BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang dikembangkan secara akal dapat dikatakan sebagai ilmu.1 Ilmu memang seakan-akan didesain manusia, namun segalanya berasal dari Tuhan, terbukti dalam surat Al-Alaq ayat 4 dan 5:2
Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan
Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Namun karena Allah memerintahkan dalam Al-„Alaq ayat 3, yaitu “Bacalah dengan nama Tuhanmu”, sehingga ilmu dapat dicari melalui belajar disertai berdoa. Orang yang belajar akan memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna diantaranya
untuk
memecahkan
masalah-masalah
yang
dihadapi
dalam
kehidupan. Sehingga dengan ilmu pengetahuan yang didapatkan seseorang akan dapat mempertahankan kehidupannya. Dengan demikian, orang yang tidak pernah belajar mungkin tidak akan memilliki ilmu pengetahuan atau mungkin ilmu 1
B. M.Yanto, Mengembangkan Pola Berpikir yang Baik, (Surabaya: Putra Pelajar, 2001), hal
11 2
Mahfudz Nawawi Tahmid, Terjemah Juz „Amma dengan Cara Membacanya, (Surabaya: Karya Ilmu, 1991), hal .28
1
2
pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas, sehingga ia akan kesulitan ketika harus memecahkan persoalan-persoalan kehidupan yang dihadapinya.3 Dengan ilmu yang dimiliki seseorang melalui proses belajar, maka Allah akan memberikan derajat yang lebih tinggi kepada hamba-Nya. 4 Hakekat ilmu bukanlah sekedar pengetahuan atau kepandaian yang dapat dipakai untuk memperoleh sesuatu, tetapi merupakan cahaya yang menerangi jiwa untuk berbuat dan bertingkah laku baik. Dari sini tidak ada perbedaan antara ilmu agama dan ilmu umum.5 Maksudnya
ilmu dalam hal ini bukan hanya
pengetahuan tentang agama saja, tetapi juga ilmu non agama yang relevan dengan tuntutan kemajuan zaman. Selain itu ilmu tersebut harus bermanfaat bagi kehidupan orang banyak dan bagi orang yang menuntut ilmu itu sendiri, sehingga semakin dekat kepada Allah. Ini sesuai pendapat Zamroji bahwa mencari ilmu bertujuan untuk semakin bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu mencari ilmu apapun tidak masalah yang penting diharapkan bisa mendekatkan diri pada Tuhan, sehingga kita berusaha berbuat baik karena merasa diawasi. Ilmu yang dapat dipelajari diantaranya ilmu matematika. Ilmu matematika yang pemanfaatan nilai-nilainya begitu besar dapat dilihat dari cabang-cabang ilmu termasuk dalam kajian matematika, seperti riset operasi, kriptologi, aljabar linier, teori graf, topologi, geometri, analisis riil, kalkulus, 3
Muhammad Fathurrahman dan Sulistyorini, Belajar Pembelajaran: Meningkatkan Mutu Pembelajaran Sesuai Standar Nasional, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal 19 4
5
Ibid., hal 21
Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai-nilai Matematika melalui Pendidikan untuk Mencerdaskan dan Mengembangkan Karakter Bangsa”, dalam Seminar Nasional, 29 Maret 2014, hal. 2
3
analisis numerik, statistik, dan lain-lain. 6 Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia secara keseluruhan maupun bagi perkembangan setiap individu dalam masa dimana hubungan dan persaingan antar manusia tidak lagi terbatas hanya dalam satu negara atau satu wilayah tertentu saja (era globalisasi), peranan matematika menjadi semaki penting. 7 Peranan matematika sangat penting di semua bidang, terutama bidang pendidikan. Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris “education” berakar dari bahasa Latin,
dapat
diartikan
pembimbingan
berkelanjutan.
Ini
mencerminkan
keberadaan pendidikan berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. 8 Pada dasarnya pendidikan wajib bagi siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Berarti pendidikan memang harus berlangsung di setiap jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan individual, sosial keluarga, lingkungan masyarakat luas dan berlangsung sepanjang waktu. Pendidikan berlangsung di setiap bidang kehidupan manusia. Artinya pendidikan berproses di samping pada bidang pendidikan sendiri, juga di bidang ekonomi, politik, hukum, kesehatan, keamanan, teknologi, perindustrian, dan sebagainya. 9 Pendidikan dapat
6
Ibid., hal. 8
7
Ibid., hal. 7
8
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008), hal. 77
9
Ibid., h.83
4
berlangsung secara nonformal di samping secara formal seperti di sekolah, madrasah dan institusi lainnya.10 Di setiap bidang kehidupan pasti terkandung pendidikan, terlepas apakah persoalan itu sengaja diciptakan atau memang ada secara alami. 11 Sehingga pendidikan merupakan investasi paling utama bagi suatu bangsa. Dalam sejarah, Islam menempatkan aspek pendidikan dalam skala prioritas pembangunan.12 Pembangunan bagi bangsa yang sedang berkembang hanya dapat dilakukan oleh manusia melalui pendidikan.13 Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu
sehingga
orang
memperoleh
pengetahuan,
pemahaman,
dan
carabertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. 14 Pendidikan adalah suatu upaya untuk membuat manusia menjadi lebih baik, dalam arti kehidupannya menjadi lebih berkembang. Sehingga orientasi pendidikan tidak hanya diarahkan pada kebudayaan material saja tapi juga pada kebudayaan spiritual. Kegiatan
pendidikan
difokuskan
pada
bagaimana
mengubah
dan
mengembangkan pola berpikir, pola berasa, dan pola berperilaku. 15 Sebagian
10
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal 11 11
12
Suhartono, Filsafat…, h.83 Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai-nilai Matematika…, hal.5
13
Suhartono, Filsafat…, h.82
14
Syah,Psikologi Pendidikan…, h.10
15
Suhartono, Filsafat…, hal .82
5
orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran. 16 Padahal pendidikan tidak hanya berupa pengajaran, namun berupa segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. 17 Jadi pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan, dan pematangan diri. Dewasa dalam hal perkembangan badan, cerdas dalam hal perkembangan jiwa, dan matang dalam hal berperilaku. Hal ini juga tercermin dalam tujuan pendidikan Indonesia yaitu pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila. Tujuan pendidikan ini mengoperasikan manusia Indonesia seutuhnya dan juga mengoperasikan wujudwujud sila-sila Pancasila dalam diri siswa secara detail, agar satu persatu dapat dapat ditanamkan melalui proses pembelajaran mengenai penjelasan kaitan antara sila-sila Pancasila dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, serta isi ajaran-ajaran agama di Indonesia agar dapat ditanamkan pada diri siswa.18 Sehingga siswa dapat mengamalkan sila-sila Pancasila diantaranya berperilaku positif dan berpikir kritis( terkaitsila ke-1, 2, 3 dan 5). Namun pesatnya perkembangan teknologi informasi menjadikan derasnya arus informasi yang dapat mudah diakses oleh setiap orang termasuk siswa. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pemerintah tidak mudah membatasi dan menyeleksi derasnya informasi, sehingga banyak ditemui contoh buruk yang mudah
diakses oleh peserta didik. Lemahnya pendampingan orangtua dan
16
Syah, Psikologi Pendidikan…, h.11
17
Suhartono, Filsafat…, hal. 7
18
Zaini, (ed), Landasan Kependidikan, (Yogyakarta: Mitsaq Pustaka, 2011), hal.81
6
masyarakat mengharuskan siswa menyaring dan memikirkan sendiri informasi yang diperolehnya.19 Sekarang ini banyak remaja yang terjerumus kepada kenakalan remaja, pergaulan bebas, geng motor, dan penggunaan obat-obatan terlarang.20 Sebagai contoh tawuran di kalangan siswa, mahasiswa maupun masyarakat dapat diakses dengan mudah oleh siswa. Apa yang dipikirkan siswa lainnya terhadap informasi ini sungguh di luar dugaan, tawuran di kalangan siswa saat ini cenderung dijadikan tren. Fenomena tawuran sangat mudah menular dari satu tempat ke tempat yang lain serta dari satu institusi ke institusi lainnya. 21 Tawuran remaja ini juga dipengaruhi oleh aspek emosi remaja yang perkembangan emosinya menunjukkan sifat sensitif (tersinggung dan sedih). Banyak informasi lain yang mudah diakses oleh siswa, baik itu informasi yang baik maupun yang menyesatkan tanpa dibendung adanya nilai baik dan buruk ini tentunya akan mempengaruhi pembentukan karakter diri siswa. Persoalan lain yang sering dihadapi siswa adalah permasalahan yang mucul di lingkungan sekitar siswa, baik itu di lingkungan terdekat siswa maupun lingkungan masyarakat sekitar diman siswa tersebut tinggal. Hal ini karena siswa selalu berinteraksi dengan masyarakat. Bahkan intensitas interaksi ini lebih
19
R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pembentukan Karakter Siswa” , dalam SemNas Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, hal. 1 20
21
Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai-nilai Matematika…, hal. 5 R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis Melalui…, hal. 1
7
banyak dilingkungan masyarakat termasuk dunia maya daripada lingkungan sekolah. Dari kenyataan yang kurang membanggakan di kalangan siswa khususnya remaja maka diperlukan kebiasaan untuk berpikir kritis pada diri siswa, baik itu di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Karena berpikir kritis adalah kemampuan
berpikir
dengan
memberi alasan secara terorganisasi dan
mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis serta memutuskan keyakinan. 22 Kehidupan di dunia ini jelas akan terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu siswa diharapkan memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerja sama yang efektif. 23 Sehingga matematika sangat berperan dalam hal ini. Seseorang yang belajar matematika baik secara langsung atau tidak ia mempelajari nilai-nilai karakter, misalnya keadilan, kejujuran, kedisiplinan, kerja keras, logis, kritis, kreatif dan inovatif. Tidak heran jika Napoleon Bonaparte juga mengatakan bahwa “Kemajuan dan kesempurnaan matematika memiliki hubungan yang erat dengan kesejahteraan Negara”.24 Jika matematika dipahami oleh siswa dengan baik maka akan tercapai harapan sesuai dengan tujuan
22
Husnidar, et. all, “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa” , dalam Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 1, April 2014, h. 73 23
Ahmad Fauzi dan Muniri, “ Memantapkan Nilai-nilai Matematika…, hal. 16
24
Rusli dalam Ibid.,hal. 2
8
mempelajari matematika yang dikemukakan oleh Nasution, diantaranya yaitu dengan penggunaan metode matematika maka dapat diperhitungkan segala sesutu dalam pengambilan keputusan.25 Dengan demikian maka seorang guru harus terus mengikuti perkembangan matematika dan selalu berusaha kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan. 26 Masalah utama yang terjadi dalam pembelajaran matematika pada pendidikan formal saat ini adalah masih rendahnya daya serap (kemampuan berpikir), minat, motivasi, dan keaktifan siswa. 27 Salah satu penyebab hal tersebut adalah kondisi pembeljaran yang masih bersifat konvensional, bahwa proses pembelajaran masih didominasi guru (teacher-centered), kelas masih berfokus kepada guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Sebagian guru belum memberikan kebebasan berpikir kepada siswa. Sehingga mayoritas siswa pergi ke sekolah hanya untuk aktivitas belajar terbatas yaitu mendengarkan penjelasan guru saja tanpa mencoba memahami materi. Cara belajar ini bukanlah cara belajar matematika. Meskipun siswa mungkin bisa mendapat nilai yang tinggi dan dianggap siswa yang sukses atau berkemampuan tinggi. Namun tetap saja jika proses berpikir siswa dibatasi maka mereka tidak akan berkembang.
25
26
27
Ibid., hal. 16 Ibid
Almira Amir, “ Penggunaan Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dalam Mengembangkan Aktivitas dan Kemampuan Berpikkir Kritis Siswa dalam Pembelajaran Matematika”, dalam Ta‟allum Jurnal Pendidikan Islam Jurusan Tarbiyah STAIN Tulungagung, Volume 22, No. 2 Nopember 2012, hal. 132
9
Ciri utama dalam pembelajaran matematika adalah metode penalaran, baik deduktif maupun induktif. Menalar secara induktif membutuhkan pengamatan dan percobaan untuk memperoleh fakta yang dapat dipakai sebagai dasar argumentasi. Untuk menghindari keterbatasan metode induktif digunakan metode deduktif yaitu menarik kesimpulan yang merupakan konsekuensi logis dari fakta-fakta yang sebelumnya telah diketahui.28 Sujono mengemukakan: Beberapa pengertian matematika, diantaranya matematika diartikan cabang ilmu eksak dan terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logis dan masalah yang berhubungan dengan bilangan.Bahkan matematika sebagai ilmu bantu dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan. 29
Maka seharusnya siswa dalam menyerap pelajaran matematika memiliki kesempatan untuk menjadi student active learning. Namun karena pembelajaran matematika masih terpusat pada guru maka munculah berbagi mitos mengenai matematika
yang
menyebabkan
siswa
bosan,
jenuh
meskipun
belum
memulainya.30 Siswa merasa jenuh dan bosan saat belum dimulai terhadap pelajaran matematika, padahal saat peneliti mengisi materi peluang dan mengujikan materi peluang yang pernah disampaikan saat PPL nilainya memenuhi kriteria sedang dan tinggi.Ini menunjukkan kebisaan siswa karena
28
R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis Melalui…, hal. 2
29
Abdul HalimFatani, Matematika:Hakikat&Logika. (Jogjakarta: ar-Ruzz Media,2012),hal.19
30
Fatani, Matematika…, hal. 15
10
menghafal. Karena itu perlu dilatih berpikir kritis agar siswa terbiasa dan tidak kesulitan dalam memecahkan masalah khususnya pada soal peluang. Dari serentetan permasalahan yang telah dijelaskan di atas membuktikan bahwa saat ini siswa belum memiliki kepekaan pikiran terhadap situasi sekitar khususnya matematika. Dengan kata lain, pikiran siswa masih terkekang dan belum bisa berkembang menjadi pemikiran yang kritis. Menurut Ennis berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungkinkan siswa secara aktif membuat keputusan. 31 Berpikir kritis merupakan salah satu jenisberpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik.32 Jadi berpikir kritis berarti berpikir dengan benar dalam mencari pengetahuan yang relevan tentang sesuatu di sekitar kita atau berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal (reasonable), reflektif, bertanggung jawab, cakap, terampil dan semuanya dipusatkan untuk memutuskan apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karenanya berpikir kritis sangat diperlukan dalam matematika. Selanjutnya kompetensi yang terkait dengan pembelajaran matematika yaitu memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan, dan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Tugas dalam pembelajaran matematika diharapkan
31
Husnidar, et. all, “Penerapan…, hal. 73
32
R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis…, hal.4
11
mampu membuat peserta didik berpartisipasi aktif, mendorong pengembangan intelektual peserta didik,
mengembangkan pemahaman dan ketrampilan
matematika, dapat menstimulasi siswa, menyusun hubungan dan mengembangkan tatakerja ide matematika, mendorong untuk memformulasi masalah, pemecahan masalah dan penalaran matematika, memajukan komunikasi matematika, menggambarkan matematika sebagai aktifitas manusia, serta mendorong dan mengembangkan keinginan peserta didik mengerjakan matematika. Matematika diperlukan para pelajar untuk memenuhi kebutuhan praktis dan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dapat menghitung isi dan berat, dapat mengolah, mengujikan dan menafsirkan data. 33 Selain itu agar siswa mampu mengikuti pelajaran matematika lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang studi lain seperti fisika, kimia, farmasi, ekonomi, dan sebagainya. Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga kreatif dalam mengembangkan bidang yang ditekuni. Hal tersebut dimanifestasikan dalam setiap mata pelajaran di sekolah, termasuk matematika. Pada mata pelajaran matematika banyak materi yang dapat mengantarkan siswa memiliki keterampilan berpikir kritis. Dari pemaparan di atas, agar siswa mampu memecahkan masalah dalam soal matematika pada materi peluang maka pendidik harus bisa menganalisis proses berpikir kritis siswa. Sehingga pendidik dan siswa dapat melaksanakan pembelajaran sesuai tujuan pendidikan. Oleh karena itu penelitian mengenai hal 33
Abdussakir, Matematika1Kajian Integratif Matematika dan Al-Qur‟an, Malang, 2009), hal.1
(Malang: UIN
12
tersebut dilakukan, yakni untuk mengetahui bagaimana proses berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal-soal peluang. Sehingga diharapkan peneliti mampu mengetahui bagaimana berpikir kritis yang dilakukan siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul “Analisis Proses Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA Unggulan 2 dalam Menyelesaikan Soal Peluang di MAN Tulungagung 1 Tahun Ajaran 2014/2015”.
B. Fokus Penelitian 1. Bagaimana proses berpikir kritis dalam menyelesaikan soal peluang siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan tinggi? 2. Bagaimana proses berpikir kritis dalam menyelesaikan soal peluang siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan sedang?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa kelas XI IPA
Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan tinggi dalam menyelesaikan soal peluang 2.
Untuk mendeskripsikan proses berpikir kritis siswa kelas XI IPA
Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan sedang dalam menyelesaikan soal peluang
13
D. Batasan Masalah Supaya penelitian ini lebih terarah, terfokus dan tidak meluas, penulis membatasi penelitian pada proses berpikir kritis siswa. Adapun untuk mengetahui proses berpikir kritis siswa adalah menggunakan kriteria (memadukan proses penyelesaian masalah menurut Polya dan karakteriktik berpikir kritis menurut John Chaffee). Masalah yang diteliti oleh peneliti adalah tentang berpikir kritis siswa di kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1.
E. Manfaat Penelitian Adanya penelitian ini diharapkan bisa menjadi kajian yang bermanfaat, diantaranya sebagai berikut 1. Manfaat teoritis Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal matematika pada materi peluang. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar yaitu dengan melatih siswa berpikir kritis selanjutnya serta meningkatkan pemahaman siswa terutama dalam menyelesaikan soal matematika pada materi peluang. 2. Manfaat praktis
14
a. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah terhadap masalah yang dihadapi di dunia pendididkan secara nyata dan menjadi bekal di masa mendatang. b. Bagi sekolah, diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan sebagai salah satu bahan alternatif dalam kemajuan semua mata pelajaran pada umumnya dan matematika pada khususnya. c. Bagi guru matematika, diharapkan dapat memberikan masukan untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah matematika agar kemudian dapat menggunakan metode pengajaran yang tepat guna menunjang peningkatan kualitas belajar mengajar. d. Bagi peserta didik, sebagai bekal pengetahuan tentang berpikir kritis, sehingga termotivasi untuk selalu menyelesaikan soal dengan matang, sungguh dan penuh pertimbangan. e. Bagi peneliti lain, sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya serta memberikan konstribusi bagi upaya peningkatan dan kualitas pendidikan.
F. Definisi Istilah Penelitian ini perlu adanya penegasan istilah yaitu: 1. Analisis merupakan pengkajian suatu peristiwa atau kejadian untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya
15
2. Berpikir
kritis
berarti
merefleksikan
masalah
secara
mendalam,
mempertahanakan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai pendekatan dan perspektif yang berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber, serta berpikir secara reflektif ketimbang hanya menerima ide-ide dari luar tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan.
34
Indikator berpikir kritis menurut John Chaffe yaitu mengetahui
tujuan, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, mengerti isu atau permasalahan, menyadari bahwa pandangan mereka terbatas dan merasa pandangan mereka adalah satu diantaranya banyak pandangan, mencoba memahami
dan
mengapresiasi
pandangan
orang
lain,
mencoba
mengidentifikasi alasan-alasan yang mendukung pandangannya dan alasanalasan yang mendukung pandangan orang lain. 3. Menyelesaikan soal peluang berarti mencari jalan keluar atau jawaban dari soal peluang yang menurut Polya memilki empat tahap yaitu memahami masalah, membuat rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali pemecahan yang telah didapatkan
G. Sistematika Pembahasan
34
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal 153
16
Skripsi dengan judul “Analisis Proses Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA Unggulan 2 dalam Menyelesaikan Soal Peluang di MAN Tulungagung 1 Tahun Ajaran 2014/2015” memuat tahap-tahap pembahasan sebagai berikut.35 1. Bagian Awal, terdiri dari halaman sampul depan, halaman judul, halaman persetujuan, halaman pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran dan abstrak. 2. Bagian Utama/Inti terdiri dari BAB I, BAB II, BAB III, BAB IV, dan BAB V. Adapun penjelasannya sebagai berikut: BAB I (Pendahuluan): (a) latar belakang masalah, (b) fokus penelitian (rumusan masalah), (c) tujuan penelitian, (d) batasan masalah (e) kegunaan hasil penelitian, (e) penegasan istilah, (f) sistematika penulisan skripsi. BAB II (Kajian Pustaka), terdiri dari: (a) kajian fokus pertama, (b) kajian fokus kedua dan seterusnya, (c) hasil penelitian terdahulu, (d) kerangka berpikir. BAB III (Metode Penelitian), terdiri dari: (a) pola/jenis penelitian, (b) lokasi penelitian, (c) kehadiran peneliti, (d) sumber data, (e) teknik pengumpulan data, (f) teknik analisis data, (g) pengecekan keabsahan temuan, (h) tahap-tahap penelitian. BAB IV (Paparan Hasil Penelitian): (a) paparan data, (b) temuan penelitian, (c) pembahasan BAB V (Penutup): (a) kesimpulan, (b) saran
35
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi Program Sarjana Srtata Satu, Pedoman Penyusunan Skripsi IAIN Tulungagung. (Tulungagung:IAIN Tulungagung, 2014). Hal. 1
17
3. Bagian Akhir, terdiri dari: (a) daftar rujukan, (b) lampiran-lampiran, (c) surat pernytaan keaslian tulisan, (d) daftar riwayat hidup.
18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Matematika 1. Pengertian Matematika Matematika adalah sebuah ilmu pasti yang memangg induk dari segala ilmu pengetahuan di dunia ini. 36 Secara umum definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di antaranya: 37 a. Matematika sebagai struktur yang terorganisasi Matematika agak berbeda dengan ilmu pengetahuan lain, karena merupakan suatu bangunan struktur yang terorganisasi. Sebagai sebuah struktur, ia terdiri atas beberapa komponen yang meliputi aksioma, pengertian dan dalil b. Matematika sebagai alat Matematika sebagai alat mencari solusi pelbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari c. Matematika sebagai pola pikir deduktif Suatu pernyataan dalam matematika dapat diterima kebenarannya apabila telah dibuktikan secara deduktif d. Matematika sebagai cara bernalar 36
Fatani, Matematika Hakikat…, hal. 5
37
Ibid., hal 23
18
19
Matematika memuat cara pembuktian yang valid, rumus-rumus yang umum, atau sifat penalaran yang sistematis. e. Matematika sebagai bahasa artifisial Bahasa matematika memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks f. Matematika sebagai seni yang kreatif Penalaran logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-pola yang kreatif dan menakjubkan. Kurikulum
matematika
menawarkan
siswa
kesempatan
untuk
mempelajari konsep-konsep dan prosedur-prosedur matematika dengan pemahaman. 38 Lima standar pertama menggambarkan tujuan isi matematika dalam materi bilangan operasi, aljabar, geometri, pengukuran serta analisis data dan peluang. Lima standar selanjutnya menunjukkan proses dari penyelesaian
masalah,
penalaran dan pembuktian,
mengaitkan
ide,
komunikasi dan representasi. 39
B. Kemampuan Berpikir Kritis 1. Pengertian Berpikir Manusia yang hidup di dunia ini tidak akan bisa lepas dan berhenti dalam berpikir, setiap hari manusia dituntut untuk selalu berpikir. Berpikir merupakan suatu pekerjaan rutin dan bukan hal baru dalam kehidupan
38
NCTM, Principles and Standards for School Mathematics, (USA: The National Council of Mathematics, Inc, 2000), hal.3 39
Ibid., hal. 7
20
manusia. Setiap saat manusia berpikir seperti berdiskusi dengan diri sendiri dan melalui diskusi pribadi itulah dapat diambil kesimpulan yang selanjutnya dijadikan keputusan untuk melakukan suatu tindakan. 40 Berpikir merupakan perbuatan berbicara dengan diri sendiri, misalnya saja menentang kata hati yang dianggapnya kurang berkenan atau menyetujui sesuatu hal yang dianggapnya baik. Percakapan dengan diri sendiri merupakan perbuatan yang tidak nyata (abstrak) dan tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali diri kita sendiri. Kecuali apabila percakapan tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan atau diberitahukan kepada orang lain secara lisan. Berpikir yang baik juga sering disebut dengan berpikir menggunakan logika. Dengan berpikir, akal manusia berusaha mengolah ilmu pengetahuan yang dilihat atau didengarkan untuk mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh akal itu sendiri. Jadi berpikir memiliki tujuan untuk mencari kebenaran secara terarah dengan menggunakan akal yang sehat. Suatu pemikiran yang tidak berdasarkan kenyataan dan dalil yang benar meskipun pikiran itu logis, tentu tidak akan menghasilkan suatu kesimpulan yang benar. Jika sudah demikian, maka keputusan yang diambil nantinya juga tidak akan pasti dan tentu saja salah arah.41 Agar pemikiran bisa menghasilkan suatu kesimpulan yang benar maka pemikiran itu harus berpedoman pada kenyataan yang ada.42
40
Yanto, Mengembangkan…, hal 11
41
Ibid., hal. 2
42
Ibid., hal. 21
21
Mengenai tahapan berpikir yang terjadi sejak tahap operasional kongkrit sampai tahap operasional formal, Freenkel mengemukakan tahapantahapan
sebagai
berikut:43
(1)
tahap
berpikir
konvergen,
yaitu
mengorganisasikan informasi atau pengetahuan yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban yang benar, (2) tahap bepikir divergen, yaitu kita mengajukan beberapa alternatif sebagai jawaban. Diantara jawaban tersebut tidak ada yang benar seratus persen. Oleh karena itu, kita tidak bisa memperoleh suatu kesimpulan yang pasti dari berpikir divergen, (3) tahap berpikir kritis, yaitu bahwauntuk mampu berpikir secara kritis dalam menghadapi permasalahan seseorang harus terlebih dahulu memiliki beberapa alternatif sebagai jawaban yang mungkin atas permasalahan yang sedang dihadapi. Selanjutnya menentukan criteria untuk memiliki alternatif jawaban yang paling benar. Penentuan kriteria itu didasarkan pada pengetahuan dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi, (4) tahap berpikir kreatif, yaitu menghasilkan gagasan baru yang tidak dibatasi oleh fakta-fakta, tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan, tidak memperhatikan bukti dan bisa saja melanggar aturan logis.
2. Berpikir yang Baik Pemikiran yang baik atau bagus dibagi menjadi dua yaitu berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kritis adalah berpikir dengan jelas dan rasional. Ini 43
Kowiyah,” Kemampuan Berpikir Kritis”, dalam Jurnal Pendidikan Dasar, Vol.3, No. 5, Desember 2012, hal. 175
22
memerlukan pemikiran yang tepat dan sistematis serta mengikuti aturanaturan logis dan penalaran ilmiah antar satu dan lainnya. Berpikir kreatif adalah menemukan ide-ide yang baru dan berguna, sehingga menghasilkan kemungkinan-kemungkinan alternatif. 44 Berpikir kritis dan kreatif adalah dua hal yang sama penting. Seseorang perlu berpikir kreatif untuk menemukan ide-ide untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga perlu berpikir kritis untuk mengevaluasi dan memperbaiki ide-ide tersebut, sehingga keduanya saling melengkapi. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam berpikir yang baik:45 a. Selalu Cinta pada Kebenaran Seseorang yang selalu mencintai maka dalam hidupnya tidak menyukai
kebohongan.
Mencintai
kebenaran
diwujudkan
dengan
menjauhkan diri dari kemalasan dan kecerobohan. Dia akan memiliki sikap mental yang selalu siap menerima kebenaran walaupun ternyata berlawanan dengan prasangka dan kecenderungan pribadinya.Sebagai seorang yang mempunyai pemikiran yang baik maka diperlukan untuk mengoreksi diri sendiri. Seseorang yang konsekuen dengan perbuatannya maka hari-hari selanjutnya akan berubah menjadi orang yang baik dan besar kemungkinan tidak akan melakukan kesalahan yang disengaja. b. Sadar terhadap Perbuatan yang Dilakukan
44
Lau, An Introduction to Critical Thinking and Creativity: Think More, Think Better, (USA: John Wiley & Sonc, Inc, 201), hal 1 45
Yanto, Mengembangkan…, hal. 52
23
Menyadari sesuatu yang sedang berjalan pada lingkungan dan perbuatan yang dilakukan adalah perlu. Jika seseorang telah menyadari tentang kegiatan yang dilakukan, maka tidak ada penyesalan di kemudian hari. Kekecewaan yang berkepanjangan yang terjadi pada seseorang, karena sebelumnya orang tersebut tidak pernah memikirkan sesuatu yang dikerjakan. Pada dasarnya hidup di dunia ini hanyalah mencari kebenaran. Maka tanpa adanya pengertian untuk mencapai tujuan itu tentu kita akan salah arah. Jika orang sadar tentang pekerjaan yang tengah dilakukan, maka ia akan bisa menarik keberhasilan yang memuaskan. Seseorang yang menyadari berarti melihat baik dan buruknya suatu pekerjaan yang dikerjakan. Setiap manusia yang sadar tentu akan mendambakan sesuatu yang baik dan benar. Namun jika ia melakukan perbuatan kurang baik maka saat melakukan ia belum menyadari bahwa perbuatan yang dilakukan kurang baik pada dirinya. c. Sadar terhadap Semua Perkataan yang Diucapkan Orang tidak dapat berbicara dengan baik tanpa mempunyai katakata, demikian pula orang tidak akan bisa berpikir dengan tepat tanpa pengertian-pengertian. Dengan kata-kata maka ide atau pemikiran yang ada dalam batin dapat terungkapkan dan dipahami oleh orang lain. d. Membuat Perbedaan yang Semestinya Seandainya beras kacang dan jagung bercampur menjadi satu tentu kita kita tidak akan memasak ketiga-tiganya begitu saja, tentu kita akan
24
klasifikasikan agar berasnya dapat ditanak tanpa bercampur dengan jagung dan kacang, begitu pula kacang dan jagung. Inilah yang dinamakan dikatakan penggolongan dan pembedaan. Sesuatu yang kita lihat di alam fana ini sesungguhnya sangat bermacam-macam jenis dan pola ragamnya, maka dari itu dengan penggolongan seseorang diharapkan bisa berpikir secara baik. Bila bermacam-macam jenis itu kita campur tanpa diklasifikasikan maka semuanya akan kabur. e. Selalu Membuat Definisi yang Benar Orang berpikir dengan baik tidak mau begitu saja menerima penjelasan dari orang lain tanpa definisi yang kuat. Kalimat-kalimat yang tidak jelas artinya tentu akan mempengaruhi taraf berpikirnya, mungkin ia tidak hanya menyetujui saja tentang kata-kata yang dilontarkan tetapi bertanya tentang arti kata itu. Pada dasarnya manusia normal selalu ingin mengetahui tentang yang didengarnya,
yang
dilihatnya
secara
mendetail.
Bila
seseorang
menerangkan pikiran pada orang lain maka sebaiknya ia tidak segan-segan membuat definisi atau batasan yang tepat. Pembagian atau pembedaan unsur yang terkandung serta pengertiannya merupakan suatu saran yang penting untuk membuat batasan yang tepat, sehingga berpikir dengan cara yang terang dan jelas perlu dibiasakan. f. Sadar akan Apa yang Disimpulkannya Seseorang yang telah mendapatkan pengalaman, lalu ditambah ideide baru yang menunjang kegiatannya maka akan ditarik kesimpulan dari
25
dua gabungan tersebut. Gagasan yang datang itu tentu bersumber dari pengalaman yang pernah dilakukan. Bila gagasan baru itu sesuai maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pemikiran patut diterapkan. Dalam menyimpulkan sesuatu hal tentunya perlu adanya pertimbanganpertimbangan yang matang. Kesimpulan harus diteliti kebenarannya, sehingga tidak berbuat asal menyimpulkan saja dan berpikir matang apakah kesimpulan itu sudah relevan dengan kenyataan yang ada. g. Menghindari Kesalahan dengan Segala Usaha Seseorang yang tidak mau mengakui kesalahannya tentu akan banyak lagi membuat kesalahan karena dia tidak menyadari sebab kesalahan. Tetapi bila dia mau terbuka dan mengakui kelemahannya maka orang lain akan menunjukkan sebab kesalahan yang ia lakukan. Dengan demikian kesalahan selanjutnya dapat ditekan sekecil mungkin. Karena jika orang tidak berhasil memecahkan kesulitannya, mungkin orang lain akan dapat memberi jalan keluar. Karena orang lain tersebut mempunyai pengalaman yang berbeda dengan pengalamannya. h. Tidak Pernah Mengabaikan Perbuatan Baik Berbuat baik bukan hanya memberi uang kepada pengemis atau menolong orang kesusahan, tetapi banyak macamnya. Perbuatan baik yang banyak itu diantaranya misalnya memberi penjelasan tentang solusi dalam memecahkan masalah. i. Dapat Menguasai Perasaan saat Berpikir
26
Menguasai perasaan saat berpikir dengan cara memperhatikan alasan-alasan yang menipu dan menjerumuskan, serta mengalihkan perhatian ke suatu masalah lain. j. Dapat Mengendalikan Diri Banyak orang besar apalagi di bidang matematika yang berhasil dan namanya menjadi terkenal ke penjuru dunia karena memiliki sifat-sifat terpuji. Rahasianya adalah karena mereka dapat mengendalikan diri dan menetapkan suatu pikiran yang dianggapnya benar. Banyak mereka yang gagal dalam melakukan percobaan, tetapi mereka tidak kenal menyerah sehingga dicoba dan dicobanya lagi, mereka tetap berpegang pada prinsip semula. Sehingga sikap yang demikian dapat menjadikan orang pandai mengendalikan diri, berpikir dengan tenang dan cepat, berbicara dengan menimbang-nimbang kebaikan dan keburukan antara yang menyinggung dan membuat senang orang lain. k. Berpikir Secara Normal Kebanyakan orang akan menyimpan perasaan buruk bila dirinya dihina oleh orang lain. Kemudian timbul rasa membenci terhadap mereka yang menghina. Sesungguhnya hal ini tidak mudah dilupakan atau dimaafkan, walaupun jika sudah dimaafkan namun sedikitnya di hatinya masih membekas. Tetapi bagi orang yang berpikir baik, tentu dengan segera peristiwa itu dilupakan dengan begitu saja, dia tidak mempedulikan hinaan-hinaan orang karena menurut mereka masih banyak kegiatan yang harus diselesaikan.
27
Menurut Perkins, Jay dan Tishman pemikiran yang baik meliputi disposisi-disposisi untuk: (1) berpikir terbuka, fleksibel dan berani menagmbil resiko, (2) mendorong keingintahuan intelektual, (3) mencari dan memperjelas pemahaman, (4) merencanakan dan menyusun strategi, (5) berhati-hati secara intelektual, (6) mencari dan mengevaluasi pertimbangan-pertimbangan
rasional
dan
(7)
mengembangkan
metakognitif. 46
3. Menggunakan Logika dalam Berpikir Berpikir dilakukan orang setiap hari. Berpikir kelihatannya sangat mudah karena sejak kecil sudah berpikir. Berpikir itu mudah bila tidak menggunakan akal dan tidak memperhatikan fakta. Tetapi berpikir dengan cermat dan teliti tentu sangat sukar, karena dituntut untuk memperhatikan fakta yang ada lalu menarik kesimpulan akan kebenaran. Anak kecil yang masih mulai berjalan bisa berpikir, tetapi berpikir yang tidak menggunakan penalaran. Namun berbeda dengan orang dewasa atau remaja, tentu harus berpikir secara logis dan perlu sikap teliti. 47 Berikut orang yang menggunakan logika dalam berpikir: 48 a. Berpikir dengan Hati-hati
46
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal. 153
47
Yanto, Mengembangkan…, hal. 95
48
Ibid.
28
Berpikir hati-hati adalah berpikir dengan tidak sembrono. Karena jika berpikir sembrono akan mengakibatkan sesuatu yang fatal bagi kehidupan kita. Berpikir hati-hati dapat dilakukan dengan tidak memutuskan suatu persoalan dengan cara yang gegabah, memikirkan lebih dahulu baru menarik kesimpulan. Setelah kesimpulan itu benar-benar pasti dan masuk akal maka melakukan pekerjaan itu. b. Menggunakan Penalaran saat Berpikir Berpikir dengan penalaran ialah berpikir tepat dan jitu. Berpikir yang memerlukan kerja otak dan akal untuk merumuskan sesuatu yang sesuai dengan patokan logika. Melihat kenyataan pada diri kita lalu menggabungkan sebab dan akibat. Artinya setiap apa yang kita
perbuat hendaknya
disesuaikan dengan kenyataan yang ada pada diri kita. Bila hal tersebut sesuai dengan kenyataan dan jika dikerjakan bisa mengakibatkan keuntungan maka lakukan hal itu. Berpikir secara nalar adalah melihat diri sendiri, berpikir tentang akibat dan menarik kesimpulan, tidak berpikir dengan emosi yang buruk, karena keinginan yang kuat tersebut membuat seseorang tidak melihat sisi lain. Itulah sebabnya seorang yang telah berhasil kadang kemudian mengalami depresi yang hebat, mengalami kemerosotan kekayaan bahkan depresi jiwanya akan ikut terpengaruh juga. Seseorang sebaiknya tidak mudah meyakini pernyataan yang telah dipikirkan sebelum ia menarik kesimpulan. Sebaiknya gagasan yang dianggap benar itu lebih dulu dilontarkan kepada orang lain yang dapat kita percaya, untuk menilai gagasannya. Saran-saran
29
orang lain tersebut kemungkinan besar dapat membantu dalam mencari kebenaran berpikir orang yang diberi saran. Di samping itu pemikiran juga mengenal open system problem, maksudnya tidak menutup diri dalam berpikir atau menarik kesimpulan. Karena dengan tidak menutup diri dalam berpikir atau menarik kesimpulan maka kemungkinan informasi dari luar pemikiran merubah keputusan yang kita ambil. Suatu kesimpulan itu pasti apabila kita mengetahui dengan positif, tanpa ragu-ragu bahwa kesimpulan yang kita tarik itu benar dan kesimpulan yang menyatakan sebaliknya itu salah. Tingkat kepastian itu dapat tercapai tergantung dari cara bagaimana hal yang dibuktikan, bagaimana hubungan titik pangkal dan kesimpulan serta kekuatan-kekuatan alasan kita. Adapun pedoman berpikir secara nalar itu ada beberapa hal yakni: 1) Seseorang harus berpikir secara kritis. Sebuah keterangan yang tidak pasti hendaknya tidak dipercaya begitu saja 2) Sebelum bertindak sebaiknya harus berpikir lebih dahulu untuk beberapa saat 3) Pandangan harus luas dari pada pikiran kita sendiri. Waspada terhadap prasangka-prasangka sendiri. Tidak menganggap benar sesuatu yang disenangi dan menolak sesuatu yang dibenci 4) Berpikir dua kali, tidak gegabah dalam menarik kesimpulan atau mengemukakan pendapat seakan-akan merupakan kebenaran mutlak 5) Bersikap terbuka, karena mungkin pendapat perlu dikoreksi atau ditinggalkan atas dasar informasi baru
30
6) Berpikir jangka panjang dan berpandangan luas 7) Bersikap kritis terhadap apa yang dikemukakan oleh orang lain. Mengadakan evaluasi terhadap pendapat sendiri 8) Bersikap optimis, mencari segi-segi positif dalam segala hal dan berdiskusi juga dalam hal berpikir bersikap simpatik terhadap orang lain 9) Bersikap jujur 10) Bekerja dan berpikir secara teratur dan terencana. c. Mengutarkan Pemikiran dengan Perkataan Berpikir telah dirumuskan sebagai berbicara dengan diri sendiri di dalam batin. Manusia berpikir dengan menggunakan konsep atau pengertianpengertian, serta tidak perlu diucapkan dengan kata lisan atau tulisan. Tetapi apabila yang kita pikirkan hendak disampaikan kepada orang lain, maka isi isi pikiran itu harus dinyatakan, dilahirkan dan diucapkan. Adapun jika kita kita ingin melontarkan pikiran kepada orang lain tersebut ada bermacammacam cara, yakni dengan tanda-tanda atau kata-kata. Jadi bahasa adalah alat untuk menyatakan isi pikiran, kedua saling berhubungan timbal balik. Bahasa adalah alat bantu untuk menyatakan pikiran kita yang mulanya orang lain tidak mengetahui akhirnya menjadi mengetahui. Karena dapat kita ungkapkan lewat kata tersebut. Kata adalah tanda lahir yang menunjukkan sesuatu (kenyataan) maupun pengertian-pengertian tentang kenyataan tersebut.Jadi berpikir dengan jelas dan tepat menuntut pemakaian kata-kata yang tepat pula. Bahasa alat pemikiran yang jika sungguh-sungguh kita
31
menguasai dan kita pergunakan dengan tepat akan dapat membantu untuk memperoleh kecakapan dalam berpikir dengan lurus. Orang tidak mungkin dapat berbicara dengan baik serta dapat melontarkan pemikirannya dengan sempurna jika ia tidak mempunyai katakata. Juga seseorang tidak akan dapat berpikir dengan tepat tanpa adanya pengertian-pengertian. Maka akal kita bekerja dengan harus mengerti tentang yang dilihat. d. Tidak Menggunakan Kata Kiasan dalam Berbicara Perbandingan atau analogis bukanlah dasar yang kuat untuk suatu pembuktian, sebab dari kesamaan sesuatu atau beberapa sifat belum tentu dapat disimpulkan kesamaan dalam sifat lain. Akan tetapi umtuk menjelaskan hal-hal yang agak sulit maka disertakan dengan contoh-contoh dan perbandingan-perbandingan, tetapi harus diingat bahwa tidak selamanya perbandingan masuk akal. Yang terpenting adalah contoh dan perbandinganperbandingan itu ada kesamaan sifatnya, misalnya ungkapan pikiran siswa diisi ilmu, maka dapat dinilai bahwa pikiran manusia itu bagaikan bak yang diisi air. Jika kita berhenti mengisi air maka bak itu tidak akan penuh dan bila kita terus-menerus menuangkannya kesana maka air akan tumpah. Dari contoh tersebut dapat kita jadikan untuk menarik suatu kesimpulan atau pembuktian. e. Nilai Rasa dan Emosional Biasanya orang yang sedang marah maka perbuatannya tanpa dipikirkan secara akal dan nalar. Dia didorong oleh perasaan yang meledak-
32
ledak, dalam situasi seperti ini akal sudah tidak berperan lagi. Maka orang yang berbahagia dan tentram hidupnya ialah seseorang yang setiap langkahnya dipikirkan secara akal. Dia melihat kenyataan-kenyataan dirinya dan menarik kesimpulan dari berbagai pertimbangan f. Dapat Membedakan dan Menggolongkan Suatu Hal Kenyataan yang ada di dunia ini banyak ragamnya. Tetapi dalam keanekaragaman itu naluri seseorang masih dapat melihat aturan-aturan yang ada, akal kita masih dapat membagi-bagi, menggolong-golongkan dan menyusun pengertian-pengertian serta sesuatu menurut kesamaan dan perbedaannya. Manusia dilengkapi dengan akal dan pikiran sesungguhnya diperintahkan untuk memikirkan apa yang terjadi di sekitarnya. Manusia harus mampu menggolongkan yang buruk dan yang baik. Jika manusia sudah tidak dapat membedakan antara yang putih dan yang hitam maka manusia tersebut sudah hilang sifat kemanusiaannya. Begitu juga dalam ilmu pengetahuan, penggolongan dirasa perlu karena untuk mengupas suatu persoalan maka harus dapat menangkap bagianbagiannya. Orang yang tidak mau berpikir secara logis tentu menggolongkan sesuatu hal hanya dibagi dua bagian saja. Dia menganggap di dunia ini hanya ada dua macam masalah, misal hitam putih, hidup mati, kawan lawan, baik buruk, pintar bodoh, dan lain sebagainya. Memang dia mempertentangkan suatu hal, tetapi tidak melihat hal-hal terkecil yang masih dapat dibedakan lagi. Sikap inilah yang seharusnya tidak ada dalam pemikiran logis. g. Dapat Memberikan Pengertian Kepada Orang Lain
33
Hal yang perlu diperhatikan jika seseorang telah berpikir dengan baik, lalu menyatakan pikiran itu kepada orang lain ialah bagaimana menjelaskan pikiran terhadap orang lain.
4. Berpikir Kritis Sejumlah psikolog dan pendidik mulai mempelajari ketrampilanketrampilan anak dalam berpikir secara kritis. Memang dalam wacana psikologi dan pendidikan pemikiran kritis ini bukan tergolong ide yang baru.49 Seorang pemikir kritis adalah seseorang yang telah mengembangkan pemahaman pengetahuan dari dunia kompleks, pandangan yang berbeda berdasarkan ide dan persoalan penting yang mempunyai kekuatan menembus pengetahuan dan kecerdasan, pemikiran yang pintar dan kemampuan bahasa. 50 Berpikir kritis didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Sehingga terdapat berbagai macam definisi tentang berpikir kritis diantaranya sebagai berikut: a. Menurut Ennis berpikir kritis merupakan berpikir wajar dan reflektif yang fokus dalam menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. 51
49
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.152
50
John Chaffee, Thinking Critically, (USA: Wadsworth, Cengage Learning, 2012), hal. 52
51
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
hal. 19
34
b. McPeck mendefinisikan berpikir kritis sebagai “ketepatan penggunaan skeptis reflektif dari suatu masalah yang dipertimbangkan sebagai wilayah permasalahan sesuai dengan disiplin materi”. 52 c. Nikerson dalam Seifert dan Hoffnung mendefinisikan
berpikir kritis
sebagai “ reflection or thougt about complex issues, often for the purpose of choosing actions related to those issues”. 53 d. Menurut Santrock berpikir kritis adalah memahami makna masalah secara lebih dalam, memperhatikan agar pikiran tetap terbuka terhadap segala pendekatan dan pandangan yang berbeda serta berpikir secara reflektif bukan hanya menerima ide yang datang ke dalam pikirannya. 54 Definisi ini mengandung makna bahwa berpikir kritis sering diasumsikan sebagai penalaran kehidupan sehari-hari untuk menerima pernyataan, hasil penelitian dan melaksanakan mekanisme pembelajaran. 55 e. Menurut Dacey dan Kenny berpikir kritis adalah “The ability to think logically, to apply this logical thinking to the assessment of situations and to make good judgment and decision”.56 f. Schafesman berpendapat bahwa berpikir kritis berarti berpikir dengan benar dalam mencari pengetahuan yang relevan dan reliabel tentang sesuatu
52
Ibid., hal 21
53
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.151
54
Ibid.
55
Kowiyah,” Kemampuan…, hal. 177
54
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.151
35
di sekitar kita. Cara lain untuk mengartikannya berpikir kritis adalah masuk akal (reasonable), reflektif, bertanggung jawab dan berpikir cakap serta terampil dan semuanya dipusatkan untuk memutuskan apa yang harus dipercayai atau dilakukan.57 g. Pikket dan Foster menyatakan berpikir kritis adalah jenis berpikir yang lebih tinggi yang bukan hanya menghafal materi, tetapi penggunaan manipulasi bahan-bahan yang dipelajari dalam situasi baru. 58 h. Menurut Dewey dalam Fisher, gagasan berpikir kritis pertama kali disebut berpikir reflektif dan mendefinisikannya secara tepat sebagai aktif, gigih, hati-hati
dalam
mempertimbangkan
keyakinan
atau
pembentukan
pengetahuan yang mendukungnya dan menyusun kesimpulan. Jadi bukannya tindakan sederhana menerima informasi dan kemudian siap menrimanya. Berpikir kritis melibatkan proses berpikir aktif dan menganalisis apa yang diterimanya. i. Menurut Richard Paul berpikir kritis adalah gaya berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja, dimana pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil stuktur-stuktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya. 59
57
Risnanosanti,” Melatih Metakognitif Siswa dalam Pembeljaran Matematika”, dalam Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, hal. 177 58
R.Rosnawati, “ Berpikir Kritis…, hal. 4
59
Kowiyah,” Kemampuan…, hal. 176
36
j. Menurut Edward Glaser berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, (2) pengetahuan tentang metodemetode pemeriksaan dan penalaran yang logis dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersbut. Berpikir menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. 60 k. Michael Scriven berargumentasi bahwa berpikir kritis merupakan kompetensi akademis yang mirip dengan membaca dan menulis dan hampir sama pentingya. Oleh karena itu ia mendefinisikan berpikir kritis sebagai interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. l. Watson dan Glaser menyatakan berpikir kritis dari perspektif filosofis sebagai gabungan sikap, pengetahuan dan kecakapan. Berdasarkan pengertian tentang berpikir kritis yang didefinisikan oleh para ahli di atas, walaupun menggunakan istilah atau kalimat yang berbedabeda sesuai dengan sudut pandang dan pengertian yang yang dianut, namun banyat memiliki kesamaan makna. Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan berpikir kritis adalah berpikir secara logis, reflektif dan produktif yang diaplikasikan dalam menilai situasi untuk
60
Ibid., hal. 177
37
membuat pertimbangan dan keputusan yang baik. 61 Dalam perspektif deskriptif, berpikir kritis merupakan analisis situasi masalah melalui evaluasi potensi, pemecahan masalah dan sintesis informasi untuk menentukan keputusan. Keputusan dilakukan secara parsial dengan cara membuat daftar isian informasi yang selanjutnya dievaluasi, disintesis dan pemecahan masalah yang akhirnya menjadi sebuah keputusan. Berpikir kritis di Amerika Serikat sering dianggap sebagai sinonim dari ketrampilan berpikir.62 Berpikir kritis menjelaskan tujuan, memeriksa asumsiasumsi, nilai-nilai, pikiran tersembunyi, mengevaluasi bukti, menyelesaikan tindakan dan menilai kesimpulan. Kritis sebagaimana digunakan dalam ungkapan berpikir kritis, berkonotasi pentingnya atau sentralitas dari pemikiran yang mengarah pada pertanyaan isu atau masalah yang memprihatinkan. Kritis dalam konteks ini tidak berarti penolakan atau negatif. 63 Kata kritis juga berhubungan dengan kata kritik yang artinya menanyakan dan mengevaluasi. Sayangnya kemampuan untuk mengkritik seringkali digunakan hanya secara buruk untuk menghancurkan pemikiran orang lain. 64 Sehingga berpikir kritis diartikan beberapa orang sebagai mengkritik atau mencela orang lain setiap waktu dengan tidak konstruktif.
61
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.153
62
Kuswana, Taksonomi…, hal 19
63
Ibid, hal. 20
64
John Chaffee, Thinking…, hal. 52
38
Tapi ini adalah sebuah kesalahpahaman. Berpikir kritis bukan secara murni kekuatan yang menghancurkan. 65 Padahal kritik dapat menjadi analisis konstruktif untuk tujuan pengembangan pemahaman yang lebih baik. Pertama, dengan menolak ide-ide buruk kita dapat lebih tepat dalam menemukan kebenaran. Kedua, berpikir dengan kritis bukan berarti mencela orang setiap waktu. Ketika orang lain benar maka kita harus menerima, dan ketika orang lain salah berpikir kritis membantu kita mengenali kesalahan yang diperbuat tapi tidak mencela mereka (apalagi jika jika kesalahan tidak menjadi permasalahan). Kita harus sopan dan dapat membantu dengan memberi alasan padanya dengan pengertian tidak langsung, misal dengan memberi petunjuk atau saran-saran. Seorang pemikir kritis dapat menjadi pribadi yang simpatik dan membangun. 66 Berpikir kritis berakibat positif dan berguna, misalnya merumuskan solusi yang terbaik untuk masalah pribadi yang kompleks, berunding dengan kelompok tentang tindakan apa yang harus diambil atau menganalisis asumsi dan kualitas metode yang digunakan secara ilmiah dalam menguji suatu hipotesis. Menggunakan kemampuan berpikir kritis yang kuat memungkinkan kita untuk mengevaluasi argument dan layak untuk penerimaan berdasarkan pikirannya.67 Berpikir kritis berarti merefleksikan permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka bagi berbagai
65
Lau, An Introduction…, hal. 3
66
Ibid
67
Kuswana, Taksonomi…, hal. 20
39
pendekatan dan prespektif berbeda, tidak mempercayai begitu saja informasiinformasi yang datang dari berbagai sumber (lisan atau tulisan), serta berpikir secara reflektif daripada hanya menerima ide-ide dari luar tanpa adanya pemahaman dan evaluasi yang signifikan. 68 Pernyataan tersebut hampir sama dengan yang diungkapkan John Caffee bahwa orang disebut ahli pemikir kritis jika mereka: 69 a. Berpikir terbuka Dalam
diskusi
mereka dengan hati-hati mendengarkan setiap
pandangan, mengevaluasi tiap pandangan dengan hati-hati dan jelas. b. Berpengetahuan Ketika mereka menawarkan sebuah pendapat selalu berdasarkan fakta atau bukti. Namun jika mereka kurang berpengetahuan tentang sesuatu maka mereka mengakuinya. c. Aktif Mereka berinisiatif dan dengan aktif menggunakan kemampuan mereka untuk mengahadapi masalah-masalah dan menghadapi tantangan daripada hanya merespon masalah secara pasif. d. Ingin tahu Mereka mengeksplorasi situasi dengan memeriksa pertanyaan, sehingga menembus dasar permukaan suatu permasalahan daripada merasa nyaman dengan penjelasan-penjelasan yang dangkal. 68
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.153
69
John Chaffee, Thinking…, hal. 53
40
e. Pemikir Mandiri Mereka tidak takut untuk tidak mudah setuju terhadap kumpulan pendapat. Mereka mengembangkan dukungan keyakinan secara baik lewat analisis yang bijaksana daripada hanya mengikuti ide-ide orang lain (yang tidak dipertimbangkan). f. Cakap dalam diskusi Mereka mendiskusikan ide-ide dalam cara yang terorganisir dan cerdas. Sama ketika ada masalah kontroversial, mereka mendengarkan dengan hatihati untuk menolak pandangan-pandangan dan merespon secara bijaksana. g. Penuh pengertian Mereka menggunakan hati atas permasalahan yang dihadapi. h. Sadar diri Mereka menyadari atas kekeliruan diri mereka dan menggunakan kesalahannya dirinya tersebut dalam pertimbangan ketika menganalisis sebuah situasi. i. Kreatif Mereka dapat mengembangkan pola pembentukan pemikiran dan pendekatan situasi dari petunjuk-petunjuk inovatif. j. Semangat Mereka mempunyai semangat untuk memahami dan selalu bekerja keras untuk melihat persoalan dengan lebih jelas. Oleh sebab itu kiranya tidak berlebihan kalau Galloti dalam Santrock menempatkan “critical thinking is a very important aspect of everyday
41
reasoning”. Dengan alasan demikian Santrok menegaskan “critical thinking can and should be used not just in the classroom, but outside it as well”. 70 Berpikir kritis dapat terjadi kapan saja, seperti salah satu hakim memutuskan atau memecahkan masalah. Pada umumnya seseorang harus mencari tahuapa yang harus dipercaya atau apa yang harus dilakukan dan melakukannya dengan cara yang wajar dan reflektif. 71 Kemampuan berpikir kritis meliputi pengamatan, interpretasi, analisis, kesimpulan, evaluasi, penjelasan dan metakognisi. Berpikir kritis tidak hanya melibatkan logika, tetapi ada kesiapan kriteria intelektual yang luasseperti kejelasan, kredibilitas, akurasi, presisi, relevansi, kedalaman, keluasan makna dan keseimbangan. Ennis berpendapat bahwa berpikir kritis pada dasarnya tergantung pada dua disposisi.Pertama, perhatian untuk dapat melakukannya dengan benar semaksimal mungkin dan kepedulian untuk menyajikan posisi jujur dan kejelasan. Kedua, tergantung pada proses evaluasi (menerapkan kriteria untuk menilai kemungkinan jawaban), baik secara proses implisit dan eksplisit. 72 Paul membedakan dua indra berpikir kritis, yaitu bertolak dari kelemahan berbagai keterampilan yang dapat digunakan untuk mendeteksi suatu kekeliruan penalaran dan kekuatan di situasi yang paling kompleks. Paul menyatakan bahwa salah satu tujuan berpikir kritis adalah untuk
70
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.154
71
Kuswana, Taksonomi…, hal. 20
72
Ibid., hal. 21
42
mengembangkan perspektif peserta didik dandialog penting sebagai bahan dalam membantu mengembangkan penilaian. 73
5. Karakter Berpikir Kritis Pierce dalam Dacey dan Kenny menyebutkan beberapa karakteristik yang diperlukan dalam pemikiran kritis, yaitu: (1) kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pengamatan, (2) kemampuan untuk mengidentifikasi asumsi, (3) kemampuan untuk berpikir secara deduktif, (4) kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis dan (5) kemampuan untuk mengevaluasi argumentasi yang lemah dan yang kuat.74 Sementara Seifert dan Hoffnung menyebutkan beberapa komponen berpikir kritis:75 a. Basic operations of reasoning Untuk berpikir secara kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan,
menggeneralisasi,
menarik
kesimpulan
deduktif
dan
merumuskan langkah-langkah logis lainnya secara mental. b. Domain-specific knowledge Dalam
menghadapi suatu
masalah,
seseorang
harus
memiliki
pengetahuan tentang topik atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik
73
Ibid., hal. 22
74
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.154
75
Ibid.
43
pribadi, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang seseorang dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut c. Metacognitive knowledge Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan ia memerlukan informasi baru dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut. d. Values, beliefs and dispositions Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara jelas dan objektif.Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang reflektif ketika berpikir. Menurut Beyer setidaknya terdapat 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan peserta didik dalam mengajukan argumentasi atau membuat pertimbangan yang absah (valid): 76 a. Ketrampilan membedakan fakta-fakta yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilai-nilai yang sulit diverifikasi (diuji kebenarannya) b. Membedakan antara informasi, tuntutan atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan c. Menentukan kecermatan faktual (kebenaran) dari suatu pernyataan d. Menentukan kredibilitas dari suatu sumber e. Mengidentifikasi tuntutan atau argumen 76
Ibid., hal. 155
44
f. Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan g. Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan) h. Mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika i. Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur penalaran j. Menentukan kekuatan suatu argumen atau tuntutan. Oleh sebab itu belakangan ini sejumlah ahli psikologi dan pendidikan menyarankan bahwa proses pembelajaran di sekolah seharusnya lebih dari sekadar mengingat atau menyerap secara pasif berbagai informasi baru, melainkan peserta didik perlu berbuat lebih banyak dan belajar bagaimana berpikir secara kritis. Peserta didik didorong untuk memiliki kesadaran akan diri dan lingkungannya yang pada gilirannya terbentuk kesadaran berpikir secara kritis. 77 Menurut Santrock untuk berpikir kritis, untuk memecahkan setiap permasalahan atau untuk mempelajari sejumlah pengetahuan baru, peserta didik harus mengambil peran aktif di dalam belajar, dalam arti peserta didik harus berupaya mengembangkan sejumlah berpikir aktif, diantaranya: 78 a. Mendengarkan secara seksama b. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan c. Mengorganisasi pemikiran-pemikiran mereka d. Memperhatikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan e. Melakukan deduksi
77
Ibid., hal 156
78
Ibid
45
f. Membedakan antara kesimpulan-kesimpulan yang valid dan yang tidak valid secara logika g. Belajar bagaimana mengajukan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi. Menurut Watson dan Glaser kompetensi dalam berpikir kritis direpresentasikan dengan kecakapan-kecakapan berpikir kritis tertentu. Kecakapan-kecakapan berpikir kritis adalah:79 a. Inference Kecakapan untuk membedakan antara tingkat-tingkat kebenaran dan kepalsuan. Inference merupakan kesimpulan yang dihasilkan oleh seseorang observasi sesuai fakta tertentu. b. Pengenalan asumsi-asumsi Kecakapan untuk mengenal asumsi-asumsi. Asumsi merupakan sesuatu yang dianggap benar. c. Deduksi Kecakapan untuk menentukan kesimpulan-kesimpulan tertentu perlu mengikuti informasi di dalam pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. d. Interpretasi Kecakapan menimbang fakta-fakta dan menghasilkan kesimpulankesimpulan berdasarkan pada data yang diberikan.Interpretasi adalah kecakapan untuk menilai apakah kesimpulan secara logis berdasarkan informasi yang diberikan. e. Evaluasi 79
Kowiyah,” Kemampuan…, hal. 177
46
Kecakapan membedakan antara argumen yang kuat dan relevan dan argumen yang lemah atau tidak relevan. Selain Watson dan Glaser, Facione juga membagi proses berpikir kritis menjadi enam kecakapan yaitu interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan dan regulasi diri. Berikut adalah penjelasan skema dari keenam kecakapan berpikir kritis utama:80 1. Interpretasi, Menginterpretasi adalah memahami dan mengekpresikan makna dari berbagai macam pengalaman, situasi, data, penilaian prosedur atau kriteria. Interpretasi mencakup sub kecakapan mengkategorikan, menyampaikan signifikasi dan mengklarifikasi makna 2. Analisis Menganalisis adalah mengidentifikasi hubungan inferensial dan aktual diantara
pertanyaan-pertanyaan,
konsep-konsep,
deskripsi
untuk
mengekpresikan kepercayaan, penilaian dan pengalaman, alasan, informasi dan opini. Analisis meliputi pengujian data, pendeteksian argumen, menganalisis argumen sebagai sub kecapakan dari analisis 3. Evaluasi Menaksir kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi yang merupakan laporan atau deskripsi dari persepsi, pengalaman dan menaksir kekuatan logis dari hubungan inferensial, deskripsi atau bentuk representasi
80
Ibid.
47
lainnya. Contoh evaluasi adalah membandingkan kekuatan dan kelemahan dari interpretasi alternatif. 4. Inferensi Mengidentifikasi dan memperoleh unsur yang diperlukan untuk membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk akal, membuat dugaan dan hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data. 5. Eksplanasi/Penjelasan Mampu menyatakan hasil-hasil dari penalaran seseorang, menjastifikasi penalaran tersebut dari sisi konseptual, metodologis dan konstektual. 6. Regulasi Diri Secara sadar diri memantau kegiatan-kegiatan kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam hasil yang diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapan di dalam analisis dan evaluasi untuk penilaiannya sendiri. Dalam penelitian ini peneliti mengacu pada pendapat John Chaffee tentang karakteristik dan indikator berpikir kritis untuk menganalisis proses berpikir kritis siswa. Karakteristik berpikir kritis dan indikator-indikatornya sebagai berikut:81 a. Berpikir aktif Indikator: mengetahui tujuan, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah 81
John Chaffee, Thinking…, hal. 53
48
b. Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan Indikator: mengerti isu atau permasalahan c. Berpikir dengan mandiri Indikator: dapat menjelaskan alasan d. Memandang situasi dari perspektif yang berbeda Indikator: menyadari bahwa pandangan mereka terbatas dan merasa pandangan mereka adalah satu diantaranya banyak pandangan, mencoba memahami dan mengapresiasi pandangan orang lain e. Mendukung perspektif yang bermacam-macam dengan alasan dan bukti Indikator: Mencoba mengidentifikasi alasan-alasan yang mendukung pandangannya dan alasan-alasan yang mendukung pandangan orang lain. f. Mendiskusikan ide-ide dengan sebuah cara yang terorganisir (peneliti tidak menggunakan karakteristik ini karena ini dapat diamati jika siswa membentuk kelompok) Indikator: Mendengarkan dengan hati-hati, mendukung pandangan lain dengan alasan dan bukti, memeriksa pertanyaan, berusaha meningkatkan pemahaman. Pemikiran kritis mencakup pengombinasian proses-proses berpikir dengan cara-cara yang masuk akal, bukan hanya mencampuradukkannya bersama-sama. Pemikiran kritis juga terbentuk dengan melihat sesuatu dari sudut pandang yang banyak. Apabila peserta didik belum mampu menginterpretasikan informasi lebih dari satu sudut pandang, karena mereka mungkin bersandar pada seperangkat informasi yang tidak memadai.
49
Demikian juga, jika peserta didik tidak didorong untuk mencari alternatif penjelasan
dan
interpretasi
tentang
masalah-masalah
dan
isu-isu,
kemungkinan kesimpulan-kesimpulan yang mereka ambil lebih didasarkan pada
harapan-harapan
mereka
sendiri,
prasangka
dan pengalaman-
pengalaman pribadi yang pada gilirannya dapat mengarah pada kesimpulankesimpulan yang keliru. 82
6. Berpikir Kritis dalam Matematika
Kreatif
Kritis Dasar Ingatan Gambar 2.1. Hirarki Berpikir83
P e n a l a r a n n a n
Gambar di atas merupakan hirarki dari berpikir. Penalaran merupakan bagian berpikir di lular ingatan. Penalaran meliputi berpikir dasar, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Pada kategori ingatan, siswa memiliki kemampuan menghapal (misal menghafal rumus-rumus matematika) dan mengingat, 82
Desmita, Psikologi Perkembangan …, hal.157
83
Rochmad,” Ketrampilan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika”, dalam Semnas Jurusan Matematika Universitas Semarang, hal. 11
50
memanggil apa yang diketahui, menyimpan informasi berdasar fakta empirik dan mengingat konsep-konsep matematika sederhana. Pada kategori berpikir dasar, siswa memiliki pemahaman terhadap konsep-konsep matematika dan hubungan antar konsep dan mengenali konsep ketika muncul dalam suatu masalah. Siswa mengetahui pengetahuan dasar-dasar logika untuk digunakan dalam pemecahan masalah dan memahami cara berpikir induktif dan deduktif. 84 Pada kategori berpikir kritis, siswa dapat menguji, merealisasikan dan mengevaluasi semua aspek dari suatu situasi atau masalah. Siswa berpikir dengan memfokuskan pada bagian-bagian dari suatu situasi atau masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengaitkan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan alasan dari jawaban, menggambarkan kesimpulan yang valid dan menganalisis serta merefleksikan sifat. Pada kategori berpikir kreatif siswa dapat menghasilkan kerja asli dari pemikirannya atau idenya, menghasilkan suatu produk termasuk yang kompleks, menemukan, mensintesiskan ide-ide, memperumpun ide-ide dan menerapkan ide-ide.85 Dalam kegiatan untuk pemecahan masalah atau persoalan yang rumit banyak pendapat para ahli, salah satunya seperti yang dikemukakan Polya. Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha untuk mencari jalan
84
Ibid
85
Ibid., hal 11,12
51
keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak segera dicapai . Menurut Polya ada empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu: 86 a. Memahami masalah Dalam tahap ini, masalah harus benar-benar dipahami, seperti mengetahui apa yang tidak diketahui, apa yang sudah diketahui, apakah kondisi yang ada cukup atau tidak cukup untuk menentukan yang tidak diketahui, adakah yang berlebih-lebihan atau adakah yang bertentangan, menentukan suatu gambaran masalah, menggunakan notasi yang sesuai. b. Membuat rencana pemecahan masalah Mencari hubungan antara informasi yang ada dengan yang tidak diketahui. Dalam membuat rencana ini seseorang dapat dibantu dengan memperhatikan masalah yang dapat membantu jika suatu hubungan tidak segera dapat diketahui sehingga akhirnya diperoleh suatu rencana dari pemecahan. c. Melaksanakan rencana Pada tahap ini rencana dilaksanakan,memeriksa setiap langkah sehingga dapat diketahui bahwa setiap langkah itu benar dan dapat membuktikan setiap langkah benar. d. Memeriksa kembali pemecahan masalah yang didapatkan Pada tahap ini dapat diajukan pertanyaan seperti dapatkah memeriksa hasil, dapatkah memeriksa alasan yang dikemukakan, apakah diperoleh hasil
86
Desti Haryani,” Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa”, dalam Posiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, UNY, 14 Mei 2011, hal. 123
52
yang
berbeda,
dapatkah
melihat
sekilas
pemecahannya,
dapatkah
menggunakan pemecahan yang telah diperoleh atau metode yang sudah digunakan untuk masalah lain yang sama. Jika
diperhatikan,
langkah-langkah
pemecahan
masalah
yang
dikemukakan Polya sangat memerlukan ketrampilan atau kemampuan berpikir kritis. Pada tahap memahami masalah agar siswa dapat memahami masalah, dia harus mempunyai kemampuan interpretasi agar dia memahami secara tepatmasalah matematika yang diajukan kepadanya. Selain itu dia juga harus mempunyai kemampuan evaluasi untuk mengevaluasi pemikirannya dalam memahami masalah. Kemampuan inferensi juga diperlukan untuk mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanya dalam masalah. Pada tahap merencanakan pemecahan masalah ketrampilan interpretasi, analisis dan evaluasi juga diperlukan karena untuk dapat menentukan rencana apa yang akan dilaksanakan, siswa harus mampu memaknai informasi yang ada pada masalah dan menghubungkan setiap unsur yang ada pada masalah. Bahkan
Polya
mengemukakan
bahwa
sesungguhnya
kemampuan
memecahkan masalah ada pada ide menyusun rencana pemecahan.Jadi pada tahap ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis dari siswa. Pada tahap melaksanakan rencana pemecahan, siswa akan menggali semua konsep dan prosedur yang telah dipelajarinya sehingga dapat memecahkan masalah dengan benar. Semua ketrampilan atau kemampuan berpikir kritis diperlukan di sini terutama kemampuan eksplanasi. Pada tahap
53
ini siswa mengorganisasikan semua pengetahuan dan konsep matematika yang telah dimilikinya agar dia berhasil memecahkan masalah. Pada tahap terakhir yaitu tahap melihat atau memeriksa kembali hasil pemecahan masalah yang telah didapat, semua ketrampilan berpikir kritis juga sangat diperlukan untuk menguji apakah pemecahan masalah yang telah dilaksanakan sudah benar.87 Karena peneliti mengacu pada pendapat John Chaffee maka langkah pemecahan masalah dalam soal menurut Polya terkait berpikir kritis sebagai berikut: Tabel 2.1. Proses Berpikir Kritis Langkah Karakteristik Berpikir Kritis Penyelesaian (Polya) 1 Memahami Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan No
Dapat menuliskan kaitan antar konsep Mencari tahu strategi Tidak menyontek Dapat menuliskan alasan Tidak menyontek Menuliskan proses perolehan jawaban
Merencanakan
Berpikir aktif Berpikir dengan mandiri Berpikir dengan mandiri
