BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak tutur terdapat dalam komunikasi berbahasa. Tindak tutur merupakan tindakan yang terjadi dalam setiap proses komunikasi dengan menggunakan bahasa. Tindak tutur merupakan produk dari suatu ujaran kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa yang menentukan makna kalimat. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi. Kehidupan sosial ditandai oleh adanya komunikasi antarindividu maupun individu dengan kelompok melalui proses interaksi yang menggunakan bahasa sebagai media. Selain itu bahasa juga sebagai media bagi manusia untuk mengungkapkan segala bentuk emosi dan pikirannya. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang
anak
ketika
dia
memperoleh
bahasa
pertamanya
atau
bahasa
ibunya
(Simanjuntak:1987:157). Penggunaan bahasa untuk bersosialisasi tidak terlepas dari faktor-faktor penentu tindak komunikasi serta prinsip-prinsip kesantunan dan direalisasikan dalam tindak tutur komunikasi. Dalam penilaian kesantunan berbahasa minimal ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana kita bertutur dan dengan siapa kita bertutur. Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosioalisasi di sekolah ataupun masyarakat dengan penggunaan bahasa dan pemilihan kata yang baik, dengan memerhatikan di mana, kapan, kepada siapa, dengan tujuan apa kita berbicara secara santun. Setyawati (2013) menyebutkan hal tersebut senada dengan pendapat Wijana (1996: 11), bahwa bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
menyatakan maksud yang sama. Sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Budaya kita menilai berbicara dengan menggunakan bahasa yang santun akan memperlihatkan sejati kita sebagai manusia yang beretika, berpendidikan, dan berbudaya yang mendapat penghargaan sebagai manusia yang baik. Faktor-faktor penentu tindak komunikasi anak serta prinsip-prinsip kesantunan sangat penting dalam realisasi komunikasi pada masa pra sekolah. Kondisi ideal yang diharapkan seperti di atas
kadang kala berbenturan dengan
kenyataan yang terjadi. Masih sering
dijumpai penutur menggunakan kalimat yang sering tidak sesuai dengan etika dan tutur kata yang sopan. Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor kebiasaan yang dilakukan di rumah, lingkungan, maupun teman sepergaulan. Oleh karena itu, orangtua atau tenaga pendidik harus berupaya untuk selalu menggunakan bahasa yang santun. Sikap dan tuturan pendidik mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap dan tuturan anak. Oleh karena itulah tindak tutur yang santun sangat penting pada anak usia dini (PAUD). Pendidikan Anak Usia Dini menjadi sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the golden age (usia emas) (dalam Purwanto:2009). Biasanya mereka menggunakan bahasa melalui berbagai cara, seperti bernyanyi, bertanya, atau kegiatan interaksi lainnya (seperti dialog dengan guru maupun teman-temannya). Pada era globalisasi ini proses tindak tutur bahasa memegang peranan penting karena dengan bahasa manusia melakukan komunikasi. Menurut Austin (1955) (dalam Yuniarti 2010) yang kemudian dikembangkan oleh Searle (1975) ketika seseorang berbicara, ia tidak hanya mengucapkan sebuah ujaran tetapi ia juga melakukan tindakan dengan ujarannya tersebut. Teori ini kemudian dikenal sebagai Speech Act (Tindak Tutur). Ketika seseorang berujar atau mengeluarkan ujaran (speech), ia
Universitas Sumatera Utara
memiliki maksud-maksud tertentu yang berdampak pada lawan tuturnya. Austin menggolongkan teori tindak tutur (speech act) menjadi tiga yaitu: locutionary act, illocutionary act, dan perlocutionary act. Searle (1975) , selanjutnya mengklasifikasi tindak tutur ke dalam lima jenis yaitu: representatives, directives, expressives, commisives dan declaration. Selanjutnya, Searle (1975) (dalam Yuniarti 2010), mengklasifikasi bahwa tindak tutur deklaratif berfungsi untuk menginformasikan kepada mitra tutur atau bahkan kepada publik tentang sesuatu hal dan kemungkinan berpengaruh pada kehidupan. Kaitannya dengan anakanak, tindak tutur terkait dengan kemampuan anak baik dalam hal kompetensi maupun performansi. Kompetensi anak terhadap tindak tutur berpengaruh pada performansinya, yaitu kemampuannya dalam memahami maksud tindak tutur, dan kemungkinan anak tersebut mampu memproduksi tindak tutur tersebut. Menurut Chaer (2003: 167), ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alamiah. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi. Kompetensi tidak diperoleh secara berasingan, melainkan diperoleh secara bersamaan sesuai dengan perkembangan usia anak. Selanjutnya menurut Chaer (2003: 167), proses performansi sendiri memiliki dua tahap, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimatkalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat itu sendiri. Kedua proses ini selanjutnya menjadi kompetensi linguistik kanak-kanak. Jadi, kemampuan
Universitas Sumatera Utara
linguistik terdiri atas kemampuan memahami dan kemampuan melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat baru yang dalam linguistik transformasi generatif disebut perlakuan atau pelaksaan bahasa atau performansi. Pendekatan interaksionis adalah gabungan dari dua pendekatan yakni perpaduan antara faktor internal dan eksternal dalam proses pemerolehan dan pembelajaran berbahasa (Roza 2009). Pandangan ini menganggap bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajar dengan lingkungan bahasa. Hubungan antara keduanya adalah hasil interaksi aktual antara pembelajar dengan orang lain. Titik awal pendekatan ini adalah kemampuan kognitif manusia dalam menemukan sruktur bahasa di sekitarnya. Proses pemerolehan dan pembelajaran dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya (Simanjuntak,1990:110). Perkembangan intelektual anak yang biasa juga ditandai dengan perkembangan kognitif oleh Piaget ditandai dengan: masa sensomotorik (0–2 tahun), masa praoperasional (2–7 tahun), masa oprerasional konkret (7–12 tahun), masa formal operasional (kurang lebih 12 tahun ke atas), masa abstrak formal (kurang lebih 17 tahun ke atas) (Semiawan 2002: 50). Pada anak usia prasekolah (4–5 tahun), kompetensi dan performansinya terhadap tindak tutur tentu saja berbeda dengan orang dewasa. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah berlangsung seiring dengan perkembangan pralinguistiknya. Dardjowijoyo (2005:57) menambahkan bahwa anak memiliki tahapantahapan tersendiri dalam memeroleh bahasanya, termasuk di dalamnya kemampuan pragmatik (tentu saja dengan tindak tuturnya). Tindak tutur deklaratif yang berfungsi mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan seperti yang diujarkan penutur tentu saja banyak dilakukan di sebuah kelompok bermain. Di kelompok usia ini, tentu saja ada beberapa strategi tindak tutur deklaratif yang dilakukan oleh pengasuh agar ujarannya lebih mudah dipahami oleh peserta didiknya dan tentu saja lebih
Universitas Sumatera Utara
mudah direspon oleh peserta didik agar melakukan sesuatu sesuai tuturan. Seperti halnya kemampuan anak dalam merespon atau memahami tindak tutur deklaratif, kemampuan menerbitkan atau kemampuan memproduksi tindak tutur deklaratif juga perlu diperhatikan. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini bermaksud meneliti bagaimana anak usia pra sekolah (4–5 tahun) memahami dan menerbitkan tindak tutur deklaratif dan kaitannya dengan kesantunan berbahasa. Penelitian tentang tindak tutur deklaratif memang sudah banyak dilakukan oleh banyak peneliti dengan kesantunan berbahasa. Namun demikian penelitian tersebut lebih banyak menggunakan orang dewasa sebagai objek penelitiannya. Sementara penelitian mengenai tuturan deklaratif dengan objek anak-anak belum banyak dilakukan terutama dalam bahasa Batak Toba. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya memfokuskan objeknya pada tuturan deklaratif anak usia pra sekolah (usia 4 – 5 tahun). Anak-anak di PAUD Mawar Motung yang berusia 4–5 tahun telah mampu mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan sederhana. Bahasa Batak Toba menjadi aset kekayaan linguistik kebudayaan Indonesia. Bahasa ini mempunyai peranan dan tugas yang sama dengan bahasa daerah lain terhadap perkembangan bahasa Indonesia, baik dari segi faktor penunjang maupun sebagai sumber bahan khususnya untuk menambah kosa kata bahasa Indonesia. Hal ini yang membuat penulis tertarik sehingga memilih judul Tindak Tutur Deklaratif Bahasa Batak Toba Anak Usia 4–5 tahun: Kajian Psikolinguistik Interaksionis serta melihat bagaimana hubungan tindak tutur anak dengan kesantunan berbahasa.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan di atas, maka masalah yang akan diteliti adalah: 1. Bagaimanakah tindak tutur deklaratif bahasa Batak Toba anak usia 4–5 tahun pada PAUD Mawar Motung? 2. Bagaimakanah hubungan tindak tutur deklaratif bahasa Batak Toba anak usia 4–5 tahun dengan kesantunan berbahasa? 1.3 Batasan masalah Batasan masalah merupakan uraian terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian yang akan dilakukan dapat efektif dan efesien. Melihat banyaknya jenis tindak tutur dalam bahasa, penelitian ini hanya membahas tentang tindak tutur deklaratif yang digunakan anak-anak usia 4–5 tahun bagi penutur bahasa Batak Toba pada PAUD Mawar Motung, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Anak usia 4–5 tahun ini sehat jasmani dan rohani serta menggunakan bahasa Batak Toba untuk berkomunikasi dengan Ibu dan saudara-saudarnya baik di rumah maupun di sekolah dengan guru dan temantemannya. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah penelitian yang telah diungkapkan, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1. Mendeskripsikan tindak tutur deklaratif bahasa Batak Toba anak usia 4–5 tahun pada PAUD Mawar Motung 2. Mendeskripsikan hubungan tindak tutur deklaratif bahasa Batak Toba anak usia 4–5 tahun dengan kesantunan berbahasa. 1.4.2 Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoretis: 1.4.2.1 Manfaat Teoretis 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang tindak tutur bahasa Batak Toba pada anak usia 4–5 tahun. 2. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam memahami penelitian. 3. Menambah sumber referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan tindak tutur deklaratif pada anak-anak. 1.4.2.2 Manfaat Praktis 1. Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang tindak tutur deklaratif bahasa-bahasa daerah. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan masukan bagi orang tua yang memiliki anak usia 4–5 tahun. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru tentang tindak tutur anak usia 4–5tahun di luar Departemen Sastra Indonesia.
Universitas Sumatera Utara