BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Anak adalah individu yang masih memiliki ketergantungan pada orang dewasa dan lingkungan sekitarnya, anak memerlukan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam kebutuhan dasar serta belajar mandiri (Supartini, 2004). Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 – 6 tahun dapat disebut usia prasekolah dimana pada usia ini, perkembangan motorik anak berjalan terus-menerus. Masa Prasekolah merupakan suatu masa di mana terjadi berbagai proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada anak. Pada masa ini daya imajinasi dan kreatifitas anak mulai berkembang, pada perkembangan motorik halus, anak sudah bisa memegang alat tulis dengan benar, belajar menggambar dan mewarnai, menggambar kotak, garis garis, dan sebagainya (Riyadi, 2009 dalam Sukoati, 2012) Tidak hanya orang dewasa, anak juga dapat terserang suatu penyakit dan membutuhkan hospitalisasi untuk diagnosa dan pengobatan penyakitnya. Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan sampai pemulihannya kembali ke rumah (Supartini, 2004) Bagi anak usia 3 – 6 tahun (prasekolah), hospitalisasi merupakan stressor buruk yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak (Wong, 2009). Selain dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, menurut (Supartini, 2004) dampak dari hopitalisasi di antaranya menimbulkan perasaan cemas, takut, sedih dan perasaan tidak nyaman yang dialami oleh anak, karena 1
2
menghadapi stressor yang ada di lingkungan rumah sakit sehingga akan berdampak pada perawatan anak selama di rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa
hospitalisasi
menyebabkan
anak
kehilangan
pengendalian diri karena harus menyesuaikan diri dengan rutinitas rumah sakit dan menyebabkan ketakutan pada anak (Coyne, 2006) Mekanisme koping sangat penting dalam proses adaptasi anak selama hopitalisasi, karena apabila anak mampu beradaptasi dengan baik atau koping yang positif dapat mendukung dalam proses penyembuhannya, dimana koping yang positif atau adaptif ditandai sikap yang positif contohnya yaitu optimis, kompetensi, dan kepatuhan, sedangkan koping yang maladaptif ditunjukan anak dengan sikap yang negatif yaitu menarik diri, mudah tersinggung, suka murung dan diperlihatkannya dengan tindakan yang agresif (Wong, 2004 dalam Sukoati, 2012). Pada umumnya anak usia pra sekolah jika di rawat di rumah sakit akan timbul rasa takut dimana hal tersebut menunjukan koping yang maladaptif ketika beradaptasi terhadap hospitalisasi yang dialaminya (Hegner, 2003 dalam Sukoati, 2012). Efek dari ketakutan tersebut mengakibatkan anak menolak tindakan keperawatan dan pengobatan sehingga penyakitnya tidak kunjung sembuh (Alimul, 2008 dalam Kusdyawati 2009) Penolakan terhadap tindakan keperawatan dan pengobatan sudah menjadi fenomena pada anak yang dirawat di rumah sakit. Dalam jurnal Hardjono Suparto, pada tahun 2002 di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tentang perilaku anak sakit menunjukan bahwa 70 % pasien pada awalnya menunjukan perilaku yang negatif ( agresif maupun depresif ), dengan tidak melihat jenis diagnosanya. Berdasarkan data dari Ruang Anak RS. Baptis
3
Kediri , jumlah anak yang berusia 3-6 tahun selama bulan Juli – Oktober 2011 ada 119 pasien, dengan rata rata 30 pasien setiap bulan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh Hardjono Suparto selama 4 hari, yaitu pada tanggal 7-10 Nopember 2011 pada 10 anak yang sedang dirawat di ruang anak RS. Baptis Kediri menunjukan sebanyak 60% anak menunjukan perilaku koping yang maladaptif (seperti menangis, mengamuk, tidak mau dilakukan tindakan keperawatan, dan sebagainya) saat menghadapi hospitalisasi. Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti sendiri di RS Wava Husada Kepanjen Malang ruang rawat inap C didapatkan data anak yang dirawat inap pada bulan September hingga November 2014 berjumlah 163 anak, pada bulan Desember 2014 berjumlah 24 anak dan yang belum pulang dari RS ada 21 anak. Fenomena anak yang mengalami penolakan terhadap tindakan keperawatan saat hospitalisasi sangat tinggi dimana anak memberi respon gelisah dan rewel hari pertama masuk rumah sakit adalah 50 anak, anak yang menolak dilakukan tindakan 20 anak, anak lari sebelum dilakukan tindakan 2 anak, anak yang pulang paksa sebanyak 20 anak, anak melakukan tindakan kurang baik terhadap perawat 8 anak. Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Unit Rawat Inap C RS Wava Husada Kepanjen Malang bahwa didapatkan informasi bahwa RS Wava Husada Kepanjen tidak memiliki ruangan untuk terapi bermain dan tidak memberi intervensi terapi bermain pada anak saat hospitalisasi. Perawat juga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan bagaimana cara mendekati dan berinteraksi dengan anak – anak yang mengalami hopitalisasi, agar mereka tidak menunjukan respon yang maladaptif tetapi menjadi kooperatif terhadap pengobatan yang diberikan
4
(Adriana, 2011). Media yang efektif dalam upaya untuk mengatasi koping maladaptif saat hospitalisasi dan sebagai media interaksi antara perawat dan anak adalah dengan bermain. Pemberian aktifitas bermain pada anak di rumah sakit akan memberikan nilai yang terapeutik yang akan sangat berperan dalam pelepasan ketegangan pada anak (Wong, 2003 dalam Sukoati 2012). Bermain merupakan terapi yang dilakukan pada anak yang menjalani hospitalisasi, dimana metode ini dapat mengurangi konflik dan kecemasan yang dialami anak. Pada saat bermain anak akan mampu mengekspresikan perasaan frustasi, permusuhan, serta rasa marah, sehingga anak dapat melupakan ketegangan dan mampu beradaptasi terhadap kecemasan (Hale, 2014). Bermain sebagai terapi merupakan usaha mengubah tingkah laku bermasalah, dengan menempatkan anak dalam situasi bermain. Bermain itu sendiri merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social. Selain itu bermain merupakan media yang baik untuk belajar, dimana anak – anak akan belajar untuk berkomunikasi, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengetahui banyak hal (Adriana, 2013) Banyak terdapat jenis terapi bermain yang dapat diberikan kepada anak prasekolah yang mengalami hopitalisasi salah satu contohnya adalah terapi bemain mewarnai gambar, dimana anak lebih mudah mengekpresikan pikiran mereka, karena lukisan dan gambar merupakan media yang luar biasa untuk berekspresi. Selain itu warna juga bisa sebagai media untuk terapi yang bisa meringankan stres pada anak (Wong, 2003 dalam Kusdyawati, 2009). Anak yang diberikan terapi bermain mewarnai gambar anak lebih mudah mengekpresikan pikiran mereka, karena lukisan dan gambar merupakan
5
media yang luar biasa untuk berekspresi. Anak lebih mudah mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka melalui seni, karena manusia berpikir pertama dalam imajinasi dan kemudian mempelajari untuk diterjemahkan dalam kata – kata. Selain itu warna juga bisa sebagai media untuk terapi yang bisa menjadi tehnik distraksi dan meringankan stress bagi anak, sehingga anak mempunyai respon yang adaptif (Wong, 1995 dalam Kusdyawati, 2009). Salah satu jenis permainan yang dapat dilakukan di rumah sakit adalah construction play atau permainan yang menghasilkan suatu karya, yang termasuk didalamnya adalah mewarnai, dan mewarnai itu sendiri adalah permain yang cocok bagi anak usia prasekolah karena pada usia tersebut anak – anak senang bermain dengan warna karena warna akan memunculkan imajinasi pada anak. (Muhammad, 2009) Berdasarkaan uraian diatas, penulis ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian terapi bermain mewarnai terhadap tingkat kooperatif anak prasekolah pada tindakan keperawatan di Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen Malang. 1.2
Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini “Bagaimana efektifitas pemberian terapi bermain mewarnai terhadap tingkat kooperatif anak prasekolah pada tindakan keperawatan di Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen Malang. “