3
Melaksanakan
Berpikir dengan mandiri Memandang situasi dari perspektif yang berbeda Berpikir aktif
Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan
Menuliskan keingintahuan dalam menentukan cara Menuliskan cara dalam menyelesaikan Menulis simbol dengan benar
Dengan hati-hati mengeksplorasi situasi dengan pertanyaan
Mengerjakan dengan cermat
Mendukung perspektif yang bermacam-macam dengan alasan dan
Dapat menuliskan bukti dengan
Berpikir aktif
87
Melihat Kembali
Ibid., hal. 125
Memahami apa yang ditanyakan
Memandang situasi dari perspektif yang berbeda 2
4
Indikator Berpikir Kritis
54
bukti
berbagai cara
Berpikir dengan mandiri
Dapat menuliskan alasan Memahami solusi
Berpikir aktif
7. Peluang88 a. Kaidah Pencacahan, Permutasi dan Kombinasi 1) KaidahPencacahan Apabila peristiwa pertama dapat terjadi dalam p cara berbeda, peristiwa kedua q cara berbeda, peristiwa ketiga r cara berbeda, dan seterusnya, maka banyaknya cara yang berbeda terhadap rangkaian berurutan seperti itu adalah = p x q x r x... 2) Faktorial Perkalian n bilangan asli pertama disebut n faktorial, dinotasikan dengan n! n! = 1 x 2 x 3 x 4 x …. x (n – 1) x n atau n! = n x (n – 1) x (n – 2) x ….. x 4 x 3 x 2 x 1 3) Permutasi Cara menempatkan n buah unsur ke dalam r tempat yang tersedia dengan urutan diperhatikan disebut permutasi r unsur dari n unsure yang dinotasikan dengan nPr atau P(n,r) atau
atau Pn,r
Banyaknya permutasi n unsur berbeda disusun n unsure (seluruhnya) adalah : P = n!. Banyaknya Permutasi yang dapat disusun
88
Nur Asin dan Anna Yuni Astuti, Matematika untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1: Program IPA, (Klaten: PT Intan Pariwara, 2013), hal. 34
55
dari n anggota suatu himpunan diambil r unsur anggota pada satu saat adalah
:
Banyaknya permutasi jika ada beberapa elemen/unsur yang sama adalah :
Banyaknya permutasi siklis adalah permutasi yang disusun secara melingkar dengan memperhatikan urutannya (arah putarannya) adalah :P = (n – 1)! 4) Kombinasi Cara menempatkan n buah unsur ke dalam r tempat yang tersedia
dengan
urutan
tidak
diperhatikan
disebut kombinasi r unsur dari n unsur (r ≤ n) yang dinotasikan dengan
nCr
atau
C(n,r)
atau
atau
Cn,r
Kombinasi n unsur berbeda disusun r unsur dirumuskan :
b. Peluang Suatu Kejadian Suatu percobaan : Semua hasil yang mungkin disebut ruang sampel Setiap anggota dalam ruang sampel disebut titik sampel Hasil yang diharapkan disebut kejadian
56
1) Definisi Peluang Peluang perbandingan
kejadian
A
banyaknya
dinotasikan
hasil
dengan
kejadian
A
P(A)
dinotasikan
adalah n(A)
terhadap banyaknya semua hasil yang mungkin dinotasikan dengan n(S) dalam suatu percobaan. Kisaran nilai peluang suatu kejadian A adalah 0 ≤ P(A) ≤ 1. Jika P(A) = 0 disebut kemustahilan dan P(A) = 1 disebut kepastian 2) Frekuensi Harapan Frekuensi Harapan kejadian A adalah banyaknya kejadian A yang
diharapkan
dalam
beberapa
kali
percobaan
Jika percobaan dilakukan sebanyak n kali maka frekuensi harapan kejadian A dirumuskan : Fh(A) = n x P(A) 3) Peluang Komplemen Suatu Kejadian Jika Ac kejadian selain A, maka P(A) c = 1 – P(A) atau P(A)c + P(A) = 1. P(A)c = peluang komplemen kejadian A atau peluang kejadian selain kejadian A.
c. Kejadian Majemuk 1) Untuk
2) Peluang Jika
sembarang
dua
kejadian
Kejadian
A
atau
saling
B
berlaku
:
lepas(asing)
maka dua kejadian tersebut merupakan dua
57
kejadian saling lepas artinya bila terjadi A tidak mungkin terjadi B. Besarnya peluang dua kejadian saling lepas(asing) adalah :
3) Peluang
dua
kejadian
saling
bebas
Bila kejadian A tidak mempengaruhi terjadinya B dan sebaliknya, maka kejadian semacam ini disebut dua kejadian saling bebas Peluang
dua
4) Peluang
dua
kejadian
kejadian
saling
tak
bebas
dirumuskan
:
bebas(bersyarat/bergantungan)
Apabila kejadian kedua(B) adalah kejadian setelah terjadinya kejadian
pertama
A,
dinotasikan
(B/A),
maka dua kejadian tersebut merupakan dua kejadian tak bebas(bersyarat). Peluang dua kejadian tak bebas dirumuskan :
58
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian pada hakekatnya adalah suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang suatu masalah. Pengetahuan yang diperoleh dari penelitian terdiri dari fakta, konsep, generalisasi dan teori yang memungkinkan manusia dapat memahami fenomena dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Masalah penelitian dapat timbul karena adanya kesulitan yang mengganggu kehidupan manusia atau semata-mata karena dorongan ingin tahu sebagai sifat naluri manusia.89 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). 90 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, karena peneliti berusaha memperoleh data deskriptif berupa kata-kata tertulis (berupa jawaban tertulis siswa dalam menjawab soal), kata-kata lisan (misal pembicaraan keseharian
89
Ahmad Tanzeh, Metodologi Peneliian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hal. 2
90
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 4
58
59
siswa dengan temannya terkait matematika khususnya peluang) dan perilaku yang diamati berupa perilaku siswa XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 (yang diamati yang menggambarkan kemampuan dan berpikir kritis).Sehingga peneliti menggunakan paradigma alamiah. Adapun riset kualitatif yaitu merupakan sekumpulan metode-metode pemecahan masalah yang terencana dan cermat dengan dengan desain yang cukup longgar, pengumpulan data lunak dan tertuju pda penyusunan teori yang disimpulkan melalui induktif langsung.91 Ini mengarah pada grounded theory (penyusunan teori dari bawah). Oleh karena itu jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
B. Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini adalah MAN Tulungagung 1. Sekolah ini terletak
di
Kecamatan
Boyolangu
Kabupaten
Tulungagung.
MAN
Tulungagung 1 dibatasi pasar hewan di sebelah timurnya. Sebelah barat dibatasi MTsN 1 Tulungagung, sebelah selatan dibatasi area persawahan dan sebelah utara dibatasi oleh jalan raya. Warna bangunan fisik MAN Tulungagung 1 didominasi oleh warna hijau muda. Suasana sehari-hari MAN Tulungagung 1 di hari efektif seperti sekolah pada umumnya diwarnai oleh kegiatan siswa, guru dan karyawan.
91
Tanzeh, Metodologi…, hal. 39
60
Guru MAN Tulungagung 1 sering mengadakan bimbingan belajar mata pelajaran tertentu di luar jam pelajaran. Alasan peneliti memilih sekolah ini khususnya kelas XI IPA Unggulan 2, karena kebersamaan peneliti dengan kelas XI IPA Unggulan 2 dalam kegiatan pembelajaran matematika khususnya peluang selama praktek pembelajaran lapangan yang diadakan IAIN Tulungagung, sehingga peneliti ingin mengetahui proses berpikir siswa kelas XI IPA Unggulan 2. Peneliti memasuki lokasi penelitian disambut hangat oleh pihak MAN Tulungagung 1. Dalam hal penelitian, peneliti memohon ijin penelitian kepada pihak MAN Tulungagung 1 secara informal lalu secara formal ( dengan menggunakan surat ijin).
C. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini kehadiran peneliti mutlak diperlukan.Kehadiran peneliti dalam penelitian ini terjadi sebelum diadakan tes, saat diadakan tes, saat observasi dan saat wawancara.Peneliti berperan menjadi pengamat sebagai berperanserta. Dimana peran peneliti sebagai pengamat secara terbuka diketahui oleh pihak MAN Tulungagung 1, khususnya kelas XI IPA Unggulan 2.Sehingga dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data, penafsir data dan pelapor hasil penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta validasi instrumen kepada tiga dosen matematika untuk mengetahui layak atau tidak instrumen digunakan.
61
D. Sumber Data Data merupakan unit informasi yang direkam media yang dapat dibedakan dengan data lain, dapat dianalisis dan relevan dengan masalah tertentu.92 Dalam penelitian ini sumber data diperoleh. Peneliti memperoleh data melalui observasi atau pengamatan, wawancara dan hasil tes.Sumber data yang diperoleh berupa kata-kata dan tindakan, foto dan data statistik. Kata dan tindakan adalah sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lofland. 93
Tindakan
atau
perilaku
oleh
subjek
didapat
melalui
pengamatan.Sedangkan kata-kata atau ungkapan dari subjek didapat melalui wawancara. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.94 Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1, diambil empat subjek, yang terdiri dari dua siswa berkemampuan tinggi dan dua siswa berkemampuan sedang. Informan dalam penelitian ini, penulis tentukan dengan metode purposive sampling berdasarkan hasil penilaian kemampuan siswa oleh peneliti saat melakukan praktek pembelajaran lapangan yaitu dilihat dari nilai metematika siswa dan dengan pertimbangan guru. Sehingga dengan menggunakan purposive sampling, diharapkan kriteria sampel yang diperoleh benar-benar sesuai
92
Ibid., hal.79
93
Moleong, Metodologi…, hal. 157
94
Ibid., hal. 190
62
dengan penelitian yang dilakukan dan mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang proses berpikir kritis.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengolahan
data
adalah
tahap-tahap
kegiatan
untuk
menyelesaikan suatu olahan data yang pengumpulannya dipengaruhi oleh faktor siapa yang bertugas mengumpulkan data. 95 Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan beberapa teknik, yaitu penggunaan tes, penggunaan metode interview atau wawancara dan penggunaan metode observasi, berikut penjelasannya: 1. Tes Instrumen tes yang diberikan berbentuk soal peluang yang berbentuk masalah yang jika dikerjakan dapat menggambarkan proses berpikir siswa. Skor hasil tes siswa dalam menyelesaikan soal-soal tersebut meliputi hasil jawaban siswa dalam merespon perintah yang diberikan peneliti saat pelaksanaan tes berlangsung. Hasil jawaban tersebut akan digunakan peneliti untuk melihat proses berpikir siswa dalam menyelesaikan soal matematika khususnya soal peluang. Kemudian akan dihitung persentase berapa jumlah siswa yang memenuhi masing-masing karakteristik brpikir kritis menurut John Chaffee. 2. Wawancara 95
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendektan Praktis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 266
63
Wawancara yang dilakukan dalam pnelitian ini bersifat terstuktur. Karena peneliti membuat garis besar terlebih dahulu. 3. Observasi Observasi yang dilakukan dalam pnelitian ini bersifat terstuktur. Karena peneliti membuat garis besar terlebih dahulu.
F. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik Miles dan Huberman. Miles dan Huberman mengungkapkan bahwa dalam mengolah data kualitatif dilakukan melalui tahap reduksi, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, berikut uraiannya96: 1. Reduksi data Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal pokok dan penting kemudian dicari tema dan polanya. Pada tahap ini peneliti memilah informasi mana yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan penelitian. Reduksi data dilakukan dengan cara yang sesuai prosedur penyelesaian soal yang benar hingga menemukan jawaban yang paling tepat. Setelah direduksi data akan mengerucut, semakin sedikit dan mengarah ke inti permasalahan sehingga mampu memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai objek penelitian. 2. Penyajian data
96
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R& D, (Bandung: Alfabeta,2010), hal.338
64
Setelah dilakukan direduksi data, langkah selanjutnya adalah menyajikan data untuk dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dari data tersebut. Data disajikan dalam bentuk tabel dan uraian penjelasan yang bersifat deskriptif. Data disajikan dalam bentuk tabel yaitu berupa pengelompokan siswa yang berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan sedang (Depdiknas dalam Rofiki membuat kriteria tingkat kemampuan siswa dan skala penilaiannya yaitu kemampuan tinggi jika 80 ≤ nilai yang di peroleh ≤ 100, kemampuan sedang jika 65 ≤ nilai yang diperoleh < 80) 97 dan menilai siswa mengenai proses berpikir kritisnya. Kemudian data yang disajikan tersebut dalam bentuk uraian. 3. Penafsiran kesimpulan Tahap akhir pengolahan data adalah penarikan kesimpulan. Setelah semua data tersaji permasalahan yang menjadi objek penelitian dapat dipahami dan kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan yang dilakukan disesuaikan dengan rumusan masalah
G. Pengecekan Keabsahan Temuan Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan (pengujian). Pelaksanaan tekhnik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan yaitu derajat
97
Arif Widarti, “Kemampuan Koneksi Matematis dalam Menyelesaikan Masalah Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Matematis Siswa”, dalam jurnal, STKIP PGRI Jombang, hal. 4
65
kepercayaan(credibility),
keteralihan
(transferability),
kebergantungan
(dependability) dan kepastian (confirmability).98 Pada
penelitian
ini
digunakan
kriteria
derajat
kepercayaan
(credibility).Kriteria ini berfungsi melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat tercapai, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Penggunaan kriteria derajat kepercayaan untuk pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini, yaitu dengan teknik triangulasi (yaitu menggunakan beberapa sumber) dan teknik diskusi dengan teman sejawat.
