BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kasus Enron merupakan kasus yang menggemparkan dunia audit. Temuan demi temuan mengungkapkan berbagai jenis kecurangan di Enron, seperti meminjam dalam jumlah yang besar untuk dana operasional, menyalahgunakan perlakuan akuntansi, menjual arus kas di masa yang akan datang dengan nilai sekarang untuk menghasilkan pendapatan, dan menyalahgunakan Special-Purpose Entities untuk menyembunyikan kerugian yang besar. Penyebab krisis ini adalah adanya pemberian dua jasa yaitu sebagai auditor dan konsultan. Dampak dari krisis ini, muncul standar baru audit yang disebut ISA (International Standard on Auditing). Di Indonesia, kasus manipulasi juga banyak terjadi. Contohnya kasus yang melibatkan Batavia Air yang memilih dipailitkan untuk lolos dari kewajiban membayar hutang yang telah jatuh tempo. Dudi Sudibyo, pengamat penerbangan yang dikutip Tuanakotta (2013) mencurigai laporan keuangan Batavia Air pada tahun 2011 yang dapat mencetak laba, padahal tahun 2010 tidak terlalu bagus. Kasus lain adalah manipulasi yang dilakukan oleh PT Waskita Karya. Sofyan Djalil, Menteri Negara BUMN, dalam Viva News, 27 Agustus 2009 yang dikutip Tuanakotta (2013) menyatakan di perusahaan karya tersebut didapat kontrak misalnya Rp1 triliun, tetapi baru dikerjakan dalam waktu tiga bulan dengan nilai Rp300 miliar. Karena ingin
kesan seolah–olah untung, maka diakui semua proyek sudah dikerjakan dan dibukukan dalam laporan keuangan. Oleh akuntan publik Heliantono, pada laporan keuangan tahun 2008 diungkapkan salah saji ditahun 2005 sebesar Rp5 miliar. Sedangkan aset pada tahun 2005 adalah Rp1,6 triliun yang berarti nilai diduga digelembungkan sebesar 0,3% dari nilai aset. Kasus – kasus di atas merupakan kasus yang melibatkan auditor eksternal dan praktik kecurangan manajemen. Auditor harus benar-benar independen dan mampu untuk mendeteksi kecurangan yang diduga dilakukan klien. Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan sangat dibutuhkan dalam pengaruh pemberian opini hasil audit. Indikasi kecurangan didukung adanya bukti yang konkrit yang ditemukan berpengaruh terhadap prosedur dan hasil audit yang akan diberikan. Penambahan
atau
pengurangan
prosedur
audit
selain
karena
pertimbangan resiko yang dimiliki klien, juga karena adanya sikap kehatihatian terhadap kecurangan yang diduga dilakukan oleh klien. Auditor yang mampu mendeteksi kecurangan akan mempertimbangkan untuk menambah prosedur audit yang akan dilakukan terhadap klien. ISA memiliki perubahan yang mendasar dan substantif dari standar audit sebelumnya. ISA menekankan pada audit berbasis risiko, principlesbased standard, berpaling dari model sistematis, kearifan profesional dan konsekuensinya, pengendalian internal, dan those change with governance.
Ciri yang paling menonjol dari ISA adalah penekanan terhadap aspek resiko. Penilaian risiko diatur dalam ISA 315. Berikut kutipan ISA 315 alinea ke 15 : “ Auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai apakah entitas mempunyai proses untuk : a. Mengidentifikasi risiko bisnis yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan. b. Mengestimasi berapa signifikannya risiko. c. Menilai seberapa besarnya potensi terjadinya resiko. d. Menentukan tindakan untuk menangani risiko.” (Tuanakota,2013) Selain basis risiko, ISA juga menekankan perubahan mendasar pada standar berbasis prinsip (principles-based standard). Sehingga pemakai standar tidak terpaku pada aturan yang cenderung kaku dan terkadang tidak sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi. Permasalahan audit dari satu klien dengan klien lain tidak tentu sama sehingga dengan basis prinsip, auditor dapat mengatasi suatu situasi dan kondisi dengan prinsip-prinsip bukan aturan. Kaitannya dengan risiko, ISA juga menekankan pada pengendalian internal, yaitu bagaimana perusahaan membangun, memelihara, dan mengimplementasikan pengendalian internal. Auditor berkewajiban untuk menilai pengendalian internal dan menggunakan hasil penilaian tersebut serta mengomunikasikan dengan manajemen dalam hal auditor menentukan defisiensi dalam pengendalian internal (Tunakotta, 2013).
Selain itu, penekanan ISA terletak pada kearifan profesional. Setiap auditor
mengklaim
bahwa
ia
telah
memiliki
kearifan
profesional.
