1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Kemajuan ekonomi merupakan capaian Orde Baru yang tidak bisa
dinafikan dalam perkembangan Indonesia. Semasa Orde Baru, Indonesia menunjukkan track record mengagumkan sebagai salah satu negara dengan perkembangan ekonomi tercepat di dunia.1 Tahun 1998 merupakan sebuah notoir feiten sebagai puncak krisis yang melanda Indonesia yang ditandai dengan harga barang-barang tidak terkendali, stabilitas politik terguncang hebat, dan bermuara pada berhentinya Presiden Soeharto yang mengakhiri era Orde Baru. Berbagai pendekatan dan teori dikemukakan untuk menjelaskan munculnya krisis ekonomi pada 1998. Pertama, Panic Theory (Teori panik) memandang para kreditor internasional sebagai penyebab utama krisis.2 Teori fundamental memandang krisis Asia yang berimbas pada krisis di Indonesia disebabkan oleh lemahnya fundamental ekonomi.3 Menurut teori fundamental, indikator makro-ekonomi negara-negara di Asia Tenggara memang terlihat sehat namun menyembunyikan berbagai masalah struktural yang sangat serius.4
1
Jan Luiten van Zanden, Daan Marks, 2012, Ekonomi Indonesia 1800-2010, Kompas, Jakarta, hlm. 341. 2 Thee Kian Wie, 2004, Pembangunan, Kebebasan, dan “Mukjizat” Orde Baru, Kompas, Jakarta hlm. 115. 3 Ibid, hlm. 114. 4 Ibid.
2
Salah satu persoalan struktural yang serius dalam pandangan teori fundamental itu adalah aturan perbankan yang cacat dan buruk tetapi memperoleh jaminan dari pemerintah. Pemerintah kerap mencampuri proses peminjaman dengan menekan bank untuk mengucurkan kredit kepada para peminjam yang tidak memenuhi persyaratan.5 Campur tangan pemerintah tersebut mengakibatkan pencapaian ekonomi yang menakjubkan selama masa pemerintahan Presiden Soeharto menjadi runtuh. Campur tangan pemerintah justru menghasilkan ekonomi biaya tinggi yang diaplikasikan dalam praktek korupsi dan langkahlangkah yang mengganggu persaingan beberapa sektor perekonomian. Salah satunya adalah sejumlah bank baru dibuka melampaui kapasitas otoritas yang seharusnya mengawasi.6 Sejarah bangsa Indonesia tersebut menunjukkan bahwa sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang turut memberikan sumbangan keruntuhan atau kemajuan ekonomi bangsa Indonesia. Bank memiliki fungsi strategis sebagai financial
intermediary,
yaitu
menghimpun
dana
dari
masyarakat
dan
menyalurkannya kembali, serta menyediakan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 7 Kegiatan bank terentang luas, mulai dari memberi kredit dalam skala kecil hingga melakukan penyertaan modal pada perusahaan lain di bidang keuangan. Oleh karena itu, bank merupakan pranata yang vital dalam menentukan maju atau mundurnya perekonomian suatu bangsa.
5
Ibid. Ibid, hlm. 353. 7 Djoni S. Gazali, Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 136. 6
3
Semakin modern situasi mengakibatkan semakin pelik pula aktivitas sebuah bank, dan semakin vital pula peranannya dalam menggerakkan perekonomian sebuah negara. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan yang memberikan batasan yang jelas mengenai tanggung jawab bank. Permasalahan tanggung jawab menjadi isu utama mengingat bank adalah bisnis kepercayaan. Tanpa kepercayaan, bank akan kesulitan untuk menjalankan fungsinya dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali. Untuk itu, diperlukan kepastian hukum dalam soal tanggung jawab sebuah bank. Pelajaran pasca kehadiran krisis ekonomi terkait dengan dana nasabah. IMF yang memaksa likuidasi bank yang dianggap tidak sehat menimbulkan permasalahan. Timbul rush dimana-mana, masyarakat tidak percaya terhadap bank, dana ditarik besar-besaran sehingga memperparah inflasi. Kekacauan ekonomi ini menimbulkan korban tidak hanya bank tetapi juga nasabah bank. Menurut
Munir
Fuady8,
pihak
nasabah
dibiarkan
terlunta-lunta
tanpa
perlindungan yang predictable and reasonable. Oleh karena itu, perlindugan nasabah dan pertanggungjawaban bank merupakan persoalan krusial. Saat ini, dua windu pasca krisis ekonomi tahun 1990-an, persoalan tanggung jawab bank kembali hangat dibicarakan. Perdebatan hangat di berbagai media mengenai polemik PT. Bank Century, Tbk. yang dianggap bermasalah sejak mulai beroperasi dan menimbulkan polemik mengenai keberadaan dana deposito nasabahnya yang diduga dialihkan menjadi reksadana. PT Bank Century, 8
Munir Fuady, 2003, Hukum Perbankan Modern (Buku Kesatu), Citra Aditya Bakti, Bandung, Hlm. 99.