H. Tahap-tahap Penelitian 1. Studi pendahuluan, dimana kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan studi awal berupa observasi lapangan dan melakukan dialog dengan pihak-pihak tertentu, yaitu kepala sekolah, guru matematika kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkompeten dengan rencana penelitian, sehingga peneliti dapat melaksanakan penelitian dengan mudah. 2. Menyusun instrumen 3. Melakukan penelitian di lapangan 4. Menganalisis hasil penyelesaian tes siswa untuk mengetahui apakah siswa berpikir kritis dalam menyelesaikan soal tes tersebut. 98
Moleong, Metodologi…, hal. 324
66
5. Menentukan subjek wawancara. 6. Melakukan wawancara terhadap subjek yang telah ditentukan untuk mengetahui lebih jauh mengenai proses berpikir kritis siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1. 7. Menganalisis data dari tes, observasi dan wawancara 8. Menulis laporan
67
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Paparan Data 1. Studi Pendahuluan Penelitian ini tentang analisis berpikir kritis siswa berdasarkan pendapat John Chaffee dalam bukunya adalah untuk mengetahui karakteristik berpikir siswa dalam menyelesaikan soal peluang. Adapun prosedur pra-lapangan dilaksanakan pada bulan september, oktober dan nopember. Peneliti di saat melakukan PPL IAIN Tulungagung tahun 2014 di MAN Tulungagung 1 sebelum menyampaikan maksud dan tujuan untuk mengadakan penelitian, peneliti sudah diberi saran tentang penelitian oleh guru pembimbing sekaligus guru pengampu mata pelajaran matematika yaitu Ibu Heny Parmawatik. Lalu peneliti mendiskusikan maksud penelitian ini kepada Bapak Shokibul Akhwali sebagai Waka Kurikulum MAN Tulungagung 1, Bapak Ali Masykur sebagai Waka Kesiswaan, Bapak Masrohaini sebagai Waka Humas serta Ibu Heny Parmawatik sebagai guru mata pelajaran kelas XI IPA Unggulan 2. Dari diskusi ini peneliti sangat diijinkan untuk melakukan penelitian di MAN Tulungagung 1, khususnya kelas XI IPA Unggulan 2.
67
68
2. Pelaksanaan Lapangan Pelaksanaan pengambilan data di lapangan yaitu pelaksanaan tes, observasi dan wawancara terhadap siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 untuk mendapatkan data sebagai bahan untuk menganalisis karakteristik siswa. Adapun pelaksanaan penelitian di hari sabtu tanggal 13 Desember 2014. Sebagaimana yang telah direncanakan, peneliti melaksanakan tes di hari sabtu tanggal 13 Desember 2014 saat pukul 12.00 – 13.30 WIB. Peserta tes sebanyak 26 siswa dari 31 siswa, 5 orang siswa tidak mengikuti tes karena ada yang sakit, panggilan siswa dan lain sebagainya. Berikut daftar nama dan kode siswa dapat dilihat pada tabel 4.1. Pengkodean siswa dalam penelitian ini digunakan untuk memudahkan analisis yang dilakukan peneliti. Pengkodean siswa dalam penelitian ini tidak didasarkan atas nama inisial siswa, namun didasarkan atas jenis kelamin dan nomor absen siswa. Pemberian kode nama siswa ini terdiri dari dua bagian yaitu (jenis kelamin) (nomor absen). Sebagai suatu contoh: kode siswa P4 memiliki arti siswa berjenis kelamin perempuan dan bernomor absen 4. Untuk selanjutnya peserta tes secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Daftar Peserta Tes dan Kode Siswa
69
NO NAMA SISWA L/P 1 ANL P 2 AMA P 3 AFD P 4 BPS P 5 BS P 6 DYS P 7 ESW L 8 EY P 9 EAM P 10 EAN P 11 FAZ P 12 FW P 13 HAQ P 14 IYS P 15 IN P 16 IHM P 17 KH P 18 MLZ P 19 MFA L 20 NM P 21 N L 22 NK P 23 NR P 24 NRD P 25 RDL P 26 SCK P 27 SR P 28 UNP P 29 WA P 30 ZA L 31 SL P Catatan: *) tidak mengikuti tes
KODE SISWA P1 P2* P3 P4 P5 P6 L7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15* P16 P17 P18 L19* P20 L21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29* L30* P31
Penggolongan siswa kelas XI IPA Unggulan 2 MAN Tulungagung 1 yang berkemampuan tinggi dan sedang berdasarkan penilaian peneliti saat PPL tahun 2014, sebagai berikut:
70
Tabel 4.2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Nama P1 P2 P3 P4 P5 P6 L7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 L19 P20 L21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 L30 P31
Kriteria Kemampuan Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi
Selanjutnya peneliti memberikan soal untuk dikerjakan siswa, supaya dapat mengetahui proses berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Soal yang digunakan dalam tes ini adalah soal peluang. Waktu pelaksanaan tes ini adalah 90 menit atau dua jam pelajaran. Pelaksanaan tes tertulis dan observasi yang dilakukan peneliti berjalan baik.Selanjutnya peneliti mengambil sebanyak 4 siswa untuk mengikuti wawancara.4 siswa terdiri dari 2 siswa berkemampuan tinggi yang dan 2
71
siswa
berkemampuan
sedang.
Pertimbangan
pengambilan
sampel
wawancara ini berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat PPL. Untuk memudahkan hasil wawancara, peneliti menggunakan alat perekam
dan
catatan
hasil
wawancara.
Pelaksanaan
wawancara
dilaksanakan di MAN Tulungagung 1, dengan keadaan siswa yang senggang. Adapun rincian subjek yang diwawancarai sebagai berikut: Table 4.3Daftar Peserta Wawancara No Urut Wawancara 1 2 3 4
Siswa
Kelas
L7 P27 P4 P17
XI PU2 XI PU2 XI PU2 XI PU2
B. Temuan Penelitian Karena yang 5 tidak mengikuti tes maka peneliti mendata 26 siswa. Peneliti melakukan wawancara dengan 4 subjek. Lalu peneliti trianggulasikan hasil data observasi tes dan wawancara sebagai berikut:
Tabel 4.4 Siswa Berkemampuan Tinggi
72
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Soal Kod e P1 P3 P4 P5 P6 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P18 P20 P22 P24 P25 P27 P28 P31 Jum
1 2a 2b A B C D E A B C D E A B C D E A
3 0 0 3 1 0 3 1 1 3 1 1 3 1 0 3 1 0 3 0 0 3 1 0 3 1 0 3 0 1 3 0 0 3 0 0 3 1 1 3 1 0 3 1 0 3 1 0 3 1 1 3 1 0 3 1 0 5 1 5 7 4 Keterangan:
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 7
1 3 3 3 3 3 1 1 3 1 1 3 1 3 3 1 1 1 3 3 9
0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 7
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 7
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 7
0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 2
0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 5 7
B 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
3 C 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
D E 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
A: Berpikir aktif B: Dengan hati-hati mengeksplor situasi dengan pertanyaan C: Berpikir dengan mandiri D: Memandang situasi dengan perspektif berbeda E: Mendukung perspektif yang bermacam-macam dengan alasan berbeda
Tabel 4.5 Persentase Karakteristik Berpikir Kritis Siswa Berkemampuan Tinggi Karakteristik Berpikir Kritis No. Jumlah/ A B C D E Soal Persentase 1 Jumlah 57 14 5 19 0 2a Jumlah 57 39 7 37 18 2b Jumlah 57 12 5 19 0 3 Jumlah 57 19 2 19 0 Jumlah 228 84 19 94 18 Persentase 100% 36,8% 12,5 61,8 23,7 % % %
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
73
Tabel 4.6. Siswa Berkemampuan sedang
N o 1 2 3 4 5 6 7
Soal Kode
1 A
B
C
D
E
L7 P8 P16 P17 L21 P23 P26 Jumla h
3 3 3 3 3 3 3 21
0 0 1 1 3 0 0 5
0 0 0 1 1 0 0 2
1 1 1 1 2 1 1 8
0 0 0 0 1 0 0 1
2a A B 3 3 3 3 3 3 3 2 1
1 1 3 1 3 1 1 1 1
C
D
E
0 0 0 1 1 0 0 2
2 2 2 2 2 2 2 1 4
1 1 1 1 1 1 1 7
2b A B 3 3 3 3 3 3 3 2 1
1 1 1 0 1 1 1 6
C
D
E
0 0 0 1 1 0 0 2
1 1 1 1 1 1 1 7
0 0 0 0 0 0 0 0
3 A 3 3 3 3 0 3 3 1 8
B
C
D
E
0 1 1 0 0 1 1 4
0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 0 1 1 6
0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: A: Berpikir aktif B: Dengan hati-hati mengeksplor situasi dengan pertanyaan C: Berpikir dengan mandiri D: Memandang situasi dengan perspektif berbeda E: Mendukung perspektif yang bermacam-macam dengan alasan berbeda Tabel 4.7 Persentase Karakteristik Berpikir Kritis Siswa Berkemampuan Sedang Karakteristik Berpikir Kritis No. Jumlah/ A B C D E Soal Persentase 1 Jumlah 21 5 2 8 1 2a Jumlah 21 11 2 14 7 2b Jumlah 21 6 2 7 0 3 Jumlah 18 4 0 6 0 Jumlah 81 26 6 35 8 Persentase 96,4% 31% 10,7 62,5 28,6 % % %
C. Pembahasan Temuan Penelitian 1. Berkemampuan tinggi Berikut diuraikan data yang telah dikumpulkan dengan berbagai karakteristik berpikir kritis siswa yang berkemampuan tinggi:
74
Soal Nomor 1 Jawaban siswa tidak ada yang benar A. Memahami Siswa P4dan P27 menjawab sebagai berikut:
Terkait karakteristik dengan hati-hati mengeksplor dengan pertanyaan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa belum memahami permasalahan dari soal. P4 dan P27 masih belum cermat dalam memahami masalah di soal, meskipun siswa sudah memahami konsep perkalian dan teliti dalam menghitungnya. Sedangkan lainnya memakai cara kombinasi sebagai berikut:
Rumus yang dituliskan siswa tersebut benar terkait kombinasi, namun mereka masih belum bisa mengaitkan antar konsep dalam permasalahan. Karena rumus ini kurang tepat jika digunakan dalam menyelesaikan masalah di nomor 1, karena yang perlu diperhatikan urutannya. B. Merencanakan Dalam merencanakan penyelesaian masalah, terkait berpikir mandiri semua siswa belum bisa memberi alasan yang tepat baik dari hasil tes maupun wawancara. Hal ini juga ditunjukkan ungkapan P4 alasan memakai cara 6x3 karena Peneliti P4
:Tu no 1 mencari apa? :Banyak cara
75
Ini menunjukkan siswa berpikir sepintas dan belum terlalu cermat. Dalam merencanakan ini siswa dala mengerjaka soal masih bekerja sama dengan temannya. C. Melaksanakan Dalam melaksanakan penyelesaian masalah semua siswa sudah termasuk berpikir aktif. Karena semua siswa mengerjakan soal. Terkait karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda, semua siswa sudah menuliskan proses perolehan jawaban, namun belum mampu mengaitkan antar konsep. D. Melihat kembali Dalam melihat kembali jawabannya, semua siswa merasa yakin benar atas jawabannya. Padahal jawaban mereka masih kurang tepat. Karena mereka kurang cermat dalam memahami soal dan terkait karakteristik mendukung perspektif berbeda dengan alasan dan bukti. Ungkapan P4 yaitu Peneliti P4
:Kalo cara lain ada atau tidak? :Gak ada
menunjukkan P4 belum menguasai berbagai cara untuk menyelesaikan soal peluang kurang berlatih bernalar. Soal Nomor 2a Siswa yang menjawab kurang tepat hanya satu, sedangkan lainnya menggunakan cara yang benar. A. Memahami Siswa P20 menjawab n(s) = 9 kurang tepat. Ini menunjukkan siswa paham n(s) itu adalah ruang sampel, namun P20 lupa jika n(s) itu ruang sampel
76
kejadian di soal. Karena n(s) = 9, yang dimaksud 9 oleh n(s) jumlah kartu bernomor satu sampai sembilan. Sedangkan lainnya menjawab sebagai berikut:
Jawaban itu menunjukkan siswa sudah memahami permasalahan yang ada dalam soal. B. Merencanakan Dalam
merencanakan
penyelesaian
masalah,
terkait
berpikir
mandiri,sebagian siswa belum memberikan alasan memakai cara yang dipakai siswa
tersebut.
