1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Kusumaningrat (2009:4), bahwa pada awal tahun 2003 pemerintah Indonesia mulai menggagas sebuah gagasan ekonomi rakyat sebagai salah satu upaya pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat Indonesia. Gagasan ini muncul sebagai penyelamat kehidupan ekonomi bangsa pasca Indonesia dilanda krisis moneter, yang kemudian menjadi krisis ekonomi pada tahun 1997. Sektor-sektor yang selamat dari krisis antara lain sektor pertanian, perikanan, kehutanan, dan unsur-unsur ekonomi swasta seperti industri kecil dan menengah serta pengusaha-pengusaha informal. Data BPS tahun 2000 menyebutkan bahwa sekitar 99,6 % tenaga kerja Indonesia terserap dalam kategori sektor usaha mikro (kecil). Sektor ini dinilai potensial karena dapat menjangkau lebih dari 136 juta jiwa pada tahun 2000 atau tiga tahun setelah krisis 1997. Dalam sumbangannya kepada perekonomian, industri kecil dan menengah merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dari unit-unit usaha berskala menengah maupun besar. Hal ini dikarenakan bahwa suatu unit bisnis pada umumnya memiliki tugas yang sama yakni sebagai pihak yang memproduksi atau mendekatkan barang dan jasa kepada masyarakat. Unit usaha kecil, menengah maupun besar yang berorientasi pada tugas, tujuan, dan pelaksanaan fungsi merupakan unit usaha yang berperan dalam menunjang perekonomian nasional. Krisis moneter maupun krisis global yang berkesinambungan membuat pilarpilar perekonomian kian lama mengalamai penurunan yang signifikan. Hampir seluruh negara di berbagai penjuru dunia merasakan dampak dari krisis global, tak terkecuali
2
Indonesia. Banyak perusahaan besar mengalami penurunan pendapatan dan tidak sedikit perusahaan yang mengalami kerugian, akan tetapi terdapat hal yang menarik yakni perusahaan-perusahaan kecil berskala industri rumah tangga mampu bertahan ditengah krisis. Dalam situasi seperti ini, para pengusaha muda mulai bangkit dan bermunculan. Tidak sedikit di antara mereka yang sebelumnya adalah karyawankaryawan perusahaan besar kemudian diberhentikan bekerja. Berbekal pengetahuan, pengalaman, dan jaringan relasi yang masih dimiliki, mereka berjuang menunjukkan eksistensinya di dalam dunia usaha. Desa Mekarsari memiliki potensi industri yang berbasis pada sumber daya alam dan manusia yang dapat dikembangkan, sehingga dapat dijadikan keunggulan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Salah satu bentuk industri di Desa Mekarsari adalah industri kerajinan payet. Coley (2008:1) mengungkapkan bahwa payet merupakan benda kecil yang dapat memberi arti besar apabila diperlukan, dengan sentuhan sulam dari tangan-tangan terampil. Sejarah telah mewarisi penggunaan payet dalam gaya berpakaian pada masamasa kejayaaan kerajaan-kerajaan nusantara. Terbukti dari beberapa pakaian daerah di Nusantara yang telah dihiasi dengan menggunakan payet. Penduduk Desa Mekarsari berhasil mengembangkannya menjadi suatu bentuk kerajinan yang indah. Sehingga dari pemanfaatan payet ini, terjadilah suatu kegiatan ekonomi berskala rumahan atau yang dikenal sebagai industri rumah tangga (home industry). Industri rumah tangga adalah suatu unit usaha atau perusahaan dalam skala kecil yang bergerak dalam bidang industri tertentu.
