BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini pasar modal Indonesia telah berkembang dengan pesat.
M enurut M auliano (2009) pasar modal yang mengalami kenaikan (bullish) atau yang mengalami penurunan (bearish) terlihat dari naik turunnya harga saham yang tercatat melalui pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Selama Periode Januari 2009 sampai dengan Desember 2014 IHSG mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
Dalam Rupiah
Gambar 1.1.1 Pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2014
Periode * 1 Sumber: Bursa Efek Indonesia (2016)* Gambar pergerakan IHSG di atas menggambarkan bahwa harga IHSG pada Januari 2009 berkisar Rp 1.000,00 tetapi pada Desember 2014 harganya sudah mencapai Rp 5.000,00. M aka dapat dilihat kecenderungan harga IHSG dari tahun 2009-2014 mengalami kenaikan. M enanggapi fenomena peningkatan pasar
* www.idx.co.id diakses pada 14 M aret 2016
1
modal yang dapat dilihat dari peningkatan IHSG yang ada di Indonesia maka perusahaan yang telah go public perlu menerbitkan laporan keuangan yang berkualitas. M enurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, laporan keuangan dapat dikatakan berkualitas apabila memenuhi empat karakteristik kualitatif yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat dibandingkan (IAI, 2012). Hal ini agar laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan tidak mengandung informasi yang menyesatkan untuk pengguna laporan keuangan seperti bagi investor, kreditor, dan masyarakat dalam menginterpretasikan laporan keuangan tersebut. M enurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (IAI, 2012), pemakai laporan keuangan meliputi investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Laporan keuangan digunakan oleh penggunanya
dalam
rangka
pengambilan
keputusan
yang
berbeda -beda.
Contohnya untuk kreditor, laporan keuangan dijadikan dasar sebagai faktor penentu pemberian kredit untuk perusahaan terkait dengan jumlah kredit yang diberikan dan juga tingkat suku bunga yang ditetapkan. Untuk investor, laporan keuangan akan berguna untuk menentukan apakah mereka akan melakukan investasi atau tidak. Dalam melakukan investasi, seorang investor jarang sekali melihat langsung kegiatan operasional perusahaan dalam menilai kinerja manajemen tetapi mereka hanya langsung melihat dari laporan ke uangan perusahaan. Selain karena melihat kegiatan operasional perusahaan adalah kegiatan yang memakan banyak waktu hal itu juga bisa dikatakan sebagai sesuatu
2
yang kurang efisien jika dibandingkan dengan melihat laporan keuangan perusahaan secara langsung untuk menilai kinerja manajemen perusahaan. Apabila laporan keuangan mencerminkan kinerja manajemen maka apapun yang tercermin dalam laporan keuangan bisa memberikan dampak yang berbeda-beda pada manajemen dimana perusahaan beroperasi. Contohnya jika laporan keuangan mencerminkan keadaan keuangan yang buruk maka tidak menutup kemungkinan bahwa manajemen bisa ditegur bahkan diganti oleh direksi dan pemangku kepentingan lain. Oleh karena itu, tidak mustahil bagi manajemen untuk melakukan manipulasi laporan keuangan atau yang biasa disebut dengan manajemen laba. M enurut Sari (2014), dari 18 subsektor industri manufaktur di Indonesia sekitar 13 subsektornya terindikasi melakukan manajemen laba pada tahun 2008-2011. Adanya fleksibilitas penghitungan laba, baik k arena metode akuntansi yang berbeda-beda, penerapan fair value, dan konservatisme juga memberi kesempatan bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba. Hal-hal seperti itu akan dilakukan oleh manajemen dalam rangka melindungi kepentingan mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak terduga untuk kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak (Scott, 2015). M enurut Scott (2015:445), manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan manajer untuk melakukan pengaturan laba perusaha an dengan tujuan tertentu. M isalnya, untuk mendapatkan bonus maka manajemen bisa meninggikan laba apabila target pencapaian laba belum tercapai. Atau bisa juga manajemen melakukan penurunan laba dengan cara mengakui laba pada periode yang akan datang untuk pemerataan laba. Hal ini karena laba yang terlihat stabil jauh lebih
3
diminati oleh para investor dan dianggap lebih baik jika dibandingkan dengan laba yang sering naik turun secara drastis. Oleh karena itu manajemen laba bisa dilakukan dalam rangka kepentingan tertentu oleh manajemen. Laba merupakan komponen yang berasal dari selisih antara pendapatan dengan beban atau biaya. Oleh sebab itu, pendapatan dan beban dapat dijadikan sebagai target dalam hal manajemen untuk mengelola laba . Disini laba sering menjadi objek manipulasi karena laba memiliki fungsi yang begitu banyak. Contohnya, laba sering digunakan sebagai dasar penentuan kompensasi yang diterima karyawan, untuk menentukan kontrak utang, prospektus perusahaan yang akan go public dan sebagai dasar pengambilan keputusan investor serta kreditor. Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya laba memang merupakan hal yang sangat sensitif bagi manajemen. Namun, untuk mengurangi kekhawatiran investor terhadap praktik manajemen laba yang dapat dilakukan oleh mana jemen maka terdapat beberapa cara untuk mendeteksi manajemen laba seperti, Jones model, Modified Jones m odel, Dechow -Dichev m odel, Revenue m odel, dan Conditional Revenue model. M enurut Stubben (2010), terdapat dua cara untuk mendeteksi manajemen laba secara akrual yaitu berdasarkan akrual agregat dan akrual piutang. Jones model, Modified Jones model, dan Dechow-D ichev model masuk dalam model pendeteksian manajemen laba secara akrual agregat sedangkan Revenue model dan Conditional Revenue model masuk dalam pendeteksian manajemen laba secara pendapatan yang diukur dari akrual piutang. Terdapat tiga perbedaan antara model akrual agregat dan model pendapatan dalam mendeteksi manajemen laba. Pertama,
4
model pendapatan lebih menggunakan komponen akrual piutang saja daripada komponen akrual secara agregat karena piutang memiliki hubungan terkuat dengan perubahan pendapatan. Kedua, model piutang lebih berfungsi untuk melaporkan perubahan pendapatan secara keseluruhan tidak hanya perubahan pendapatan yang tunai. Dan ketiga, model pendapatan membagi perubahan piutang tahunan ke dalam 2 komponen yaitu perubahan pendapatan pada kuartal 1-3 dan perubahan pendapatan pada kuartal 4 dan juga memperh itungkan adanya perbedaan ukuran perusahaan, umur perusahaan, serta margin kotor karena perbedaan-perbedaan itu akan mempengaruhi kebijakan perusahaan. Berdasarkan ketiga perbedaan tersebut, model pendapatan dianggap mempunyai bias yang lebih kecil ketika digunakan untuk mendeteksi manajemen laba daripada model akrual. Dengan bias yang lebih kecil maka tingkat keandalannya pun menjadi lebih besar. Dalam
melakukan penelitian ini, peneliti mengambil perusahaan
non-keuangan yang terdaftar di BEI sebagai objek penelitian. Alasan dari peneliti mengambil objek penelitian perusahaan non-keuangan karena rata-rata penelitian terdahulu terkait dengan manajemen laba cenderung menggunakan objek penelitian perusahaan manufaktur saja. Namun, dalam hal ini peneliti mengambil cakupan sampel yang lebih luas yaitu perusahaan non -keuangan dengan harapan jika perusahaan non-keuangan dijadikan sebagai objek penelitian ma ka hasil dari penelitian lebih merefleksikan keadaan sebenarnya dari seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI. Penelitian ini mengambil periode penelitian dari tahun 2009 -2014 berdasarkan dua alasan. Pertama, yaitu karena pada tahun 2009 subprime
5
mortgage crisis yang membuat perekonomian dunia cukup terguncang sudah selesai sehingga jika perekonomian sudah mulai stabil maka diharapkan bias dari penelitian yang dilakukan dapat dikurangi. Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian yang ada bisa lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Alasan
kedua dari pemilihan periode tersebut karena peneliti juga ingin mengetahui adakah perbedaan praktik manajemen laba yang ada di perusahaan -perusahaan yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah implementasi IFRS. Hal ini karena dari sejumlah penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya terkait pengaruh implementasi IFRS terhadap praktik manajemen laba masih menunjukkan hasil yang berbeda beda. Penelitian yang menunjukkan hasil berbeda -beda tersebut contohnya penelitian milik Nastiti (2015) dan Rudra & Bhattacharjee (2012) yang hasilnya menunjukkan bahwa dengan implementasi IFRS maka manajemen laba yang terjadi di perusahaan menjadi meningkat. Namun, penelitian milik Qomariah (2013) dan Ismail, Kamarudin, van Zilj, & Dunstan (2013) hasilnya menunjukkan hal yang berbeda yaitu dengan im plementasi IFRS maka manajemen laba yang terjadi di perusahaan justru menurun. Sementara itu penelitian milik Handayani (2014) serta Wang &Campbell (2012) menunjukkan hasil bahwa dengan implementasi IFRS maka manajemen laba yang terjadi di perusahaan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Akibat dari perbedaan -perbedaan hasil penelitian tersebutlah yang akhirnya membuat peneliti tertarik untuk mengambil periode 2009-2014. Hal ini karena pada tahun 2009-2011 Indonesia belum sepenuhnya mengimplementasikan IFRS sedangkan pada tahun 2012 -2014
6
Indonesia sudah mengimplementasikan IFRS secara penuh. Dengan demikian kini peneliti juga bisa ikut meneliti pengaruh implementasi IFRS terhadap prak tik manajemen laba yang terjadi diperusahaan. M enurut Watt dan Zimmerman (1990), terdapat tiga hipotesis yang mendorong terjadinya manajemen laba yaitu bonus plan hypothesis, debt covenant hypothesis, dan political cost hypothesis. Ketiga hipotesis tersebu t berhubungan dengan pemilihan kebijakan akuntansi yang dipilih oleh manajemen terkait dengan bagaimana kondisi keuangan perusahaan pada saat itu. Kondisi keuangan perusahaan dalam penelitian ini dibagi menjadi menjadi dua hal yaitu kondisi keuangan
yang
bermasalah
(financial
distress)
dan
tidak
bermasalah
