BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu ujaran tidak akan terucap tanpa adanya tujuan, dengan tujuan muncullah tindakan yang merespon ujaran tersebut. Dalam peristiwa tutur melibatkan seorang penutur dan mitra tutur atau lawan bicara. Tindak tutur merupakan salah satu bahasan pragmatik yang melihat makna tuturan atau arti tindakan tuturan tersebut. Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu (Yule, 2014:86). Sebuah gagasan dapat disampaikan melalui ucapan, tulisan, bahkan dengan sebuah karya seni salah satu contohnya adalah karikatur. Karikatur adalah penyajian atau penggambaran seseorang, suatu Type, atau suatu kegiatan dalam keadaan terdistorsi (Sibarani, 2001: 10). Karikatur termasuk jenis media grafis atau media visual karena hanya dapat dicerna oleh indera penglihatan saja. Menurut Pramoedjo (2008:13), karikatur seperti halnya kartun strip, kartun kata, kartun komik dan kartun animasi yang merupakan bagian dari kartun. Jika kartun digambarkan sebagai gambar yang lucu atau dilucukan, yang bertujuan agar pembacanya terhibur, tersenyum atau tertawa geli, maka karikatur adalah bagian kartun yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau usulan terhadap seseorang atau suatu masalah. Meski dibumbui dengan humor, namun karikatur
1
2
merupakan kartun satire yang terkadang malahan tidak menghibur, bahkan dapat membuat seseorang tersenyum kecut. Salah satu media yang memuat karikatur adalah situs www (world wide web).Elbilad.net. Situs tersebut merupakan situs berita resmi yang berdiri sejak 2 November tahun 1999 yang kini sudah memiliki Facebook, Twitter bahkan TV Youtube-nya. Situs ini didirikan oleh Yusuf Jum‘ah. Awal mulanya situs berita ini berupa koran harian yang beredar di Aljazair. Situs ini memiliki kolom khusus untuk karikatur yang terbit setiap bulannya. Karikatur yang dimuat dalam situs tersebut adalah karikatur yang berkaitan dengan kehidupan sosial, politik, budaya, dan agama. Untuk mengetahui maksud karikatur pada situs www.Elbilad.net tersebut, dapat dikaji
secara pragmatik. Pragmatik merupakan analisis linguistik yang
memungkinkan mitra tutur memahami maksud dari penutur. Dengan mempelajari pragmatik orang akan mampu bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan oleh sang penutur, pemikirannya, asumsinya terhadap suatu tujuan. Menurut Yule (2014:6), pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji karikatur dalam situs www.Elbilad.net berdasarkan kajian pragmatik. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penilitian ini adalah jenis tindak tutur dan modus kalimat apa yang terdapat dalam karikatur berbahasa Arab pada situs www.Elbilad.net.
3
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur dan modus kalimat yang terdapat dalam karikatur berbahasa Arab pada situs www.Elbilad.net. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian yang berkaitan dengan karikatur pernah dilakukan sebelumnya. Wijana (1995), dalam sebuah disertasi yang berjudul “Wacana Kartun dalam bahasa Indonesia” membagi kartun menjadi 2 jenis, yaitu kartun nonverbal dan kartun verbal. Wijana juga membagi kartun berdasarkan hubungan jenis kartun pada prinsip kerjasama, prinsip kesopanan dan ketaksaan dalam suatu tuturan. Gambar jenaka yang berupa kartun verbal lebih mudah dipahami, karena menggunakan unsur kebahasaan berupa teks, sehingga maksud dan tujuan tersampaikan dengan jelas sehingga tidak terjadi penyimpangan logika. Penelitian lain yang berhubungan dengan pragmatik juga pernah dilakukan sebelumnya. Aminah (2006) meneliti iklan dalam Surat Kabar Al-Ittiḥād berdasarkan kajian pragmatik. Penggunaan jenis tindak tutur yang terdapat di dalamnya menggunakan bahasa yang efektif dan efisien agar konsumen membeli produk yang diiklankan. Hidayati (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Jenis Tindak Tutur dalam Khutbah Jum’at di Mesir Syarqi, Kairo Mesir (Kajian Pragmatik)”, menjelaskan bahwa penutur dalam menyampaikan khutbahnya tidak hanya menggunakan satu wacana tindak tutur, tetapi menggunakan beberapa tindak tutur, yaitu: tindak tutur
4
lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Adapun tindak tutur yang menjadi dominan pemakaiannya adalah tindak tutur lokusi. Daulay (2013) meneliti “Kalimat Karikatur dalam Surat Kabar Al-Mis}ri>yyu Al-Yauma Edisi Juni-September 2012: Analisis Pragmatik”. Penelitian tersebut mendiskripsikan serta menganalisis jenis-jenis tindak tutur dalam wacana karikatur surat kabar tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalimat karikatur pada surat kabar Al-Mis}ri>yyu Al-Yauma tidak menggunakan tindak lokusi. Akan tetapi, lebih banyak tindak ilokusi dan perlokusi dalam karikaturnya. Tindak ilokusinya berupa peringatan, kritikan, permintaan, dan penolakan. Berdasarkan modus kalimatnya karikaturis, pelukis gambar karikatur, juga menggunakan tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal dan tindak tutur tidak langsung literal. Zainurrakhmah (2014) meneliti “Tindak Tutur dalam Wacana Resep Masakan Asyha> Al-H{alawiyya>t karya Kaus|ar Al-Adham Isma>‘i>l: Analisis Pragmatik”. Berdasarkan fungsi kalimatnya tindak tutur dalam wacana resep masakan terdapat dua bentuk tindak tutur yaitu, tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi. Tidak ada tindak tutur lokusi karena kalimat dalam wacana resep masakan tidak ditujukan untuk memberi informasi saja, tetapi memerintah dan mempengaruhi seseorang untuk mengikuti cara memasaknya. Tindak tutur ilokusi yang terdapat, dari tindak tutur asertif dan direktif karena ditujukan untuk memerintah mitra tutur melakukan cara-cara memasak sebagaimana yang terdapat di dalamnya. Menurut modus kalimatnya dan keliteralannya terdapat lima jenis
5
tindak tutur yaitu; Tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur langsung literal, dan tindak tutur tidak langsung literal. A’yun (2015) meneliti “Tindak tutur dalam Grafiti pada Revolusi Mesir 2011, Analisis Sosiopragmatik”. Penelitian ini mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur dan aspek sosial yang terkandung dalam grafiti revolusi Mesir 2011. Sama halnya dengan penelitian yang telah disebutkan di atas terdapat dua bentuk tindak tutur yaitu, tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi. Berdasarkan modus kalimatnya, tuturan dalam grafiti revolusi Mesir 2011 menggunakan tujuh jenis tindak tutur, yakni: Tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, dan tindak tutur tidak langsung literal. Grafiti revolusi Mesir 2011 mengandung beberapa aspek sosial, yakni toleransi agama, kesetaraan gender, korupsi, ekonomi, dan politik. Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijabarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa karikatur berbahasa Arab pada situs www.Elbilad.net edisi MeiJuli 2013 belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. 1.5 Landasan Teori 1.5.1
Definisi Karikatur
Karikatur merupakan salah satu bentuk praktik kebahasaan yang secara loyal mengikuti prinsip kehematan dan kejelasan (transparansi). Penyampaian pesan di dalamnya menggunakan kata-kata yang sedikit namun mempunyai ketajaman
6
pesan yang menusuk bahkan dapat digunakan untuk penyampaian kritik dan sindiran yang dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya (Rahardi, 2009:34). Sibarani (2001:10) membagi karikatur menjadi tiga macam, yaitu: 1. Karikatur orang-pribadi, karikatur yang menggambarkan seseorang (biasanya tokoh yang terkenal) dengan mengekspos ciri-cirinya dalam bentuk wajah ataupun kebiasaannya tanpa objek lain atau situasi di sekelilingnya. Terlihat pada contoh karikatur (1). (Gambar 1)
2. Karikatur
sosial,
yaitu
karikatur
yang
menggambarkan
serta
mengemukakan persoalan-persoalan yang menyinggung rasa keadilan sosial. Terlihat pada contoh karikatur (2). (Gambar 2)
7
3. Karikatur politik, yaitu karikatur yang menggambarkan situasi politik sedemikian rupa agar dapat dilihat dari segi humor dengan menampilkan para tokoh politik di atas panggung dan mementaskannya secara lucu. Terlihat pada contoh karikatur (3). (Gambar 3)
Berdasarkan pengertian tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa karikatur adalah bentuk visual untuk menyampaikan gagasan yang berupa kritik, ajakan maupun saran. Karikatur menggambarkan situasi yang banyak terjadi dalam kehidupan seperti politik, ekonomi maupun budaya.
8
1.5.2
Pragmatik Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pragmatik karena
sebuah pesan atau gagasan tidak dapat dipahami tanpa mengetahui aspek pragmatiknya. Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu (Yule, 2014:5). Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (2014:3-4) misalnya, menyebutkan 4 definisi pragmatik, yaitu : “(1) Bidang yang mengkaji maksud penutur; (2) Bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) Bidang yang mengkaji makna yang diujarkan, dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) Bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan kemudian terlibat dalam pembicaraan tertentu”. Pragmatik menurut Searle, Kiefer, dan Bierwisch (dalam Levinson, 1984:6) adalah salah satu dari kata yang memberikan kesan bahwa sesuatu yang spesifik dan teknis yang sering dibicarakan sebenarnya tidak memiliki arti yang jelas. Menurut Levinson (1984:6) pragmatik adalah studi tentang prinsip-prinsip yang menjelaskan mengapa satu sel tertentu dari kalimat yang menyimpang tidak mungkin terucap. Pragmatik menurut Daniel (via S{arra>f, 2010:3) adalah studi dari konteks yang secara resmi dikodekan dalam struktur bahasa, hal ini juga memerlukan kemampuan pengguna bahasa. Berdasarkan definisi pragmatik yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan pembelajaran makna yang disampaikan penutur kemudian ditafsirkan oleh mitra tutur menurut konteks yang ditangkap oleh mitra tutur. Meskipun terkadang tuturan itu tidak memiliki arti yang jelas, tetapi memiliki
9
maksud, dan ujaran yang menyimpang tidak mungkin terucap tanpa adanya maksud untuk melakukan sebuah tindakan. Leech (1993:19-20) menyatakan bahwa sebenarnya dalam tindak tutur mempertimbangkan lima aspek situasi tutur yang mencangkup: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai sebuah tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Austin (via Cummings, 2007:9) mengungkapkan gagasan bahwa bahasa dapat digunakan untuk melakukan tindakan melalui perbedaan antara ujaran konstatif dan ujaran performatif. Ujaran konstatif merupakan laporan tentang suatu peristiwa yang telah terjadi. Apabila laporan ini akurat maka ujaran tersebut merupakan ujaran konstatif yang benar, sedangkan ujaran performatif merupakan tindakan berjanji. Perbedaan ujaran yang dikemukakan Austin (via Leech, 1993:316) diklasifikasikan menjadi 3, yaitu; tindak lokusi (melakukan tindakan mengatakan sesuatu), tindak ilokusi (melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak perlokusi (melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu). Menurut Searle di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language (1969, 23-24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidaktidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act) )اللفظي
(الفعل,
tindak ilokusi (ilocutionary act)
10
)(الفعل اإلجنازي, dan tindak perlokusi (perlocutionary act) ) (الفعل التأثريي. Wijana (1996:16) menjelaskan ketiga tindak tutur tersebut sebagai berikut: 1.5.2.1 Tindak Lokusi )
( الفعل اللفظي
Tindak lokusi merupakan tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif lebih mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya tanpa perlu menghadirkan konteks tuturan yang terjadi pada situasi tutur. Jadi, dari perspektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya untuk memahami tuturan (Wijana, 1996:17). Seperti contoh: (4) ‘Ikan paus adalah binatang menyusui’ (Wijana, 1996:17). Contoh (4) merupakan kalimat yang mengandung lokusi. Kalimat (4) hanya menginformasikan bahwa ikan paus adalah jenis binatang yang menyusui tanpa ada maksud untuk melakukan sesuatu ataupun mempengaruhi seseorang. Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang sangat mudah untuk dipahami karena tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tuturan (Parker, 1986 dan Nababan, 1987, dalam Wijana, 1996:18). Menurut Austin (via Cummings, 2007:9), tindak lokusi ‘kira-kira sama dengan pengujaran kalimat tertentu dengan pengertian dan acuan tertentu, yang sekali lagi kira-kira sama dengan “makna” dalam pengertian tradisional’.
11
Berdasarkan definisi tindak tutur lokusi yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan hanya diambil makna dari tuturan tersebut tanpa maksud ataupun meminta perbuatan dari tuturan.
1.5.2.2 Tindak Ilokusi
) ( الفعل اإلجنازي
Tindak ilokusi adalah sebuah tuturan yang dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturannya dan dipertimbangkan secara seksama (Wijana, 1996:18). Ujaran memiliki bentuk gramatikal sebuah pernyataan kendati ujaran ini melakukan tindakan ilokusi “menyatakan”. Di samping, juga melakukan tindakan meminta. Sebagai makna ujaran yang dimaksudkan penutur, maka harus ada daya tarik yang kuat terhadap faktor-faktor seperti konteks dan maksud penutur (Cummings, 2007:11). Seperti contoh: (5) ‘Rambutmu sudah panjang’ (Wijana, 1996:18). Kalimat (5) tersebut memiliki bentuk tuturan ilokusi (melakukan sesuatu). Kalimat (5) selain memberikan informasi bahwa rambut sang mitra tutur sudah panjang, penutur juga memerintahkan untuk memotongnya. Jika kalimat (5) diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarnya, mungkin berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi, bila diutarakan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat
12
ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintah agar sang suami memotong rambutnya (Wijana, 1996:19). Searle (dalam Cummings, 2007:11) menggunakan kaidah-kaidah konstitutif untuk menetapkan klasifikasi tindak ilokusi berikut; asertif, direktif, komisif, ekpresif, dan deklaratif. Tindak-tindak ini lebih luas daripada kata kerja ilokusi yang bisa mewakilinya. (a) Asertif adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau menjelaskan sesuatu apa adanya. (b) Direktif merupakan tindak tutur yang digunakan penutur untuk mendorong pendengar atau orang lain melakukan perbuatan menyuruh, memerintah, memberi saran, dan meminta. (c) Komisif adalah tindak tutur berjanji. (d) Ekpresif merupakan tindakan yang dimaksudkan penutur untuk mengevaluasi tentang hal, tindak ekspresif memiliki beberapa fungsi yang terdiri dari mengkritik atau menyindir, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, menyanjung, dan meminta maaf. (e) Deklaratif adalah tindak tutur yang mengubah kata melalui ujaran, (Leech, 1993: 327-328). Berdasarkan definisi tindak tutur ilokusi yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang memiliki maksud untuk meminta suatu perbuatan dari tuturan.
13
1.5.2.3 Tindak Perlokusi
)( الفعل التأثريي
Tindak perlokusi adalah sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai pengaruh, atau efek bagi mitra tutur. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur disebut tindak perlokusi (Wijana, 1996:19-20). Contoh: (6) ‘Kemarin saya sangat sibuk’(Wijana, 1996:20). Kalimat (6) tersebut merupakan kalimat yang memiliki efek perlokusi (mempengaruhi mitra tutur). Kalimat (6) jika diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan kepada orang yang mengundangnya, maka kalimat (6) mengandung tindak ilokusi untuk memohon maaf dan perlokusi (efek) yang diharapkan agar orang yang mengundang tersebut dapat memakluminya. Berdasarkan definisi tindak tutur perlokusi yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi merupakan tindak tutur yang diharapkan jika tuturan tersebut memiliki efek bagi mitra tutur. 1.5.3
Tindak Tutur Berdasarkan Modus Kalimatnya Wijana (1996:30-32) membagi tindak tutur menjadi tindak tutur langsung
(direct speech act), tindak tutur tidak langsung (indirect speech act), tindak tutur literal (literal speech act), dan tindak tutur tidak literal (not literal speech act).
14
1.5.3.1 Tindak Tutur Langsung Tindak tutur langsung merupakan tindak tutur yang modus kalimatnya berupa berita untuk memberitakan ataupun memberi informasi, kalimat tanya untuk pertanyaan, kalimat perintah untuk memerintah seperti ajakan, permintaan serta permohonan. Terkadang kalimat yang digunakan lebih halus agar sang mitra tutur tidak merasa bahwa dirinya sedang diperintah. Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, dan memohon. Tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (Wijana, 1996:30). Apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur langsung (Yule, 2014:95). Seperti pada contoh (7) : (7) “Ambilkan baju saya!” (Wijana, 1996:30). Kalimat (7) bermaksudkan sebagai perintah, jika masuk ke dalam konteks seorang suami yang sedang akan berpakaian, namun dia tidak mendapati pakaiannya sehingga dia mengatakan demikian agar sang istri mengambilkan pakaian untuknya. 1.5.3.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Tindak tutur tidak langsung modus kalimatnya tidak dapat dijawab, namun harus langsung dilaksanakan seperti permohonan maaf dan menyuruh tamu untuk meninggalkan tempat mungkin karena jam yang sudah malam dan tidak pantas untuk kunjungan yang mengganggu tetangga, seperti pada contoh :
15
(8) “Di mana sapunya?” (Wijana, 1996:30). Kalimat (8) merupakan kalimat tidak langsung karena secara tidak langsung kalimat itu merupakan perintah walaupun tidak terdapat tanda perintah melainkan kalimat tanya. Jika kalimat (8) masuk ke dalam konteks seorang Ibu
yang
menanyakan sapu kepada pembantunya maka maksudnya selain menanyakan dimana letak sapu tersebut, namun juga memerintah untuk mengambil sapu itu untuk majikannya. Yule (2104:96) menambahkan bahwa apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak langsung. 1.5.3.3 Tindak Tutur Literal Tindak tutur literal adalah tindak yang sama maksudnya dengan makna kata yang menyusunnya (Wijana, 1996:32), contoh : (9) “Penyanyi itu suaranya bagus” (Wijana, 1996:32) Kalimat (9) jika diutarakan untuk maksud memuji atau mengagumi suara penyanyi yang dibicarakan, merupakan tindak tutur literal. Kalimat tersebut mengatakan bahwa penyanyi itu memang suaranya bagus. 1.5.3.4 Tindak Tutur Tidak Literal Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya berlawanan dengan kata-kata penyusunnya (Wijana, 1996:32), seperti pada contoh: (10) “Suaramu bagus (tapi tak usah nyanyi saja)” (Wijana, 1996:32)
16
Kalimat (10) jika dimaksudkan penutur bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus dengan mengatakan tak usah nyanyi saja, merupakan tindak tutur tidak literal (Wijana, 1996:32). 1.6 Metode Penelitian Ada tiga tahapan strategis dalam sebuah penelitian (Sudaryanto, 1993:5). Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1.6.1
Tahap Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menurut Sudaryanto (1993:132) dibagi
menjadi dua, yaitu metode simak dan metode cakap. Metode simak adalah metode yang digunakan dalam penelitian bahasa dengan cara menyimak penggunaan bahasa pada objek yang akan diteliti. Metode simak digunakan pada penelitian ini, yaitu dengan tahap pengumpulan data. Metode ini digunakan untuk menyimak penggunaan kalimat karikatur dalam situs website “Elbilad.net”. Teknik dasar yang dilakukan adalah teknik yang dilakukan dengan mencatat kalimat atau ungkapan yang mengandung tindak tutur dalam situs www.Elbilad.net. Kemudian tuturan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan jenis tindak tuturnya. 1.6.2 Tahap Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kontekstual. Metode kontekstual yang dimaksud adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan dasar memperhitungkan serta mengaitkan konteksnya. Konteks yang dimaksud adalah konteks pragmatik. Wijana (1996:11)
17
mengatakan bahwa konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur. 1.6.3
Penyajian Laporan Analisis Data Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk laporan informal. Penyajian
laporan informal yaitu penyajian yang berwujud perumusan dengan kata-kata biasa agar mudah dipahami, ditambah dengan tanda-tanda dan lambang sebagai penjelas (Sudaryanto, 1993:145). 1.7 Pedoman Transliterasi Pedoman transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi dari keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987. 1. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin.
18
Huruf Arab ا
Huruf Latin Tidak dilambangkan
Keterangan Tidak dilambangkan
B
Be
Ta>` S|a`>
T
Te
S|
Es (dengan titik di atas)
Ji>m H}a`>
J
Je
H}
Ha (dengan titik di bawah)
Kh
Ka dan ha
د
Kha>` Dal
D
De
ذ
Żal
Ż
Zet (dengan titik di atas)
ر
Ra>`
R
Er
ز
Zai
Z
Zet
س
Si>n Syi
S
Es
Sy
Es dan ye
S}
Es (dengan titik di bawah)
D}
De (dengan titik di bawah)
T}a`> Z}a`>
T}
Te (dengan titik di bawah)
Z}
Zet (dengan titik di bawah)
‘Ain Gain
‘
Koma terbalik (di atas)
G
Ge
F
Ef
Q
Ki
K
Ka
L
El
M
Em
N
En
W
We
H
Ha
ء
Ha>` Hamzah
′
Apostrof
ي
Ya>`
Y
Ye
ب ت ث ج ح خ
ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ه
Nama
Alif Ba>`
S}a>d{ D}a>d}
Fa>` Qa>f Ka>f La>m Mi>m Nu>n Wau
19
2. Vokal Vokal bahasa Arab, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang. Vokal tunggal
Diftong
Vokal Panjang
Tanda
Latin
Tanda
Latin
Tanda
Latin
_َ
a
ي...َ
ai
ى...َ ا...َ
a>
ِ
i
و...َ
au
ي...ِ
i>
_ُ
u
و...ُ
u>
3. Ta> Marbu>t}ah Transliterasi untuk ta> Marbu>t}ah ada dua, yaitu:ta> Marbu>t}ah hidup atau mendapat harakat fath{ah, kasrah, atau d}ammah, transliterasinya adalah /t/ dan ta>
Marbu>t}ah mati atau mendapat suku>n, transliterasinya adalah /h/. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta> Marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta kedua kata itu terpisah, maka ta> Marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan /h/. Contoh : املنورة ّ
املدينة: al-Madi>nah al-Munawwarah atau al-Madi>natulMunawwarah.
4. Syaddah Tanda syaddah dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh : نزل ّ : nazzala
20
5. Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh : الشمس ّ : asy-syamsu Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /l/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh : القمر
: al-qamar
6. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak ditengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh : إ ّن: inna, يأخذ: ya`khużu, قرأ: qara`a 7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau h}arakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya.
21
Contoh : الرازقني ّ
وإ ّن هللا هلو خري: Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqi>n atau wa innalla>ha lahuwa khairur-
ra>ziqi>n 8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh : إالّ رسول
و ما حممد
: Wa ma> Muh}ammadun illa> rasu>l