BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya
urusan
yang
menjadi
kewenangan
daerah
sebagai
konsekuensi dari otonomi daerah, otomatis akan menimbulkan volume urusan terutama berkenaan dengan pengurusan atau pengelolaan aset atau kekayaan daerah. Hal ini dapat dipahami mengingat dengan semakin banyaknya kewenangan yang diserahkan kepada daerah berarti akan terjadi pula arus uang dari pusat ke daerah dalam bentuk dana perimbangan antara pusat dan daerah (Soleh dan Rochmansjah, 2010:150). Selain itu persoalan lainnya adalah bagaimana aset tersebut dapat dikelola dengan benar sehingga dapat mendukung sepenuhnya terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Pengelolaan tersebut meliputi terjadinya kenaikan jumlah maupun nilai kekayaan negara yang dikuasai oleh pemerintah daerah yang sebelumnya dalam pengawasan pemerintah pusat. Terkait dengan hal tersebut maka pemerintah daerah perlu menyiapkan instrumen yang tepat untuk melakukan pangelolaan atau manajemen aset daerah secara profesional, transparan, akuntabel, efisien dan efektif mulai dari tahap perencanaan, pendistribusian dan pemanfaatan serta pegawasannya (Soleh dan Rochmansjah, 2010:151). Pengertian Asset (Aset) atau barang milik daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 yaitu semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun
yang berasal dari perolehan lain yang sah. Selain itu aset juga terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tidak berwujud (Intangible), yang tercakup dalam aktivas atau kekayaan atau harta kekayaan dari suatu instansi, organisasi, badan usaha atau individu perorangan. Manajemen aset juga merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari manajemen keuangan dan secara umum sangat terkait dengan administrasi pembangunan daerah khususnya yang berkaitan dengan nilai aset, pemanfaatan aset, pencatatan nilai aset dalam neraca tahunan daerah, maupun dalam penyusunan prioritas dalam pembangunan. Tujuan manajemen aset kedepannya diarahkan untuk menjamin pengembangan kapasitas yang berkelanjutan dari pemerintahan daerah, maka dituntut agar dapat mengembangkan atau mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah guna meningkatkan pendapatan asli daerah, yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan guna mencapai pemenuhan persyaratan optimal bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya terhadap masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, dimana pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah guna dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Sehubungan dengan pemanfaatan aset daerah khususnya berupa benda tidak bergerak yang berbentuk tanah, bangunan atau gedung, terutama yang belum didayagunakan secara optimal sehingga dapat memberikan value added, value in use dan mampu menaikkan nilai ekonomi aset bersangkutan, maka dapat dilaksanakan melalui penggunausahaan yaitu pendayagunaan aset daerah (tanah dan atau bangunan) oleh pihak ketiga (perusahaan swasta) dalam bentuk BOT (Build-OperateTransfer), BTO (Build-Transfer-Operate), BT (Build- Transfer), KSO (Kerja Sama Operasi) dan bentuk lainnya (Siregar, 2004). Sebelum terjadinya amuk massa karena masalah politik yang terjadi pada tanggal 21-22 Oktober tahun 1999, Pemerintah Kabupaten Badung membangun Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupaten Badung yang dinamai Dharma Praja, yang terletak di daerah Lumintang tepatnya di wilayah kota Denpasar. Setelah terjadinya amuk massa karena masalah politik yang mengakibatkan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung Dharma Praja tersebut terbakar, maka setelah kejadian tersebut lahan bekas pusat Pemerintahan Kabupaten Badung yang terletak di Lumintang ini belum memiliki kejelasan tentang pemanfaatannya. Hal itu dikarenakan belum adanya keseriusan terkait untuk membicarakan tentang pemanfaatan aset peralihan fungsi bangunan bekas Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung yang terletak di Lumintang sehingga menjadikan lahan tersebut selama beberapa tahun terkesan sangat terlantar. Setelah Pemerintah Kabupaten Badung menyepakati untuk membangun pusat pemerintahan di Sempidi, keberadaan lahan di Lumintang ini makin tidak jelas pemanfaatannya.
Karena belum memiliki kejelasan tentang pemanfaatan peralihan fungsi bangunan bekas pusat Pemerintahan Kabupaten Badung, maka ketika terjadi polemik tentang penetapan Puspem Badung yang baru, ide-ide pemanfaatan lahan di Lumintang ini sempat mencuat ke permukaan. Selain itu banyak investor yang tergiur untuk mengelola bekas pusat Pemerintahan Kabupaten Badung untuk dibangun mall atau swalayan. Tetapi kemudian ide-ide pemanfaatan tersebut tidak pernah ada realisasi yang jelas. Selain itu pemerintah Kota Denpasar juga sempat meninjau kelayakan bekas pusat pemerintahan Kabupaten Badung yang belokasi di kawasan Lumintang. Hal itu dikarenakan rencana pemanfaatan gedung dan perkantoran yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar. Seperti yang diketahui pemerintah Kota Denpasar berencana menggunakan bekas pusat Pemerintahan Kabupaten Badung dan kedua Kepala Daerah juga sudah melakukan pembicaraan terkait pemanfaatan aset Kabupaten Badung.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, dapat dikemukakan rumusan masalah yaitu, sebagai berikut : Bagaimanakah pola manajemen pemanfaatan aset daerah peralihan fungsi bangunan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Badung ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan memahami bagaimana manajemen aset daerah, terutama tentang pemanfaatan aset peralihan fungsi bangunan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini ada 2 yaitu, manfaat praktis dan manfaat teoritis. 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam proses manajemen aset daerah terutama tentang manajemen pemanfaatan aset peralihan fungsi bangunan
di
lingkungan
Pemerintah
Kabupaten
Badung
sehingga
pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan aset peralihan fungsi bangunan dapat lebih bermanfaat. 2. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan bisa menjadi kajian ilmiah mengenai manajemen aset daerah terutama tentang manajemen pemanfaatan aset peralihan fungsi bangunan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung.