BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tindak tutur yang menyatakan kekecewaan, sebagaimana tindak tutur lainnya dalam konteks percakapan alami, dapat dituturkan dalam berbagai bentuk. Cook (1991:50) menyatakan bahwa pada umumnya, ketika sebuah percakapan terjadi, tuturan-tuturan yang ada di dalamnya merupakan sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya. Partisipan yang terlibat di dalamnya biasanya tidak banyak dan turn taking (pergantian tutur) yang terjadi berjalan dengan cepat dan dengan jeda waktu yang singkat. Tindak-tindak tutur dapat dilihat sebagai cerminan konteks-konteks tertentu yang membentuknya. Berikut merupakan contoh ungkapan kekecewaan yang muncul dalam sebuah percakapan. (1) a) Friend 1: I'm not happy.
(aku sedih) Friend 2: What's wrong? (kenapa?) Friend 1: Oh, I didn't get that job. (oh, aku nggak dapet kerjaannya.) Friend 2: What a bummer! (sial!) b) Colleague 1: Excuse me Peter. Could I talk to you for a moment? (Maaf Peter. Bisa kita ngobrol sebentar?) Colleague 2: Sure, what can I do for you? (Tentu, ada apa?) Colleague 1: Why didn't you inform me of the situation with Andrew Ltd.? (Kok Anda tidak kasih informasi ke saya soal Andrew Ltd.? Colleague 2: I'm sorry about that. I thought I had the situation under control. (Saya minta maaf soal itu. Sebelumnya saya kira saya bisa tangani sendiri.) (http://esl.about.com/od/smalltalk/fl/Expressing-Disappointment-inEnglish.htm)
1
2
Ungkapan yang dicetak tebal tersebut dapat mengindikasikan bahwa dalam pemroduksian tuturan terdapat berbagai hal yang terlibat. Misalnya, seperti yang terdapat pada contoh di atas, jika dilihat sekilas, terlihat semacam perbedaan strategi pengungkapan kekecewaan yang dilakukan oleh masing-masing penutur dalam percakapan. Tuturan yang menyatakan ekspresi kekecewaan antar teman dalam contoh pertama berbeda dengan tuturan antar rekan kerja dari sebuah kantor dalam contoh kedua. Dalam hal ini, faktor kedekatan penutur dengan lawan tutur dapat diperkirakan menjadi faktor yang memengaruhi tuturan. Adanya faktor-faktor tertentu yang dapat memengaruhi tuturan-tuturan dalam sebuah percakapan menjadikan peristiwa kebahasaan tersebut menarik untuk diamati. Hal ini menjadi lebih menarik sebab tiap penutur dalam percakapan memiliki peranan dan keterlibatan yang sama sehingga tiap partisipan dalam suatu percakapan memiliki kesempatan yang sama untuk memproduksi sebuah tuturan tertentu ketika percakapan berlangsung. Dengan demikian, dalam suatu peristiwa tutur akan muncul strategi-strategi yang digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan suatu tuturan sehingga strategi-strategi pengungkapan tuturan yang ada di dalam masing-masing percakapanpun menjadi beragam. Hal tersebut membuat kita dapat memandang bahwa suatu tuturan memiliki kaitan dengan hal-hal yang memengaruhinya. Selain itu, unsur-unsur pragmatik sering terlibat di dalamnya. Unsur-unsur yang menjadi latar belakang sebuah tuturan merupakan bangunan konteks yang memengaruhi sebuah tuturan yang dapat dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh dalam memahami suatu tuturan. Konteks dapat memiliki cakupan mikro ataupun makro (Van Djik:2008).
3
Dalam waktu yang bersamaan, sebagaimana dikatakan (Coulthard, 1985 via Cutting, 2008: 2) tentang percakapan bahwa suatu percakapan dipandang sebagai transaksi sosial yang dapat membentuk suatu kerangka dalam wacana. Dengan demikian, penggunaan bahasa dalam strategi pengungkapan kekecewaan, secara lebih jauh, dapat dilihat sebagai bagian dari suatu transaksi sosial yang merupakan bagian dari wacana yang terdiri dari tindak-tindak tutur yang memiliki kekhasan yang dipengaruhi oleh konteks-konteks yang ada. Untuk melihat strategi pengungkapan kekecewaan, landasan konseptual dalam memahaminya penting untuk dibangun terlebih dahulu sebagai titik tolak dalam penelitian. Hal ini perlu dilakukan mengingat kekecewaan dapat muncul dalam berbagai bentuk pengungkapan yang beragam. Namun demikian, mendefinisikan sebuah kekecewaan dan menguraikan strategi pengungkapannya bukanlah hal yang mudah sebab perasaan tersebut sering tampak seperti bercampur dengan emosi-emosi lain. Selain itu, prinsip-prinsip kooperasi dalam percakapan juga dapat memberikan pengaruh terhadap keberagaman strategi pengungkapannya, terlebih lagi prinsip kesopanan. Sebagai landasan dalam menentukan ungkapan kekecewaan dalam tuturan, secara garis besar, kekecewaan merupakan “disconfirmed expectancies” (Zeelenberg et al., 2000:522). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ungkapan kekecewaan ialah ungkapan yang di dalamnya memuat emosi kekecewaan yang disebabkan oleh adanya harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Lebih jauh lagi mengenai hal ini akan diungkapkan pada bagian lain pada landasan teori.
4
Model percakapan dalam acara televisi, pernah disinggung oleh Cutting (2008:26) dalam bukunya Pragmatics and Discourse sebagai salah satu contoh analisis percakapan. Percakapan dalam acara Who Wants to be A Millionaire dipandang sebagai transaksi yang menggunakan model percakapan IRF (Initiation, Response, Follow-up), yakni percakapan berjalan dengan batasanbatasan tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena peristiwa tutur tersebut merupakan sebuah kuis yang pesertanya diberi pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda. Berbeda dengan cara tersebut, acara yang digunakan sebagai asal sumber data dalam penelitian ini, merupakan talk show ataupun wawancara yang memiliki format acara yang memberi kesempatan partisipan terlibat lebih bebas dalam menyampaikan suatu pendapat ataupun perasaannya selama acara berlangsung. Perbedaan setting acara memungkinkan perbedaan model percakapan dan tuturantuturan yang ada. Perbedaan karakteristik tersebut, dengan demikian, menuntut perlakuan yang berbeda dalam pengkajiannya. Salah satu contoh ialah cuplikan dari sebuah episode dari talk show Dr. Phil yang membahas konflik rumah tangga pasangan suami istri Mark dan Sabrina. Dr. Phil merupakan sebuah talk show yang dipandu oleh Dr. Phil sendiri yang merupakan seorang psikolog ternama dan penulis buku-buku bergenre sefl-help. Acara ini bertujuan untuk memberikan solusi terkait permasalahan seputar perselisihan keluarga, cekcok pasangan, permasalahan menyangkut anak, problem kecanduan obat-obatan terlarang atau alkohol, dsb. Berikut contohnya: (2) Mark : It’s not.. it’s funny... (half chuckling) (nggak.. ini lucu... (setengah terpingkal)) Dr. Phil: yea.. you didn’t think so? (ya.. tapi menurut anda tidak demikian?)
5
Sabrina : No. Not at all.[OBJ] (Tidak. Tidak sama sekali). (TV 1: K 2) Ungkapan kekecewaan yang terekam dari cuplikan tersebut ialah ketika Sabrina menimpali pertanyaan pembawa acara terkait perbuatan suaminya. Mark telah
membuat
iklan
untuk
menjual
mobil
mereka
di ebay
dengan
membandingkan spesifikasi mobil tersebut dengan Sabrina. Di antaranya, Mark mengatakan mobilnya high performance motor ‘memiliki mesin tangguh’ sedangkan istrinya motor mouth low performance brain ‘mulutnya saja yang nyerocos seperti mesin namun performa otak lemah’, mobilnya memiliki strip berwarna oranye di kapnya, sedangkan istrinya memiliki stretch mark ‘gurat-gurat putih setelah kehamilan’ di perutnya. Di atas iklan tersebut ia juga menuliskan “HER or THE CAR? Your choice... But The Car is Better Looking & A Whole Lot Cheaper” ‘Dia apa mobil? Terserah anda... tapi mobilnya lebih cantik & jauh lebih murah’. Konteks memegang peranan yang penting dalam suatu percakapan. Hal pertama yang menarik untuk dilihat dalam peristiwa tutur di atas ialah tentang turn taking yang terjadi. Peristiwa tersebut, jika dilihat dari model konteks, maka struktur percakapannya dapat digambarkan dari adanya perbedaan peran yang terlihat antar penuturnya. Sebagai pemilik dan pemandu acara, Dr. Phil memiliki otoritas yang lebih untuk mengontrol jalannya turn taking yang terjadi. Terlebih lagi, pasangan tersebut memang datang dengan harapan mendapatkan solusi permasalahan rumah tangga yang mereka hadapi kepada Dr. Phil yang dianggap seorang ahli di bidangnya. Mark yang kemudian memberi tanggapan terhadap
6
konteks
sebelumnya
(penjelasan
tentang
perbuatannya
pada
Sabrina),
menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang lucu saja. Sebaliknya, Sabrina selain sebagai penutur yang juga terlibat dalam percakapan tersebut, ia merupakan wanita yang dimaksud oleh Mark di iklan tersebut. Dilihat dari konteks yang terbangun, maka Sabrina akan merasa kecewa dan merasa terhina oleh perbuatan suaminya. Hal ini pulalah yang memungkinkan pembawa acara untuk mengeluarkan pertanyaan ”you didn’t think so?” pada Sabrina sebagai bagian dari exchange structure ‘struktur pergantian tutur’ yang menunjukkan bahwa Dr. Phil mengetahui hal ini akan menimbulkan perasaan negatif dalam diri wanita tersebut. Sabrina sebagai tamu dalam acara tersebut mengungkapkan kekecewaannya sesuai dengan sequencing ‘urutan’ yang dikontrol oleh pemegang otoritas dalam acara. Dengan demikian, dengan berbagai latar belakang konteks yang ada yang menjadi pengetahuan bagi Sabrina tersebut, memungkinkan munculnya sebuah tindak tutur yang lugas yang menyatakan keseriusannya bahwa hal tesebut memang tidak dapat diterimanya. Dalam hal ini, Sabrina mengungkapkan kekecewaannya dengan ungkapan bald on record “No. Not at all.” sebagai suatu jawaban yang efektif menanggapi negative face ‘muka negatif’ yang dilontarkan oleh Mark terkait perbuatannya. Dengan adanya temuan tersebut, selanjutnya diharapkan suatu strategi pengungkapan kekecewaan yang menjadi suatu produk dari proses percakapan dan bagian dari transaksi sosial akan dapat dideskripsikan. Dalam penelitian ini, hal tersebut dipandang sebagai sebuah fenomena kebahasaan yang akan dilihat dengan menggunakan pendekatan dari bawah ke atas, yakni pendekatan yang
7
berangkat dari detail suatu data dan kemudian membiarkan data tersebut membentuk konsepnya sendiri, sehingga deskripsi mengenai struktur dan strategi pengungkapan kekecewaan dalam bingkai analisis percakapan sebagai bagian dari sebuah wacana akan dapat diperoleh.
1.2 Permasalahan Berikut beberapa rumusan permasalahan yang dapat dipaparkan sebagai acuan dalam pembahasan. a. Bagaimanakah struktur pragmatik mikro pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris? b. Bagaimanakah struktur pragmatik makro pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris? c. Bagaimanakah strategi dan fungsi konteks dalam pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini ialah. a. mendeskripsikan struktur pragmatik mikro pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris, b. mendeskripsikan struktur pragmatik makro pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris,
8
c. mendeskripsikan strategi dan fungsi konteks dalam pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang pengkajian mengenai struktur dan strategi pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris dalam tesis ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik secara teoretis ataupun praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah kajian empiris mengenai studi tentang kompetensi pragmatik yang dimiliki oleh manusia dalam berkomunikasi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dari studi linguistik yang membahas mengenai kemampuan pragmatik manusia yang kompleks namun fleksibel melalui berbagai variasi tindak tutur yang melibatkan strategi pengungkapan tertentu dalam pertuturan. Pengkajian mengenai struktur dan strategi pengungkapan kekecewaan dapat menjadi salah satu hasil studi pragmatik dalam kerangka bahwa bentuk tuturan dapat dipengaruhi oleh berbagai konteks yang ada. Dengan demikian, pada akhirnya studi mengenai struktur dan strategi pengungkapan kekecewaan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan hasil kajian yang bermanfaat bagi perkembangan penelitian linguistik khususnya pragmatik. 1.4.2 Manfaat Praktis Selain manfaatnya secara teoretis bagi perkembangan dalam teori pragmatik, tesis ini diharapkan dapat juga memberikan sumbangan dalam bentuk manfaat praktis yang bersumber dari kajian linguistik sehingga hasil
9
perkembangan dalam ilmu ini dapat lebih dirasakan manfaatnya. Dengan mempelajari hasil dari pengkajian mengenai struktur dan strategi pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris yang merupakan studi kasus dalam percakapan televisi ini, sedikit banyak diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk memahami bahwa bahasa dapat digunakan sebagai sarana untuk memahami realitas sosial yang ada, sebagaimana penyataan Edward Sapir (1929) yang mengatakan, “Language is a guide to ‘social reality’ (bahasa merupakan sebuah petunjuk menuju realitas sosial). Hasil penelitian dalam tesis ini, kiranya dapat dijadikan sebagai referensi yang memuat informasi mengenai kedudukan bahasa sebagai sarana untuk memahami realitas sosial yang tercermin dalam bentuk penjabaran hubungan antara konteks-konteks yang memengaruhi pemroduksian tuturan. Dalam hal ini, hubungan yang dimaksud dideskripsikan dalam penjelasan mengenai keragaman strategi pengungkapan kekecewaan yang digunakan para penutur. Dengan demikian, diharapkan akan muncul kesadaran bahwa satu bahasa dapat menunjukkan suatu organisasi fungsional tertentu yang dapat digunakan untuk menghayati keragaman yang mungkin muncul dalam masyarakat yang kompleks.
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5 Tinjauan Pustaka Dari penelusuran pustaka yang dilakukan, ditemukan beberapa tulisan terdahulu yang berkaitan dengan topik yang diangkat penulis, yaitu mengenai kekecewaan. Meskipun penelitian linguistik yang secara langsung mengemukakan
10
topik yang sama belum dijumpai penulis, namun karya-karya terdahulu yang ditemukan merupakan tulisan yang dapat digunakan oleh penulis sebagai referensi yang berguna untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai topik yang diangkat. Dengan demikian, penulis mendapatkan konsep-konsep yang lebih mendalam dan mendapatkan penegasan kerangka pikir mengenai topik yang dibahas. Dalam tinjauan pustaka ini, penulis menggunakan sedikitnya 3 buah tulisan menyangkut kekecewaan dari bidang humaniora yang lain, yaitu filsafat dan psikologi. Lavering (1992) dalam jurnalnya yang berjudul The Language of Disappointment: on the Language Analysis of Feeling Words, memberikan pembahasan mengenai pengungkapan kekecewaan dalam kerangka analisis konseptual. Tulisan tersebut diterangkannya sebagai usaha untuk menjembatani analisis fenomenologikal dengan analisis konseptual. Tulisan tersebut menyetujui bahwa analisis terhadap kata-kata yang mengungkapkan perasaan, dalam waktu yang bersamaan dapat digunakan untuk menganalisis pengalaman nyata yang dibawa oleh kata tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan sebab menurut lavering, setiap penggunana bahasa yang kompeten juga merupakan seorang analis konseptual, sehingga prinsip-prinsip bahasa yang digunakan sesungguhnya jauh lebih beragam dibandingkan dengan yang terdapat pada kamus atau buku-buku tata bahasa. Menurutnya, kekecewaan berkenaan dengan perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul karena harapan-harapan tertentu tidak terpenuhi. Selain itu, kekecewaan dapat terjadi ketika suatu permasalahan yang dialami memiliki suatu alasan yang dianggap cukup. Kekecewaan juga dianggap sebagai
11
perasaan yang dapat disertai oleh atmosfir perasaan-perasaan yang lain seperti duka, marah, keputusasaan, atau ketidak berdayaan. Dilihat dari segi tindak tuturnya, maka pengungkapan kekecewaan dianggap sebagai saran untuk mengungkapkan suatu maksud yang dapat ditujukan untuk memperoleh tanggapan dari mitra tutur. Belajar dari apa yang diungkapkan oleh Wittgenstein mengenai pernyataan “I love you” yang bukan dianggap sebagai laporan keadaan diri seseorang, malainkan sebuah tindak tutur yang bermakna, dan juga diucapkan dalam situasi yang sesuai, Lavering menyatakan bahwa kekecewaan merupakan sebuah perasaan yang menjadi tanggung jawab penutur. Hal tersebut dapat terjadi sebab penuturlah yang memunculkan ekspektasi-ekspektasi tertentu terhadap suatu hal yang menjadi syarat sebuah kekecewaan. Selain tulisan tersebut, terdapat pula tulisan lain yang membahas mengenai kekecewaan yang senada dengan pendapat dari tulisan sebelumnya. Tulisan berikut merupakan tinjauan mengenai kekecewaan dari segi psikologi yang ditulis oleh Wilco W. van Dijk dan Marcel Zeelenberg yang berjudul What do we talk about when we talk about disappointment? Distinguishing outcome-related disappointment from person related disappointment. Berdasarkan inspeksi terhadap para partisipan penelitian mengenai hal apa saja yang menyebabkan kekecewaan dalam kehidupan sehari-hari melalui sebuah metode empiris, maka dapat diperoleh 2 tipe pengungkapan kekecewaan. Kedua tipe tersebut ialah outcome-related disappointment dan person-related disappointment. Tipe yang pertama ialah kekecewaan yang dapat disebabkan oleh hal-hal lain yang bukan bersifat individual, sedangkan tipe kedua disebabkan oleh sebab-sebab yang lebih
12
personal. Dengan menggunakan pendekatan yang sesuai, penulis mengidentifikai pengungkapan kekecewaan dengan menggunakan enam dimensi pendekatan. Dari keenam dimensi pendekatan yang digunakan dapat diketahui bahwa kekecewaan mengandung unsur tak terduga, relevan terhadap sesuatu yang dikehendaki, lemahnya kontrol, dirasakan oleh orang yang relevan, merupakan sumber permasalahan utama, serta dapat dipengaruhi oleh evaluasi mengenai penyebab munculnya persoalan yang meliputi diri sendiri, orang lain, ataupun situasi. Tinjauan dari segi psikologi ini melengkapi apa yang telah dinyatakan dalam tulisan yang dibahas sebelumnya. Dari kedua tinjauan terhadap kedua pustaka, dapat diperoleh suatu indikasi bahwa dalam pengungkapan kekecewaan terkandung banyak informasi mengenai makna kecewa yang dimaksud oleh penutur. Oleh karena itu, menelaah pengungkapan kekecewaan dari segi linguistik dapat digunakan sebagai langkah lanjutan yang dapat digunakan untuk mengetahui ragam-ragam yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pada akhirnya fenomena kebahasaan yang berkaitan dengan kata ini dapat terdeskripsikan dengan lebih komprehensif.
