BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembagunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat termaksud usia lanjut. Berdasarkan undang-undang No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Keberhasilan pembagunan dalam bidang kesehatan mengakibatkan meningkatnya usia Harapan Hidup (UHH) dari 66,7 tahun untuk perempuan 62,9 tahun untuk lakilaki di tahun 2005. Tahun 2020 diproyeksikan jumlah penduduk yang berusia diatas 60 tahun akan berjumlah 28,8 juta jiwa atau 11, 34% dari seluruh penduduk Indonesia (Depkes RI, 2005). Meningkatnya jumlah penduduk lansia akan menimbulkan permasalahan di berbagai aspek kehidupan lansia, baik secara individu maupun dalam kaitannya dengan keluarga dan masyarakat. Permasalahan tersebut berupa aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi, Dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi, kesehatan dan kesejahteraan merupakan masalah yang mendominasi dalam kehidupan mereka. Pola penyakit lansia menempuh siklus hidup yang panjang sebelum menimbulkan komplikasi dan manifestasi klinik. Awalnya seseorang sehat, dengan bertambahnya usia dan tergantung gaya hidup yang dijalaninya dari lingkungan serta pelayanan kesehatan yang diterimanya, orang tersebut menderita penyakit yang biasanya disebut sebagai faktor resiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, kolestrol meninggi, demensia dan lain-lain. Apabila penyakit tersebut tidak terdeteksi atau 1
2 diobati secara dini maka akan terjadi komplikasi penyakit yang menetap dalam tubuh lansia (Hadisaputro dan Martono, 2000). Berdasarkan statistik rumah sakit pusat rujukan di Jakarta diperoleh gambaran bahwa pasien pada umumnya menderita kompleksitas penyakit. Penyakit utama adalah penyakit kardiovaskuler, penyakit paru menahan, tuberculosis, infeksi saluran pernafasan, gangguan pencernaan dan penyakit tulang dan sendi (Depkes RI, 2005). Permasalah penyakit yang dihadapi lansia tersebut karena adanya kemunduran sel-sel (proses penuaan) yang dapat mempengaruhi fungsi dan kemampuan system tubuh termasuk syaraf, jantung dan pembuluh darah akan berdampak pada masalah kesehatan keluarga baik secara langsung maupun tidak langsung. menyangkut masalah terutama psikis yang diarahkan lansia ketika berada di masa klimakterium yaitu dimana masa peralihan yang dilalui seseorang wanita dari periode reproduksi ke periode non reproduksi yang dikenal dengan masa menopause atau andropause pada laki-laki. Merupakan suatu tantangan bagi kita untuk mengupayakan lansia tetap memiliki kesiapan fisik dan mental serta adanya peningkatan perilaku hidup sehat sehingga menjadi sumber daya manusia yang optimal. Frekuensi makan perhari merupakan salah satu aspek kebiasaan makan, frekuensi makan akan dapat menjadi tingkat kecukupan konsumsi gizi. Semakin tinggi frekuensi makan seseorang maka semakin tinggi kecukupan gizi (Khomsan, 2010). Frekuensi konsumsi lansia dalam satu minggu dikategorikan menjadi 4 yaitu, selalu (setiap hari), sering, jarang dan tidak pernah. Makanan yang dikonsumsi lansia adalah tekstur makanan yang mudah dicerna dan dikunyah, dan hal ini sesuai dengan pernyataan Proverawati dan (Wati 2010). Kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan untuk mengobati penyakit lansia tersebut (Kusumo. R.A, 2010).