3
Industri
rumah
tangga
secara
langsung
dapat
mengurangi
tingkat
pengangguran, mempercepat siklus finansial dalam suatu komunitas masyarakat yang berarti memacu laju pertumbuhan suatu negara serta memperpendek kesenjangan sosial masyarakat. Dalam skala makro, industri rumah tangga adalah salah satu pilar utama pendukung kekuatan perekonomian suatu daerah di antaranya adalah unit kecamatan, kabupaten / kota, maupun negara. Dari hasil berbisinis industri rumah tangga payet ini, sebagian dari pengusaha kerajinan payet telah mampu mewujudkan beberapa keinginan mereka seperti pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan kepemilikan fasilitas hidup yang beragam. Pada abad 21 ini, dunia fashion mengalami perkembangan yang signifikan. Harga yang ditawarkan untuk bahan berpayet lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan yang sama tanpa hiasan payet. Sebelumnya penggunaan payet hanya terbatas pada gaun-gaun pesta, kostum tari dan kebaya. Namun sekarang payet dapat diaplikasikan untuk perlengkapan rumah tangga, sepatu, sandal, sampai perhiasan. Harganya bervariasi dan cukup terjangkau. Hal ini menjadikan kerajinan payet banyak diminati pasar dan konsumen. Bahan dasar kerajinan dapat diperoleh di Pasar Baru Bandung dan Pasar Tanah Abang Jakarta serta beberapa pasar yang menjual pernak-pernik payet lainnya. Bentuk usaha beragam dimulai dari menjual kembali bahan-bahan payet, menjahit pakaian, dan menyulam payet untuk dikombinasikan dengan pakaian yang sudah terjahit. Pemasaran dilakukan ke berbagai kota seperti Bandung, Garut, Tasikmalaya, Jakarta, Solo, Surabaya, Malang, Batam, bahkan hingga ke Mancanegara seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
4
Tabel 1.1 Persebaran Pengusaha Kerajinan Payet Di Desa Mekarsari No
RT
RW
1 2 3 4 5 6 7
01 03 02 03 01 04 01
01 01 06 06 09 09 10
JUMLAH Sumber : Hasil Pra Penelitian Tahun 2010
Jumlah (Unit) 4 3 4 4 1 2 2 20
Tenaga kerja yang dimiliki oleh seorang pengusaha kerajinan payet ini berkisar dari 5-15 orang. Keterampilan yang dimiliki tenaga kerja beragam dimulai dari menggambar pola bahan, hingga membuat teknik sulam seperti sulam tabur, sulam tumpuk, sulam sambung dan masih banyak lagi teknik yang dapat dilakukan. Semua keterampilan tersebut diperoleh dengan cara belajar secara autodidak, atau sistem tutor dari pemula kepada tenaga kerja yang tergolong ahli. Pengusaha kerajinan payet memperoleh modal dengan cara melakukan peminjaman ke bank. Nominal uang yang dipinjam beragam dari 50 hingga 100 juta rupiah. Namun terjadi permasalahan yang cukup besar dalam pengelolaan usaha kerajinan ini di antaranya adalah tidak adanya suatu instansi yang mewadahi. Hal tersebut berimbas pada penentuan harga yang tidak seragam serta cenderung terjadi persaingan yang tidak sehat antar pemilik industri rumah tangga kerajinan payet. Permasalahan lain di antaranya adalah belum diadakannya suatu pemetaan lokasi dan sensus terhadap pemilik industri rumah tangga kerajinan payet di Desa Mekarsari yang akurat. Sehingga untuk usaha industri rumah tangga ini sendiri terbilang dapat dikatakan belum terkondisikan. Padahal untuk usaha berpotensi besar
5
seperti ini diharapkan memiliki induk industri yang dapat mengatur segala kebijakan seperti segi harga beli dan harga jual. Penduduk di sana mengistilahkannya dengan nama bapak angkat. Bapak angkat adalah suatu lembaga berbadan hukum seperti koperasi yang memiliki fungsi mengendalikan harga. Namun koperasi atau badan usaha itu belum terbentuk hingga saat ini sehingga sering terjadi persaingan yang tidak sehat. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui potensi yang dapat dikembangkan dari industri rumah tangga tersebut. Seperti telah disebutkan di atas, kerajinan ini ternyata cukup strategis dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat. Namun sayangnya, industri kerajinan payet merupakan suatu bentuk usaha yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal potensi yang dimiliki cukup besar jika dikembangkan secara intensif. Teknik sulaman tangan seperti kerajinan payet ini pada umumnya tidak diproduksi secara massal, sehingga nilai eksklusivitasnya tetap terjaga. Hal-hal tersebut menjadikan sulaman tangan dinilai memiliki estetika dan lebih mahal harganya dibandingkan dengan teknik modern. Penulis berpendapat bahwa penelitian ini perlu dilakukan mengingat sektor industri rumah tangga (home industry) merupakan aset berharga yang patut dijaga dan dikembangkan. Keberadaan usaha teknik menyulam payet perlu dilestarikan ditengah persaingan pasar yang terus meningkat setiap harinya. Hal tersebut menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengangkat permasalahan untuk dijadikan karya tulis dengan judul “Hubungan Antara Industri Rumah Tangga Kerajinan Payet Dengan Kondisi Sosial Ekonomi Pengusaha Kerajinan Di Desa Mekarsari Kecamatan Ngamprah”.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas untuk memperjelas permasalahan dan mempermudah dalam pembahasanannya dikemukakan beberapa rumusan masalah sekaligus dijadikan sebagai pertanyaan penelitian. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi industri rumah tangga kerajinan payet di Desa Mekarsari Kecamatan Ngamprah ? 2. Bagaimana hubungan antara industri rumah tangga kerajinan payet dengan kondisi sosial ekonomi pengusaha kerajinan payet ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi industri rumah tangga kerajinan payet. 2. Menganalisis hubungan industri rumah tangga kerajinan payet dengan kondisi sosial ekonomi pengusaha kerajinan payet. D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan, pemahaman, serta pengetahuan mengenai ilmu geografi terkait konsep dan teori serta praktisnya di lapangan.
2.
Untuk pemerintah setempat, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan usaha
7
pembinaan terhadap industri kecil dalam hal ini adalah kegiatan usaha industri rumah tangga (home industry). 3.
Bagi kepentingan pembelajaran geografi, penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi pengajaran dan pengembangan ilmu geografi terkait materi industri.
E. Definisi Operasional 1.
Industri rumah tangga merupakan industri rumahan dan termasuk kedalam industri
kecil
karena
dilihat
dari
modalnya
yang
kecil,
kegiatan,
pengorganisasiannya produksinya maupun jumlah tenaga kerja sedikit serta pengelolaan teknologi yang masih dalam skala sederhana. 2.
Payet merupakan benda kecil berupa manik-manik (mute) yang disulam di atas baju, kerudung, rok, tas, pernak-pernik, sampai sepatu.
3.
Kerajinan payet adalah bentuk pemberian kreasi manik-manik (mute) pada baju, kerudung, rok, tas, pernak-pernik, sampai sepatu dengan teknik kerajinan sulam tangan dan variasi warna menggunakan bahan dasar payet. Bahasa keseharian yang digunakan penduduk Desa Mekarsari untuk usaha kerajinan ini adalah kerajinan payet.
4.
Pengusaha kerajinan payet adalah pemilik usaha kerajinan yang berwenang mengatur proses pembuatan produk kerajinan dari kepemilikan modal, proses pembelian bahan dasar, proses produksi, hingga pemasaran produk kerajinan. Pengusaha kerajinan ini memiliki beberapa tenaga kerja dan mitra kerja sebagai berikut :
8
a. Pengrajin bordir : orang yang bekerja memproses atau mengolah barang atau bahan yang menitikberatkan pada keindahan dan komposisi warna benang pada medium berbagai kain dengan alat bantu seperangkat mesin bordir. Keberadaan para pengrajin bordir sendiri hanya terdapat di Kecamatan Kawalu dan Kecamatan Singaparna (Tasikmalaya), mengingat di Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan kota-kota lain hampir tidak terdapat para pengrajin bordir. b. Pengrajin payet (maklun) : orang yang bekerja memproses atau mengolah barang dalam bentuk pemberian kreasi pada baju, kerudung, rok, tas, pernak-pernik, sampai sepatu dengan teknik kerajinan sulam tangan yang telah dibordir dan variasi warna dengan menggunakan bahan dasar payet dan pasir. Para pengrajin payet ini tersebar di beberapa wilayah seperti Kecamatan Gununghalu, Kecamatan Cililin, Kecamatan Batujajar, Kecamatan
Ngamprah,
Kecamatan
Cikalongwetan,
Kecamatan
Padalarang, Kota Cimahi, bahkan hingga ke Garut dan Tasikmalaya. c. Koordinator pengrajin bordir : orang yang bekerja mengkoordinir para pengrajin bordir. d. Koordinator pengrajin payet (maklun) : orang yang bekerja mengkoordinir para pengrajin payet. 5.
Kondisi Sosial Ekonomi Pengusaha Kerajinan Payet Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran umum mengenai keadaan sosial ekonomi para pengusaha kerajinan payet di
9
Desa Mekarsari yang meliputi pendapatan, pendidikan, dan kepemilikan fasilitas hidup. 6.
Desa Mekarsari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat yang dijadikan lokasi penelitian bagi penulis.
F. Anggapan Dasar 1.
Faktor-faktor yang yang mempengaruhi industri rumah tangga kerajinan payet di antaranya adalah : a. faktor input
: modal, penggunaan bahan dasar, teknologi, tenaga kerja,
2.
b. proses
: proses produksi,
c. faktor output
: pemasaran dan produksi kerajinan.
Kegiatan industri rumah tangga kerajinan payet memiliki hubungan terhadap pendapatan, pendidikan dan kepemilikan fasilitas hidup para pengusaha kerajinan payet.
G. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Ha : Terdapat hubungan antara industri rumah tangga kerajinan payet dengan kondisi sosial ekonomi pengusaha kerajinan payet di Desa Mekarsari Kecamatan Ngamprah. 2. Ho : Tidak terdapat hubungan antara industri rumah tangga kerajinan payet dengan kondisi sosial ekonomi pengusaha kerajinan payet di Desa Mekarsari Kecamatan Ngamprah.