Sebagian
siswa
bekerja
sama
dalam
merencanakan
penyelesaian masalah. C. Melaksanakan Semua siswa memenuhi berpikir aktif, karena menuliskan jawabannya, meskipun ada yang salah yaitu P20. Hampir semua siswa memenuhi karakteriktistik memandang situasi dengan perspektif berbeda ditunjukkan dengan dapat mengaitkan antar konsep. Dalam tahap ini ada siswa yang masih salah menuliskan kombinasi, yaitu P1, P10, P11, P13, P14, P25, P27 dan P28 menulis 9 𝐶2 diartikan 9 kali 𝐶2 . Ini menunjukkan siswa lupa penulisan rumus tersebut D. Melihat kembali Dalam melihat kembali jawabannya, semua siswa merasa yakin benar atas jawabannya. Seperti yang diungkapkan P27
77
P27
:Kan tu yang a ada kartu bernomor 1 sampai 9, trus diambil 2, yang dtanya ruang sampel. Ruang sampel tu ns, trus n(s) nya tu 𝐶29 . Hampir semua siswa mampu memahami persoalan dan menggunakan cara kombinasi yang sederhana, bukan memakai cara mendaftar yang memerlukan waktu lebih lama.
Soal Nomor 2b Cara siswa salah semua. A. Memahami Semua siswa menjawab memakai cara
Ini menunjukkan siswa sepenuhnya belum memenuhi karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda, karena belum bisa mengaitkan antar konsep. Siswa juga belum memahami persoalan. B. Merencanakan Semua siswa banyak yang kurang mandiri, hal ini juga terungkap dari siswa P27 P27: 2b itu kan yang diambil nomor prima dan nomor genap maka memakai cara P(A)xP(B). Ungkapan tersebut menunjukkan siswa berpikirnya sepintas, dan tidak diteliti apakah caranya itu benar sesuai konsep. C. Melaksanakan
78
Dalam melaksanakan penyelesaian masalah siswa P1, P3, P4, P5, P9, P11 dan P20 caranya kurang tepat, penulisan simbolnya juga kurang tepat, hal ini ditunjukkan sebagai berikut:
Padahal arti P(A) adalah peluang A, bukan himpunan. D. Melihat kembali Siswa kurang berpikir cermat dalam mengaitkan antar konsep, sehingga masih belum sempurna. Ini juga ditunjukkan ungkapan P4 Peneliti P4 Peneliti P4 Peneliti P4 Peneliti P4
:Adakah konsep lain? :Himpunan :Selain itu? :Irisan :Itu himpunan atau bukan? :Eh iya :Masih belum ingat? :Belum ingat
Soal Nomor 3 Penyelesaian semua siswa kurang tepat. A. Memahami Semua siswa menjawab memakai cara:
Hal tersebut menunjukkan siswa masih memakai cara yang biasa dihafal dan dipakai secara langsung, namun belum mamahami sepenuhnya kaitan konsep yang ditanyakan dalam soal. B. Merencanakan
79
Semua siswa kurang mandiri dalam mengerjakan soal ini. Karena belum mampu memberikan alasan yang tepat. C. Melaksanakan Semua siswa memenuhi berpikir aktif, meskipun jawaban mereka kurang tepat. D. Melihat Kembali Jawabannya siswa menunjukkan belum berpikir dasar siswa masih kurang, walaupun menunjukkan siswa masih hafal rumus. Ini juga terdapat dalam ungkapan P27
:Tu kan diambil, trus yang kedua tu kan diambil gak dikembalikan. Jadi 6 kan Bu. Trus kan yang ditanya merah maka 4.
Ungkapan tersebut menunjukkan siswa hafal memakai rumus itu, tapi belum paham konsep peluang bersyarat sepenuhnya
2. Berkemampuan Sedang Berikut diuraikan data yang telah dikumpulkan dengan berbagai karakteristik berpikir kritis siswa yang berkemampuan sedang. Soal Nomor 1 Yang menjawab benar hanya satu. A. Memahami Siswa jika dikaitkan dengan karakteristik mengeksplor situasi dengan pertanyaan, memahami apa yang ditanyakan dalam soal namun belum
80
memahami solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dalam soal. Walaupun ada satu siswa menjawab benar yaitu L21 sebagai berikut:
L21 menunjukkn penyelesaian permaslahan di soal menggunakan aturan perkalian. L21 memahami bahwa 3 orang hendak memasuki gedung melalui pintu berbeda dilaksanakan secar berurutan. Proses dan hasil perhitungan yang dilakukan L21 benar, ini menunjukkan L21 memenuhi indikator teliti dan menjawab dengan benar. Sedangkan 5 siswa yaitu L7, P8, P16, P23 dan P26 menjawab sebagai berikut:
Perhitungan kelima siswa tersebut benar terkait kombinasi, namun mereka masih belum bisa mengaitkan antar konsep dalam permasalahan. Mereka menganggap bahwa cara 3 orang hendak memasuki gedung melalui pintu yang berbeda tidak memperhatikan urutan. Padahal misalkan 3 orang bernama A, B, C. Misalkan A lewat pintu 1, B lewat pintu 2, C lewat pintu 3, ditulis dengan (A,B,C). Dengan demikian penulisan (B,C,A) diartikan B lewat pintu 1, C lewat pintu 2, A lewat pintu 3. Oleh karena itu urutan penulisan (A, B, C) tidak sama dengan (B, C, A). Sehingga urutan diperhatikan. Sedangkan P17 menjawab sebgai berikut:
81
Terkait karakteristik dengan hati-hati mengeksplor dengan pertanyaan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa belum memahami permasalahan dari soal.P17 masih belum cermat dalam memahami masalah di soal, meskipun siswa sudah memahami konsep perkalian dan teliti dalam menghitungnya. B. Merencanakan Dalam membuat rencana penyelesaian persoalan, siswa telah menentukan metode atau cara untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini memenuhi karakteristik berpikir aktif walaupun cara yang digunakan kurang tepat. Jika dikaitkan karakteristik berpikir mandiri, sebagian besar siswa masih belum memenuhi indikator menulis jawaban atas pemikiran sendiri (bekerja sama atau menyontek temannya). Padahal soal tersebut adalah soal individu. Hal ini selain observasi juga didukung ungkapan siswa L7 yaitu L7
:Aku nyonto Bu, tapi aku ya setengah-setengah Bu.
Kalimat tersebut menunjukkan siswa kurang mandiri dalam merencanakan penyelesaian masalah dalam soal C. Melaksanakan Dalam melaksanakan penyelesaian persoalan, siswa sudah dalam karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda walaupun belum sepenuhnya.Karena hanya satu siswa yaitu L21 yang menjawab benar, sedangkan lainnya kurang benar jawabannya.Ini menunjukkan bahwa siswa belum memahami kaitan antar konsep dari persoalan. Walaupun konsep dasar lain dipenuhi siswa, misal perkalian.
82
D. Melihat kembali Dalam melihat kembali hasil pekerjaannya, siswa meyakini kebenaran jawaban mereka. Cara yang dituliskan siswa satu dengan lainnya ada yang berbeda, namun mereka meyakini kebenaran jawaban mereka. Mereka memeriksa kembali hanya di perhitungan bukan memahami kembali apakah cara yang mereka gunakan benar atau salah, ataukah adakah cara lain. Jika dikaitkan dengan karakteristik berpikir mandiri, sebagian besar mereka melihat jawabannya sama dengan jawaban temannya, sehingga mereka menganggap benar jawaban mereka, padahal jawaban mereka masih kurang tepat. Sedangkan ungkapan P17 “mungkin satu cara (dalam menyelesaikan soal nomor 1)”, menunjukkan bahwa siswa masih ada keraguan atas jawabannya, tapi terlalu yakin benar. Soal Nomor 2a Jawaban siswa benar semua A. Memahami Semua siswa menggunakan cara
Ini menunjukkan siswa memahami persoalan. B. Merencanakan Dalam membuat rencana penyelesaian persoalan, siswa telah menentukan metode atau cara untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini memenuhi
83
karakteristik berpikir aktif dan cara yang digunakan tepat. Hal ini menunjukkan siswa memenuhi karakteristik dengan hati-hati mengeksplor situasi dengan pertanyaan. Namun jika dikaitkan karakteristik berpikir mandiri, sebagian besar siswa masih belum memenuhi indikator menulis jawaban atas pemikiran sendiri (bekerja sama atau menyontek temannya). C. Melaksanakan Dalam tahap ini ada siswa yang masih salah menuliskan kombinasi, yaitu L7, P8, P17, P23 dan P26 menulis sebagai berikut:
9 𝐶2 diartikan 9 kali 𝐶2 . Ini menunjukkan siswa lupa penulisan rumus tersebut. Penulisan yang benar yaitu seperti jawaban P16 dan L21 yaitu:
Semua siswa sudah memenuhi karakteristik berpikir aktif, karena sudah mngerjakan soal, walaupun penulisan simbol masih ada yang kurang tepat. D. Melihat kembali Dalam melihat kembali jawabannya, semua siswa merasa yakin benar atas jawabannya. Keyakinan tersebut terungkap juga oleh P17 Peneliti P17 Peneliti P17
:itu apa? :ruang sampel. Yang kedua menentukan peluang pada no prima dan genap. Klo saya a menggunakan kombinasi 𝐶29 . :Kenapa kombinasi? :Karena tidak ditentukan urutannya
84
Semua siswa mampu memahami persoalan dan menggunakan cara kombinasi yang sederhana, bukan memakai cara mendaftar yang memerlukan waktu lebih lama.
Soal Nomor 2b A. Memahami Semua siswa menjawab memakai cara
Ini menunjukkan siswa sepenuhnya belum memenuhi karakteristik memandang situasi dengan perspektif berbeda, karena belum bisa mengaitkan antar konsep.Siswa juga belum memahami persoalan. B. Merencanakan Hampir semua siswa kurang mandiri, karena siswa belum menyebutkan alasan perolehan jawaban yang tepat. C. Melaksanakan Terkait karakteristik dengan hati-hati mengeksplor dengan pertanyaan, masih ada siswa yang kurang teliti dalam menulis simbol. Hal ini dialami oleh siswa P17 yaitu:
Padahal arti P(A) adalah peluang A, bukan himpunan. Terkait karakteristik berpikir aktif, siswa sudah memenuhi. Karena sudah menuliskan jawaban.
85
D. Melihat kembali Siswa kurang berpikir cermat dalam mengaitkan antar konsep, sehingga masih belum sempurna. Ungkapan L7 Peneliti :Trus yang no 2? L7 :Gak tahu Peneliti :Nha ni kok ada jawabannya? L7 :E kelompokkan Bu L7 menunjukkan kurang mandiri dalam berpikir. Soal Nomor 3 Jawaban siswa salah semua A. Memahami Semua siswa menjawab memakai cara: P(A∩B)= P(A)xP(B) Hal tersebut menunjukkan siswa masih memakai cara yang biasa dihafal dan dipakai secara langsung, namun belum mamahami sepenuhnya kaitan konsep yang ditanyakan dalam soal. B. Merencanakan Siswa hafal rumus tapi belum memahami sepenuhnya kaitan antar konsep. Hal ini dialami oleh P17, yang tergambar dari ungkapannya P17
:Tadi saya mau menggunakan cara n(s), menggunakan cara kombinasi, ternyata kok ragu maka saya ganti cara ini.
Sehingga P7 belum sempurna dalam merencanakan penyelesaian masalah. C. Melaksanakan Ada 1 siswa yang tidak memenuhi karakteristik berpikir aktif yaitu L21, karena tidak mengerjakan soal. D. Melihat kembali
86
Jawabannya siswa menunjukkan belum berpikir dasar siswa masih kurang, walaupun menunjukkan siswa masih hafal rumus. Ini juga terdapat pada siswa P17, ditunjukkan sebagai berikut Peneliti P17 Peneliti P17
:Kenapa ragu? :Karena gak seperti itu caranya,lupa :Cara lain? :Saya ngerjakan cara itu
87
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di Bab IV maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Siswa yang berkemampuan tinggi dalam memahami masalah cenderung belum memahami solusi dari persoalan secara tepat. Siswa belum mampu mengaitkan antar konsep dari persoalan. Dalam merencanakan, semua siswa mencari strategi untuk menyelesaikan semua, namun siswa cenderung bekerja sama dengan temannya dalam menyelesaikan persoalan, padahal soal yang diberikan adalah soal individu. Dalam melaksanakan, beberapa siswa masih belum percaya diri atau bekerja sama dengan temannya. Semua siswa menuliskan cara dan proses perolehan jawaban, namun beberapa siswa masih kurang benar dalam menulis simbol. Dalam melihat kembali, siswa cenderung kurang mencermati solusi dari persoalan, siswa berpikir sepintas sehingga meyakini hanya satu cara untuk menyelesaikan soal. 2. Siswa yang berkemampuan sedang dalam memahami masalah cenderung belum memahami solusi dari persoalan secara benar. Siswa belum mampu mengaitkan antar konsep dari persoalan. Dalam merencanakan, hampir semua siswa mencari strategi untuk menyelesaikan semua persoalan, namun siswa cenderung bekerja sama dengan temannya dalam menyelesaikan persoalan, 87
88
padahal soal yang diberikan adalah soal individu. Dalam melaksanakan, beberapa siswa masih belum percaya diri atau bekerja sama dengan temannya. Hampir semua siswa menuliskan cara dan proses perolehan jawaban dalam menjwab semua soal, namun beberapa siswa masih kurang benar dalam menulis simbol. Dalam melihat kembali, siswa cenderung kurang mencermati solusi dari persoalan, siswa berpikir sepintas sehingga meyakini hanya satu cara untuk menyelesaikan soal.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan untuk 1. sekolah, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan sebagai salah satu bahan alternatif dalam kemajuan semua mata pelajaran pada umumnya dan matematika pada khususnya. 2. guru matematika, diharapkan dapat memberikan masukan untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah matematika agar kemudian dapat menggunakan metode pengajaran yang tepat guna menunjang peningkatan kualitas belajar mengajar. 3. peserta didik, sebagai bekal pengetahuan tentang berpikir kritis, sehingga termotivasi untuk selalu menyelesaikan soal dengan matang, sungguh dan penuh pertimbangan. 4. peneliti lain, sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya terkait berpikir kritis serta memberikan konstribusi bagi upaya peningkatan dan kualitas pendidikan.