BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dan media elektronika telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Perpaduan antara media elektronika dan teknologi informasi telah memacu percepatan globalisasi yang mana dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. 1 Teknologi informasi dan
media
elektronika
menjadi
simbol pelopor
yang
akan
mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan. Dari sistem-sitem kecil lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun tahun terakhir bergerak cepat, bahkan terlalu cepat menuju suatu sistem global. Dunia akan menjadi (global village) yang menyatu, saling mengetahui dan terbuka, serta sangat bergantung satu sama lain. Penggunaan komputer dengan telekomunikasi melahirkan suatu fenomena yang mengubah konfigurasi model komunikasi konvensional (face to face), dengan melahirkan kenyataan dalam dimensi ketiga. Jika dimensi pertama adalah kenyataan keras dalam kehidupan empiris manusia (hard reality), demensi kedua
1
Ahmad M. Ramli, Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, (Bandung ; PT Refika Aditama, 2004), hal. 1.
1 Universitas Sumatera Utara
merupakan kenyataan dalam kehidupan simbolik dan nilai-nilai yang dibentuk (soft reality) maka dengan dimensi ketiga dikenal kenyataan maya (virtual rality) yang melahirkan suatu format masyarakat lainnya. Berkenaan dengan perkembangan teknologi, dewasa ini seperti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi melalui internet (Inter – Connection Network), peradaban manusia dihadapkan pada fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia. Pembangunan dibidang teknologi informasi (dengan segala aspek pendukungnya) diharapkan akan membawa dampak positif bagi kehidupan manusia, yang pada akhirnya akan bermuara pada terciptanya peningkatan kesejahteraan umat manusia.Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan. 2 Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan kemampuan telematika dengan cepat memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Kemajuan dibidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan didalam masyrakat dapat mengenai nilai sosial, kaidah kaidah sosial, pola-pola peri kelakuan, organisasi dan susunan lembaga kemasyarakatan. Cicero mengatakan “ ubi societies ibi ius” dimana ada masyarakat disitu ada hukum. 3 Berkaitan dengan adagium yang berbunyi “dimana 2
Didik M. Arief Mansyur, dan Elisatris Gultom, Cyber Lawaspek Hukum Teknologi Informasi, (Bandung; Reflika Aditama, 2009), Hal. 2. 3 Ermansjah Djaja, Penyelesaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi Dan Transaksi Elektronika, (Yogyakarta; Pustaka Timur, 2010), Hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
ada manusia, disitu ada kejahatan” mengingat kejahatan itu setua usia kehidupan manusia,
maka
tingkat
dan
ragam kejahatan
juga
mengikuti realitas
perkembangan kehidupan manusia. Teori ini terbukti, bahwa semakin maju dan modern kehidupan manusia, maka semakin maju dan modern pula jenis modus operandi kejahatan yang terjadi ditengah masyarakat. Realitas perkembangan kehidupan masyarakat disatu sisi memperlihatkan potret yang sebenarnya, bahwa setiap tahapan perkembangan yang terjadi ditengah perubahan sosial bisa diniscayakan diikutiu dengan berbagai kenyataan lain yang kurang menyenangkan, sebab keadaan yang kurang menyenangkan ini adalah berbentuk perilaku yang menyimpang (kejahatan). Sulit diingkari bahwa didalam setiap perubahan, pastilah ada komunitas yang gagal beradaptasi dengan transformasi yang terjadi. Kegagalan beradaptasi ini merupakan cerminan dari pluralitas masyrakat yang memang diantara pelaku sosial ini tidak selalu sama kapabilitas ekkonomi, moral dan psikkologinya. Ada individu atau sekelompok orang yang bisa dengan mudah beradaptasi dengan perubahan tersebut tanpa harus meninggalkan norma – norma yang berlaku dan mengikatnya, tetapi ada juga individu atau komunitas yang gagal menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Dalam setiap perubahan pastilah melahirkan beragam sikap dan perilaku, ada bentuk sikap yang menyetujui dan menikmati perubahan tersebut, ada yang mengabsolutkannya, ada yang secara radikal menolaknya, yang lain berusaha memilah antara yang baik dan yang buruk.
Universitas Sumatera Utara
Teknologi telah mengubah pola kehidupan manusia diberbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru dimasyarakat. Bentuk-bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapat penyesuaian, seperti melakukan harmonisasi
terhadap beberapa perundang-undangan yang
sudah ada, mengganti jika tidak sesuai lagi dan membentuk ketentuan hukum baru. 4 Salah satu dampak yang paling besar disela-sela perubahan global itu adalah munculnya kejahatan transnasional yang dapat melintasi batas-batas yurisdiksi dari tiap negara, yang disebut dalam berbagai literatur buku di Indonesia sebagai kejahatan mayantara (cyber space) atau dalam literatur lain disebut (Cyber Crime), kejahatan dunia maya dapat disebut sebagai harga mahal dari suatu perubahan masyarakat global yang tingkat perkembangannya melebihi eksistensi hukum atau perkembangan hukum itu sendiri. Hukum dibutuhkan oleh masyarakat untuk menjadi lawan utama dari kejahatan atau hukum esensinya merupakan norma yang diidealkan menjadi senjata dalam menghadapi kejahatan yang sedang terjadi dan berkembang dalam masyarakat. Norma hukum hadir dalam kehidupan masyarakat sangat penting, karena dimensi fungsinya yang bukan hanya mencegah tetapi juga menindak perilaku asusila, merugikan sesama, dan membahayakan masa depan peradaban manusia. Kejahatan dunia maya (cyber crime) merupakan salah satu bentuk dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian yang sangat luas
4
Syamsul Muarif, Menunggu Lahirnya Cyber Law, dalam http//www.cybernews.cbn.id, akses tanggal 18 oktober 2010, 22.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
dari dunia internasional. Munculnya (cyber crime) merupakan suatu fenomena yang memerlukan penanggulangan secara cepat dan akurat. Penanganan dengan hukum pidana merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk mengatasi jenis kejahatan baru ini terutama dengan kebijakan kriminalisasi yang tepat dengan memperhatikan segala aspek mulai dari pertanggung-jawaban pidana, aspek yurisdiksi, pemidanaan sampai dengan perbaikan terhadap ketentuan perundang-undangan yang sudah ada, dan penyusunan undang-undang khusus mengenai tindak pidana (cyber crime). Dari pemaparan latar belakang di atas dapatlah ditarik suatu perumusan permasalahan sebagai berikut: B. Permasalahan 1.
Bagaimanakah ruang lingkup dan eksistensi kejahatan dunia maya (cyber crime) ?
2.
Bagaimanakah kejahatan dunia maya (cyber crime) menurut perspektif hukum pidana dalam perundang-undangan di Indonesia?
3.
Bagaimana penanggulangan kejahatan dunia maya (cyber crime) dalam perspektif hukum pidana ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini dapat dikemukakan sebagai berikut: a.
Untuk mengetahui ruang lingkup dan eksistensi kejahatan mayantara (cyber crime)
Universitas Sumatera Utara
b.
Untuk
mengetahui pengaturan kejahatan mayantara menurut
perspektif hukum pidana dalam perundang-undangan di Indonesia. c.
Untuk mengetahui bagaimana penanggulangan kejahatan dunia maya (cyber crime) dalam perspektif hukum pidana, termasuk didalamnya bagaimana kebijakan kriminalisasi terhadap kejahatan mayantara, aspek yurisdiksi dan aspek pembuktiannya.
Hasil penelitian dari skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lingkungan akademis (teoritis) dan lingkungan kehidupan secara praktis, yaitu: 1.
Manfaat teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
memperkaya literatur ilmu hukum, terkhusus hukum pidana, menambah perbendaharaan karya ilmiah yang membahas tentang kejahatan internet, memberikan informasi, serta menambah gagasan dalam upaya penanggulangan kejahatan tersebut. 2.
Manfaat Praktis Untuk dapat menanggulangi kasus-kasus kejahatan internet yang semakin
merebak di masyarakat dan bermanfaat menjadi evaluasi bagi peenegak hukum dalam memberantas kejahatan baru ini,serta untuk menyadarkan masyarakat dalam peran serta untuk lebih peka atas kasus-kasus yang terjadi dilingkungan masyarakat. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini sengaja dipilih dan ditulis oleh penulis sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
perkembangan
tindak
pidana
yang
berkembang
bersamaan
dengan
perkembangan masyarakat secara global. Salah satunya adalah penggunaan sarana-sarana canggih sebagai media dalam melakukan tindak pidana. Dalam skripsi ini penulis mencoba mengarahkan pembahasan mengenai penanggulangan (cyber crime) dengan memakai sarana hukum pidana. Sejauh ini sepengetahuan penulis di Universitas Sumatera Utara penulisan tentang tindak pidan (cyber crime) sudah pernah dilakukan sebelumnya namun demikian objek permasalahan dan pembahasan didalam skripsi tersebut berbeda dengan skripsi ini. Penanggulangan Tindak Pidana (Cyber Crime) Dalam Perspektif Hukum Pidana. Skripsi ini telah melalui proses mekanisme pengajuan skripsi yang ada di lingkungan fakultas hukum universitas sumatera utara. Berdasarkan
pemeriksaan
oleh
departemen
hukum
pidana
dan
perpustakaan fakultas hukum skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian dilihat dari objek permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat penulis katakan skripsi ini merupakan hasil karya dari penulis berdasarkan referensi dari buku- buku, internet, pemikiran penulis dan sumber-sumber lain. E. Tinjauan kepustakaan Setiap penulisan karya ilmiah tentulah memerlukan suatu studi kepustakaan atau sering disebut dengan istilah tinjauan kepustakaan. Pada tahapan
Universitas Sumatera Utara
ini peneliti mencari landasan teoritis dari permasalahan penelitian sehingga penelitian yang dilakukan bukanlah aktifitas yang bersifat “trial and error”. 1.
Pengertian Kejahatan Dalam Kitab Undang – Undang Pidana (KUHP) tidak ada satu pasal pun
yang mengatur mengenai pengertian kejahatan secara khusus dan tindak pidana secara umum atau yang sering di rumuskan sebagai “strafbaar feit”, walaupun Kitab Undang – Undang Hukum Pidana tidak memberikan rumusan dan batasan pengertian kejahatan secara jelas, namun pengertian kejahatan dapat dilihat dalam rumusan-rumusan pasal didalamnya, misalnya : Pasal 338 KUHP : “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”. Beberapa sarjana hukum pidana berusaha memberikan rumusan dan batasan dari kejahatan, rumusan para sarjana ini saling berbeda satu dan yang lain namun dari rumusan dan batasan yang mereka berikan akan dapat ditarik suatu kesimpulan, rumusan tersebut antara lain: a. W.A Bonger, mengemukakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksidari negara berupapemberian derita dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions) mengenai kejahatan mengenai kejahatan. 5 b. Sue Titus Reid, bagi suatu perumusan hukum tentang kejahatan, maka halhal yang perlu diperhatikan antara lain, adalah : 5
Soerjono Soekanto, Hangkre Liklikuwata dan Mulyana W. Kusumah, Kriminologi Suatu Pengantar, (Jakarta; Ghalia Indonesia, 1986), hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
1) Kejahatan adalah suatu tindakan sengaja (omisi). Dalam pengertian ini seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pemikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak / tidak berbuat sesuatu dapat juga sebagai suatu kejahatan. Jika ada suatu kewajiban hukum bertindak dalam kasus tertentu. disamping itu juga harus ada niat jahat (criminal intent atau mens rea), 2) Merupakan pelanggaran hukum pidana 3) Yang dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran secara hukum, pada perbuatan tidak terdapat unsur pembenar atau pengecualian yang mengakibatkan tidak dihukumnya. 4) Yang diberikan sanksi oleh negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran. 6 c. Sutherland, menekankan bahwa ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara oleh karena merupakan perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi, dengan hukum sebagai suatu upaya pamungkas. 7 d. R. soesilo, mengatakan secara yuridis pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Untuk dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undangundang, maka undang-undang itu harus diciptakan terlebih dahulu sebelum adanya peristiwa pidana. Hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan 6 7
Ibid, hal. 21-22 Ibid
Universitas Sumatera Utara
yang sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat memberikan kepastian hukum. 8 e. Ridwan dan Edywarman, bahwa kejahatan terutama merupakan pengertian hukum, yaitu: perbuatan manusia yang dapat dipidana oleh hukum pidana. Tetepi kejahatan bukan semata-mata merupakan batasan undang-undang, artinya: ada perbuatan–perbuatan tertentu yang oleh masyarakat dipandang sebagai “jahat” tetapi undang-undang tidak menyatakan sebagai kejahatan (tidak dinyatakan sebagai tindak pidana), begitu juga sebaliknya. Dalam hukum pidana orang sering kali membedakan antara “delik hukum” (rechts delicten atau mala per se) khususnya tindak pidana yang disebut “kejahatan” (Buku II KUHP) dan “delik undang-undang” (wets delicten atau mala prohibits) yang merupakan “pelanggaran” (Buku III KUHP). 9 Selanjutnya Edywarman dalam monograf kriminologinya membagi pengertian kejahatan dalam tiga pengertian yaitu sebagai berikut: 10 1) Secara Praktis (Praktical Interpretation) : Adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang melanggar ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan dan terhadap pelakunya dan dikenakan sanksi pidana. 2) Secara Religious (Religious Interpretetion): Adalah suatu pengertian mengidentikkan jahat dengan dosa. Jahat dan dosa dalam arti religius itu sinonim, berbuat jahat adalah dosa
8
M. Ridwan dan Ediwarman, Azas-azas kriminologi, (Medan; USU Press, 1994), hal. 45. Ibid, Hal. 74 10 Edywarman dan Kawan-Kawan, Monograf Kriminologi, (Medan; Fakultas Hukum USU, 2010), hal. 8-9. 9
Universitas Sumatera Utara
3) Secara Yuridis (Juridical Interpretetion): Adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum atau dilarang oleh undang-undang. 2.
Pengertian Penanggulangan. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian penanggulangan
sinonim dengan penanganan yang memiliki pengertian: proses, cara, perbuatan menangani. Dalam skripsi ini yang dimaksudkan oleh penulis dengan Penanggulangan (cyber crime) dalam perspektif hukum pidana adalah bagaimana cara, proses, perbuatan menangani kejahatan mayantara (cyber crime) dengan hukum pidana. 3.
Pengertian Hukum Pidana. Untuk menjelaskan suatu pengertian lembaga, langkah yang terbaik adalah
dengan mencoba membuat suatu rumusan mengenai arti lembaga tersebut. Demikian dengan lembaga hukum pidana, untuk menjelaskan arti sebenarnya dari hukum pidana tersebut berbagai penulis telah mencoba untuk membuat rumusan hokum pidana tersebut. Kata-kata hukum pidana merupakan kata-kata yang mempunyai lebih dari pada suatu pengertian. Maka dapat dimengerti bahwa tidak ada satupun rumusan diantara rumusan–rumusan yang ada, yang dapat dianggap sebagai rumusan yang sempurna yang dapat diberlakukan secara umum. 11 Banyak pengertian dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum pidana diantaranya adalah sebagai berikut: 11
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 1997), Hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
a. W.L.G Lemaire Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusankeharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakantindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman bagaimana dapat dijatuhkan bagi tidakan-tindakan tersebut.12 b. W.F.C. Van Hattum Hukum pidana itu adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturanperaturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan
pelanggaran
terhadap
peraturan-peraturannya
dengan
suatu
penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman. 13 c. Simons Menurut Simons hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objektif atau strafrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti subjektif atau strafrecht in subjectieve zin. 12 13
Ibid, Hal. 1-2. Ibid, Hal. 2-3.
Universitas Sumatera Utara
Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale. Simons merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai: 1) Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati; 2) Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan; 3) Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut: 1) Dalam arti luas: Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu; 2) Dalam arti sempit: Hak
untuk
menuntut
perkara-perkara pidana,
menjatuhkan dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana.Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan-
Universitas Sumatera Utara
peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif (ius poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan kepada ius poenale, Sebagai suatu kesatuan sistem hukum pidana yang tidak dapat dipisahkan. 14 d. Moeljatno Hukum pidana merupakan bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut; 2) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagai mana telah diancamkan; 3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan jika ada yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 15 e. Pompe Hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata negara,hukum perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya diartikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang diabstrahir dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret. 16 f. Van Kan
14
Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Medan;USU Press, 2010), hal. 1-
2. 15 16
Ibid, hal. 2-3. P.A.F Lamintang, Op.cit., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak menimbulkan kewajiban-kewajiban yang dulunya belum ada. Hanya normanorma yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan ancaman pidana dan pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan sangat memperkuat berlakunya norma-norma hukum yang telah ada. Tetapi tidak mengadakan norma-norma baru. Hukum pidan sesungguhnya adalah hukum sanksi (het straf-recht is wejenlink sactie-recht). 17 g. Adami Chazawi Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan tentang: 1) Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan
melakukan
perbuatan-perbuatan
(aktif/positif
maupun
pasif/negatif) tertentu disertai dengan ancaman saksi berupa pidana (starf) bagi yang melanggar larangan itu; 2) Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi sipelanggar untuk dapat dijatuhkan sanksi pidana yang diancam pada larangan perbuatan yang dilanggarnya; 3) Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim) terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi-sanksi pidana terhadap dirinya serta tindakan dan upaya-upaya
17
Mohammad Ekaputra, Op.Cit., Hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
yang boleh dan harus dilakukan tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.18 Menurut Mohammad Ekaputra,19 dalam bukunya dasar-dasar hukum pidana telah menyebutkan gambaran tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya merupakan hukum yang mengatur tentang: a) Larangan untuk melakuakan suatu perbuatan; b) Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana ; c) Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang (delik); d) Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana. 4. Pengertian Kejahatan Mayantara (cyber crime). Istilah cyber crime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang berhubungan dengan dunia maya (cyber space) dan tindakan kejahatan yang menggunakan komputer. Ada ahli yang menyamakan antara tindak kejahatan cyber (cyber crime) dengan tindak kejahatan komputer, dan ada ahli yang membedakan diantara keduanya. Beberapa penggunaan kata untuk merujuk pada cyber crime yang umum digunakan dalam berbagai literatur adalah kejahatan dunia maya, kejahatan komputer, kejahatan mayantara, kejahatan dibidang teknologi informasi, dan masih banyak lagi 18 19
Ibid, hal. 3-4. Ibid, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Didik M. Arief Mansur dan elisatris Gultom dalam bukunya “cyber law aspek hukum teknologi informasi” menyebutkan secara umum yang dimaksud dengan kejahatan komputer atau kejahatan di dunia maya adalah : 20 “upaya memasuki dan atau menggunakan fasilitas komputer tanpa izin dan dengan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut” Barda Nawawi Arief menunjuk pada kerangka (sistematik) Draf Convention on Cyber Crime dari dewan eropa (Draf No. 25, Desember 2000). Beliau menyamakan peristilahan antara keduanya dengan memberikan defenisi cyber crime sebagai “crime related to technologi,computer, and the internet” atau secara sederhana berarti kejahatan yang berhubungan dengan teknologi, komputer dan internet. 21 Dalam beberapa literatur, cyber crime sering diidentikkan sebagai computer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian Computer Crime sebagai: "… any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution".
22
Pengertian lainnya diberikan oleh Organization of European Community Development, yaitu: "any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data". Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer 20
Didik M. Arief Mansyur, Elisatris Gultom, Cyber law Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Bandung; Reflika Aditama, 2005), hal. 8. 21 Ibid 22 www.ubb.ac.id/menulengkap.php?...definisi%20pengertian%20dan%20jenis-...akses tanggal 26 september 2010, 09.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Sedangkan menurut Eoghan Casey “Cybercrime is used throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks, including crimes that do not rely heavily on computer“.23 Menurut freddy haris, cyber crime merupakan suatu tindak pidana dengan karakteristik-karakteristik sebagaai berikut: a. Unauthorized access (dengan maksud untuk memfasilitasi kejahatan), b. Unauthorized alteration or destruction of data, c. Menggangu/merusak operasi komputer, d. Mencegah/menghambat akses pada komputer. 24
F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Kajian penelitian ini bersifat yuridis normatif sebagai pendekatan utama, mengingat pembahasan didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan prinsip hukum yang berlaku dalam masalah kejahatan mayantara (cyber crime). Pendekatan yuridis dimasudkan untuk melakukan pengkajian terhadap bidang hukum, khususnya hukum pidana. Pendekatan
yuridis komparatif
juga dilakukan untuk
melakukan
perbandingan dengan negara-negara yang sudah mempunyai peraturan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konsepsi (conceptual approach) 23 24
Ibid Didik M. Arief Mansyur, Elisatris Gultom, Opcit, hal 9
Universitas Sumatera Utara
tentang tindak pidana cyber crime ini. Perbandingan dilakukan dengan negaranegara yang telah memiliki pengaturan terhadap tindak kejahatan mayantara (cyber crime) untuk mencari kesempurnaan pembuatan perundang-undangan di Indonesia, penelitian ini lebih fokus pada penelitian kepustakaan, penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikataka sebagai lawan dari penelitian empiris. 25 2. Spesifikasi Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis yang mana melalui penelitian ini akan diperoleh gambaran utuh dan menyeluruh perihal kebijakan penanggulangan kejahatan mayantara (cyber crime) melalui hukum pidana yang pada
akhirnya
akan
ditemukan
solusi
dalam kesempurnaan
kebijakan
