokal.