BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Munculnya teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah secara signifikan mengenai masyarakat dalam hal cara mereka berkomunikasi. Teknologi baru, khusunya internet memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan siapapun, dimanapun, secara instan. Bachan Mc. Luhan dalam Lister menyatakan media telah menjadi “the extension of man” atau perpanjangan atas mata, telinga dan sentuhan manusia menembus batasan waktu dan tempat.1 Kehadiran internet kini menjadi pencerah bagi kehidupan manusia untuk berkomunikasi. Yang sebelumnya, komunikasi hanya dapat dilakukan secara langsung atau biasa disebut komunikasi secara tatap muka. Namun seiring dengan perkembangan jaman, komunikasi dapat dilakukan secara mudah yaitu hanya dengan melalui internet. Internet ini sangat membantu manusia dalam melakukan banyak hal yaitu antara lain untuk mencari informasi, sebagai hiburan dan bahkan kini menjadi media interaksi yang sangat fenomenal. Media interaksi yang dapat digunakan yaitu dengan menggunakan media sosial.Media sosial merupakan media online yang sangat populer pada saat ini. Saverin dan Tankard menyatakan bahwa “sosial
1
Lister,Martin et.al. 2003. New Media:A Critical Introduction. London:Routledg. Hal 75
1
2
media ini tidak mengenal batasan umur, gender maupun tingkatan sosial. Selain itu, media sosial menjadi sarana interaksi antar manusia di era digital.”2 Media sosial online merupakan media yang didesain untuk memudahkan interaksi sosial yang bersifat interaktif dengan berbasis teknologi internet yang mengubah pola penyebaran informasi dari sebelumnya bersifat broadcast media monologue (satu ke banyak audiens) ke social media dialogue (banyak audiens ke banyak audiens).3 Menurut Rogers, terdapat karakteristik dari media sosial tersebut yaitu diantaranya :4 1. Interactivity, yaitu kemampuan sistem komunikasi baru untuk merespon kembali kepada pengguna 2. Demassified, yaitu media baru tersebut bersifat massa, dimana kontrol pada sistem komunikasi terletak pada produser pesan 3. Asynchronous, dalam artian mempunyai kemampuan untuk mengirim atau meneria pesan pada waktu yang diinginkan oleh individu. Hadirnya media sosial ini telah memperluas dan memberi perubahan pada keseluruhan dari pengaruh sosio-teknologi terhadap komunikasi. Dalam kajian ilmu komunikasi, media sosialini sedikit banyak merubah konsep komunikasi di antara manusia. Perubahan yang terjadi telah banyak menuai perubahan dunia teknologi maupun dunia komunikasi mengingat media sosial merupakan suatu media komunikasi online yang menjadi bagian penting dari membangun, menjalin 2
Saverin and Tankard. 2009. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta : Kencana. Hal 445 3 Nasrullah, Rulli. 2014. Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta : Kencana Prenada Media Grup. Hal 36 4 Rogers, Eveverett M.1986. The New Meida in Society. New York : The Free Press. Hal 5
3
atau menatap suatu hubungan interpersonal. Selain itu, media sosialjuga memungkinkan orang bisa berbicara, berpartisipasi, berbagi dan menciptakan jejaring secara online. Mengingat banyak manfaat yang diperoleh media sosial ini maka dapat dikatakan bahwa komunikasi antar pribadi kini bisa dilakukan oleh para pengguna satu dengan para pengguna lainnya. Tidak hanya itu saja, pengguna tersebut bisa menjadi komunikator sekaligus juga dapat menjadi komunikan. Kemudian, interaksi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan kini dapat menembus ruang dan waktu tanpa harus bertemu secara tatap muka. Jadi dapat dikatakan, pengguna dapat lebih bebas mengekspresikan segala sesuatunya di dalam dunia online ini. Orang bisa merasa lebih nyaman dan terbuka serta kemungkinan lebih jujur dalam menyampaikan pesan-pesan yang ingin dipertukarkan antara pengguna. Namun dalam kebebasan mengekspresikan segala sesuatu di dunia maya, ternyata juga dapat berbalik menjadi atmosfer yang negatif. Sisi negaif dari kehadiran
media
sosial
yaitu
para
pengguna
lebih
cenderung
gemar
menngungkapkan diri, perasaan, aktivitas, dan lain sebagainya di dalam jejaring sosial path. Dalam artian bahwa pengguna yang mengungkapkan dirinya terkadang tidak memberi batasan dan cenderung mengungkapkannya secara over atau berlebihan di dalam media sosial path. Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus yang muncul pada belakangan ini terkait dengan jejaring sosial path. Salah kasusnya adalah kasus Florencia yang telah mengungkapkan kekesalannya terhadap warga Yogyakarta dengan menulis kata-kata yang tidak pantas di dalam
4
media social Path. Dalam hal ini, Flo telah di anggap telah melecehkan sebuah daerah yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari komentar atau kata-kata Flo yang dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 1.1 Komentar Flo di Jejaring Sosial Path kepada Warga Jogja5
Tidak hanya kasus Flo saja, sebelum kasus Florencia yang menghina masyarakat Yogyakarta di media sosial, adapula kasus Dinda yang juga mencurahkan hatinya kepada para pengguna lainnya di media sosial dengan katakata yang tidak pantas terkait pengalamannya bertemu orang hamil di dalam kereta api. Berikut ini, kata-kata yang diutarakan Dinda di dalam media sosial path.
5
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://cdn1a.production.liputan6.static6.com/medias/729030/big/016033700_1409215699-28082014florence.jpg&imgrefur. Di akses pada hari Selasa, 10 Mei 2016 jam 16.00
5
Gambar 1.2 Status Dinda di Jejaring Social Path terkait dengan kekesalannya terhadap ibu-ibu hamil.6
Kedua contoh kasus di atas yang dialami oleh Florencia dan Dinda di dalam jejaring sosial Path ini merupakan contoh betapa sosial media ini bisa menjadi sarana untuk mengekspresikan segala sesuatunya tanpa melihat batasanbatasan yang jelas. Kemudian, ketika membahas lebih lanjut kedua kasus ini diposting oleh pengguna wanita, yang sebenarnya pengguna wanita dalam konsep gender, dikonstruksikan masyarakat dengan sosok yang lemah lembut, penuh kasih sayang dan menjaga tutur kata yang baik. Namun dalam kedua kasus tersebut, konsep gender justru menjadi sebuah pertanyaan. Kemudian bagaimana dengan laki-laki, apakah pengguna laki-laki juga dapat melakukan seperti dua kasus di atas.
6
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://cdn2.tstatic.net/ wartakota/foto/bank/images/20140416-pembelaan-abg-ngomel-ibu-hamil-dikrl.jpg&imgrefurl. Di akses hari Selasa, 10 Mei 2016 jam 16.05
6
Sebelumnya, ketika membahas tentang gender, bahasa dan komunikasi, dalam komunikasi tatap muka, beberapa penelitian menyimpulkan bahwa perempuan dan laki-laki menggunakan bahasa dan berbicara yang berbeda. Shirley Ardener dalam Littlejohn menyimpulkan bahwa kaum perempuan merasa lebih tidak nyaman dan lebih tidak berekpresif dalam situasi publik dibanding laki-laki. Kaum perempuan berhati-hati dengan apa yang mereka katakan dan menerjemahkan apa yang mereka rasakan dan pikirkan ke dalam pengertian kaum laki-laki dalam masyarakat
dan akibatnya adalah dibungkamnya kaum
perempuan.7 Lebih lanjut, Tannen dalam Griffin mengkategorikan perempuan berbicara untuk mendapatkan human connection sedangkan laki-laki berbicara untuk status yang merupakan cermin atas budaya patriarki. Bahkan Tannen menyebut komunikasi antara perempuan dan laki-laki adalah cross cultural connection.8 Dari kedua konsep tersebut, peneliti mulai mencari jawaban mengenai konsep gender terutama mengenai genderlect style atau dalam artian mencari perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menyampaikan pesan di dalam media sosial. Apakah ada perbedaan di dalamnya atau justru cenderung akan sama. Kemudian peneliti mulai meneliti pada media sosial, yang peneliti gunakan adalah media sosial Path. Dari hasil pra penelitian, peneliti mulai sedikit menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan di media sosial Path. Berikut ini merupakan gambar perbedaan cara memposting status antara laki-laki dan perempuan. 7
Stephen W Littlejohn,. 2009. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Hal 170 Em Griffin.2009. A first Look at Communication Theory. New York:Mc. Graw-Hill.hal 463
8
7
Gambar 1.3 Status Pengguna Path Perempuan
Gambar 1.4 Status Pengguna Laki-laki
8
Pada dua gambar tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan antara gambar 1.1 pengguna perempuan tersebut terlihat lebih agresif, dan emosional, lebih senang memunculkan konflik dan terlihat menggunakan kata-kata kasar dalam memposting status di media sosial. Berbeda dengan gambar 1.2, terlihat bahwa laki-laki memposting sesuatu secara natural dan lebih senang memelihara hubungan serta dalam penggunaan kata pun, laki-laki lebih senang menggunakan kata-kata yang santai cenderung sopan. Melihat kedua gambar diatas yaitu mengenai perbedaan gaya penyampaian pesan anatara laki-laki dan perempuan, menjadi permasalahan yang bisa di ulik lebih dalam lagi. Pada kondisi idealnya, perempuan dikonstruksi oleh masyarakat sebagai seseorang yang lembut dan penuh kasih sayang. Kemudian dalam konsep genderlect style dari Deborah Tannen, itu sediri perempuan berbicara berfokus pada koneksi atau memelihara hubungan. Sedangkan laki-laki dikonstruksi oleh masyarakat menjadi orang yang maskulin yaitu penuh dengan persaingan, power dan kekuasaan. Dan dalam konsep gender sendiri, laki-laki berbicara berfokus pada status dan kekuatan. 9 Namun, dalam kondisi yang sebenarnya, konstruksi yang dibangun oleh masyarakat itu, cenderung mulai berubah ketika membahas tentang genderlect style di dalam new media. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus dan contoh diatas, yang dimana perempuan lebih emosional, terlihat lebih maskulin dan lebih senang menimbulkan konflik antara pengguna satu dan lainnya. Feminitas tidak tampak lagi pada postingan perempuan yang cenderung lebih kasar dan lebih kuat.
9
Ibid.
9
Terbalik dengan laki-laki, yang menjadi tidak maskulin dari setiap hasil postingannya. Pengguna laki-laki lebih apa adanya dibandingkan dengan pengguna perempuan dan lebih terlihat menjaga hubungan. Maka dari itu, peneliti sangat tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai fenomena genderlect style di dalam new media tersebut. Apakah terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan atau justru cenderung akan sama. Sebelumnya, dalam beberapa penelitian genderlect style ini hanya diteliti pada komunikasi tatap muka. Sebagai contohnya, seperti yang ditulis pada jurnal internasional dari Prof Vinita Mohindra dan Dr. Samina Azhar dengan judul Gender
Communication:
A
Comparative
Analysis
of
Communicational
Approaches of Men and Women at Workplaces, pada penelitiannya Prof Vinita dan Dr Samina meneliti pada sebuah tempat kerja di India. Dalam penelitian ini, mereka menyimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki gaya yang berbeda, laki-laki di lingkungan kerja berusaha untuk menonjolkan persaingan namun tetap memelihara dan menjaga hubungan, Sedangkan perempuan di lingkungan kerja lebih cenderung menonjolkan gaya ekspresif, lebih emosional dan lebih sensisitif. Kemudian perempuan lebih berbicara dalam gaya yang lebih tentatif daripada pria. Namun pria lebih sering tersenyun daripada wanita.10 Kemudian, tidak hanya itu saja peneliti juga menemukan penelitian tentang genderlect style dari Katrin Rathmayr dengan judul Genderlect : The verbal battle for female intimacy and male independece (An analysis of the 10
Prof. Vinita Mohindra dan Dr. Samina Azhar. Journal of Humanities and Social Science, Gender communication : A comparative Analisis of Commmunician Approaches of men and Women at Workplaces. . Volume 2, Issue 1 (Sep-Oct. 2012).Bhopal India : Maulana Azad National Institute of Technology. Hal 18-27
10
relation between language and gender with spesific focus on Computer Mediated Communication). Penelitian tersebut terfokus kepada perbedaan penggunaan bahasa dalam menulis blog. Dalam hasil temuannya banyak beberapa yang menyembunyikan identitas mereka di blog mereka. meskipun pria dan wanita dapat mencoba untuk menyembunyikan identitas mereka dengan menggunakan username atau avatar yang berbeda. Penggunaan bahasa ternyata sudah cukup untuk mendeteksi jenis kelamin seseorang. Laki-laki lebih sering menulis mengenai informasi sedangkan perempuan lebih bagus dalam menulis dan menceritakan segala halnya di dalam blog termasuk masalah pribadi. 11 Dari kedua jurnal tersebut, membuat peneliti lebih tertarik lagi dalam konsep genderlect style jika diteliti di dalam new media. Apakah hasil dari penelitian ini akan sama dengan kedua jurnal tersebut atau bahkan ada hasil temuan lain. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti pada media sosial Path Adapun beberapa alasan mengapa peneliti memilih media sosial path untuk dijadikan penelitian. Alasan yang pertama adalah media sosial Path merupakan salah satu media yang terpopuler di dunia. Hal ini dapat dilihat dari survey dari Global Web Index tahun 2014 yang mengungkapkan bahwa terdapat 10 media sosial yang terpopuler dan banyak yang digunakan di dunia, diantaranya yaitu facebook, twitter, google+, youtobe, instagram, linkend, path, tumblr, my space, and orkut.12
11
Katrin Rathmayar. 2014. Journal of Communication ABOUTGenderlect : The verbal battle for female intumacy and male independence ( An Analysis of the relation between language and gender with spesific focus on Computer Mediated Communicatio). Amerika : Institut Fur Anglistik, Universitas Graz 12 http://techcrunch.com/2014/01/21/instagram-is-the-fastest-growingsocialsite-globally-mobiledevices-rule-over-pcs-for-social-access/,. Di unduh tanggal 2 Maret 2015, jam 07.45
11
Kemudian alasan yang kedua karena pengguna Indonesia merupakan pengguna Path nomer satu di dunia. Hal ini dikatakan oleh CEO Path, Dave Morin yang mengatakan bahwa “dalam kemunculuan pertama hingga sekarang, path ini dapat menggaet 4 juta pengguna di Indonesia.”13 Alasan selanjutnya yaitu Path ini merupakan media sosial yang berkualitas tinggi dan menjadikan pengguna nyaman untuk berkontribusi setiap waktu. Selain itu, path ini bersifat privasi karena Path membatasi jumlah pertemanan yaitu pengguna Path hanya dapat berbagi dengan 500 pengguna lainnya yang telah disetujui.14 Sehingga dalam hal ini pengguna akan terasa nyaman, lebih bebas dan lebih terbuka ketika memposting sesuatu hal di dalam media sosial Path. Kemudian, berbicara mengenai ilmu komunikasi, terdapat tiga aspek penting dalam berjalanannya sebuah proses komunikasi. Aspek penting tersebut yaitu diantaranya komunikator, pesan dan komunikan. Komunikator adalah pihak yang bertindak sebagai pengirim pesan dalam proses komunikasi. Komunikator tidak hanya berperan dalam menyampaikan pesan kepada komunikan, namun juga memberikan respons dan tanggapan. Dalam penelitian ini, tiga aspek yang akan diteliti oleh penulis adalah komunikator, pesan dan komunikan. Dalam hal ini pengguna dapat berperan sebagai komunikator atau orang yang dapat menyampaikan dan menyebarkan pesan. Namun tidak hanya komunikator saja, pengguna disini juga bisa menjadi komunikan atau orang yang menerima pesan ketika pesan yang diproduksinya di komentari atau ditanggapi oleh pengguna lain. 13
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/05/ceo-path-orang-indonesia-adalah-penggunamedia-sosial-nomor-satu-dunia . Diakses tanggal 11 Mei 2016 jam 22.05 14 http://tekno.kompas.com/read/2014/05/02/1126005/Teman.Jadi.500.Pendiri.Path.Singgung.In donesia. Diunduh tanggal10 Maret 2015, jam 20.03
12
Sedangkan pesan tersebut juga menjadi fokus untuk diteliti yaitu tentang bagaimana produksi pesan itu dibuat oleh si komunikator. Isi pesan apa yang sering mereka posting di media sosial path dan bagaimana pengguna path menerima pesan ketika menjadi komunikan. Lebih lanjut, metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode kualitatif. Menurut Gogdan dan Guba pendekatan kualitatif adalah prosedur peneltian yang menghasilkan data deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka).15 Sedangkan jenis analisis data yang digunakan adalah menggunakan metode analisis media siber yang artinyasuatu teknik penelitian baru yang digunakan untuk mengurai realitas baik online maupun offline, mengurai apa yang tampak dan tidak tampak dari level makro dan mikroserta panduan untuk melihat bagaimana perangkat teknologi media siber itu digunakan.16 Pada analisis media siber ini lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu bagaimana isi teks yang diteliti dan juga bagaimana pesan itu disampaikan dan diterima. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu penelitian di level teks dengan cara observasi dan level konteks yang dilakukan dengan melakukan wawancara, di level teks penulis akan melihat fenomena genderkect style yang digunakan pengguna laki-laki dan perempuan di media sosial dalam mencantumkan identitas, kemudian bagaimana perbedaan cara menggunggah
15
Lexi J. Moleong. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya. hal. 76 Nasrullah, Rulli. 2014.Teori dan Riset Media Siber. Jakarta :Kencana Prenadamedia Group. Hal 209 16
13
jenis pesan dan bagaimana genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan dalam memproduksi dan menerima pesan di media sosial Path. Kemudian setelah itu, peneliti akan melanjutkan pada level konteks yaitu dengan melakukan indepth interview secara personal dengan pengguna tersebut dengan untuk mengetahui dan mengonfirmasi alasan pengguna dalam mencantumkan identitas, mengunggah jenis pesan, alasan menggunan cara tertentu dalam memproduksi dan menerima pesan. Setelah melakukan wawancara, peneliti akan menganalisis lebih lanjut hasil temuan tersebut. Oleh karena itu, untuk mempersingkatnya, maka penulis memilih judul “GENDERLECT STYLE DALAM NEW MEDIA (Studi Analisis Media Siber tentang Genderlect Style Pengguna Media Sosial Path) sebagai judul penelitian ini. 2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu perumusan masalah sebagai berikut : 1. Secara Umum Bagaimana genderlect style di dalam new media? 2. Secara Khusus a. Pada level teks, peneliti akan mencari genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan dari beberapa permasalahan yaitu : 1. Bagaimana Identitas Material yang digunakan oleh pengguna di dalam media sosial Path?
14
2. Bagaimana perbedaan jenis pesan yang diunggah oleh pengguna di dalam media sosial Path? 3. Bagaimana genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan sebagai komunikator dalam memproduksi pesandi media sosial Path? 4. Bagaimana genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan sebagai komunikan dalam menerima pesan di media sosial Path? b. Pada level konteks, peneliti akan mengkonfirmasi mengenai beberapa alasan yaitu mengenai : 1. Apa alasan pengguna laki-laki dan perempuan dalam mencantumkan identitas tertentu di dalam media sosial Path? 2. Apa alasan pengguna dalam memilih jenis pesan tertentu yang diunggah di media sosial Path? 3. Mengapa pengguna laki-laki dan perempuan memiliki genderlect style tertentu ketika sebagai komunikator dalam memproduksi pesan? 4. Mengapa penggunalaki-laki dan perempuan memiliki genderlect sytle tertentu ketika sebagai komunikan dalam memproduksi pesan? 3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas dan agar penelitian menjadi terarah secara jelas maka perlu ditetapkan tujuannya sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan dalam melihat identitas material yang dicantumkan di dalam media sosial Path.
15
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan dalam melihat perbedaan jenis pesan yang diunggah di dalam media sosial Path. 3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan dalam memproduksi pesan di media sosial path pada tataran level teks. 4. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis genderlect style pengguna laki-laki dan perempuan dalam menerima pesan di media sosial path pada tataran level teks. 5. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis alasan pengguna dalam mencantumkan identitas tertentu di dalam media sosial Path 6. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis alasan pengguna dalam memilih jenis pesan yang di unggah di dalam media sosial Path 7. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis alasan pengguna laki-laki dan perempuan memiliki genderlect style tertentu jika menjadi komunikator dalam memproduksi pesan di media sosial Path 8. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis alasan pengguna laki-laki dan perempuan memiliki genderlect style tertentu jika menjadi komunikan dalam menerima pesan di media sosial Path. 4. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian, tentunya diharapkan ada manfaat yang bisa dipetik. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan di atas maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa :
16
1.