4
Tbk menjadi permasalahan hangat dikarenakan faktor terlibatnya nama-nama petinggi negara di dalam proses bail-out. Bank Century dianggap berpotensi berdampak sistemik dan dapat mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia apabila tidak diselamatkan. Proses ini menyeret nama Sri Mulyani Indrawati, Budiono, hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Problemnya adalah persoalan Bail Out (pengambil-alihan) Bank Century oleh LPS ditenggarai merupakan manipulasi.9 Masalah kebijakan bail-out PT Bank Century, Tbk. terjadi bersamaan dengan persoalan gagal bayar PT Antaboga Deltasecuritas terhadap reksadana investornya yang juga adalah nasabah PT Bank Century, Tbk. Bank Century dianggap secara sepihak memindahkan dana nasabah dari yang tadinya berbentuk deposito menjadi Reksadana.10 Robert Tantular sebagai pemilik PT Antaboga Deltasecuritas dianggap pula sebagai pemilik PT Bank Century, Tbk. Investor yang tidak terima dananya hilang begitu saja mencoba melawan. Tuntutan mereka ditujukan kepada Bank Century dengan alasan Bank Century lah yang menjual produk reksadana tersebut. Menurut para Investor Antaboga, yang harus bertanggung jawab bukanlah Antaboga namun justru Bank Century. Dalam hal ini terlihat sebenarnya ada dua bagian masalah dalam satu polemik Bank Century. Bagian pertama adalah persoalan Bail out yang menjadi isu politis bertahun-tahun. Bagian kedua adalah persoalan pertanggungjawaban Century yang dituduh mengalihkan dana nasabah dari bentuk deposito menjadi reksadana. Legal issue kedua inilah yang menjadi perhatian menarik bagi penulis 9
Kompas, 2010, Centurygate Mengurai konspirasi Penguasa-Pengusaha, Kompas, Jakarta, hlm. ix. 10 Ibid.
5
untuk diteliti. Terjadi ambiguitas dalam pemahaman investor Antaboga dalam meminta pertanggungjawaban PT Bank Century, Tbk terhadap dana yang diinvestasikan dalam reksadana terproteksi yang dikelola oleh PT Antaboga Deltasecuritas. Kejadian yang bermula sejak berhentinya PT Bank Century, Tbk sebagai agen penjual reksadana pada tahun 2005 namun pada kenyataannya ternyata masih terjadi penjualan reksadana dan puncaknya setelah terjadi gagal bayar investasi antaboga pada 2008, nasabah menuntut PT Bank Century untuk bertanggung jawab. Bank Century seolah guilty by presumption dengan pemberitaan soal dugaan adanya masalah dalam hal bail out dikaitkan begitu erat dengan manipulasi investasi. Hal ini menggiring pemahaman masyarakat pada kesimpulan bahwa Bank Century pastilah bersalah. Aksi para nasabah menarik perhatian publik. Pengalaman empiris penulis menunjukkan, pada sebuah pertemuan Indonesia Lawyers club yang saat itu diadakan di Yogyakarta, salah satu investor Antaboga hampir baku-hantam dengan salah seorang peserta diskusi. Investor Antaboga mendesak agar Bank Century yang kini telah berganti nama menjadi Bank Mutiara agar segera mengganti dana mereka. Bank Century bergeming dengan tidak mau membayar dana para investor. Polemik investasi inilah yang belum banyak dikaji oleh banyak pihak padahal memiliki bobot yuridis yang tinggi untuk diperdebatkan. Belum ada kajian yang menyeluruh namun Bank Century seolah telah pasti salah.
6
Pembahasan perlu mengkaji aturan hukum yang ada agar kepastian hukum dapat ditegakkan. Penelitian yang dilakukan oleh H. Scott dan S. Iwahara11, dengan membandingkan Jepang dan Amerika Serikat, menunjukkan bahwa comparative advantages lebih berpengaruh daripada capital ratio untuk menarik pertumbuhan bank di sebuah negara. Aturan hukum merupakan salah satu bagian dalam comparative advantages tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan aturan yang dapat memberikan kejelasan dan kepastian apabila Indonesia ingin mengembangkan sektor perbankan domestik secara optimal. Aturan hukum yang jelas akan berdampak pada tumbuhnya kepercayaan masyarakat, baik domestik ataupun asing, terhadap kelembagaan bank di Indonesia. Apabila hal itu terjadi, dana yang mungkin terhimpun oleh bank akan lebih optimal. Dana-dana yang dihimpun tersebut dapat digunakan untuk membiayai proyek-proyek baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pertahanan untuk memajukan bangsa. Oleh karena itu, perjalanan Indonesia ke arah hukum yang berwibawa perlu diperkokoh demi tumbuhnya kepercayaan terhadap sektor perbankan nasional.12 Korelasi antara kepastian hukum dengan kegiatan ekonomi menunjukkan bahwa hukum merupakan faktor yang memberikan jaminan bahwa perekonomian dapat diprediksi dengan ilmu yang benar dan bukan berjalan sekehendak hati
11 12
Hall S. Scott, 2008, International Finance: Law & Regulation, Thomson, London hlm. 293. Charles Himawan, 2006, Hukum Sebagai Panglima, Kompas, Jakarta, hlm. 117.
7
penguasa. Hal ini menunjukkan fungsi hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia, yaitu persoalan ekonomi.13 Perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi inilah yang menarik untuk dibahas dalam konteks polemik Bank Century. Putusan hakim memberikan norma baru bahwa Bank harus bertanggung jawab terhadap kerugian investor reksadana.14 Putusan ini menjadi patut dikaji secara mendalam karena UU Perbankan di Indonesia tidak mengatur mengenai jaminan kerugian reksadana oleh institusi perbankan dalam sebuah pasal yang spesifik. Bank memang dapat bertindak sebagai agen tapi merupakan suatu anomali apabila tanggung jawab di sektor reksadana dibebankan seluruhnya kepada bank. Di Amerika Serikat dan Kanada, tanggung jawab bank tidak pernah sampai menyentuh perihal masalah penggantian dana invetasi reksada oleh bank. Di Amerika Serikat reksadana tidak dijamin oleh bank.15 Di Kanada, reksadana juga bukan merupakan produk bank dan merupakan corporate entity yang sama sekali terpisah dari bank dan tidak dijamin oleh bank.16 Praktek reksadana di kedua negara maju tersebut menunjukkan bahwa reksadana bukanlah bagian dari produk perbankan dan tidak mendapat jaminan apapun dari bank. Putusan Pengadilan No. 58/Pdt.G/2010/PN. Ska. jo. No. 110/Pdt/2011/PT. Smg. jo. No. 2838 K/Pdt/2012 malah memutus sebaliknya dengan menjadikan Bank Century sebagai pihak yang bertanggung jawab.
13
Sudikno Mertokusumo, 2010, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Atmajaya, Yogyakarta, hlm. 99. 14 http://nasional.kontan.co.id/news/bank-mutiara-harus-bayar-nasabah-antaboga, last access 10/09/2013, (22:32). 15 http://www.stlouisfed.org/publications/re/articles/?id=1914, last access, 10/09/2013 (22:40). 16 http://www.ingdirect.ca/en/legal/mutualfundaccountterms/, last access, 10/09/2013 (22:43).