1.6 Landasan Teori 1.6.1 Kekecewaan Dirgagunarsa (1992:129) mengatakan bahwa Kata emosi berasal dari kata emotus dan emovere yang berarti sesuatu yang mampu mendorong terhadap sesuatu. Meskipun kajian yang dilakukan dalam penelitian ini berada dalam
13
kerangka pembahasan linguistik, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tinjauan dari segi psikologi perlu untuk diperhatikan untuk membangun landasan yang tepat. Menurut Strongman (2003:26) emosi muncul melalui perasaan dan melekat padanya. Emosi dan perasaan muncul sebagai fenomena tak sengaja dan bersifat spontan. Bersamaan dengan fenomena ini, tuturan muncul sebagai fenomena sengaja. We use language intentionally to modify, enhance, or suppress our feelings (kita menggunakan bahasa secara sengaja untuk memodifikasi, meningkatkan, atau menekan perasaan kita) (Strongman, 2003:26). Dengan demikian, setiap orang memiliki kapasitas untuk merasakan beragam emosi. Emosi-emosi
tersebut
dapat
diberi
pelabelan
secara
linguistik
yang
menggambarkan variasi-variasinya sebagai sebuah bentuk manifestasi permukaan (Turner, 2007:3). Meskipun manifestasi emosi yang dirasakan dapat berupa tingkah laku, gestur, ataupun tuturan, namun fokus penelitian ini akan dikhususkan berada pada ranah kebahasaan yang bersumber dari tuturan. Kekecewaan merupakan disconfirmed expectancies (harapan-harapan yang tidak terpenuhi) (Zeelenberg et al., 2000:522). Namun demikian, jika dilihat dari penelitian awal yang dilakukan, ungkapan kekecewaan muncul dalam berbagai ragam yang mengindikasikan bahwa kekecewaan dipengaruhi konteks yang yang melatar belakanginya. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih luas mengenai kekecewaan perlu untuk dipahami terlebih dahulu. Turner (2007:7) menyatakan kesamaan pemikirannya dengan Plutchik yang merumuskan konseptualisasi mixing (percampuran) dalam emosi, juga berpendapat bahwa emosi dapat berkombinasi dengan emosi yang lain. Meskipun memiliki pendapat yang sama
14
tentang konseptualisasi tersebut, Turner mengemukakan bahwa emosi bukan semata-mata percampuran antara emosi-emosi primer yang dianggap representatif saja misalnya (happiness, fear, anger, surprise, sadness), namun merupakan percampuran antara sebuah emosi primer dengan emosi-emosi lain di bawah emosi primer. Menurut Plutchik dalam Turner (2007:6) kekecewaan merupakan perasaan sekunder yang merupakan kombinasi dari dua perasaan primer yaitu keterkejutan dan penderitaan (surprise + sorrow= disappointment). Sedikit berbeda dengan pendapat Plutchik, Turner (1999a,b) via Turner (2007:7) menggambarkan variasi emosi primer secara lebih detail. Salah satu diantaranya ialah emosi kekecewaan yang berkombinasi dengan kesedihan yang dapat meghasilkan berbagai variasi emosi yang mengandung unsur kekecewaan dan kesedihan. Dengan demikian kekecewaan mungkin muncul dalam bentuk emosi-emosi berikut: Low Intensity disappointmentsadness
discouraged downcast dispirited
Moderate Intensity dismayed
High Intensity sorrow
dishartened glum resigned gloomy woeful pained dejected
heartsick despondent anguished crestfallen
(glos terdapat pada lampiran 1) Kesedihan
yang
berkombinasi
dengan
kekecewaan
menghasilkan
perasaan-perasaan emosional yang lainnya yang dibagi Turner dalam tiga tingkatan intensitas yang berbeda. Jika dalam varian emosi primernya Turner
15
menjelaskan kekecewaan dapat berkombinasi dengan perasaan negatif, berikutnya ia memberikan elaborasi bahwa emosi-emosi primer dapat pula berkombinasi dengan emosi positif sebagaimana tercatat dalam salah satu bagian elaborasinya. Berikut diungkapkan dalam Turner (2007:8), khususnya yang berkaitan dengan kekecewaan: disappointment-sadness disappointment-sadness satisfaction-happiness disappointment-sadness aversion-fear disappointment-sadness assertion-anger
+
Acceptance, moroseness, solace, melancholy + Regret, forlorness, remorseful, misery + Aggrieved, discontent, dissatisfied, boredom, grief, envy, sullenness
(glos terdapat pada lampiran 2) Adanya keterangan mengenai sifat emosi yang dapat mengalami pengkombinasian dengan emosi yang lain tersebut, dapat memberikan sumbangan terhadap pemahaman yang lebih luas tentang cara pandang dalam menelaah bebagai strategi pengungkapan kekecewaan dari segi linguistik. Dengan demikian, tidak mengherankan jika dalam ungkapan kekecewaan terdapat pula semacam emosi lain dalam waktu yang bersamaan. Dari uraian ini, dapat disarikan bahwa sebenarnya ungkapan kekecewaan secara umum timbul dari dorongan emosi ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Hal tersebut dapat muncul dalam berbagai strategi pengungkapan tuturan yang mengandung elaborasi emosi dari kekecewaan yang dapat berbentuk kombinasi dengan emosi-emosi negatif atau pun positif dalam satu tempo. Namun demikian, perlu diingat bahwa meskipun pengelompokan-pengelompokan telah dilakukan, bukan serta merta penjelasan terhadap satu emosi turunan tersebut dapat termuat secara tegas dalam satu kosa
16
kata yang memiliki perbedaan tegas dengan yang lain. Misalnya saja anguish secara umum mirip dengan despondent berati kesedihan yang sangat, namun anguish lebih disebabkan oleh penderitaan fisik atau mental, sedangkan despondent disebabkan oleh sebuah situasi sulit. Dalam penelitian ini, hal tersebut menjadi sesuatu yang disadari, namun kembali lagi titik tolak penelitian ini tetap bertumpu pada kekecewaan itu sendiri. 1.6.2 Pragmatik Definisi pragmatik yang digunakan dalam tesis ini merupakan definisi pragmatik yang menitik beratkan pada tujuan untuk mengungkapkan fungsi bahasa sesungguhnya. Dalam tesis ini, pragmatik tidak semata-mata dilihat dari sudut pandang yang menganggap bahwa fungsi bahasa yang dapat digunakan untuk to do things (Austin, 1968) sebagaimana dirumuskan pada awal mula kemunculannya. Dalam tesis ini, sesuai dengan perkembangan pragmatik yang ada, pragmatik dianggap sebagai sebuah cabang ilmu linguistik yang ingin mengungkapkan fungsi bahasa sebagaimana digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Struktur dan strategi pengungkapan kekecewaan dipandang sebagai bagian dari fenomena kebahasaan yang diteliti untuk mendapatkkan tinjauan terhadap penggunaan ungkapan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, yang melibatkan konteks-konteks tertentu sebagai faktor-faktor yang memengaruhinya. Menurut Verschueren (1999:252) jika penelitian pragmatik dilakukan dengan berdasar pada sudut pandang tersebut, maka hasil penelitian yang dihasilkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemahan hubungan antara individu dengan lingkungan sosialnya, atau antara kognisi dengan budaya, yang mana bahasa dan
17
makna ikut berperan dalam konstruksi hubungan tersebut. Dengan demikian, hasil penelitian dalam tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pemahaman yang menjelaskan hubungan antara penggunaan bahasa dengan konteks-konteksnya sesuai dengan realitasnya. Sebagaimana
dikemukakan
oleh
Ferrara
(1988:138),
pragmatik
didefinisikan sebagai studi sistematis mengenai relasi antara properti-properti linguistis tuturan dengan propertinya yang lain dalam perannya sebagai tindakan sosial. Tiap tuturan merupakan serangkaian simbol yang dijelaskan berkaitan dengan konstruksi mental tertentu ataupun berkaitan dengan tindakan sosial tertentu yang berorientasi pada ekspektasi-ekspektasi normatif masyarakat. Berangkat dari sudut pandang tersebut, bentuk-bentuk tuturan yang beragam dalam pengungkapan kekecewaan dapat dilihat sebagai sebuah fenomena kebahasaan yang khas yang memiliki struktur tertentu. Dengan demikian, berbagai tindak tutur yang terdapat di dalamnya dapat dilihat sebagai suatu hal yang saling berkaitan satu sama lain sebagai sebuah manifestasi permukan dalam bentuk tuturan yang dapat dideskripsikan. Dalam kerangka pandangan tentang pragmatik sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka tindak tutur memiliki peranan yang penting dalam usaha untuk mendeskripsikan struktur yang ada. Dalam hal ini, tindak tutur dianggap sebagai satuan dasar dalam tuturan yang digunakan dalam proses analisis yang dilakukan. Hal ini dianggap sebagai langkah yang tepat untuk diambil dalam analisis pragmatik sebab pengkategorian terhadap berbagai tindak tutur yang terlibat dalam tuturan memang diperlukan. Levinson (1991:278) mengatakan bahwa
18
dalam berbagai teori tindak tutur apapun, pemetaan tindak tutur kedalam kategorikategori tertentu ialah suatu hal yang mendasar yang akan selalu diperhatikan. Oleh karena itu, hal pertama yang perlu dilakukan untuk melakukan pendeskripsian terhadap struktur pengungkapan kekecewaan ialah pengkategorian terhadap tindak-tindak tutur yang ada sebagai langkah awal. 1.6.3 Tindak Tutur dan Konteks Tindak tutur merupakan suatu unit tuturan yang digunakan penutur dalam berkomunikasi. Mey (2004:93) menegaskan bahwa tindak tutur bukan selalu dalam sebuah proposisi lengkap, namun tindak tutur dapat berupa ‘words with which to do’. Tindak tutur dalam hal ini dapat berupa kata-kata yang digunakan untuk menyatakan sesuatu. Mey (2004:116) berpendapat bahwa dalam interaksi, tindak tutur tidak berperan secara eksklusif dalam menentukan kesuksesan suatu performansi. Penentu keberhasilan sebuah performansi terletak di masyarakat. Menurutnya, hal tersebut yang kemudian dimediasi serta dinegosiasikan oleh penutur melalui tindak pragmatik. Dalam sebuah percakapan, tindak tutur berperan sebagai media untuk menyatakan maksud penutur terhadap mitra tutur dalam suatu tindak pragmatik yang terikat pada konteks suatu percakapan. Dengan demikian, konteks dan interpretasi tindak pragmatik merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Van Djik (2008:4), dalam melihat suatu fenomena, peristiwa, tindakan, atau wacana, konteks dibutuhkan untuk memberikan gambaran tentang lingkungan sekitarnya. Lebih jauh lagi ia mengatakan bahwa konteks memiliki kontrol terhadap suatu wacana dan dapat memengaruhi style yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, aspek-aspek di dalam
19
konteks menjadi hal yang dinamis yang dapat menjadi fondasi dalam penelitian mengenai tindak tutur dan pragmatik. Ungkapan yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur
umumnya
merupakan tindak tutur yang implisit. Untuk itu, dalam melihat suatu tuturan dalam percakapan diperlukan pengkategorian untuk mengetahui klasifikasi tindak tutur yang digunakan tersebut. Searle (1976) mengemukakan beberapa garis besar pengkategorian untuk menelaah tuturan dalam percakapan yang natural kedalam kelas-kelas yang meliputi: representatives, directives, commissives, expressives, dan declarations (representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif). Dalam pembahasan mengenai strategi pengungkapan kekecewaan dari segi pragmatik, berbagai macam tuturan dalam pengkategorian tersebut kemudian jatuh dalam ruang lingkup prinsip-prinsip kerjasama.