Pengguna Path Melalui penelitian ini diharapkan pengguna social media terutama media sosial path dapat menumbuhkan sikap kritis dan cerdas dalam melihat fenomena komunikasi baru terutama ketika akan memposting dan menerima pesan di dalam media sosial Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kepada para pengguna media sosial path tentang berbagai gaya penulisan di dalam media sosial path. Melalui penelitian ini diharapkan pengguna sosial media path dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosial sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi pengguna itu sendiri maupun pengguna lainnya.
2. Dunia Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa kajian dalam kaitannya dengan konsep genderlectstyle.
Fenomena genderlect style di dalam media sosial ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk melalukan kegiatan penelitian yang serupa dalam ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam serta juga menjadi sumber bacaan ataupun sebagai bahan untuk melalukan penelitian lebih lanjut di kalangan Mahasiswa terutama mahasiwa FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai perkembangan teknologi komunikasi dan perkembangan ilmu
17
komunikasi yang terjadi di dalam dunia virtual yang mampu menggeser aturan yang selama ini terjadi di masyarakat. 3. Bagi Orang Tua Pengguna Path
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran oleh orang tua dalam melakukan pengawasan terhadap anaknya di media sosial Path
5. Tinjauan Teoritis 5.1 Komunikasi 5.1.1 Definisi Komunikasi Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah lepas dari apa yang dinamakan komunikasi, interaksi dan sosialisasi. Dengan melakukan komunikasi, manusia bisa saling bertukar informasi, gagasan, ide dan
pengalaman.
Komunikasi
memegang
peranan
penting
dalam
mendekatkan manusia dengan orang lain. Adanya komunikasi akan membentuk jaringan yang kompleks. “Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan sosial (social relations). Masyarakat paling sedikit berhubungan dengan dua orang yang saling berhubungan satu sama lain, karena berhubungan, menimbulkan intekasi sosial (sosial interaction). Terjadi interaksi sosial disebabkan interkomunikasi (intercommunication).”17 Membahas tentang definisi komunikasi, menurut Richard West dan Lynn H Turner komunikasi merupakan sebagai berikut. “Komunikasi sebagai proses sosial. Ketika menginterpretasikan komunikasi secara sosial, maksud yang
17
Uchjana Effendy, Onong. 2004. Dinamika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hal 3
18
disampaikan adalah komunikasi selalu melibatkan manusia sebagai interaksi.”18 5.1.2
Unsur Komunikasi Komunikasi yang terjadi di masyarakat pada umumnya merupakan
penyampaian informasi maupun pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) melalui media/ saluran tertentu yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang memiliki dampak (effect) bagi komunikan itu sendiri. Menurut Harlod Lasswell dalam Deddy Mulyana, mendefinisikan komunikasi sebagai berikut : “Komunikasi adalah proses penyampaian pesan/ informasi dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu yang menimbulkan efek, yang digambarkan dengan menjawab pertanyaan Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”19 Unsur-unsur komunikasi merupakan komponen yang harus ada dalam proses komunikasi agar komunikasi dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan definisi Lasswell, unsur-unsur komunikasi meliputi : 20 a. Komunikator (source). Sumber merupakan pihak yang memiliki inisiatif atau kebutuhan dalam berkomunikasi. Sumbernya bisa dari individu, keloompok, organisasi, perusahaan atau negara.
18
West, Richard dan Turner H. Lynn 2008. Pengantar Ilmu Komunikasi : Analisis dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Humanika. Hal 6 19 Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya.hal 62 20 Ibid. Hal 62-63
19
b. Pesan (message), pesan merupakan apa yang disampaikan sumber kepada penerima. Pesan bisa berupa simbol verbal maupun non verbalyang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tersebut. c. Saluran (channel) adalah media yang digunakan dalam menyampaikan pesan kepada komunikan. d. Komunikan (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari komunikator.
Berdasarkan
pengalaman
masa
lalu,
rujukan
nilai,
pengetahuan, persepsi, pola piir dan perasaan, penerima pesan ini dapat diartikan simbol verbal dan atau nonverbal yang diterima. e. Umpan balik (effect) adalah tanggapan dari penerimaaan pesan atas isi pesan yang disampaikan. Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima seteleh ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah pengetahuan, mengubah sikap dan bahkan mengubah perilaku. Berbicara mengenai komunikasi di dunia maya pada penelitian ini, tidak lepas dari unsur-unsur untuk memperlancar komunikasi. Unsur-unsur yang digunakan adalah yang pertama, pengguna path berlaku sebagai komunikator yang menyampaikan beberapa informasi mengenai seluruh aktivitasnya. Pengguna path disini tidak hanya dapat menjadi komunikator, namun pengguna ini juga dapat berperan sebagai komunikan yaitu sebagai si penerima pesan. Pesan yang disampaikan komunikator disini dapat berupa postingan status, foto, musik, atau lain sebagainya yang dibagikan di dalam media sosial Path. Saluran yang digunakan untuk mengirim pesan tersebut adalah internet dan efek yang diharapkan adalah menerima umpan balik dari pengguna lain.
20
Dari kelima unsur di atas, penelitian ini tidak berfokus pada proses terjadinya komunikasi dari awal atau dengan kata lain tidak meneliti seluruh unsur komunikasi tersebut, namun peneliti lebih fokus pada komunikator, pesan dan komunikan. 5.1.3
Level Komunikasi Komunikasi berdasarkan level (tingkat), dimulai dari komunikasi yang
melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit melibatkan peserta komunikasi paling banyak yaitu 21: a. Komunikasi
intrapribadi
(intrapersonal
communication),
adalah
komunikasi dengan diri sendiri, baik kita sadari atau tidak. Contohnya berfikir. b. Komunikasi
antarpribadi
(interpersonal
communication)
,
adalah
komunikasi antara orang-orang yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap rekasi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non verbal. c. Komunikasi kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang berintekasi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut Contohnya keluarga, tetangga dan temanteman.
21
Mulyana. Op.Cit. Hal 72-77
21
d. Komunikasi publik (public communication) adalah komunikasi anatara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang atau khalayak yang tidak bisa dikenali satu persatu. Sebagai contoh, pidato, ceramah, dan kuliah. e. Komunikasi organisasi (organitational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan informal dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. f. Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonym, dan keterogen. Berdasarkan enam definisi di atas, penelitian ini masuk ke dalam kajian komunikasi interpesonal namun masuknya ke dalam komunikasi interpersonal berbasis media karena individu saling bertukar pesan dengan menggunakan media sosial, yaitu dalam hal ini adalah media sosial Path. Tidak hanya itu saja, dasar kedua yang mendasari penelitian ini masuk ke dalam komunikasi personal berbasis media adalah dilihat dari penggunanya. Pengguna path dapat bertindak sebagai komunikator dan komunikan. Komunikator ini tidak dari lembaga ataupun institusi lain tetapi komunikator disini adalah semua pengguna yang menggunakan path dan semua orang yang memproduksi pesan maupun menerima pesan di dalam media sosial path.
.
22
5.2 Komunikasi Interpersonal Berbasis Media Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book” sebagai:
“proses
pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”(The process of sending and receiving messages between twopersons, or among a small groups of persons, with some effect and some immediate feedback)22 Selain Devito, Mulyana menyatakan bahwa “komunikasi antarpribadi adalah
komunikasi
antara
orang-orang,
secara
tatap-muka,
yang
memungkinkan pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non verbal.”23 Kemudian, Ruesch dan Bateson yang dikutip oleh Alo Liliweri juga menambahkan bahwa “tingkatan yang paling penting dalam komunikasi manusiaadalah komunikasi interpersonal yang diartikan sebagai relasi individual dengan oranglain dalam konteks sosialnya.”24 Melalui proses ini individu menyesuaikan dirinya denganorang lain lewat peran yang disebut transmitting
(pemindahan
pesan)
dan
receiving
(penerimaan
pesan).
Komunikasi interpersonal menunjuk kepada komunikasi dengan oranglain. Komunikasi
interpersonal
sangat
potensial
untuk
menjalankan
fungsiinstrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang 22
Devito, Joseph. 2007. The International Communication Book, Ninth Edition. New York : Longman. Hal 4 23 Mulyana. Op. Cit .Hal 81 24 Liliweri.2011. Op.Cit. hal 67
23
lain, karena kitadapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yangkita komunikasikan kepada komunikan kita. Lebih lanjut, berbicara tentang komunikasi antarpribadi, komunikasi antarpribadi dapat dilakukan melalui secara tatap muka ataupun non tatap muka (dapat melalui telepon, sms, maupun lewat media apapun termasuk dengan media online). Sehingga komunikasi antarpribadi dapat dilakukan dengan media online atau biasa disebut dengan komunikasi interpersonal berbasis media. Dalam memahami komunikasi interpersonal berbasis media ini dibutuhkan adanya kepekaan dan pengertian tentang bagaimana seseorang berkomunikasi dengan orang lain menggunakan media komunikasi. Dengan memusatkan perhatian pada „bagaimana proses komunikasi interpersonal diubah dari bentuk komunikasi tatap muka ke komunikasi menggunakan media, media berkounikasi baru disebut media sosial karena memberikan bentuk baru pada pola komunikasi, seperti perubahan dari sistem broadcast dari media massa ke sistem digital. Kecondongan pengguna internet mempengaruhi ruang dan waktu dalam komunikasi. Hal ini membentuk jenis baru keinginan pengguna media sosial, yaitu menggunakan teknologi untuk menghubungkan individu-individu. Sebagai contoh, komunikasi berbasis media sosial tidak membutuhkan komunikator untuk berhadap-hadapan dengan komunikan dan berada di lokasi yang sama. Bentuk kehadiran dalam komunikasi berbasis media berbeda antara bertatap muka‟ dan percakapan
24
online, karena komunikasi berbasis media tidak melihat wujud orang yang mereka ajak berkomunikasi. Komunikasi interpersonal berbasis media juga bisa dibagi secara ruang dan waktu yang membentuk ruang dan waktu yang berbeda. Ide dari ruang dan waktu yang berbeda pada media adalah karakter kunci dari semua medium berkomunikasi menggunakan teknologi. Komunikasi interpersonal yang dilakukan secara online secara garis besar menghubungkan orang-orang yang terpisah ruang dan waktu satu dengan lainnya. Kemudian, terpisahnya komunikator dan komunikan memiliki implikasi pada pola komunikasi menggunakan internet yang terjadi. Alih-laih ketidak hadiran seseorang secara fisik akan mengarah pada pertukaran pesan yang kasar dan nonpersonal, yang terjadi justru sebaliknya. Pesan yang disampaian melalui media online cenderung lebih intim dari pesan yang disampaikan secara
langsung.
Mereka
yang
menggunakan
media
online
untuk
berkomunikasi akan menulis pesan-pesan yang bahan ia sendiri tidak dapat mengatakannya saat berkomunikasi secara tatap muka. Hal ini membuat ilusi akan privasi untuk pihak-pihak yang berkomunikasi. Sekali sebuah pesan dikirim melalui internet, penulis tersebut akan kehilangan kontrol terhadap pesan yang ia tulis. Teks digital tidak langsung hilang layaknya suara yang didengar. Penulis dapat membagikan pemikiran pribadi, walaupun media penyampai pesannya tidak akan membuat pesan yang ditulis menjadi pesan pribadi.
25
Sebelumnya
ada
beberapa
eksplorasi
tentang
media
internet
memberikan kontribusi pada terminologi komunikasi bermedia internet atau Computer Mediated Communication. Pixy Ferris secara general medefinisikan komunikasi bermedia internet sebagai “interaksi secara interpersonal yang dihubungkan oleh komputer, yang meliputi komunikasi asynchronous dan synchronous melalui fasilitas dalam internet”.25 Jadi komunikasi itu bisa secara tidak serempak dan serempak dalam waktu bersamaan. Komunikasi bermedia menggunakan jejaring sosial Path dalam penelitian ini merupakan komunikasi interpersonal antara satu orang dengan orang yang lain. Jejaring sosial Path merupakan salah satu media komunikasi yang baru berkembang memberikan saluran untuk menjalin hubungan dengan orang yang tidak bisa bertemu secara langsung.Tidak hanya itu saja, sebagai saluran komunikasi saja, namun media sosial Path ini juga mampu menjadi sarana pengguna sebagai “jurnal pribadinya”. Secara harafiah, Path diartikan sebagai jalur yang menghubungkan satu titik dengan titik lainnya. Path dalam media sosial sifatnya sangat individu (privat) dan dapat dioperasikan melalui perangkat mobile untuk berbagi pesan dan foto. Path ini ditujukan untuk kaum muda agar mereka tetap berhubung dengan keluarga dan teman dekat saja.26 5.3 Genderlect style Membahas tentang genderlect style, adapun terlebih dahulu mengetahui konsep gender. Gender sering dipertukarkan dengan kata seks (jenis kelamin). 25
Nasrullah. Op. Cit. Hal 25 Budiargo, Dian. 2015. Berkomunikasi Ala Net Generation. Jakarta : Elex Media Komputindo. Hal 96 26
26
Secara umum jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagan dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.27 Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jalaka dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat repoduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memroduksi telur dan memiliki vagina. Artinya secara biolagis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biolagis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender dapat didefinisikan sebagai perbedaan peran, keududka dan sifat yang dilekatkan pada kaum laki-laki maupun perempuan melalui konstruksi secara sosial maupun kultural.28 Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukaran. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Kemudian, membahas lebih lanjut konsep gender ini diperkuat dan mulai dikembangkan oleh beberapa para ahli, salah satunya adalah mengenai konsep Genderlect Style dari Deborah Tannen. Pada awalnya, Tannen meneliti dari sebuah percakapan dari sebuah Film yang berjudul “When Harry Met Sally”. Cerita pada film tersebut ditulis oleh Nora Epron yang menggambarkan sebuah perbedaan gender. Film ini dimulai dari dua mahasiswa Universitas 27
Nurhaeni, Ismi Dwi Astuti. 2009. Kebijakan Publik Pro Gender. Surakarta : UNS Press.hal 19 Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hal
28
8
27
Chicago yang saling bertemu. Harry berkencan
dengan Sally, dan Sally
merupakan teman baik Amanda.Dalam penelitian tersebut terdapat perbedaan yang dapat ditarik dari dua percakapan antara Harry dan Sally yaitu gaya lakilaki dan perempuan dalam menyampaikan pesan. Sebelumnya, genderlect style merupakan bagian dari teori komunikasi antar budaya, yang dimana dalam teori ini melihat adanya perbedaan gaya menyampaikan pesan, ide, gagasan, perasaan antara laki - laki dan perempuan di dalam suatu realitas sosial. 29 “Menurut Tannen “genderlect style merupakan sebuah istilah yang menunjukkan bahwa gaya maskulin dan feminin dari wacana yang terbaik dipandang sebagai dua budaya yang berbeda.”30 Dalam pengertian Tannen di atas dapat digaris bawahi bahwa secara garis besar genderlect style membicarakan tentang bagaimana cara seseorang menyampaikan sebuah ide, gagasan atau perasaan antara satu sama lain yang dipengaruhi oleh gender dan dipandang oleh dua budaya yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari penelitian Tannen pada film When Harry Met Sally. Pada percakapan tersebut Tannen menelihat bahwa Harry lebih senang menunjukkan sisi orang yang senang berbicara, berdebat dan sangat berkuasa. Sedangkan Sally adalah orang yang menjaga perasaan, lembut dan senang menjalin hubungan Oleh karena itu, Tannen meyakini bahwa bahwa fokus pembicaraan perempuan adalah koneksitas(rapport talk), sementara laki-laki pada pelayanan status dan kemandiriannya(report talk).31 29
Griffin, Em. 2009. A first Look at Communication Theory. New York:Mc. Graw-Hill. Hal 429 Ibid, Hal 430 31 Ibid. 30
28
Kemudian, selain itu Tannen meyakini bahwa terdapat gap antara lakilaki dan perempuan, dikarenakan masing-masing berada pada posisi lintas budaya (cross culture), untuk itu perlu mengantisipasi berkenaan dengan gap itu. Kegagalan mengamati perbedaan gaya berbicara dapat membawa masalah yang besar. Perbedaan-perbedaan itu terletak pada:32 1.
Kecenderungan feminis versus maskulin, hal ini harus dipandang sebagai dua dialek yang berbeda: antara superior dan inferior dalam pembicaraan. Komunitas feminis – untuk membangun relationship dan menunjukkan responsif. Komunitas maskulin –menyelesaikan tugas;menyatakan diri; dan mendapatkan kekuasaan. Perempuan berhasrat pada koneksi versus laki-laki berhasrat untuk status. Koneksi berhubungan erat dengan kedekatan, status berhubungan erat dengan kekuasaan (power).
2.
Rapport talk versus report talk. Perbedaan budaya linguistik berperan dalammenyusun kontak verbalantara laki-lakidan perempuan.Rapport talk merupakan gaya khas wanita yang berfokus pada koneksi atau membangun hubungan dengan orang lain dan cenderung terkesan simpatik. Sedangkan report talk merupakan gaya monolog khas laki-laki yang berfokus menjaga status, berusaha untuk memberikan perintah, menyampaikan informasi dan memenangkan argumen.
32
Ibid. Hal. 431-432
29
Berkenaan
dengan
kedua
nilai
ini,
Tannen
dalam
Griffin
mendeskripsikan temuan-temuan pada percakapan di film tersebut berdasarkan lima kelompok yang dikonseptualisirnya menjadi : 33 1.
Publik speaking versus private speaking, Dalam berkomunikasi, laki-laki memanfaatkan kemampuannya dalam berbicara itu sebagai senjata yang digunakannya untuk menunjukkan siapa dirinya (status). Hal yang demikian dilakukan agar harga dirinya di mata orang lain tetap terjaga. Untuk keperluaan ini maka dalam berbicara pria cenderung menekankan gaya informative dalam format reportase yang berkaitan dengan topik-topik umum., meminta persetujuan dan laki-laki menggunakan pembicaraannya sebagai pernyataan fungsi perintah. Sedangkan perempuan dalam berbicara lebih banyak bercerita tentang private speaking daripada public speaking.34
2.
Telling a story Cerita-cerita menggambarkan harapan-harapan, kebutuhan- kebutuhan, dan nilai-nilai si pencerita. Pada kategori ini laki-laki lebih banyak bercerita dibanding perempuan, khususnya tentang guyonan. Cerita guyonan merupakan suatu cara maskulin menegosiasikan status. Jadi dapat dikatakan bahwa kalau pria dalam bercerita cenderung berusaha menonjolkan siapa dirinya, maka berbeda halnya dengan wanita yang dalam bercerita cenderung akan menceritakan orang lain.35
3. Listening, 33
Ibid. Hal 432-435 Ibid. 35 Ibid. Hal 433 34
30
.
Laki-laki dalam hal mendengarkan berusaha mengaburkan kesan itusebagai upayamenjaga statusnya. Dalam mendengarkan suatu cerita, wanita lebih cenderung melakukannya dengan bertatapan, menganggukkan kepala, dan bergumam sebagai tanda mendengarkan dan menyatakan kebersamaannya. Sedangkan pada kaum pria, ketika mendengar ia menghindarkan sikap yang tunduk atau sikap yang merendahkan dirinya sendiri. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga statusnya 36
4.
Asking questions Ketika ingin bicara untuk menyela pembicara, perempuan terlebih dahulu mengungkapkan persetujuan. Tanent menyebutnya sebagai kooperatifsebuah tanda raport simpatik daripada kompetitif. Pada laki-laki, interupsi dipandang
oleh
Tannen
sebagai
power
atau
kekuasaan
untukmengendalikan pembicaraan. Dengan kata lain, pertanyaan dipakai oleh perempuan untuk memantabkan hubungan, dan untukmemperhalus ketidaksetujuan
dengan
pembicara,
sedangkan
laki-lakimemakai
kesempatan bertanya sebagai upaya untukmenjadikan pembicaramenjadi lemah. Wanita mengajukan pertanyaan guna terjalinnya hubungan dengan orang lain. Wanita sering mengajukan pertanyaan di akhir kalimat pendapatnya. Pria tidak akan mengajukan pertanyaan yang bisa merendahkan dirinya sendiri. Bagi pria pendapat umum penting baginya
36
Ibid. Hal 434
31
dan karenanya pria tidak mau kelihatan rendah di mata orang lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bodoh.37 5.
Conflict, Perempuan memandang konflik sebagai ancaman dan perlu dihindari.
Laki-laki
biasanya
memulai
konflik
namunkurang
senangmemeliharanya. Tannen berpendapat bahwa kesulitan-kesulitan berkomunikasi yang dihadapi oleh pria dan wanita sama halnya dengan kesulitan
yang
dihadapi
oleh
orang-orang
dengan
latarbelakang
kebudayaan yang berbeda. Ini menjelaskan mengapa perbedaan kelamin tetap masih menimbulkan masalah dalam komunikasi. Jadi dapat dikatakan bahwa bagi pria hidup adalah ibarat sebuah kontes dan karenanya pria merasa lebih nyaman dengan konflik. Sebaliknya dengan wanita, kaum wanita ini cenderung menghindari konflik.38 5.4 Produksi Pesan Menurut paradigma Lasswell dalam Deddy Mulyana seorang komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran atau perasaanya ke dalam simbol yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Paradigma Lasswell tersebut mengungkapkan bahwa seorang komunikator memproduksi pesan agar pesannya sampai ke komunikan. Dalam penelitian ini bagaimana pengguna jejaring sosial path baik laki-laki
37
Ibid. Hal 435 Ibid.
38
32
dan perempuan memproduksi pesannya dari perolehan ide dan pengemasan pesan.39 Lilltle John memandang bahwa produksi pesan dan penerima pesan mempunyai tiga masalah psikologis, yang berfokus pada penjelasan mengenai sifat individual (traith explanation), penjelasan mengenai keadaan (state explanation), dan penjelasan mengenai proses (process explanation).40 Berbeda dengan Lilltle John, Barbara O‟Keefe yang memulai karyanya sebagai kontruksivis tetapi telah mengembangkan orientasi teoris untuk menggabungkan sebuah model penyusunan pesan. O‟Keefe melakukan penelitian dalam tesisnya bahwa manusia berfikir dengan cara yang berbeda tentang komunikasi dan pesan serta mereka menggunakan logika yang berbeda dalam memutuskan apa yang akan dikatakan kepada orang lain dalam sebuah situasi. Ia menggunakan istilah logika penyusunan pesan (message-desaign logic) untuk menjelaskan proses pemikiran di balik pesan yang kita ciptakan.41 O‟ Keefe menggarisbawahi tiga logika penyusunan pesan yang mungkin mencakup dari orang yang kurang memusatkan diri hingga orang yang paling memusatkan diri. 42 1. Logika Desain Ekspresif (Expressive Design Logic) Adalah komunikasi untuk pengungkapan perasaan dan pemikiran sendiri. Pesan-pesan dalam cara ini bersifat terbuka dan reaktif, dengan adanya 39
Mulyana. Op.Cit. hal 69 Lilltlejohn. Op.cit. hal. 101-102 41 Ibid. Hal 188 42 O’Keefe, J. Barbara. 1998. The Logic Of Message Design : Individual Differences in Reasoning About Communication. Journal Communication Monographis, Volume 55. Hal 84-88 40
33
sedikit perhatian pada kebutuhan atau keinginan orang lain. Dalam hal in logika ekpresif terpusat pada diri sendiri, tetapi bukanlah orang lain atau terpusat pada seseorang (person centered) dalam bahasa knstruktivisme. 2. Logika Desain Konvensional(Conventional Design Logic) Memandang komunikasi sebagai sebuah permainan yang dimainkan dengan peraturan. Disini, komunikasi adalah sebuah cara pengungkapan diri yang berjalan sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang diterima, termasuk hak dan kewajiban setiap orang yang terlibat. Logika ini bertujuan untuk menyusun pesan-pesan yang sopan, tepat dan didasarkan pada aturan-aturan yang diketahui setiap orang. 3. Logika Desain Retoris (Rhetorical Design Logic) Memandang komunikasi sebagai sebuah cara perubahan aturan melalui negosiasi. Pesan-pesan ini cenderung luwes, berwawasan dan terpusat pada seseorang. Mereka cenderung meerangkaikan kembali situasi, sehingga tujuan yang beragam tersebut-termasuk persuasi dan kesopanan tergaung dalam sebuah kesatuan yang kuat. Sebagai contoh akan menyatakan dengan sipan cara-cara di mana teman anda dapat memecahkan masalah tiket konser ini. O‟Keefe memperhatikan bahwa dalam situasi tertentu, pesan-pesan cenderung sama, tetapi pada situasi lain, mereka berbeda. Sebagai contoh, jika anda meminta 10 orang teman untuk menjelaskan apartemen mereka, mereka akan menjelaskannya dengan cara yang sama. Namun sebaliknya, jika anda meminta mereka untuk mengevaluasi hasil kerja pada sebuah tim
34
proyek, maka mereka mungkun akan melakukanya dengan cara yang berbeda. Contoh ini menggambarkan perbedaan pesan (message diversity). 43 Dalam beberapa situasi, ada sedikit berbeda dan dalam situasi lainnya ada lebih banyak perbedaan. Jika tujuan komunikasi cukup sederhana dan menghadapnya bukannya menjadi masalah, maka setiap logika penyusunan pesan akan menghasilkan bentuk pesan yang sama. Sebaliknya, jika tujuannya banyak dan kompleks serta menghadapinya adalah sebuah masalah, maka logika penyusunan yang berbeda akan menghasilkan bentuk pesan yang berbeda.44 Pembahasan mengenai teori-teori pada message production di atas memperjelas pendapat sebelumnya, bahwa komunikasi adalah pemusatan pesan yang bergantung pada informasi. Maka dari itu, penelitian ini akan melihat bagaimana komunikator yaitu pengguna jejaring sosial path baik lakilaki maupun perempuan dalam memproduksi pesan yang akan mereka bagikan ke pengguna lainnya di dalam media sosial path. 5.5 Penerimaan Pesan Kegiatan penerimaan pesan diawali dengan proses decoding yang merupakan kegiatan yang berlawanan dengan proses encoding. Decoding adalah kegiatan untuk menerjemahkan atau menginterpretasikan pesan-pesan fisik ke dalam suatu bentuk yang memiliki arti bagi penerima.45
43
Ibid. Hal 89 Ibid. 45 Morissan, Andy Corry Wardani dan Farid Hamid. 2010 . Teori Komunikasi Massa. Bogor : PT Ghalia Indonesia. Hal 170 44
35
Dalam teori Stuart Hall mengatakan bahwa “makna yang dimaksudkan dan diartikan dalam sebuah pesan bisa terdapat perbedaan. Kode yang digunakan atau disandi (encode) dan yang disandi balik (decode) tidak selamanya berbentuk simestris.”46 Derajat simetris dalam teori reception audience dimaksudkan sebagai derajat pemahaman serta kesalahpahaman dalam pertukaran pesan dalam proses komunikasi-tergantung pada relasi ekuivalen (simetris atau tidak) yang terbentuk diantara encoder dan decoder. Selain itu posisi encoder dan decoder, jika dipersonifikasikan menjadi pembuat pesan dan penerima pesan. Menurut Stuart Hall, audien atau komunikan melakukan decoding terhadap pesan melalui tiga kemungkinan posisi, yaitu47 1. Posisi Hegemoni Dominan (Dominant-hegemonic position) Merupakan situasi dimana khalayak atau komunikan menerima pesan yang disampaikan oleh media.48 Ini adalah situasi dimana media menyampaikan pesannya dengan menggunakan kode budaya dominan dalam masyarakat. Dengan kata lain, baik media dan khayalak sama-sama menggunakan budaya dominan yang berlaku. 2. Posisi Negosiasi (Negotiated Position) Merupakan posisi dimana khalayak atau komunikan secara umum menerima ideologi dominan namun menolak penerapannya dalam kasuskasus tertentu (sebagaimana dikemukakan Stuart Hall: the audience assimilates the leading ideology in general but opposes its application in 46
Ibid. Hal 170-171 Ibid. Hal 171 48 Griffin. Op.Cit. Hal 374 47
36
specific case).49 Dalam hal ini, khalayak bersedia menerima ideologi dominan yang bersifat umum, namun mereka akan melakukan beberapa pengecualian dalam penerapannya yang disesuaikan dengan aturan budaya setempat. 3. Posisi Oposisi (Oppositional Postion) Cara terakhir yang dilakukan khalayak
komunikan dalam melakukan
decoding terhadap pesan media adalah melalui oposisi yang terjadi ketika khalayak atau komunikan yang kritis mengganti atau mengubah pesan atau kode yang disampaikan media dengan pesan atau kode alternatif.50 Komunikan menolak makna pesan yang dimaksudkan atau disukai media atau komunikor dan menggantikannya dengan cara berpikir mereka sendiri terhadap topik yang disampaikan media. Stuart Hall menerima fakta bahwa media membingkai pesan dengan maksud tersembunyi yaitu untuk membujuk, namun demikian khalayak juga memiliki kemampuan untuk menghindari diri dari kemungkinan tertelan oleh ideologi dominan. Namun demikian sering kali pesan bujukan yang diterima khalayak bersifat sangat halus. Para ahli teori studi kultural tidak berpandangan khalayak mudah dibodohi media atau komunikator, namun seringkali khalayak tidak mengetahui bahwa mereka telah terpengaruh dan menjadi bagian dari ideologi dominan. 51
49
Ibid.hal 374 Ibid. hal 375 51 Morissan, dkk. Op.Cit. hal 172 50
37
5.6 New Media Perkembangan teknologi komunikasi belakangan ini telah mengalami kemajuan yangsangat pesat dan kemunculan new media merupakan salah satu hasil dari perkembangan teknologi komunikasi yang baru dan digital. Dalam praktek komunikasi, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi maupun negara; telah banyak memanfaatkan new media sebagai salah satu alat untuk mendukung proses komunikasi. Sama halnya dengan media cetak dan media elektronik, new media pun memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi kepada target komunikasi (audiens). Hingga saat ini masih belum ada kerangka teori yang mempelajari secara khusus dan jelas apakah itu new media. Akan tetapi, penulis akan menjelaskan pengertian newmedia secara umum dan mewakili semaksimal mungkin karakteristik dari new media. Era media baru (new media) tumbuh berkembang ditandai oleh adanya perkembangan teknologi komunikasi seperti jaringan internet yang didalannya menekankan kepada format isi media yang dikombinasikan dan kesatuan data, baik teks, suara, gambar dan sebagainya dalam format digital.52 Konsep new media menurut Littlejohn dalam Mc‟ Quails memiliki kekuatan pada penguasaan teknologi (terutama internet) yang dapat membawa perubahan dalam masyarakat. Editor dari buku Handbook of New Media, Lievrouw dan Livingstone, pada tahun 2006 mendefinisikan new
52
Hastjarjo, Sri. 2011. New Media Teori dan Aplikasi. Surakarta : Lindupustaka. Hal 5
38
media sebagai gabungan dari teknologi komunikasi dan informasi (Information Communication Technology) yang terkait dengan beberapa konteks sosialnya yang tergabung ke dalam tiga elemen, yaitu: peralatan dan perlengkapan teknologi; aktivitas, praktek dan penggunaan; serta susunan sosial dan organisasinya
yang terbentuk di sekitar peralatan dan
penggunaannya.53 Mengacu pada pendapat Flew, konsep dari perkembangan new media sendiri tidak dapat terlepas dari kemunculan internet dan World Wide Web akibat globalisasi teknologi informasi.54 Menurut Budiargo, jaringan sosial adalah suatu cara uang fenomenal untuk menyebarkan informasi tatkala kota menempatkan foto dalam lembar personal kita. Keberadaan situs-situs jejaring sosial ini yaitu di antaranya facebook, friendster, yahoo, google, MSN, twitter, youtube, instagram dan Path telah mengubah cara dalam berkomunikasi.55 Dahulu yang paling banyak diminati adalah Facebook, namun seiring berjalannya waktu, facebook mulai ditinggalkan dan kini masyrakat beralih ke media sosial lainnya. Salah satunya, yang baru-baru ini adalah media sosial Path Secara harafiah, path diartikan sebagai jalur yang menghubungkan satu titik dengan titik lainnya. Path dalam media sosial sifatnya sangat individu (privat) dan dapat dioperasikan melalui perangkat mobile untuk
53
McQuail, Dennis. 2010. Teori Komunikasi Massa, Edisi 6. Jakarta : Salemba Humanika. Hal 39 Flew, Terry. 2005. New Media : an Introduction. New York : Oxford University Press. Hal 4 55 Budiargo, Budi. 2015. Berkomunikasi Ala Net Generation. Jakarta : PT Gramedia. Hal 27 54
39
berbagi pesan dan foto. Path ini ditujukan untuk kaum muda agar mereka tetap berhubung dengan keluarga dan teman dekat saja.56 5.7 Dewasa Awal 5.7.1 Definisi Dewasa Awal Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adults yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Hurlock mengatakan “masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif”.57 Secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Menurut Santrock, seorang ahli psikologi perkembangan “orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically transition), transisi secara intelektual (cognitive transition), serta transisi peran sosial (social role transition).”58 Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya pandangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini penenual relasi sangat memengang peranan penting. Santrock mengatakan “masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit
56
Ibid. Hal 49 Hurlock,E. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga. Hal 286 58 Santrock. 2002. Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Hal 30-32 57
40
waktu untuk hal lainnya.”59 Kenniston mengemukakan masa muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi dan perjuangan antara ketertarikan pada kemandirian dan menjadi terlibat secara sosial. 60 Periode masa muda rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun, tetapi dapat juga lebih lama. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permualaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan, mungkin yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki dewasa adalah ketika seseorang mendaptkan pekerjaan penuh dengan waktu yang kurang lebih tetap.61 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20-40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan reproduktif, merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orang tuanya, serta masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat dan menjalin hubungan dengan lawan jenis. 5.7.2 Ciri-ciri Dewasa Awal Dewasa awal merupakan suatu massa penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-haraoan sosial yang baru. Masa dewasa awal adalah kelanjuan dari masa remaja. Sebagai kelanjutan masa remaja, sehingga ciri-ciri masa remaja tidak jauh berbeda degan perkembangan
59
Ibid. Hal 32-35 Ibid. hal 38-40 61 Ibid. Hal 42 60
41
remaja. Adapun ciri- ciri perkembangan dewasa awal menurut Hurlock, yaitu sebagai berikut:62 a. Usia Reproduktif (Reproductive Age). Masa ini ditandai dengan membentuk rumah tangga. Tetapi masa ini bisa ditunda dengan beberapa alasan. Ada beberapa orang dewasa belum membentuk keluarga sampai mereka menyelesaikan dan memulai karir mereka dalam suatu lapangan tertentu. b. Usia memantapkan letak kedudukan (Setting down age). Dengan pemantapan kedudukan (suttle down), seseorang berkembangan pola hidupnya secara individual. Pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai karirnya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. c. Usia banyak masalah (problem age). Persoalan yang dihadapi seperti persoalan jabatan/ pekerjaan, persoalan teman hidup maupun persoalan keuangan, semuanya memerlukan penyesuaian di dalamnya. d. Usia tegang dalam hal emosi (emotional tension). Banyak orang deawa muda mengalami kegagalan emosi yang berhubungan dengan persoalanpersoalan yang dialaminya. Ketakutan atau kekhawatiran yang timbul pada umumnya bergantung pada ketercapainnnya penyesuaian terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi pada suatu saat tertentu, atau
62
Hurlock. Op.Cit. hal 246-252
42
sejauhmana sukses atau kegagalan yang dialaminya dalam pergumulan persoalan e. Masa komitmen. Mengenai komitmen, Bardwick dalam Hurlock mengatakan : “Komitmen akan menjadi suatu tanggungjawab yang terlalu berat untuk dipikul.”63 f. Masa ketergantungan. Masa dewasa awal ini adalah masa dimana ketergantungan pada masa dewasa biasanya berlanjut. Ketergantungan ini
mungkin
pada
orang
tua
atau
lembaga
pendidikan
yang
memeberikannya beasiswa. g. Masa perubahan nilai. Beberapa alasan terjadinya perubahan nilai pada orang dewasa adalah arena ingin diterima pada kelompok orang dewasa, kelompok-kelopok sosial dan ekonomi orang dewasa h. Masa Kreatif. Bentuk kreativitas yang akan terlihat sesudah orang dewasa akan tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya 6. Kerangka Berfikir Dari penjabaran teori di atas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran mengenai genderlect style di dalam media sosial Path adalah sebagai berikut :
63
Ibid. Hal 250
43
Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran Genderlect Style dalam New Media Genderlect Style
Pengguna Laki-Laki (Report Talk)
LEVEL TEKS
KOMUNIKATOR Identitas Material yang ditampilkan Cara Memproduksi Pesan
PESAN Jenis Pesan yang di Unggah
KOMUNIKAN Cara Menerima Pesan
Pengguna Perempuan (Rapport Talk)
LEVEL KONTEKS
KOMUNIKATOR Alasan mencantumkan Identitas tertentu Alasan Memproduksi Pesan
PESAN Alasan mengunggah jenis pesan tertentu
KOMUNIKAN Alasan Menerima Pesan Tertentu
Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dari membagi dua kategori narasumber yaitu pengguna laki-laki dengan menggunakan istilah report talk dan pengguna perempuan dalam istilah rapport talk. Kemudian setelah itu
44
peneliti melakukan penelitian secara dua tahap yaitu yang pertama adalah penelitian di level teks. Pada penelitian di level teks, peneliti akan melihat fenomena genderlect style dari perbedaan identitas material yang dimunculkan antara pengguna laki-laki dan perempuan di dalam nama profile Path. Kemudian setelah mengetahui identitas material, pembahasan selanjutnya yaitu melihat perbedaan jenis-jenis pesan berupa moments yang diunggah antara pengguna laki-laki dan perempuan, selanjutnya melihat dari segi cara memproduksi pesan dan yang terakhir perbedaan dari cara menerima pesan di media sosial Path. Setelah melakukan penelitian di level teks, peneliti melanjutkan penetian di level konteks yaitu dengan melakukan wawancara untuk mengetahui alasan pengguna laki-laki dan perempuan dalam mencatumkan identitas tertentu, alasan pengguna laki-laki dan perempuan mengunggah pesan-pesan tertentu, mengetahui alasan pengguna laki-laki dan perempuan dalam hal cara memproduksi secara tertentu dan yang terakhir mengetahui alasan pengguna laki-laki dan perempuan memilih cara tertentu dalam menerima pesan. Kedua tahapan ini peneliti gunakan dengan metode analisis media siber. 7. Definisi Konsep Penelitian analisis isi dimulai dari konsep. Setelah ditentukan peneliti melakukan kenseptualisasi, yakni proses memberi arti dari konsep. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah pengertian dengan cara yang berbeda-beda. Definisi konseptual diperoleh peneliti dengan melakukan kajian pustaka, penelusuran bahan dan penelitian yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya.
45
Untuk membatasi permasalahan dalam penelitian ini, perlu diberikan daftar sebagai berikut : a. Genderlect Style Genderlect style merupakan sebuah istilah yang menunjukkan bahwa gaya maskulin dan feminim dari wacana yang terbaik yang dilihat sebagai dua dialek budaya yang berbeda. Dalam konsep ini, terdapat dua istilah yang digunakan yaitu rapport talk dan report talk. Rapport talk merupakan gaya khas wanita yang berfokus pada koneksi atau membangun hubungan dengan orang lain. Sedangkan report talk merupakan gaya monolog khas laki-laki yang berfokus menjaga status, berusaha untuk memberikan perintah, menyampaikan informasi dan memenangkan argumen.64 Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang bagaimana genderlects style pengguna perempuan dan laki-laki di media sosial path. Dalam artian bahwa peneliti akan melihat, bagaimana perbedaan gaya menuliskan sebuah identitas yang dipengaruhi oleh gender, kemudian berlanjut melihat dari perbedaan jenis pesan yang diproduksi, setelah itu peneliti juga akan melihat dari cara pengguna memproduksi dan menerima pesan di dalam media sosial path yang akan dilihat dari gender yaitu terkait dengan pengguna laki-laki dan perempuan. b. Produksi Pesan O‟ Kefee menjelasakan bahwa logika penyusunan pesan (messagedesaign logic) digunakan untuk menjelaskan proses pemikiran di balik
64
Griffin. Op. Cit. 430-432
46
pesan yang kita ciptakan.Terdapat tiga logika penyusunan pesan yaitu diantaranya logika penyusunan pesan ekspresif, konvensional dan retoris.65 Logika penyusunan pesan ini tentunya diperlukan oleh pengguna sebelum atau pada saat memposting sebuah moments atau status di media sosial. Tetapi tentunya, penyusunan tersebut disusun secara berbeda-beda dan tergantung dari kebutuhan dan motif yang pengguna perlukan. Oleh karena itu, penulis akan melihat bagaimana pengguna laki-laki dan perempuan dalam memproduksi pesan di media sosial Path. c. Penerimaan Pesan Kegiatan penerimaan pesan diawali dengan proses decoding. Decoding adalah kegiatan untuk menerjemahkan atau menginterpretasikan pesan-pesan fisik ke dalam suatu bentuk yang memiliki arti bagi penerima.66Menurut Stuart Hall, audien atau komunikan melakukan decoding terhadap pesan melalui tiga kemungkinan posisi, yaitu Penerimaan Pesan secara Hegomoni, Penerimaan Pesan Negosiasi dan Penerimaan Pesan secara Oposisi.67 Pesan yang telah dikirim akan diterima oleh pengguna lain dan pengguna lain mungkin akan memberikan respon untuk si pengirim pesan. Dalam media sosial inilah, pengguna bisa menjadi komunikator maupun sebagai komunikan. Oleh karena itu, selain peneliti ingin melihat bagaimana pengguna memproduksi pesan, peneliti juga ingin melihat
65
Lilltlejohn. Op.cit. hal. 101-102 Morissan. Op.Cit. hal 170 67 Ibid. Hal 171 66
47
bagaimana pengguna perempuan dan laki-laki dalam menerima pesan di media sosial path. d. Path Secara harafiah, path diartikan sebagai jalur yang menghubungkan satu titik dengan titik lainnya. Path dalam media sosial sifatnya sangat individu (privat) dan dapat dioperasikan melalui perangkat mobile untuk berbagi pesan dan foto. Path ini ditujukan untuk kaum muda agar mereka tetap berhubung dengan keluarga dan teman dekat saja.Fitur-fitur di dalam Path ini merupakan gabungan dari media sosial lainnya yaitu instagram, twitter dan facebook, sehingga tidak heran lagi jika Path mempunyai fitur yang lebih lengkap daripada media sosial lainnya.68 Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat bagaimana genderlect style pengguna baik laki-laki ataupun perempuan di media sosial Path. Peneliti juga akan melihat, apakah ada perbedaan fitur yang sering digunakan antara pengguna Lakilaki dan perempuan di dalam media sosial Path. 8. Metodelogi Penelitian 8.1 Tipe dan Pendekatan Penelitian Pada saat melakukan penelitian untuk memperoleh fakta yang dipercaya kebenarannya, makametode penelitian itu penting artinya karena penelitian dapat dinilai valid tidaknya itu berdasarkan ketetapan penggunaan metode penelitiannya.
68
Budiargo, Op.Cit.Hal 49
48
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif, dengan metode analisis media siber. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui fenomena genderlect style pengguna media sosial Path dengan cara mengamati perbedaan antara pengguna perempuan dan laki-laki dari identitas material yang dicantumkan, topik yang dibahas, cara memproduksi pesan hingga cara menerima pesan di media sosial Path. Menurut Gogdan dan Guba pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif (data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka).
69
Sedangkan metode penelitian
yang gunakan untuk menjawab pertanyaan peneliti adalah denganmetode analisis media siber atau sering disebut AMS. Metode Analisis Media Siber ini merupakan metode yang membantu memberikan panduan dalam mengurai realitas baik online maupun offline serta bagaimana perangkat teknologi media siber itu digunakan atau memberikan pengaruh. 70 Realitas yang terjadi di media siber merupakan realitas yang berbeda dibanding dengan dunia nyata. Hal itu tejadi karena ada keterlibatan teknologi yang tidak sekadar perangkat melainkan juga membentuk sebuah kebudayaan baru. Oleh karena itu, peneliti perlu menggunakan metode ini agar bisa mengupas fenomena genderlect style dalam new media. Adapun dua analisis yang digunakan pada metode ini yaitu unit analisis pada level mikro dan level makro. Dua unit analisis ini dapat diserhanakan pada level teks dan konteks.
69
Lexi J. Moleong. Op.cit. hal. 76 Nasrullah. Op.Cit. Hal 209
70
49
Pada penelitian ini peneliti menganalisis pada level teks dengan cara mengamati moments yang di unggah oleh pengguna. Level teks ini digunakan untuk mengurai fenomena tentang genderlect style yang dilihat dari identitas yang dicantumkan, jenis pesan yang diproduksi, cara menuliskan pesan dan cara membalas komentar. Sedangkan di level konteks peneliti melakukan wawancara untuk mengkonfirmasi hasil temuan pada level teks dan menemukan alasan-alasannya. Kedua level ini dilakukan oleh peneliti agar dapat mengupas lebih dalam mengenai realitas yang terjadi pada dunia online dengan dunia nyata mengenai perbedaan gaya penyampaian pesan antara lakilaki dan perempuan secara lebih dalam. 8.2 Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah berdasarkan pemilihan pada level teks. Dalam pemilihan tersebut, peneliti mengambil 7 akun pengguna Path laki-laki dan 7 akun pengguna Path perempuan dewasa awal yang telah dipilih sesuai dengan kriteria peneliti. Sebelumnya, keempat belas akun tersebut peneliti pilih berdasarkan hasil penyaringan peneliti yang dilakukan dalam kurun waktu satu bulan dari 10 Agustus 2015 hingga 31 Oktober 2015. Pada satu bulan tersebut peneliti mengamati seluruh moments yang diunggah oleh teman path peneliti. Dari 240 teman Path, peneliti pilih 14 akun path yaituterdiri dari 7 akun path pengguna laki-laki dan 7 akun Path pengguna perempuan. yang akan dijadikan narasumber. Pemilihan tersebut, peneliti pilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan yaitu telah menggunakan Path lebih dari satu tahun, aktif mengunggah moments di media sosial Path,
50
memiliki moments lebih dari 1000 dan masuk ke dalam katagori dewasa yaitu dengan rentang usia 18-40 tahun. Akun yang dilihat oleh peneliti adalah mengenai identitas yang dicantumkan dari nama profile, foto profile dan cover profile di media sosial Path. Kemudian peneliti berlanjut mengamati seluruh moments yang diunggah peneliti untuk melihat jenis pesan yang diunggah, cara menuliskan pesan dan cara menuliskan pesan. Adapun beberapa moments yang akan diteliti adalah postingan status, foto, musik, film dan lain sebagainya (fiturfitur yang digunakan di media sosial path). Penelitian keempat belas seluruh moments narasumber tersebut peneliti ambil selama satu bulan yaitu dari tanggal 20 Oktober 2015 – 21 November 2015. Dari jumlah moments satu bulan tersebut, peneliti berhasil mengumpulkan 944 moments dari keempat belas akun Path narasumber, namun setelah itu, peneliti melakukan seleksi jumlah data teks (moments) menjadi 110 moments yang peneliti anggap layak dan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. 110 moments tersebut masuk dalam analisis bab 3 yaitu mengenai kategori identitas material, jenis pesan yang diunggah , produksi pesan hingga penerimaan pesan. 8.3 Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian genderlect style di dalam media sosial Path ini adalah : a. Data Primer,
51
Data Primer yaitu data yang didapat secara langsung dari keterangan narasumber. Data primer ini diambil dari dua sumber data yaitu diantaranya :
Sumber dari level teks yaitu dengan cara melakukan pengamatan terhadap pengguna selama 1 bulan. Pada tahap pertama, peneliti melakukan pengamatan dan analisis pada level teks. Pengamatan dan analisis ini dilakukan dengan mengamati dan mengumpulkan data dari Path narasumber pada tanggal 20 Oktober 2015 hingga 21 November 2015. Dalam pengumpulan data ini, terdapat penegelompokkan dalam memilih narasumber, karena komunikator dan komunikan dalam genderlect style di media sosal Path ini dibagi menjadi dua kategori yaitu pengguna laki-laki dan penggunaperempuan. Namun, kedua kategori narasumber ini bisa menjadi komunikator pada suatu percakapan dan menjadi komunikan pada percakapan lainnya.
Sumber dari level konteks yaitu dengan melakukan wawancara terhadap narasumber yang telah di pilih.. Wawancara dilakukan secara personal dan mendalam kepada narasumber yang telah dipilih, dengan menayanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan data hasil observasi di level teks. Hasil wawancara ini dijadikan sebagai sumber data untuk mengetahui alasan pengguna dalam mencantumkan identitas diri, mengetahui alasan mengunggah jenis pesan, mengetahui alasan memproduksi dan menerima pesan.
52
b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang mendukung data primer dan merupakan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu dari buku, karya ilmiah, arsip, serta jurnal atau dokumentasi resmi yang relevan dengan penelitian terkait dengan genderlect style di dalam media sosial. 8.4 Subjek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini diambil berdasarkan pemilihan pada level konteks. Pada level konteks peneliti mengambil 14 informan yang terdiri dari 7 pengguna laki-laki dan 7 pengguna perempuan yang telah diamati hasil postingan di level teks. Keempat belas informan tersebut telah lolos dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti sebelum menentukan sampel pada level konteks. Berikut ini merupakan keempat belas informan yang diwawancara oleh peneliti: Tabel 1.8 Daftar Informan Nama Informan
Nama Informan
Pengguna Path Laki-laki
Pengguna Path Perempuan
Irfan Wijayanto
Syakira Ocha Darmawan
Gerry Indrayana
Effy Irmawati
Lukman Ardiansyah
Eryn Septiana Putri
Alvin Reynaldo
Freska Ilmiajayanti
Yogi Heru Darmawan
Zerina Zetary Siregar
Aristo Ega
Nurul Hidayah
Yudha Rahman
Farah Candra
53
8.5 Teknik Pengambilan Sampel Sampel dalam penelitian ini menyesuaikan kebutuhan di lapangan. Sampel dipilih untuk menggali dan menemukan informasi-informasi penting berkaitan dengan penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling artinya bahwa penentuan sampel mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu yang
telah
dibuat
terhadap
obyek
yang
sesuai
dengan
tujuan
penelitian.Pemilihan ini tidak dilakukan secara acak, tetapi berdasarkan pertimbangan (judgment) yang kuat dari peneliti. 71 Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel empat belas informan dengan usia 18-40 tahun, kemudian telah menggunakan Path selama minimal lebuh dari satu tahun dan memiliki kriteria aktif dan telah mengunggah moments diatas 1000 serta menjadi teman dari peneliti. Aktif disini memacu pada aktivitas penggunaan Path (terutama update statusunggah gambar dan musik). Sebagai tambahannya, peneliti memilih beberapa sampel yang peneliti kenal karena untuk membandingkan identitas mereka di dunia online dan di dunia offline. Selain itu, alasan lain narasumber tersebut dipilih adalah untuk dapat menggali informasi secara maksimal dan memiliki banyak pengalaman serta mengerti dan menguasai permasalahan secara mendalam. Seperti yang dikatakan oleh H.b Sutopo, dalam bukunya metodelogi penelitian kualitatif, peneliti memih purposive sampling karena peneliti memiliki kecenderungan 71
Eriyanto. 2011. Analisis Isi : Pengantar Metodelogi untuk Penelitian llmu Komunikasi dan Ilmuilmu Sosial Laiinya. Jakarta : Prenada Media Group. 147
54
untuk memilih narasumber yang dianggap mengerti dan menguasai permasalahannya secara mendalam dan dapat dipercaya sebagai sumber data yang mantap.72 8.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam suatu penelitian disarankan untuk tidak menggunakan satu teknik
dalam
mengumpulkan
data-data,
karena
akan
semakin
menyempurnakan perolehan data yang dalam berbagai perspektif. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara : a. Analisis Isi di Level Teks Pada tahapan level teks, peneliti mengumpulkan data dengan cara melakukan observasi. Observasi dengan cara mengumpulan data yang berupa hasil postingan moments dari Path narasumber. Data-data disini adalah data non verbal, dimana data dikumpulkan dengan cara mengamati dan mencatat fenomena genderlect style yang diteliti melalui penglihatan. Dalam hal ini, peneliti menggunakan observasi secara terstruktur. Observasi terstruktur ini dicirikan dengan adanya tindakan perekaman data secara terstruktur dan rinci. Kemudian format rekaman yang rinci itu akan mampu memberikan gambaran tentang fenomena sosial yang terjadi.73 Sehingga dalam hal ini, peneliti menggunakan observasi terstruktur untuk mengamati secara mendalam tentang fenomena genderlect style. Selanjutnya, untuk mengetahu proses pengumpulan data di level teks, peneliti memulainya dengan cara mengumpulkan 944 moments yang 72 73
Sutopo.2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Hal 56 Baswori dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rinerka Cipta. Hal 99
55
diposting oleh 14 pengguna Path yang terdiri dari 7 pengguna Path lakilaki dan 7 pengguna Path perempuan yang diposting selama satu bulan. Keempat belas narasumber tersebut peneliti pilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Pengumpulan data level teks peneliti lakukan setiap hari selama 1 bulan pada 20 Oktober- 21 November 2015 dengan membuka akun Path peneliti setiap hari dan mengambil hasil postingan moments para pengguna tersebut setiap hari dengan cara melakukan screen captured. Selama pengumpulan data peneliti tidak memilih moments tertentu untuk dikumpulkan, melainkan mengumpulan semua moments yang diposting oleh 14 narasumber tanpa terkecuali. Hal tersebut peneliti lakukan untuk menghindari kekurangan data saat melakukan analisis nantinya. b. Level konteks melalui wawancara Setelah observasi selesai, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan wawancara. Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta penelitian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian kepada pihak- pihak yang telah dipilih. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (indepth interview) agar mendapat data yang lengkap dan dalam.
56
Sebelum melakukan wawancara peneliti membuat interview guide berdasarkan analisis data level teks dan kategorisasi yang telah peneliti buat. Interview guide tersebut dapat diharapkan mampu membimbing peneliti untuk melakukan wawancara dengan narasumber. Dengan menggunakan interview guide yang sama peneliti mewawancarai 14 narasumber penelitian. Meskipun menggunakan interview guide yang sama antara 14 narasumber namun terdapat pertanyaan improvisasi yang berbeda antar narasumber menyesuaikan dengan jawaban yang dilontarkan oleh narasumber. Proses selanjutkan adalah melakukan wawancara. Saat wawancara dalam peneliti ini, peneliti menggunakan dua cara yaitu ada beberapa yang dilakukan dengan cara wawancara langsung (tatap muka) dan ada yang dilakukan dengan melalui aplikasi chatting di LINE karena narasumber berdomisili di banyak tempat dan memiliki kesibukan yang berbeda-beda. Penggunaan LINE dipilih karena alasan kenyamanan narasumber
yang memilih menggunakan aplikasi
tersebut
untuk
wawancara. Keterbatasan media ini tidak mengurangi informasi yang diperoleh dari narasumber pada tema genderlect style di media sosial path. c. Data Kepustakaan Data kepustakaan merupakan cara menelaah dan mengkaji bahan bacaan yang relevan dengan tema yang diteliti, antara lain dengan menggunakan buku, jurnal dan website-website terpercaya yang memuat informasi tentang topik yang sedang diteliti yaitu tentang genderlect style
57
8.7 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah metode analisis media siber. Dalam menganalisis media siber peneliti melihat dari unit analisis pada level mikro dan makro. Dua unit analisis ini bisa disederhanakan dalam level teks dan konteks. Di level mikro peneliti menguraikan bagaimana perangkat media siber, tautan yang ada, sampai halhal yang bisa dilihat di permukaan. Sementara di level makro melihat konteks yang menyebabkan dan seperti apa yang ditulis oleh pengguna di Path, karena setiap pengguna memiliki alasan yang mendorongnya mengapa pengguna memposting satatus tersebut.74 Pada analisis media siber, terdapat empat level yang menjadi unit analisis yakni ruang media (media space), dokumen media (media archive), objek media (media object), dan pengalaman (experiential stories). Ruang media dan dokumen media dalam unit mikro atau level teks, sementara objek media dan pengalaman media berada dalam unit makro atau level konteks.75 Namun demikian dalam penelitian ini, pada level konteks analisis objek media tidak dilakukan, sehingga hanya ada tiga unsur yang terlibat pada penelitian ini, yaitu ruang media dan dokumen media pada level teks, serta pengalaman media pada level konteks. Berikut ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai level teks dan konteks :
74
Ibid. Hal 203 Ibid.
75
58
1. Level Teks Pada level teks peneliti akan melihat dari dua sisi yaitu dari ruang media dan dokumen media. Ruang media yang dimaksud disini adalah akun profile yang dibuat oleh pengguna laki-laki dan perempuan. Jadi tahapan pertama peneliti adalah melihat perbedaan akun profile yang ditampilkan antara pengguna perempuan dan laki-laki di media sosial Path. Pada profile Path, peneliti akan melihat dari segi nama profile, foto profile dan foto cover yang dicantumkan pengguna laki-laki dan perempuan di media sosial Path. Tidak hanya itu saja, peneliti juga akan berlanjut dengan melihat perbedaan topik pesan yang diposting oleh pengguna path laki-laki dan perempuan. Kemudian, dari sisi dokumen media, peneliti disini akan melihat pada isi pesan yaitu cara memproduksi pesan dan menerima pesan. Pada awalnya peneliti akan melihat dari cara peroduksi pesan pengguna. Dalam hal ini, peneliti akan melihat perbedaan dari segi isi teks yang ditulis baik dari bentuk kata-kata yang diunggahnya, emoticion yang digunakan, tanda baca yang digunakan, foto yang di tampilkan, hingga fitur yang digunakan oleh pengguna path laki-laki dan perempuan di media sosial Path. Dan yang terakhir, peneliti akan melihat bagaimana cara pengguna menerima pesan. Dalam menerima pesan, peneliti akan melihat dari cara bagaimana pengguna laki-laki dan perempuan membalas komentar di media sosial Path. 2. Level Konteks Pada level konteks ini, peneliti hanya akan melihat dari segi pengalaman media yaitu peneliti hanya akan mengungkap alasan pengguna
59
laki-laki dan perempuan dalam memanfaatkan dan memublikasikan isi pesan yang diunggahnya di dalam media sosial Path. Untuk mengetahui alasan pengguna dalam mencantumkan identitas, memposting jenis pesan tertentu, mengetahui cara memproduksi dan menerima pesan secara tertentu, peneliti melakukan wawancara secara mendalam terhadap narasumber. Wawancara ini dilakukan untuk memastikan hasil dari penelitian di level teks dan untuk menemukan jawaban pada rumusan masalah. 8.8 Validitas Data Validitas data atau keabshihan data merupakan kebenaran data dari hasil penelitian. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan maksud supaya hasil penelitiannya benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, karena validitas data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data dalam penelitian. Untuk menganalisa data kualitatif digunakan suatu teknik yang disebut triangulasi. Menurut Lexy J. Moleong, “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.”76 Denzim seperti yang dikutip oleh Lexy J.Moleong “membedakan empat macam tringulasi sebagai tehnik pemeriksaan data yaitu sebagai berikut :77 1. Teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan data/sumber (Trinangulasi data). Teknik pemeriksaan keabsahan data dimana peneliti menggali data yang sama atau sejenis kepada informan yang berbeda. 76
Moleong, Op. Cit. Hal 330 Ibid. Hal 178
77
60
2. Teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan metode (triangulasi metode). Teknik pemeriksaan keabsahan data dimana peneliti menggali data yang sama atau sejenis dengan menggunakan metode yang berbeda. 3. Teknik
pemeriksaan
yang
memanfaatkan
penggunaan
penyidik
(triangulasi penyelidik). Teknik pemeriksaan keabsahan data dimana peneliti
menggali
data
yang
sama
atau
sejenis
dengan
cara
membandingkannya dengan hasil penelitian yang sejenis dari peneliti yang lain. 4. Teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan teori (triangulasi teori). Teknik pemeriksaan keabsahan data dimana penelitian menggali data yang sama atau sejenis yang ditemukan di lapangan kemudian dibandingkan dengan teori-teori yang ada, apakah sama dengan teori-teori yang sudah ada. Apabila berbeda maka dimungkinkan peneliti dapat menemukan atau menciptakan suatu teori baru. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data dan triangulasi teori. Dimana triangulasi teori ini digunakan dengan menggali data yang sejenis dengan informan yang berbeda. Sehingga peneliti dapat memeriksa keabsahan data tersebut.