BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi di sektor kesehatan. Rata-rata 30% dari jumlah tempat tidur di rumah sakit ditempati bayi dan anak-anak dengan penyakit diare, selain itu di pelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam 10 urutan penyakit di populasi (Subagyo dan Santoso, 2010).
Berdasarkan data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global terdapat dua juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare (Kemenkes RI, 2013). Menurut Putra (2012) angka kesakitan diare di Indonesia sekitar 200-400 kejadian diare diantara seribu penduduk setiap tahun, dimana sebagian besar (70%-80%) dari penduduk adalah balita. Diperkirakan bahwa setiap anak pada kelompok usia ini rata-rata mengalami lebih dari satu kali kejadian setiap tahunnya, sebagian dari padanya (1-2%) akan jatuh pada keadaan dehidrasi dan 50-60% akan meninggal bila tidak segera mendapat pertolongan.
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari ( Kemenkes RI, 2011). Pengeluaran 1
2
cairan berlebih dan terus menerus selama episode diare dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi karena diare merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan anak, dan kondisi ini dapat diatasi dengan pemberian cairan atau rehidrasi oral (Kemenkes RI, 2011). Rehidrasi oral telah direkomendasikan untuk mengatasi diare. Rehidrasi oral yang tersedia dapat berupa paket oralit (garam rehidrasi oral), larutan gula garam dan pemberian minum lebih banyak pada penderita. Pemberian rehidrasi merupakan pilar pertama dari lima langkah penatalaksanaan diare (lintas diare) yang merupakan program pemerintah dalam menanggulangi diare. Lintas diare didalamnya memuat panduan tentang penatalaksanaan diare yang terdiri dari pemberian cairan atau rehidrasi dengan oralit, pemberian suplemen zinc, pemberian ASI atau makanan untuk mencegah kurang gizi, pemberian antibiotik selektif dan pemberian nasehat ibu atau pengasuh (Kemenkes RI, 2011).
Upaya pemerintah dalam menanggulangi diare tampaknya masih belum mencapai hasil memuaskan. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2 %, sedangkan cakupan pemakaian oralit dalam mengelola diare adalah sebesar 33,3%. Berdasarkan sepuluh peringkat utama pasien rawat inap di rumah sakit di Bali, diare dan gastroenteritis merupakan penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien rawat inap (Kemenkes RI, 2011). Dari studi pendahuluan yang dilakukan, jumlah kasus diare yang dirawat di RSUD Kabupaten Buleleng selama tahun 2013 sebanyak 789 kasus, merupakan peringkat pertama dari sepuluh besar penyakit rawat inap, dengan jumlah kematian empat orang. Dari jumlah tersebut prevalensi tertinggi terjadi pada usia satu sampai empat tahun dengan jumlah 243
3
orang, dan dibawah usia satu tahun sebanyak 147 orang. Jumlah rata-rata per bulan pasien anak-anak dengan diare tahun 2013 adalah 32 orang. Pada bulan September 2014, dari sepuluh besar penyakit yang dirawat di Ruang Perawatan Anak, peringkat pertama diduduki oleh penyakit diare dengan jumlah 66 kasus, dengan insiden terbanyak terjadi pada usia enam sampai 24 bulan.
Melalui wawancara dengan delapan orang ibu pasien pada bulan September 2014, diperoleh hasil bahwa enam dari delapan orang ibu pasien memiliki pengetahuan rendah tentang penyakit diare. Pendidikan kesehatan yang selama ini diberikan kepada pasien dan keluarganya dalam bentuk lisan dan melalui leaflet, dimana ketersediaan leaflet sangat terbatas. Berdasarkan pengamatan, orang tua pasien tidak menyimpan dengan baik leaflet yang di berikan dan mengatakan bahwa mereka kesulitan memahami isi leaflet tersebut.
Pentingnya dilakukan pendidikan kesehatan kepada ibu berdasarkan pada keberadaan ibu sebagai orang terdekat anak, dan perannya dalam menanggulangi masalah kesehatan dalam keluarga (Maulana, 2009). Pendidikan kesehatan yang diberikan ditujukan kepada kemampuan keluarga dalam mengenal penyakit, mencegah berkembangnya penyakit, melakukan perawatan dan memanfaatkan sumber-sumber disekitarnya untuk meningkatkan kesehatannya sangat membantu dalam menanggulangi masalah kesehatan khususnya diare. Peran perawat sebagai edukator diharapkan mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga.
4
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan merupakan proses belajar dengan menggunakan pancaindera yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan. Konsep pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan menjadi mampu (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku kesehatan. Sebagai keluaran pendidikan kesehatan, pemberian penyuluhan kesehatan dalam upaya meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu promosi kesehatan berupa alat bantu lihat (visual aids), alat bantu dengar (audio aids) dan alat bantu lihat dengar (Audio Visual Aids).
Alat bantu lihat (visual aids) memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan perilaku masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi, karena pancaindera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% sampai 87%), sedangkan 13% sampai 25% pengetahuan diperoleh atau disalurkan melalui indera yang lain. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil teknologi sebagai media pendidikan kesehatan. Penggunaan komputer sebagai media pendidikan telah lama dilakukan. Berbagai kelebihan yang dimiliki komputer membuat komputer merupakan media yang menarik untuk digunakan dan dikembangkan. Penggunaan aplikasi software dalam
5
kegiatan penyuluhan akan meningkatkan efisiensi, motivasi, serta memfasilitasi belajar aktif dan belajar eksperimental (Susilana, 2009).
Program power point adalah salah satu software yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan program multimedia yang menarik, mudah dalam pembuatan, mudah dalam penggunaan dan relatif murah. Program ini juga tidak membutuhkan bahan baku selain alat untuk menyimpan data (Susilana, 2009).
Penelitian Nurhidayat (2011) tentang perbandingan media power point dengan flipchart dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, yang mendapatkan hasil bahwa media power point lebih efektif dibandingkan flipchart dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada siswa kelas IV SDN Sukorejo 02 dan SDN Sukorejo 03 Kecamatan Gunungpati Semarang. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Aprida (2014) mengenai efektivitas pendidikan kesehatan tentang tetanus toksoid (TT) terhadap pengetahuan ibu hamil tentang TT, yang mendapatkan hasil bahwa pendidikan kesehatan tentang TT melalui media power point dan leaflet efektif meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang TT.
Berdasarkan paparan diatas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang efektifitas pendidikan kesehatan menggunakan media power point terhadap pengetahuan ibu tentang penyakit diare di RSUD Kabupaten Buleleng, yang hasilnya dapat dijadikan rujukan bagi instansi terkait dalam menanggulangi penyakit diare.
6
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana efektifitas pendidikan kesehatan menggunakan media power point terhadap pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare?”
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas pendidikan kesehatan melalui media power point terhadap pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan diare.
1.3.2
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui karakteristik responden.
b.
Mengidentifikasi rerata pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan anak diare sebelum diberikan pendidikan kesehatan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
c.
Mengidentifikasi rerata pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan anak diare setelah diberikan pendidikan kesehatan melalui media power point pada kelompok perlakuan dan melalui leaflet pada kelompok kontrol.
d.
Mengidentifikasi rerata perubahan pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan anak diare sebelum dan
setelah diberikan pendidikan kesehatan pada
kelompok perlakuan dan kontrol.
7
e.
Menganalisis perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan melalui media power point dibandingkan leaflet dalam meningkatkan pengetahuan Ibu tentang penatalaksanaan anak diare.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 a.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi evidence base practice dalam
ilmu
keperawatan, khususnya terhadap pengembangan intervensi keperawatan dalam upaya meningkatkan pengetahuan keluarga pasien terhadap penyakit diare. b.
Sebagai bahan masukan atau pertimbangan untuk penelitian lebih jauh tentang efektivitas media pendidikan kesehatan dalam rangka meningkatkan pengetahuan keluarga pasien.
1.4.2 a.
Manfaat Praktis
Bagi tenaga kesehatan
Sebagai masukan bagi perawat dalam memilih media pendidikan kesehatan tentang diare kepada keluarga pasien. b.
Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi pelayanan kesehatan dalam menentukan kebijakan untuk penanggulangan penyakit diare.