3 Keluarga lansia yang dilaksanakan melalui kegiatan posyandu lansia merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat berbasis rumah sakit atas kerja sama atara petugas kesehatan dengan masyarakat. Merupakan suatu wadah yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki lansia untuk mengetahu, memahami, dan mampu membina kondisi dan masalah yang dihadapi lansia. Peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan lansia diantaranya berupa pemenuhan kebutuhan ekonomi, psikologis dan kesehatan fisik, nutrisi makanan, serta berupaya mendorong lansia agar tetap menanamkan perilaku hidup sehat sehingga lansia tetap sehat bugar dan tidak menjadi beban (BKKBN, 2006). Keluarga merupakan motivator utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam, 2008). Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya perawatan pada lansia. Merawat lansia dibutuhkan keterampilan yang khusus. Keluarga sebagai institusi atau lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan bagi perawatan lansia. Peran keluarga dalam upaya pemenuhan kebutuhan makan merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan lansia tersebut (Dahlan, 2000). Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa, merawat lansia dengan demensia juga menimbulkan masalah fisik dan masalah psikologis, sehingga pada sebagian keluarga yang merawat lansia dengan demensia dapat mengalami depresi (O'Brien et al, 2005). Depresi adalah masalah yang sering terjadi karena tidak mampu beradaptasi dengan keluarga untuk merawat lansia demensia. Survey awal penelitian pada bulan oktober 2009 di Kelurahan Pancoran Mas, Kota Depok mencatat jumlah lansia dengan demensia yang terjadi di wilayah tersebut. Hasil survey diperoleh 20
4 lansia di kelurahan Pancoran, yang mengalami kepikunan dan dari derajat sedang sampai berat. Keluarga menyatakan lansia yang
mengalami kepikunan akan
mengalami penurunan daya ingat seperti lupa makan, meletakkan barang, lupa dengan nama anak dan cucu bahkan ketika berada di luar rumah lupa dengan letak rumah, sebagai besar keluarga menganggap kondisi lansia mengalami proses penuaan. Hasil wawancara dengan salah satu keluarga yang merawat lansia dengan kepikunan menyataka merasa malu dengan tetangga dan marah karena melihat tingkah laku lansia. Keluarga menyatakan lebih baik merawat lansia di rumah dari pada menempatkan di rumah jompo. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di kelurahan ketawanggede RW 01 yang berada diwilayah kerja puskesmas dinoyo pada tanggal 13 september 2013 pada 20 lansia dan keluarga, dengan melakukan wawancara terstruktur didapatkan hasil terdapat 80% keluarga ikut memenuhi, mengawasi serta merawat lansia, baik itu dalam hal kebutuhan gizi (makanan/minuman) maupun kebutuhan lansia yang lain. Keluarga juga memberikan dukungan emosional serta motivasi agar tidak terfokus dengan masalah atau perubahan fisik serta perubahan kognitif yang dialami. Dari hasil wawancara juga didapat bahwa 20% lansia mengatakan lansia sering lupa waktu makan dan kurang mendapat perhatian dari keluarga karena anak-anaknya sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga kadang-kadang lansia lupa memenuhi kebutuhan gizi karena tidak ada yang mengingatkan/mengatur serta mengontrol kebutuhan gizi atau yang lebih sering waktu makan. Anggota keluarga juga mengatakan sering lupa mengingatkan lansia karena banyak hal yang harus dilakukan dan juga mempunyai tanggungjawab kepada keluarganya sendiri.
5 Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian “ Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Pemenuhan Kebutuhan Makan Lansia Dengan Status Gizi Lansia Yang Demensia di kelurahan Ketawanggede di RW 01 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ”. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: Bagaimanakah hubungan perilaku keluarga dalam pemenuhan kebutuhan makan lansia dengan status gizi lansia yang demensia di kelurahan Ketawanggede di RW 01 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga dalam pemenuhan kebutuhan makan lansia dengan status gizi lansia yang demensia di RW 01 kelurahan Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. ” 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mendeskripsikan gambaran perilaku keluarga dalam pemenuhan kebutuhan makan lansia dengan status gizi lansia yang demensia di Kelurahan Ketawanggede Rw 01 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 2. Mendeskripsikan gambaran status gizi lansia yang demensia di Kelurahan Ketawanggede Rw 01 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 3. Menganalisis hubungan perilaku keluarga dalam pemenuhan kebutuhan makan lansia dengan status gizi lansia yang demensia di Kelurahan Ketawanggede Rw 01 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang.
6 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Peneliti Menambah ilmu dan wawasan perilaku keluarga dalam pemenuhan kebutuhan makan lansia dengan status gizi lansia yang demensia di RW 01 kelurahan ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Kota Malang.
1.4.2
Bagi Lansia Meningkatkan kesehatan, pengetahuan
lansia dalam pemenuhan
kebutuhan makan lansia dengan status gizi yang demensia di RW 01 kelurahan ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 1.4.3
Bagi Keluarga Menambah pengetahuan dan sebagai tolak ukur dalam pemberian perawatan kepada lansia dalam hal aktifitas dan dapat meningkatkan peran keluarga dalam upaya perawatan kepada lansia di rumah.
1.4.4
Bagi Masyarakat Diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa sebagai bahan pertimbangan diadakannya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang mampu meningkatkan sosialisasi antar warga masyarakat.