1.7 Metode Penelitian Data penelitian ini diambil dari rekaman yang mengandung ungkapan kekecewaan yang diambil dari talk show ataupun wawancara televisi yang diunduh dari situs Youtube yang bersumber dari berbagai acara yang melibatkan penutur bahasa Inggris Amerika di dalamnya. Kesamaan lingkup penutur bahasa diperhatikan dalam tahap pengambilan data untuk mengantisipasi adanya faktorfaktor yang membedakan kultur data dari satu lingkup penutur dengan lingkup penutur yang lain terkait dengan budaya masyarakatnya sehingga memungkinkan berpengaruh pada interpretasi data. Pengambilan data dibatasi terhadap sumber yang berbentuk rekaman-rekaman dari acara talk show ataupun program-program televisi yang menampilkan percakapan. Data yang bersumber dari percakapan
20
dipilih agar konteks yang terkandung pada tiap tuturan akan lebih lengkap sehingga aspek-aspek yang memengaruhi suatu tuturan dapat terdeskripsikan dengan baik yang menunjukkan adanya kesadaran penutur dalam memahami struktur kebahasaan yang ada, yang ditunjukkan dengan kesaling pahaman terkait kode-kode bahasa yang digunakan dalam pertuturan. Selain itu, keberadaan lawan tutur terkait hubungannya dengan penutur dalam percakapan dapat dianggap sebagai aspek tertentu yang dipertimbangkan dalam pemroduksian suatu tuturan yang bersangkutan dengan kompetensi pragmatik masing-masing penutur. Data yang diambil adalah data yang dianggap representatif, yaitu yang memuat ungkapan kekecewaan di dalamnya namun dengan rentang topik bebas yang diperoleh dengan teknik simak catat. Dalam hal ini, percakapan yang dimaksud ialah interaksi antara dua orang atau lebih yang berlangsung secara eksplisit sehingga dapat diamati (overt). Ekspresi penutur seperti ekspresi wajah, gerakan bola mata, pergerakan tangan, dan posisi tubuh penutur bukan merupakan bagian dari data yang dikaji, namun hal-hal tersebut tetap digunakan sebagai elemen yang membantu dalam proses interpretasi data. Selain itu, prosodi juga diperlakukan sama seperti ekspresi yang digunakan sebagai elemen pendukung suatu tuturan yang juga digunakan sebagai pertimbangan dalam mengidentifikasi tuturan kekecewaan. Munculnya ekspresi yang menyertai dan dianggap penting sebagai konteks yang mendukung pemaknaan terhadap tindak-tindak tutur tertentu akan disertakan dalam data sebagai keterangan tambahan pada masing-masing data. Di samping ekspresi dan prosodi, dalam mengidentifikasi tuturan yang mengandung ungkapan kekecewaan digunakan pula penerapan prinsip-prinsip kerjasama
21
sebagai instrumen yang membantu proses tersebut, yaitu tentang pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tersebut untuk mengidentifikasi tuturan-tuturan yang bersifat pragmatis dalam data. Untuk melihat variasi yang ada, faktor-faktor seperti kuat lemahnya emosi yang terlibat menjadi suatu hal yang diperhatikan sebab hal tersebut dapat memengaruhi pemroduksian tuturan. Hal ini dapat dikaitkan dengan aspek-aspek lain yang dijadikan catatan dalam pengumpulan data yang meliputi hubungan penutur yang satu dengan yang lain, misalnya menyangkut kedekatan penutur dengan mitra tutur serta ruang lingkup permasalahan yang ada, yaitu mengenai kedekatan permasalahan yang dibicarakan oleh penutur dengan dirinya. Hal ini tentunya dapat dilihat dari berbagai sisi misalnya dengan menggunakan sudut pandang yang dapat berangkat dari apakah suatu permasalahan tersebut bersentuhan dengan urusan pribadi penutur atau tidak ataupun mengenai penerimaan atau sikap seseorang terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal lain yang menyangkut konsen penutur terhadap suatu permasalahan juga diperhatikan. Selain itu, tipe exchange structure yang ada juga dipertimbangkan sebagai sebuah variasi yang dapat digunakan dalam menjelaskan struktur pengungkapan kekecewaan sebagai sebuah strategi pengungkapan perasaan kecewa yang dirasakan oleh penutur. Sumber data terdapat dalam transkripsi potongan dialog yang menyatakan tindak tutur pengungkapan kekecewaan. Setelah data transkrip percakapan diselesaikan dan diklasifikasi, maka analisis data dilakukan. Dalam proses analisis
22
data, metode yang digunakan ialah metode padan pragmatis yang berorientasi pada bahasa dan konteksnya. 1.8 Sistematika Penyajian Dalam penyajian data, satuan tindak tutur yang menyatakan kekecewaan ditandai dengan cetak tebal untuk memudahkan pembacaan. Konteks juga disertakan agar interpretasi data dapat dilakukan dengan tepat. Tindak-tindak tutur tertentu yang diberi penekanan lebih ditandai dengan dicetak dalam huruf kapital. Bentuk penyajian data dalam tesis ini dilakukan dengan penyajian data secara informal dengan menjabarkan konteks-konteks tuturan dan perkembangannya dalam pertuturan. Selain itu, pengkodean juga dilakukan terhadap masing-masing TV (Transkrip Video) yang terdiri dari satuan-satuan tuturan yang diberi kode (K) angka sesuai urutannya pada data terlampir. Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I terdiri dari bagian pendahuluan yang terdiri atas delapan bagian, yaitu latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi tentang pembahasan rumusan masalah pertama, struktur mikro pragmatik pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris. Bab III berisi tentang pembahasan rumusan masalah kedua yaitu, deskripsi struktur makro pragmatik pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris. Bab IV Mendeskripsikan strategi dan fungsi konteks dalam pengungkapan kekecewaan dalam bahasa Inggris, sedangkan bab V yang memuat simpulan penelitian yang dilakukan dan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.