(non-financial distress). Disini oleh peneliti kondisi keuangan perusahaan menjadi hal yang akan diuji juga apakah akan berpengaruh terhadap praktik manajemen laba yang diterapkan di perusahaan atau tidak. Sebenarnya menurut W hitaker (1999) kondisi keuangan perusahaan yang mengalami financial distress lebih dikarenakan oleh faktor manajemen atau tata kelola perusahaan yang buruk bukan karena kondisi perekonomian pada saat itu yang buruk. Hal ini karena jika kondisi keuangan perusahaan tersebut baik maka kecil kemungkinan terjadinya praktik manajemen laba. Namun, kemungkinan yang kecil tersebut bukan berarti membuat perusahaan dengan kondisi yang baik tidak akan melakukan manajemen laba. M asih ada alasan p erusahaan dengan kondisi baik melakukan manajemen laba terutama manajemen laba dengan menurunkan laba yaitu jika persyaratan bonus yang akan diterima sudah melebihi batas seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
7
M enurut penelitian dari Healy (1985) dan Scott (2015) dijelaskan bahwa manajer yang skema bonusnya didasarkan atas laba dengan batasan tertentu yakni terdapat nilai maksimum dan minimum , maka akan membuat mereka memiliki dorongan untuk mengelola laba ketika laba yang belum dimanipulasi berada di bawah batas m inimum serta diatas batas maksim um. Hal ini karena apabila manajemen tidak dapat memenuhi batas minimum maka mereka tidak akan mendapatkan bonus tetapi jika manajemen bisa mendapatkan laba di atas batas maksimumnya maka ia tidak akan mendapatkan tambahan bonus. Oleh karena itu, pihak manajemen akan terdorong untuk melakukan pengelolaan laba yang ada di perusahaan. 1.2
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya kita tahu bahwa laporan
keuangaan di perusahaan merupakan hal yang penting bagi penilaian kinerja manajemen sehingga rentan terhadap praktik manajemen laba. Laporan keuangan yang ada di perusahaan merupakan gambaran kondisi keuangan yang ada di perusahaan tersebut. Terkait dengan implementasi IFRS secara penuh pada tahun 2012 maka akan membuat perubahan dari sistem pelaporan keuangan perusahaan yang ada. Oleh karena itu, terdapat dua pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: 1.
Apakah
kondisi
keuangan
perusahaan
berpengaruh
terhadap
praktik
manajemen laba? 2.
Apakah implementasi IFRS berpengaruh terhadap praktik manajemen laba?
8
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan,
maka dapat diuraikan tujuan penelitian sebagai berikut: 1.
Untuk menguji apakah kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap praktik manajemen laba yang diterapkan.
2.
Untuk menguji apakah implementasi IFRS berpengaruh terhadap praktik manajemen laba.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca maupun bagi penyusun khususnya. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
M anfaat Praktis
Bagi investor dan kreditor, penelitian diharapkan dapat membantu mereka untuk mengetahui dan mendeteksi manajemen laba yang ada di perusahaan berdasarkan kondisi keuangan perusahaan tersebut sehingga investor ataupun kreditor tidak salah dalam mengambil keputusan. Bagi manajemen perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk membuat laporan keuangan secara relevan dan reliable sehingga tidak menyesatkan pengguna laporan keuangan lain. Selain itu juga diharapkan manajemen menjadi bisa lebih memahami pengaruh kondisi keuangan terhadap praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan. Bagi para pembuat standar dan regulator, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan masukan mengenai dampak implementasi IFRS terhadap praktik manajemen laba yang
9
terjadi di perusahaan. Dengan demikian penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
evaluasi
dan
peningkatan
kualitas
informasi
akuntansi
melalui
peraturan-peraturan baru yang mengacu pada IFRS. 2.
M anfaat Teoritis
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
dijadikan
sebagai
referensi
dan
bah an
pertimbangan bagi peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya bagi penelitian mengenai pengaruh kondisi keuangan dampaknya terhadap tingkat manajemen laba baik pada periode sebelum ataupun sesudah implementasi IFRS. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini akan disajikan dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUA N Bab ini berisi tentang latar belakang masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TELAAH PUSTAKA Bab ini menguraikan landasan teori dan konsep-konsep yang digunakan, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis. BAB III : M ETODE PENELITIAN Bab ini akan menguraikan tentang penentuan hal-hal yang berkaitan dengan jumlah populasi dan sampel, jenis dan sumber data, variabel penelitian dan definisi operasional, serta metode pengumpulan data yang digunakan dan teknik analisi yang digunakan untuk menguji hipotesis.
10
BAB IV : HASIL DAN ANALISIS Bagian ini m enjelaskan tentang deskripsi objek penelitian yang berisi penjelasan singkat objek yang digunakan dalam penelitian, analisis data, dan intepretasi hasil penelitian. BAB V : PENUTUP M erupakan bab terakhir dari skripsi ini yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran dari pembahasan.
11