1.3
Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian terapi bermain mewarnai
6
terhadap tingkat kooperatif anak prasekolah pada tindakan keperawatan di Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen Malang. 1.3.2
Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi
gambaran
karakteristik
responden
anak
berdasarkan : usia, dan jenis kelamin 2. Mengidentifikasi efektifitas pemberian terapi bermain mewarnai terhadap tingkat kooperatif anak prasekolah pada tindakan keperawatan 1.4
Manfaat penelitian 1. Bagi Institusi Keperawatan Sebagai penambah referensi akademik, pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan dating 2. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang nyata untuk peneliti pemula dalam proses penelitian. 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit dalam upaya menerapkan aktivitas bermain di rumah sakit dan untuk membantu proses perubahan respon atau tingkat kooperatif anak terhadap tindakan keperawatan selama hospitalisasi. Dan diharapkan terapi bermain sebagai salah satu bentuk penerapan asuhan keperawatan kepada anak selama hospitalisasi. 3. Bagi Anak Dengan adanya penelitian ini anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya secara normal selama perawatan dan diharapkan dengan
7
terapi bermain mewarnai anak dapat merubah respon atau tingkat kooperatif yang tidak sesuai selama hospitalisasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dalam bermain. 4. Bagi Orang Tua Dapat meningkatkan pengetahuan orang tua atau keluarga dalam hal perubahan tingkat kooperatif anak selama maupun pasca hospitalisasi melalui aktifitas bermain dan mendukung pelaksanaan tindakan keperawatan. 1.5
Keaslian penelitian Penelitian ini diajukan berdasarkan penelitian – penelitian yang hampir serupa pernah dilakukan, yaitu : 1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sukoati pada tahun (2012) tentang aktifitas bermain mewarnai dapat meningkatkan mekanisme koping adaptif saat menghadapi stres hospitalisasi pada anak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengaruh aktivitas bermain mewarnai terhadap penggunaan mekanisme koping saat hospitalisasi. Desain penelitian yang digunakan pra eksperimental pre-post test one group, Populasi penelitian adalah anak usia prasekolah yang dirawat di ruang anak Rumah Sakit Baptis Kediri sejumlah 31 responden. Sampling dengan teknik accidental sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh aktivitas bermain mewarnai terhadap mekanisme koping menghadapi hospitalisasi pada anak usia pra sekolah. 2. Pada tahun (2012) yang di muat di jurnal nursing studies oleh Pravitasari dan Edi, tentang perbedaan tingkat kecemasan pasien anak usia prasekolah sebelum dan sesudah program mewarnai. Tujuan penelitian
8
ini adalah untuk mengatahui nilai kecemasan sebelum dan sesudah program mewarnai. Dengan menggunakan metode Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif pre eksperimen one group pre-post test. dan jumlah sampel yang diperoleh adalah 20 pasien yang berusia 3-6 tahun di RSUD Ungaran. Pengambilan data menggunakan lembar check list yang diisi oleh peneliti menggunakan observasi dan wawancara pada keluarga pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan tingkat kecemassan pasien anak usia pra sekolah sebelum dan sesudah pemberian program bermain mewarnai. 3. Rahmani dan Moheb (2010) meneliti tentang The effectiveness of clay therapy and narrative therapy on anxiety of pre-school children: a comparative study. Jumlah sampel sebanyak 30 responden yang terdiri dari 10 anak kelompok narrative therapy, 10 anak kelompok clay therapy dan 10 anak kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan kecemasan antara kelompok kontrol dengan kelompok narrative therapy dan clay therapy, tetapi tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan antara kelompok narrative therapy dengan kelompok clay therapy.