BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Peristiwa di masa lalu telah menunjukkan kepada kita bahwa krisis keuangan memiliki kekuatan destruktif yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian sebuah negara dan memiliki kemampuan untuk menyebar secara regional maupun global. Biaya pemulihan yang dibutuhkan untuk keluar dari kondisi krisis sangat tinggi dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai kondisi normal kembali. Krisis perbankan yang muncul pada akhir dekade 1990-an telah terbukti menghabiskan biaya pemulihan yang sangat mahal. Penelitian empiris menunjukkan bahwa biaya pemulihan krisis di negara-negara berkembang secara rata-rata mencapai 15-20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) (Hoggarth, Reis & Saporta, 2001). Biaya pemulihan akan menjadi lebih tinggi jika diikuti dengan krisis mata uang (Morttinen et al, 2005). Pada kasus krisis perbankan di Indonesia pada tahun 1997, biaya pemulihan yang dikeluarkan adalah sebesar 51% dari PDB (Hadad et al, 2005). Melihat fenomena di masa lalu, terdapat satu hal yang sangat membingungkan dari karakter pemicu terjadinya krisis keuangan. Hal tersebut adalah karakteristik dari sistem keuangan yang cenderung untuk mengambil keuntungan
dengan
mengakumulasikan
risiko-risiko
yang
ada
dan
menumpuknya hingga semakin meningkat selama beberapa tahun sampai risiko tersebut menjadi nyata dan baru tersadar setelah risiko tersebut 1
menghancurkan sistem keuangan tanpa pandang bulu. Walaupun pasar, jenis aset atau sekuritas, pemain dan hal-hal lain yang memicu satu krisis ke krisis lainnya
selalu
mengalami
perubahan,
tetapi
kecenderungan
untuk
mengakumulasi risiko tersebut tetap sama. Carosio (sebagai mana dikutip dalam Quagliariello, 2009) mengatakan krisis juga telah menunjukkan bahwa risiko dan kerentanan dalam sistem keuangan tidak hanya berasal dari faktorfaktor endogen dalam pembangunan tetapi jauh lebih sering sebagai konsekuensi dari perubahan ekonomi makro dan keuangan secara global. Walaupun krisis keuangan selalu terjadi berulang-ulang dan sudah menjadi hal yang rutin, tetapi hal tersebut tidak menjadikan krisis sebagai sesuatu yang dapat diprediksi. Krisis yang sistemik disebabkan oleh sistem keuangan
yang
rapuh
sehingga
mudah
tertular
dan
menyebabkan
ketidakstabilan. Saat guncangan atau ancaman eksternal memicu sebuah krisis, maka semakin rapuh sebuah sistem keuangan, akan semakin besar pula dampak yang diterima dari krisis tersebut. Hal ini memicu para otoritas keuangan untuk terus mencari cara untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sebuah krisis dan mengurangi dampak yang ditimbulkannya. Burton dan Lombra (1997) membagi sistem keuangan dalam dua komponen, yaitu financial market (pasar modal) dan financial intermediaries (lembaga intermediasi keuangan/bank). Karena sistim perbankan merupakan tulang punggung dari sistem keuangan di banyak negara, maka pengawasan sering difokuskan pada sistim perbankan (Quagliariello, 2009). Fungsi bank sebagai perantara keuangan, penyedia likuiditas serta jasajasa keuangan dan sebagai transmisi kebijkan moneter menimbulkan implikasi 2
bahwa stabilitas sistem keuangan dan moneter sangat dipengaruhi oleh kesehatan dan kekuatan sistem perbankan. Untuk mencapai terwujudnya sistem perbankan yang lebih kuat maka diperlukan suatu analisa terhadap kekuatan sistem perbankan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisa kekuatan sistem perbankan adalah dengan melakukan evaluasi hubungan antara kondisi makro ekonomi dengan stabilitas sistim perbankan melalui metode stress test. Dalam melakukan stress test terhadap kekuatan sistem perbankan pada umumnya difokuskan pada risiko kredit. Morttinen et al (2005) mengatakan bahwa risiko kredit masih merupakan sumber utama dari ketidakstabilan di industri perbankan. Dalam kasus ketidakstabilan di industri perbankan, Kredit merupakan sumber utama dari risiko kredit (Basel Committee on Banking Supervision, 2000). Atas dasar tersebut kualitas kredit sering digunakan menjadi dependent variabel dalam banyak penelitian (Hadad et al, 2005). Stress test terhadap sistem perbankan pada umumnya mencakup: (i) analisa pengaruh variabel-variabel yang menjadi amatan dan kaitannya terhadap kualitas kredit perbankan, (ii) menyusun skenario stress yang akan digunakan dalam stress testing, (iii) menghitung risiko kredit dan cadangan atas potensi kerugian dalam kondisi stress sesuai skenario yang telah disusun (Otani et al, 2009). Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang menjadi amatan dikelompokan kedalam 4 kelompok, yaitu siklus perekonomian, tingkat efisiensi bank, risiko pasar, dan harga bahan bakar. Quagliariello
(2004)
menyebutkan
pada
masa
perekonomian
mengalami resesi (krisis), tingkat profitabilitas dari konsumen menurun dan 3
menyebabkan turunnya kualitas kredit perbankan sehingga menyebabkan kerugian pada neraca bank. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat perekonomian mengalami ekspansi (booming) dimana tingkat profitabilitas dari konsumen meningkat dan menyebabkan naiknya kualitas kredit yang dimiliki oleh bank sehingga bank menurunkan pencadangan atas potensi kerugian. Berger dan De Young (1997) menyatakan bahwa penurunan tingkat efisiensi berhubungan dengan peningkatan kredit bermasalah. Hal ini terjadi karena manager yang tidak efisien memiliki tingkat kemampuan yang rendah dalam memilih kredit-kredit yang berkualitas serta lemah dalam identifikasi terhadap fasilitas kredit yang mulai menjadi memburuk. Pain (2003) menyebutkan bahwa Bank yang tidak efisien dalam menjalankan bisnisnya cenderung untuk terlibat dalam kredit-kredit yang lebih berisiko dan dapat menyebabkan rendahnya kualitas kredit yang dimiliki perbankan. Basle Committee on Banking Supervision (1996) menyebutkan bahwa risiko pasar adalah risiko kerugian pada posisi neraca dan rekening administratif sebagai akibat pergerakan harga pasar. Risiko pasar atau disebut juga risiko sistematik merupakan risiko yang mempengaruhi seluruh pasar dan tidak dapat dihindari melalui diversifikasi. Bank dalam menjalankan bisnisnya berkewajiban untuk melakukan mitigasi secara konsisten terhadap pergerakan risiko pasar karena pergerakan dari risiko pasar akan mempengaruhi biaya dana dan kolektibilitas sebuah pinjaman yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas kredit. Hadad et al (2005) menyebutkan kenaikan harga bahan bakar yang mendapat subsidi pemerintah dapat menyebabkan turunnya tingkat permintaan 4
dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan meningkatnya biaya energi yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga dan bisnis yang berdampak langsung terhadap kemunduran dalam perekonomian. Dengan meningkatnya alokasi biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga dan bisnis untuk memenuhi kebutuhan energinya maka kenaikan harga bahan bakar dapat mempengaruhi kolektibilitas atau tingkat pengembalian angsuran yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas kredit perbankan. Mengingat kesulitan yang dihadapi dalam mengidentifikasikan kapan krisis berikutnya terjadi, maka perumpamaan akan sebuah kondisi paling ekstrim yang mungkin terjadi dalam sebuah perekonomian akan sangat bermanfaat. Perumpamaan guncangan ekstrim pada risiko pasar dapat memberikan gambaran mengenai kualitas kredit yang dimiliki perbankan di Indonesia. Guncangan ekstrim pada risiko pasar dapat memberikan pengaruh yang langsung terhadap kualitas kredit sehubungan dengan perubahan tingkat suku bunga dan nilai tukar yang dikenakan terhadap suatu pinjaman. Jika gambaran akan kualitas kredit perbankan di Indonesia berikut faktor-faktor yang mempengaruhi serta bagaimana kondisinya apabila dihadapkan pada guncangan risiko pasar dapat dipahami secara benar, maka akan meningkatkan kewaspadaan dari para policy-makers pada faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kredit serta ketahanan dari sistim perbankan di Indonesia dalam menghadapi kondisi krisis atau stress tersebut.
5
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan hasil uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh siklus perekonomian, tingkat efisiensi bank, risiko pasar, dan harga bahan bakar terhadap kualitas kredit 15 bank besar yang mewakili 70% sistem perbankan di Indonesia, yang dilanjutkan dengan pengujian terhadap kualitas kredit 15 bank besar tersebut dalam menghadapi risiko pasar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode yakni metode regresi dan metode stress testing. Analisa pertama menggunakan metode regresi dilakukan untuk menguji hubungan antara siklus perekonomian, tingkat efisiensi bank, risiko pasar, dan harga bahan bakar terhadap kualitas kredit pada 15 bank di Indonesia yang mewakili 70% sistem perbankan di Indonesia untuk mengetahui kondisi kualitas kredit dalam sistem perbankan di Indonesia dalam kondisi saat ini (pre shock). Penelitian dilanjutkan dengan analisa kedua menggunakan metode stress testing untuk menguji kondisi kualitas kredit dari 15 bank besar yang mewakili 70% sistem perbankan di Indonesia dalam menghadapi guncangan (shock) yang masih masuk akal (exceptional but plausible event) dan berhubungan dengan risiko pasar sesuai dengan skenario yang telah disusun sebelumnya. Analisa stress testing ini dilakukan untuk menguji tingkat kualitas kredit yang dimiliki perbankan di Indonesia dalam kondisi krisis (shock). Berdasarkan hasil dari kedua analisa tersebut diatas maka akan terlihat apakah 15 bank besar yang mewakili 70% sistem perbankan di Indonesia tersebut
6
memiliki kualitas kredit yang baik serta kekuatan modal yang cukup untuk dapat tetap menjalankan bisnisnya dalam kondisi krisis keuangan. Variabel-varibel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pertumbuhan kredit (GCRED), cost to income ratio (CIRATIO), tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (GPDB), indeks harga saham gabungan (IHSG), tingkat suku bunga sertifikat bank indonesia (SBI), tingkat pertumbuhan nilai tukar rupiah/dollar AS (GXRATE), tingkat pertumbuhan harga premium (GPREM) dan tingkat pertumbuhan harga solar (GSOLAR). Ukuran kualitas kredit perbankan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), dan non-performing loan (NPL). Skenario dalam analisa stress testing akan mengunakan variabel tingkat suku bunga sertifikat bank indonesia (SBI) dan tingkat pertumbuhan nilai tukar rupiah/dollar AS (GXRATE) sebagai acuan risiko pasar berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor: 9/3/PBI2007 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank umum dengan memperhitungkan risiko pasar.
1.3.
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk: a. Menguji apakah terdapat pengaruh antara siklus perekonomian, tingkat efisiensi bank, risiko pasar, dan harga bahan bakar terhadap kualitas kredit pada 15 bank di Indonesia
7
b. Menguji kualitas kredit yang dimiliki perbankan nasional (PPAP, dan NPL) dalam dihadapi dengan risiko nilai tukar (GXRATE), dan risiko tingkat suku bunga (SBI).
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan adanya manfaat-manfaat yang dapat diambil antara lain: a. Bagi akademisi Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan mendorong penelitian lebih lanjut mengenai karakter industri perbankan dalam sebuah siklus perekonomian, serta pengukuran tingkat kualitas kredit dari sistem perbankan nasional dengan menggunakan metode regresi data panel, dan stress testing dengan skenario krisis yang mempertimbangkan resiko pasar. b. Bagi Bank Indonesia atau regulator Dengan mengetahui karakter, kesehatan dan kekuatan dari kualitas kredit di sistem perbankan nasional, Bank Indonesia selaku regulator perbankan di Indonesia dapat menyusun regulasi-regulasi yang tepat untuk mengatur degree of cyclicality dan meningkatkan soundness dari sistem perbankan nasional. c. Bagi bankir Dengan mengetahui karakter, kesehatan dan kekuatan dari kualitas kredit di sistem perbankan nasional, para bankir dapat memperbaiki struktur
8
keuangan bank-nya dan menyusun strategi yang tepat untuk menganisipasi gejolak-gejolak dalam perekonomian dimasa depan. d. Bagi nasabah atau pengguna sistem perbankan Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan bukti empiris tentang kondisi karakter industri perbankan dalam sebuah siklus perekonomian, serta pengukuran kesehatan dan kekuatan dari kualitas kredit di sistim perbankan nasional dalam menghadapi krisis-krisis di dimasa depan. Penelitian ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan.
1.5.
Susunan Penelitian Thesis ini direncanakan terdiri atas 5 (lima) bab dan beberapa lampiran, dengan perincian sebagai berikut. Bab I adalah Bab Pendahuluan yang berisi tentang isu kualitas kredit dalam industri perbankan di Indonesia dan risiko krisis di masa yang akan datang, serta tujuan dan manfaat penelitian. Bab II berisi tentang teori dan penelitian empiris yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, beserta hipotesa-hipotesa dalam penelitian ini. Bab III berisi tentang data, sampel dan metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam melakukan penelitian ini, beserta cara pengujian hipotesahipotesanya. Bab IV tentang hasil pengolahan data dan diskusi hasil penelitian. Bab V memuat tentang kesimpulan dan saran-saran yang mungkin dapat dimanfaatkan oleh segenap pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini. Selanjutnya lampiran-lampiran yang diperlukan untuk mendukung penelitian
9
ini dan membantu seluruh pihak yang membaca hasil penelitian ini menjadi semakin jelas.
10