penanggulangan tindak pidana tersebut di Indonesia. 3. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan yuridis, dilihat dari cara memperoleh dan mengumpulkan data dibedakan ke dalam 2 (dua) macam yaitu data primer dan data sekunder. 26 Data sekunder berupa kepustakaan baik berupa tulisan atau pendapat sarjana yang sesuai dan terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini dan berguna sebagai bahan analisa tulisan ini. Penelitian kepustakaan ini mencakup: penelitian terhadap asas-asas hukum; penelitian terhadap sistematika
25
Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 81. 26 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta; PT Grafika, 2004), hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
hukum;
penelitian
terhadap
taraf
sinkronisasi
vertikal
dan
horizontal;
perbandingan hukum; dan sejarah hukum. 27 Data sekunder dimaksud mengacu pada 3 bahan hukum; a. Bahan Hukum Primer, bahan hukum yang mengikat, seperti UUD 1945, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain. b. Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku-buku, majalah, dan artikel. c. Bahan Hukum Tertier, bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya kamus, buku. 28 4. Metode Pengumpulan Data Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data terutama ditempuh dengan penelitian kepustakaan dan studi dokumen. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan tahapan: Melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan; Melakukan penggalian berbagai asas-asas dan konsep-konsep hukum yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti; Melakukan kategorisasi hukum dalam hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Kegiatan tersebut dilakukan dalam satu rangkaian kegiatan yang berkesinambungan sehingga dapat diambil data yang baik. 27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif ‘Suatu Tinjauan Singkat’, (Jakarta; PT.. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 14. 28 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986) hal. 51-52.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian dokumen ini diperlukan untuk memperjelas informasi yang telah diperoleh dan mencari tambahan informasi yang diperlukan melalui sumber lain. 29 Hal tersebut dilakukan dengan cara mencari dan mengumpulkan data-data baik yang bersifat primer maupun sekunder yang berkenaan dengan kebijakan penanggulangan tindak pidana mayantara (cyber crime) melalui hukum pidana. Disamping itu juga dilengkapi dengan studi lapangan di Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Sumatera Utara Unit II Ekonomi Khusus. 5. Metode Analisis Data Analisis data adalah suatu proses untuk mengorganisasikan dan meletakkan data menurut pola atau kategori dan satuan uraian dasar sehingga peneliti dapat mengadakan evaluasi dan menyeleksi terhadap data yang relevan atau tidak relevan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis deskriptif terhadap data kualitatif yang pada dasarnya menggunakan pemikiran secara logis dengan induksi, deduksi, komparasi dan interprestasi. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan penulisan dan pembahasan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab dan saling berkaitan satu sama lain Adapun sistematika penulisan ini : BAB I :
Pendahuluan, yang didalamnya terdiri dari Latar Belakang penulisan skripsi, Perumusan Masalah, Keaslian Penulisan, Tujuan dan Manfaat
29
Farouk Muhammad Dan H. Djaali, Metodologi Penelitian Sosial (Bunga Rampai), (Jakarta; PTIK Press, 2003), hal.110.
Universitas Sumatera Utara
Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan diakhiri dengan Sistematika Penulisan. BAB II : Ruang Lingkup Dan Eksistensi Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime). Bab ini membahas tentang ruang lingkup dan eksistensi kejahatan dunia maya (cyber crime) terdiri dari pembahasan mengenai perkembangan kejahatan dunia maya, jenis-jenis kejahatan dunia maya, posisi kejahatan dunia maya sebagai kejahatan transnasioanal. BAB III : Kejahatan Dunia Maya Menurut Perspektif Hukum Pidana Dalam Perundang-Undangan Di Indonesia. Dalam bab ini membahas mengenai pengaturan kejahatan dunia maya dalam beberapa perundang – undangan di indonesia, termasuk didalamnya pengaturan kejahatan dunia maya dalam KUHP di luar KUHP dan dalam rancangan perundang-undangan di indonesia. BAB IV : Penanggulangan Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime) Dalam Perspektif Hukum Pidana. Memberikan penjelasan mengenai cara menanggulangi terjadinya tindak pidana cyber crime dengan hukum pidana. Penaggulangan cyber crime dengan hukum pidana dilakukan dengan kebijakan kriminalisasi dengan memperhatikan aspekaspeknya
seperti
pertanggung-jawaban
yurisdiksi,pemidanaanya
masalah
pidananya,
pembuktian
dan
aspek
penegakan
hukumnya. BAB V : Penutup, berisikan kesimpulan dan saran dari skripsi yang telah ditulis ini.
Universitas Sumatera Utara