8
Hakim memutus bahwa PT Bank Century, Tbk terbukti menyesatkan para investor melalui aktivitas para karyawan Bank itu yang merangkap sebagai agen Antaboga.17 Putusan hakim, dalam hal ini, menyiratkan bahwa perilaku pegawai merupakan cerminan kebijakan sebuah institusi. Oleh karena itu, perlu ditelaah lebih mendalam mengenai proporsionalitas tanggung jawab Bank sebagai institusi dalam kaitannya dengan tindak-tanduk pegawainya. Perlu dicermati perihal substansi putusan tersebut merupakan penemuan hukum baru di bidang hukum bisnis atau justru salah tafsir terhadap ketentuan undang-undang. Hal ini urgen untuk diteliti mengingat skala pemberitaan soal Bank Century yang sangat besar dan juga sustansi permasalahan yang memang sangat penting dalam kajian hukum bisnis pada umumnya dan hukum perbankan pada khususnya dan juga dalam pasar modal. Jika merupakan penemuan hukum, putusan ini dapat menjadi tonggak baru dalam memandang persoalan hukum bisnis. Dampaknya akan memberikan pemahaman baru dalam bisnis perbankan di Indonesia dan memperbaharui konsep terhadap tanggung jawab perbankan dan karakteristik industri perbankan itu sendiri. Jika merupakan salah tafsir hukum, putusan ini sangat berbahaya karena bisa dijadikan acuan bagi sengketa sejenis kelak. Pemberitaan yang masif di media-media terhadap kasus Century bisa menjadi edukasi yang buruk kepada masyarakat tentang hukum. Hal inilah yang menurut penulis membuat persoalan tanggung jawab bank terhadap reksadana ini perlu dikaji secara proporsional.
17
Putusan Pengadilan No. 58/Pdt.G/2010/PN. Ska. jo. No. 110/Pdt/2011/PT. Smg. jo. No. 2838 K/Pdt/2012.
9
Apabila kelak diketemukan bahwa pengadilan salah, tidak akan membawa konsekuensi apapun pada sistem.18 Penelitian ini adalah sebuah upaya untuk memberikan sumbangsih pemikiran bagi pendalaman ilmu hukum. Hukum secara objektif harus dapat memberikan perlindungan, yang disorot bukanlah pada subyek, namun dari obyeknya yaitu perbuatan. Hal ini berarti, barangsiapa yang melakukan apa yang dikehendaki hukum, siapapun dia, pasti dilindungi. Hukum, dengan demikian, tidak boleh memihak, ia harus netral.19 Perekonomian
zaman
modern
membutuhkan
predictableness
and
preciseness agar dapat dipedomani dalam proses perencanaan bisnis yang matang.20 Adagium Lex dura sed tamen scripta - hukum itu keras karena memang begitulah seharusnya, diperlukan untuk mencerminkan kepastian hukum. Berpihak kepada orang miskin karena kemiskinannya adalah sama salahnya dengan berpihak kepada orang kaya karena kekayaannya. Hukum mengatur agar kehidupan si kaya dan si miskin berjalan dalam rel yang seharusnya sehingga tidak timbul pergesekan, namun suatu harmoni. Hanya dengan kepastian hukumlah, dapat dilihat adanya keadilan dalam sebuah penegakan hukum. Hukum yang tidak pasti, yang tidak bisa diprediksi, yang lari dari common sense, hukum yang jauh dari konsep dan teori, hukum yang hanya ingin memuaskan keinginan massa, bukanlah hukum yang adil. Hukum bukanlah instrumen yang digunakan untuk mengukur baik atau buruknya
18
H.L.Hart, 2011, Konsep Hukum, Nusamedia, Bandung, hlm. 219. Jeremias Lemek, 2007, Mencari Keadilan, Galang Press, Yogyakarta, hlm. 13. 20 Satjipto Rahardjo, 2010, Penegakan Hukum Progresif, Kompas, Jakarta, hlm. 9. 19
10
seseorang sebagai manusia tetapi lebih sebagai menjadi alat untuk menciptakan sebuah ketertiban umum.21 Keadilan adalah inti dari hukum dan identik dengan hukum itu sendiri sehingga apabila suatu hukum dan institusi haruslah dimusnahkan apabila tidak adil.22 Hukum sebagai tumpuan keadilan ini tidaklah steril dari berbagai subsistem kemasyarakatan lainnya.23 Hukum dipengaruhi ekonomi, politik, dan kultur sehingga menimbulkan dinamika dalam mengakomodir kepentingan manusia yang diaturnya. Mahfud M.D.24 mengindikasikan sebuah peraturan yang baik adalah peraturan hukum yang responsif, yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Idealisasi terhadap peraturan yang responsif seolah baik apabila masyarakat yang terbangun adalah masyarakat yang tahu membedakan baik dan buruk. Dalam masyarakat yang belum dewasa dan masih dalam kekacauan struktural seperti yang dialami Indonesia, hukum responsif justru menjadi masalah. Peraturan yang berbentuk elitis, dengan demikian, tetap diperlukan dan justru bisa menjadi jalan keluar menghadapi masih rendahnya mutu masyarakatbangsa Indonesia. Diperlukan ahli-ahli hukum yang bertanggungjawab untuk merumuskan sebuah aturan secara bajik sehingga dapat mengarahkan bangsa ke arah lebih baik.
21
Franz Magnis-Suseno, 1987, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 19. 22 John Rawls, 1971, A Theory of Justice, Harvard University Press, Massachusetts, hlm. 3. 23 Moh. Mahfud MD, 2011, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 11. 24 Ibid.
11
Pembangunan hukum yang menyeluruh menjadi sangat diperlukan untuk menciptakan pegiat ilmu hukum yang handal. Pembangunan hukum yang membangun manusia yang dapat menjadi agen perubahan. Hanya manusia yang berkualitas tinggilah yang dapat mencerminkan keseimbangan antara unsur manusia dan unsur hukum sebagai tulisan yang mati.25 Dalam rangka itulah, pendidikan hukum dan penelitian di bidang hukum memegang peranan yang vital untuk meluruskan das sein yang tidak sesuai das sollen. Jangan sampai, suatu saat kelak, timbul kesimpang-siuran konsep dalam pengaturan di bidang ekonomi. Hal ini akan membawa polemik besar dan menjadikan rakyat sebagai korban. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam hal pertanggungjawaban bank terhadap investasi reksadana. B.
Rumusan Masalah Rumusan masalah di dalam penelitian hukum ini adalah: 1. Bagaimanakah tanggung jawab Bank terhadap kerugian investasi reksadana? a.
Bagaimanakah tanggung jawab Bank sebagai agen investasi reksadana?
b. Bagaimanakah tanggung jawab Bank terhadap tindakan pegawai bank yang bertindak sebagai agen investasi reksadana? 2. Bagaimanakah prinsip norma baru dalam Putusan Pengadilan No. 58/Pdt.G/2010/PN. Ska. jo. No. 110/Pdt/2011/PT. Smg. jo. No. 2838
25
Charles Himawan, Op.Cit, hlm. 116.
12
K/Pdt/2011 yang menyatakan bahwa bank bertanggungjawab terhadap kerugian sebagai akibat pengelolaan reksadana terhadap tanggung jawab bank sebagai Agen Reksadana dalam konteks hukum Indonesia? C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalah sehingga dapat dapat
secara jelas menganalisis: 1.
Pertanggungjawaban Bank terhadap kerugian investasi reksadana
2.
Hubungan
antara
norma
baru
dalam
Putusan
Pengadilan
No.
58/Pdt.G/2010/PN. Ska. jo. No. 110/Pdt/2011/PT. Smg. jo. No. 2838 K/Pdt/2011 dengan konteks hukum di Indonesia. D.
Manfaat Penelitian 1.
Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk melihat pergeseran sebuah
peraturan dan teori mengenai hukum perbankan dan reksadana ketika diterapkan dalam sebuah perkara. Dengan adanya penelitian ini akan diperoleh pemahaman yang semakin mendalam mengenai konsep pertanggungjawaban perbankan. 2.
Praktis Penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu bentuk informasi
kepada masyarakat tentang persoalan Bank Century. Kehadiran penelitian ini, dengan demikian, menambah wawasan masyarakat serta dapat menjadi sarana untuk meluruskan pemahaman tentang isu yang saat ini beredar.
13
E.
Keaslian Penelitian Persoalan Century bukanlah persoalan yang diketahui hanya segelintir
kalangan. Faktanya, kasus yang melibatkan Century, Antaboga, Robert Tantular, dan Investor Antaboga telah menjadi fakta umum (notoir feiten). Tidak sedikit pula penelitian yang dilakukan dengan menjadikan PT Bank Century sebagai Objek Penelitian. Hal ini justru membuktikan bahwa polemik Bank Century merupakan isu yang menarik untuk diteliti. Penelitian tentang Bank Century banyak dilakukan oleh kalangan akademisi. Dari Polemik Bank Century ini pula, telah banyak berbagai rumusan masalah dan pertanyaan akademis yang berhasil dilakukan untuk menganalisis perkembangan hukum di Indonesia. Dalam kaitan dengan objek kajian yang peneliti lakukan, telah ada beberapa peneliti yang meneliti hal serupa. Namun, penelitian itu tidak secara eksplisit seperti yang dilakukan oleh penulis. Dalam penelusuran penulis, ada beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam mendalami persoalan Bank Century. Untuk memudahkan, penulis menampilkan perbedaan penelitian tersebut dalam bentuk tabel.
14
Tabel I.1 Perbedaan Penelitian
Peneliti (Tahun)
Jenis Penelitian
Judul dan Rumusan Masalah Implikasi Hukum Atas Penetapan Status Bank Gagal Berdampak Sistemik pada Bailout Bank Century oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Fuad (2012)
Guntur Freddy Pristanto (2012)
Tesis
Tesis
1. Apakah yang menjadi dasar hukum penetapan kasus Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik? 2. Bagaimanakah implikasi hukum atas penetapan bank gagal berdampak sistemik pada bailout Bank Century oleh LPS? 3. Bagaimanakah proses bailout Bank Century oleh LPS? Tindak Pidana Kegiatan Usaha pada PT Bank Century TBK: Antara Pelanggaran Prinsip Prudential Banking dan Lemahnya Pengawasan Bank Indonesia 1. Bentuk pelanggaran apa yang dilakukan pengelola Bank Century yang mengarah pada tindak pidana perbankan? 2. Bagaimana seharusnya pengawasan Bank Indonesia dalam mengatasi pelanggaran yang dilakukan oleh Bank Century? 3. Bagaimana perlindungan hak-hak nasabah dilakukan ketika Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal?
15
Analisis Penyertaan Modal Sementara oleh Lembaga Penjamin Simpanan di PT Bank Century Tbk.
Ahmad Fajarprana (2012)
Tesis
Nuri Hermawati (2011)
Skripsi
Hendi Kristiantoro (2011)
Skripsi
1. Bagaimana status hukum Komite Koordinasi dalam hal penyerahan BC oleh LPS dan penambahan biaya penanganan PMS LPS di BC? 2. Apakah perhitungan dan penetapan perkiraan biaya penanganan telah dilaksanakan oleh LPS perihal penetapan bank gagal berdampak sistemik? 3. Apakah perubahan bertentangan dengan UU LPS? 4. Apakah penyaluran PMS kepada BC memiliki dasar hukum? Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Yogyakarta dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen (Studi Kasus Veronica Lindayanti Melawan PT Bank Century Tbk) 1. Bagaimanakah peran BSK Yogyakarta dalam menyelesaikan kasus Veronica Lindayanti melawan PT Bank Century Tbk? 2. Apa saja kendala yang dihadapi BPSK Yogyakarta dalam menyelesaikan kasus Veronica Lindayanti melawan PT Bank Century Tbk? 3. Mengapa putusan dari BPSK Yogyakarta tidak dapat dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta? Implikasi Penyelamatan Bank Century terhadap Keuangan Negara Ditinjau dari Batasan Kerugian Negara dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 1. Bagaimana proses penyelamatan Bank Century? 2. Apakah implikasi proses penyelamatan Bank Century terhadap keuangan negara ditinjau dari batasan kerugian negara?
Sumber: Hasil olah kepustakaan Tabel I.1 menunjukkan bahwa terdapat variasi penelitian yang dilakukan dalam membahas mengenai Bank Century. Mulai dari sisi ketatanegaraan,
16
perdata, hingga pidana. Dari penelitian-penelitian sebelumnya dapat dilihat bahwa fokus utama para penulis adalah mengenai persoalan bailout PT Bank Century, Tbk sehingga jelas berbeda dengan fokus penelitian penulis. Pada penelitian ini penulis akan membahas tanggung jawab Bank Century terhadap produk reksadana. Satu penelitian, yakni yang dilakukan oleh Nuri Hermawati membahas soal putusan BPSK Yogyakarta. Ada kesamaan dalam penelitian ini yakni tentang persoalan nasabah PT Bank Century, Tbk namun yang menjadi perbedaan penelitian itu dengan penelitian penulias adalah soal tanggung jawab Bank. Penelitian Nuri Hermawati tersebut hanya membahas perlindungan konsumen dan belum secara spesifik mendalami soal karakteristik usaha perbankan dan karakteristik reksadana yang berbeda dihubungkan dengan tanggung jawab Bank Century. Penelitian penulis menganalisis persoalan tanggung jawab bank terhadap gagal bayar reksadana dan hal ini belum pernah ditinjau oleh para penulis lain. Oleh karena itu, penulis berkesimpulan bahwa tesis ini merupakan karya original.