1.4.5 Bagi penelitian lain
Penelitian ini bisa dijadikan bahan acuan atau masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan pengetahuan yang mendasar dan dapat ditingkatkan/diterapkan pada lingkungan masyarakat. 1.5 Keaslian Penelitian 1.
Penelitian dilakukan oleh Indraswari (2012) dengan judul pola pengasuh gizi dan status gizi lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Lau Kabupaten Maros Sulawesi Selatan pada bulan September 2012. Penelitian ini memiliki kesamaan tema dan variable dengan penelitian yang akan dilakukan. Variable dalam penelitian ini
7 yaitu pola pengasuhan gizi dan status gizi, sedangkan variable penelitian yang akan dilakukan yaitu perilaku keluarga dan status gizi lansia. 2.
Penelitian Heryudarini, Irawati, Santi dan Husaiani (1991) mengungkapkan lansia yang tinggal diperdesaan baik laki-laki maupun perempuan berperawakan kurus dan hamper seluruh zat yang konsumsi tidak mencapai 100% dari AKG (angka Kecukupan Gizi) yang dianjurkan. Sebaliknya Wirakusumah (2000) mengungkapkan bahwa kondisi lansia diperkotaan mengarah pada terjadi peningkatan status gizi lebih yang selanjutnya dapat meningkatkan status gizi lebih yang selanjutnya dapat meningkatkan resiko penyakit degenerative. Hal ini diakibatkan penerapan kebiasaan makanan tidak sehat, pola makan tidak teratur, pola diet tinggi lemak, garam tinggi dan minim asupan serat. Penelitian ini memiliki kesamaan tema dan variable dengan penelitian yang akan dilakukan. Variable dalam penelitian ini yaitu meningkatkan status gizi lebih, sedangkan variable penelitian yang akan dilakukan yaitu perilaku keluarga dan status gizi lansia yang demensia.
1.6 Batasan Penelitian Untuk Mempermudah dan mempertegas lingkup penelitian, maka penelitian ini diberi batasan penelitian sebagai berikut: 1.6.1 Responden adalah lansia yang berusia 70 tahun keatas dan bertempat tinggal di wilayah RW 01 Ketawanggede Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. 1.6.2 Variabel indenpenden yang di teliti yaitu: perilaku keluarga dalam pemenuhan kebutuhan makan lansia dengan status gizi lansia yang demensia.
8 1.6.3 Perilaku Keluarga Dalam Pemenuhan kebutuhan makan lansia yang di jadikan panduan penelitian ini adalah pemenuhan kebutuhan makan lansia sesuai pedoman intervensi keperawatan (Nursing Intervention Classification). 1.4.4 Instrumment penelitian (Kueisioner dan lembar Observasi). 1.7 Definisi Istilah 1. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Maryam, 2010). Lansia merupakan masa manusia menapaki kehidupan menjelang akhir hayat. Keadaan ini identik dengan perubahan–perubahan yang mencolok pada fisik maupun psikis manusia tersebut (Wahyuni, 2003). 2. Makan adalah cara-cara individu dan kelompok individu memilih, mengkonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia yang didasakan pada dua faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik dimana mereka hidup atau tinggal (Guthe dan Mead dalam Khumaidi, 2002). 3. Demensia (dementia) adalah bentuk kerusakan kongnitif yang melibatkan penurunan yang terjadi terus-menerus pada fungsi memori dan kemampuan mempelajari informasi baru, kemampuan dalam berkomunikasi, memutuskan, dan koordinasi motorik. Selain dari adanya perubahan kongnitif, orang pada demensia mengalami perubahan pada kondisi kepribadian dan emosionalnya. Hal ini memiliki pengaruh besar pada kemampuan seseorang dalam bekerja dan berinteraksi secara normal dengan orang-orang di sekitarnya (Richard, 2010). 4. Keluarga adalah lembaga sosial satu-satunya yang terdiri dari beberapa orang (dua atau lebih) yang terlibat dalam emosi (memandang satu sama lain sebagai kewajiban, perasaan biasa, berbagai kewajiban tertentu berjodoh dengan kasih saying) satu sama lain dan hidup dekat dalam poksimitas geografis unit terkecil dari masyarakat yang terdiri Ayah, Ibu, dan Anak yang mempunyai
9 ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal dalam satu rumah (Horton, 1999). 5. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).