Konsekuensi dari ISA yang menekankan kearifan profesional adalah keterlibatan auditor yang berpengalaman dalam praktik akuntan publik, yang berarti keterlibatan partner yang mempunyai pengalaman, pendidikan, dan pelatihan dengan ciri-ciri kepribadian tertentu seperti sikap skeptis (professional skepticism) (Tuanakotta, 2013). Alasan kenapa kearifan profesional menjadi penekanan berkaitan dengan kasus manipulasi yang dilakukan oleh Enron, PT Waskita Karya, dan kasus lain. Pada kasus tersebut, auditor dinilai gagal menjalankan audit. Salah satu faktor yang mempengaruhi kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) yaitu kompetensi teknis yang terkendala (Tuanakotta, 2013). Kompetensi teknis yang terkendala dikarenakan tingkat pengetahuan, pengalaman, dan lain-lain. Tentu saja, kompetensi teknis yang memadai memiliki tingkat pengetahuan tinggi. Selain dari pelatihan, pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman yang banyak. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh, semakin banyak pengetahuan auditor dalam menghadapi suatu kondisi tertentu. Sehingga meningkatkan kompetensi teknis auditor yang dapat meminimalisasi terjadinya kegagalan auditor. Faktor lain yang menyebabkan kegagalan auditor pada penelitian Beasley et al., (2001) didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases) dikutip oleh Noviyanti (2008) dalam Nasution (2012) adalah rendahnya tingkat skeptisme profesional yang dimiliki oleh auditor. Hal ini
didukung penelitian oleh Carpenter, Durtschi dan Gaynor (2002) dalam Nasution (2012) auditor yang lebih skeptis akan lebih mampu mendeteksi kecurangan pada tahap perencanaan dan tahap audit selanjutnya, maka tidak terjadi gagal audit. Rendahnya skeptisisme profesional menyebabkan kegagalan audit termasuk gagal mendeteksi kecurangan. Menurut Nasution (2012) auditor yang memiliki sikap skeptis yang tinggi biasanya memiliki ciri-ciri kepribadian yang selalu berpikiran logis dan membuat keputusan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Menurut Noviyanti (2008) dalam Nasution (2012) suatu sikap ditentukan oleh tipe kepribadian yang dimiliki, begitu juga dengan sikap skeptisisme. Tipe kepribadian menurut Myers-Briggs Type Indicators (MBTI) terdapat empat pasang preferensi manusia, yaitu extraversion dan introversion, sensing dan intuition, thinking dan feeling, serta judging dan perceiving. Masing-masing preferensi memiliki ciri yang berbeda-beda. Ciri yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam individu mengembangkan sikap untuk menyikapi suatu kondisi. Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat menurun dalam suatu kondisi tertentu dalam diri auditor. Lopez dan Peters (2011) dalam Nasution (2012) menyatakan saat auditor memiliki banyak tekanan yang terjadi pada busy season biasanya terjadi pada kuartal pertama awal tahun. Hal ini menyebabkan auditor menjadi kelelahan dalam pemeriksaan
sehingga cenderung untuk mengurangi prosedur audit. Berkurangnya prosedur audit menyebabkan tingkat ketelitian auditor berkurang sehingga kualitas audit akan rendah. Kualitas audit yang rendah dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti variabel beban kerja, pengalaman, skeptisme profesional, dan tipe kepribadian yang dapat mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian ini didasarkan pada diterapkannya standar baru dalam audit yaitu ISA yang menekankan auditor untuk menggunakan kearifan profesional khususnya dalam mendeteksi kecurangan. Selain itu pada penelitian sebelumnya oleh Maghfiroh (2010) mengungkapkan
hubungan
skeptisime
profesional
dengan
ketepatan
pemberian opini. Jaffar dkk., (2011) dalam Nasution (2012) yang menguji pengaruh tipe kepribadian terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Nasution (2012) meneliti pengaruh beban kerja, pengalaman audit dan tipe kepribadian terhadap skeptisme profesional dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah variabel skeptisisme profesional dan metode penelitian. Pada penelitian sebelumnya, variabel skeptisisme profesional sebagai variabel dependen sedangkan pada penelitian ini sebagai variabel independen. Metode penelitian ini menggunakan Rasch model dalam analisis data sehingga diharapkan dapat lebih akurat dalam pengukuran variabel.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang sudah diuraikan maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah beban kerja berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan? 2. Apakah pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan? 3. Apakah
skeptisisme
profesional
berpengaruh
positif
terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan? 4. Apakah tipe kepribadian NT berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah : 1. Beban kerja berpengaruh negatif dalam mendeteksi kecurangan. 2. Pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. 3. Skeptisisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. 4. Tipe kepribadian berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. D. Manfaat Penelitian Bagi Kantor Akuntan Publik, penelitian ini diharapkan membantu untuk menentukan tindakan atau perencanaan kegiatan yang tepat terkait
peningkatan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Kantor Akuntan Publik diharapkan dapat meningkatkan sensitivitas auditor dalam mendeteksi kecurangan karena kecurangan dilakukan secara terstruktur dan rapi untuk disembuyikan. Kecurangan dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi dan merupakan masalah yang sangat serius karena kecurangan dalam laporan keuangan yang disajikan oleh klien akan berpengaruh terhadap prosedur dan opini yang akan diberikan oleh auditor. Bagi auditor, penelitian ini diharapkan membantu auditor untuk dapat memperhatikan hubungan skeptisisme profesional terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan sehingga auditor dapat menyikapi. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh beban kerja, pengalaman audit, skeptisisme profesional, dan tipe kepribadian terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya