1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa sehingga harus dipersiapkan dan diarahkan sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi anak yang sehat jasmani, maju, mandiri dan sejahtera menjadi sumber daya yang berkualitas sehingga dapat menghadapi tantangan dimasa mendatang (Titin, 2003). Menurut Anisah (2007) bahwa anak usia sekolah berkisar antara usia 6-12 tahun, masa sekolah dalam periode ini sudah menampakkan kepekaan untuk belajar sesuai dengan sifat ingin tahu anak. Pada masa ini sebagian besar kehidupan anak mulai bergeser dari lingkungan rumah ke lingkungan sekolah. Seorang anak mulai merasakan hidup mandiri kemudian dengan pengaruh lingkungan di luar rumah anak akan membentuk sifat atau wataknya sendiri. Berubahnya perhatian dan minat anak ini sering menimbulkan kekesalan pada orang tua, sehingga bila masalah antara anak dan orang tua tidak segera diselesaikan, mungkin akan terdapat kesulitan dalam penyesuaian diri anak dengan keadaan di luar rumah (Markum, 1999) Menurut Piaget (1981) dalam Thedevilarea (2010), bahwa pemikiran anakanak usia sekolah dasar masuk dalam tahap pemikiran konkret-operasional (concrete operational thought), yaitu masa dimana aktifitas mental anak terfokus pada objekobjek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk berpikir melalui urutan sebab akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang bisa ditempuh dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Pemahaman tentang waktu dan
2
ruang (spatial relations) anak usia sekolah dasar juga semakin baik. Karena itu, mereka dapat dengan mudah menemukan jalan keluar di ruangan yang lebih kompleks daripada sekedar ruangan dirumahnya sendiri. Anak usia Sekolah Dasar telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkannya dapat berpikir untuk melakukan suatu tindakan, tapi ia sendiri bertindak secara nyata. Keterbatasan yang terjadi dalam kemampuan berfikir konkret anak ialah egosentrisme. Egosentrisme adalah anak belum mampu membedakan antara perbuatan-perbuatan dan objek-objek yang secara langsung dialami dengan perbuatan-perbuatan yang objek-objek yang hanya ada dalam pikirannya. Misalnya, ketika anak diberikan soal untuk memecahkan, ia tidak akan mulai dari sudut objeknya, melainkan ia akan mulai dari dirinya sendiri. Terlepas dari keterbatasan tersebut, pada masa akhir usia sekolah (10-12 tahun) atau pra-remaja, anak-anak terlihat semakin mahir menggunakan logikanya. Hal ini diantaranya terlihat dari kemahirannya dalam menghitung yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga kemampuan dalam memahami kalimat sederhana (Thedevilarea, 2010). Pada usia 10-12 tahun, anak dalam masa pra-remaja, jadi dalam usia ini anak mulai mengenal dan mencoba hal-hal baru, sementara anak-anak belum tentu tahu hal tersebut berdampak baik atau buruk pada dirinya dalam hal ini tentang kesehatan gigi anak yang juga dalam masa peralihan dari gigi susu ke gigi permanen. Konsumsi makanan yang tidak sesuai akan mengakibatkan penurunan kesehatan gigi pada anak. Selain itu kurangnya pengetahuan anak akan kesehatan gigi dan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak akan memperburuk keadaan sehingga berpengaruh pada perilaku anak (Thedevilarea, 2010).
3
Pada tahap ini perkembangan gigi anak masuk pada tahap pergantian gigi dari gigi primer (gigi susu) yang berjumlah 20 buah ke gigi tetap (gigi permanen) yang berjumlah 32 buah yaitu mulai usia 6-18 tahun. Jadi sangat perlu diperhatikan perkembangan giginya sehingga gigi tumbang tepat pada waktunya dan digantikan dengan gigi baru (gigi permanen) yang sehat dan kuat. Yang harus diperhatikan antara lain perawatan, pemeriksaan adanya kelainan-kelainan gigi dan masalahmasalah yang terjadi pada gigi (Mansjoer dkk, 2002). Berdasarkan SKRT (2004) menyebutkan bahwa 39% penduduk Indonesia mengalami penyakit gigi dan mulut. Hasil SKRT tahun 2004 tingkat prevalensi karies gigi di Indonesia mencapai 90,05%, dan hasil studi morbiditas SKRT dan surkesnas (Survey Kesehatan Nasional 2001) menyebutkan bahwa kelompok penyakit terbanyak yang dikeluhkan masyarakat adalah penyakit gigi dan mulut di urutan pertama (60%) (Setyawan, 2009). Sedangkan menurut Rahardjo (2007), membuktikan dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 terdapat 76,2% anak Indonesia pada kelompok usia 12 tahun (kira-kira 8 dari 10 anak) mengalami gigi berlubang. Hal ini jelas bahwa adanya permasalahan yang cukup serius yaitu minimnya kesadaran dan pengetahuan kesehatan gigi dimasyarakat. Hasil wawancara dengan guru di SD Muhammadiyah 08 Dau didapatkan hasil bahwa: “Status kesehatan gigi pada siswa masih buruk karena adanya masalah kesehatan gigi diantaranya karies gigi, gigi berlubang dan gigi patah. Keadaan seperti itu membuktikan siswa kurang mampu dalam merawat gigi secara optimal. Pihak sekolah pernah mengajarkan tentang cara menggosok gigi yang benar tapi hasilnya masih kurang maksimal, masih terbatas dengan teori bukan aplikasi nyata dan tidak dilakukan secara terus menerus”.
4
Hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 10-13 juni 2011pada siswa SD Muhammadiyah 08 Dau kelas IV dan V sebanyak 129 siswa didapatkan hasil bahwa 62% siswa mengalami masalah gigi dan 38% siswa yang keadaan gigi nya sehat. Siswa- siswa yang mengalami masalah gigi diantaranya 45% siswa mengalami karies, 14% siswa mengalami gingivitis dan 3 % siswa mengalami karies dan gingivitis. Dari data observasi tersebut terdapat 79 kasus dari 129 siswa dengan prosentase sebanyak 62% yang mengalami masalah gigi. Hal ini membuktikan cukup tingginya angka kesakitan gigi yang terjadi di SD Muhammadiyah 08 Dau malang. Peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Penanganan ini secara langsung menggabungkan potensi orang tua, guru dan tenaga kesehatan gigi puskesmas maupun dari dinas kesehatan setempat. Peran orang tua dan guru adalah memelihara gigi anak usia sekolah berada dalam dua jalur, yaitu jalur sekolah, potensi orang tua dan guru diarahkan untuk membantu pelaksanaan usaha kesehatan gigi sekolah. Jalur perawatan kesehatan primer dengan cara orang tua dan guru mendorong anak-anak melaksanakan kebiasaan memelihara, termasuk tugas pokok pelayanan kesehatan gigi mencakup membina usaha kesehatan gigi sekolah (Hendra, 2007). Menurut Fankari (2004), menjelaskan bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut. Anak masih tergantung pada orang dewasa dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan
5
gigi karena kurangnya pengetahuan anak mengenai kesehatan gigi dibanding orang dewasa. Menurut Orem (1980) bahwa teori sistem keperawatan dijabarkan kedalam tiga teori yaitu : self care, self care defisit, dan nursing sistem. Self care adalah suatu langkah awal yang dilakukan oleh perawat yang berlangsung secara continue sesuai dengan keadaan dan kebenarannya, keadaan kesehatan dan kesempurnaan. Self care defisit merupakan inti dari teori perawatan general Orem yang menggambarkan kapan keperawatan diperlukan dan perencanaan keperawatan pada saat yang dibutuhkan. Teori self care defisit diterapkan bila anak belum dewasa, kebutuhan melebihi kemampuan perawatan dan ketika kemampuan sebanding dengan kebutuhan tetapi diprediksi untuk masa yang akan datang kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan peningkatan kebutuhan. Nursing sistem yaitu teori yang membahas bagaimana kebutuhan self care pasien dapat dipenuhi oleh perawat, pasien atau keduanya. Dalam hal ini yang lebih dominan adalah pada teori self care defisit karena pada masa ini anak masih belum mampu secara mandiri dalam melaksanakan setiap perilaku yang baik secara benar dan terus-menerus, misalnya perilaku dalam menyikat gigi. Selain pengetahuan, anak juga butuh bimbingan orangtua dalam mendukung, mengarahkan dan mengawasi perilaku yang dilakukan anak (anonimous, 2011). Peran perawat disini sebagai pendidik, perawat memberikan pendidikan kesehatan dan pengetahuan kepada anak tentang bagaimana cara menggosok gigi yang benar untuk meningkatkan status kesehatan gigi. Kesehatan gigi anak usia sekolah
berawal
dari
bagaimana
anak
mengetahui,
memahami
dan
mengaplikasikannya. Sehingga disini perawat yang mempunyai pengetahuan
6
tentang kesehatan gigi dan pentingnya menyikat gigi mampu mengajarkan kepada anak demi mencapai status kesehatan yang baik. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini mengambil judul “Hubungan Pengetahuan tentang Kesehatan Gigi dengan Perilaku Menyikat Gigi pada Anak SD Muhammadiyah 08 Kecamatan Dau Malang”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang kesehatan gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang? 2. Bagaimana status kesehatan gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang? 3. Bagaimana prilaku anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang dalam menyikat gigi? 4. Adakah hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan gigi dengan prilaku menyikat gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang? 1.3 Tujuan Tujuan umum dan yujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan umum Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan gigi dengan prilaku menyikat gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang.
7
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan tentang kesehatan gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang. b. Mengidenfitikasi status kesehatan gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang. c. Mengidentifikasi prilaku anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang dalam menyikat gigi. d. Menganalisis hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan gigi dengan prilaku menyikat gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang. 1.4 Manfaat 1. Bagi Sekolah Dasar Muhammadiyah 08 Dau Malang Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi Sekolah bahwa kesehatan gigi merupakan materi yang sangat penting diajarkan di sekolah dan diaplikasikan secara nyata serta berkesinambungan supaya anak tidak hanya mengetahui tentang menyikat gigi yang benar tetapi juga dapat mengaplikasikannya dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. 2. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui hubungan pengetahuan tentang kesehatan gigi dengan prilaku menyikat gigi pada anak SD Muhammadiyah 08 Dau Malang serta untuk mengembangkan konsep dalam mata kuliah keperawatan anak. 3. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan referensi dan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam rangka meningkatkan status kesehatan gigi pada anak.
8
4. Bagi institusi Sebagai penambah referensi akademik dan pengembangan penelitian di bidang keperawatan dalam meningkatkan status kesehatan gigi pada anak usia sekolah. 1.5 Batasan Penelitian Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga penelitian dapat terarah dengan baik sesuai tujuan penelitian serta dengan adanya keterbatasan waktu pengerjaan maka perlu adanya batasan penelitian. Batasan penelitian ini adalah: 1. Penelitian yang akan dilakukan hanya terbatas pada pengetahuan anak tentang kesehatan gigi dan perilaku anak tentang menyikat gigi. Pengetahuan yang dimaksud hanya sebatas tahu, memahami dan aplikasi saja, sedangkan pada perilaku yaitu bagaimana pola anak dalam menyikat gigi dan kebiasaan anak dalam merawat gigi. 2. Penelitian ini hanya dilakukan pada SD Muhammadiyah 08 Kelas IV & V Kecamatan Dau Malang dengan populasi sebanyak 146 siswa. 3. Penelitian ini menggunakan rumus sampling untuk mendapatkan sampel yaitu sebanyak 48 siswa. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Kawuryan (2008), didapatkan hasil bahwa pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut berhubungan dengan kejadian karies gigi pada anak usia sekolah. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut sebagai variabel independen dan kejadian karies gigi pada anak usia sekolah sebagai variabel
9
dependen. Penelitian tersebut dilaksanakan di Laweyan Surakarta pada tahun 2008. Perbedaan antara penelitian Kawuryan (2008) dengan penelitian ini adalah pada variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan anak tentang kesehatan gigi sebagai variabel independen serta prilaku menyikat gigi sebagai variabel dependen. Tempat dan waktu penelitian ini adalah di Sekolah Dasar Muhammadiyah 08 Dau Malang pada bulan Juli 2011.