1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan usaha yang semakin ketat menuntut adanya perubahan pola kerja dari setiap pelaku. Pelaku usaha dituntut dapat memenuhi pesanan dan permintaan konsumen secara tepat dan cepat tanpa mengorbankan kualitas produk. Salah satu upaya mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengoptimalkan koordinasi pelaksanaan manajemen rantai pasok. Pengelolaan rantai pasok yang baik dapat menjamin tercapainya kepuasan konsumen akan produk akhir yang berkualitas, murah, dan cepat diterima konsumen. Optimalisasi rantai pasok membutuhkan acuan atau umpan balik untuk dapat dilaksanakan. Umpan balik tersebut bisa didapatkan melalui suatu skema pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja menjadi hal esensial yang harus dilakukan agar kinerja suatu objek atau sistem bisa diketahui sehingga evaluasi dapat dilakukan. Pengukuran kinerja rantai pasok mesti menjadi perhatian serius karena dapat menjadi titik acuan dalam melakukan perbaikan ataupun peningkatan bisnis. Alat ukur yang tepat sangat penting dalam suatu pengukuran kinerja. Alat ukur tersebut menjadi bagian dalam suatu skema pengukuran kinerja yang disebut sebagai performance measurement system (PMS). PMS adalah sistem pengukuran yang memungkinkan suatu unit kerja memonitor pencapaian indikator kinerja dari produk, pelayanan dan proses produksi pada suatu waktu tertentu (Rosenau et al., [1996] dalam Aramyan, 2006).
Indonesia adalah negara agraris yang memiliki kekayaan alam melimpah terutama dari hasil pertaniannya. Hasil pertanian Indonesia terbagi menjadi beberapa
kategori
diantaranya
tanaman
pangan,
perikanan,
peternakan,
perkebunan, dan hortikultura. Sektor hortikultura terdiri atas dua sub-sektor yakni tanaman sayuran dan buah-buahan. Kecenderungan produksi buah-buahan di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (gambar 1.1). GRAFIK WAKTU (TAHUN) VS PRODUKSI (TON)
Tahun
Mangga
Jeruk
Pepaya
Pisang
Nanas
Durian
Manggis
7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0
Gambar 1.1. Grafik Produksi Buah di Indonesia 1995-2012 (BPS, 2013) Sistem rantai pasok produk pertanian berbeda dengan sistem rantai pasok produk hasil pabrik atau manufaktur. Perbedaan terutama terletak pada umur produk dan cara penanganan serta sistem distribusinya. Selain berbeda dengan rantai pasok produk manufaktur, antar produk pertanian juga terdapat perbedaan. Produk holtikultura, sub-sektor buah-buahan, memiliki perbedaan karakteristik dengan produk pertanian lain seperti hasil hutan dan perikanan. Karakteristik yang berbeda menjadikan rantai pasok holtikultura memerlukan alat ukur yang spesifik. Beberapa penelitian tentang rantai pasok holtikultura dan skema pengukuran kinerja diantaranya dilakukan Arvitrida (2010) dengan judul “Simulasi Koordinasi
2
Supply chain Pisang di Jawa Timur: Studi Kasus Pisang Mas dari Lumajang” tentang pengaplikasian simulasi sistem dinamik terhadap bisnis pisang untuk mengevaluasi dan menemukan skenario peningkatan performansi kerja supply chain pisang Mas di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Subarkah (2009) melakukan penelitian mengenai kinerja rantai pasokan komoditas Lettuce Head dengan metode DEA untuk menentukan kinerja petani serta SCOR untuk kinerja perusahaan. Salah satu penelitian mengenai pengembangan alat ukur rantai pasok produk pertanian dilakukan oleh Widyaningrum (2012) tentang perancangan alat ukur kinerja rantai pasok ikan laut yang mengacu pada framework agri-food supply chain (Aramyan, 2006). Penelitian tersebut membandingkan model SCOR dengan agri-food supply chain untuk mendapatkan framework baru yang sesuai dengan rantai pasok ikan laut di Indonesia. Pengukuran kinerja rantai pasok dilakukan dengan berbagai sistem pengukuran, diantaranya dengan model AHP (Bhagwatt & Sharma 2007; Mahalik et al., 2010), Data Envelopment Analysis (Mahalik et al., 2010; Subarkah, 2009); Balance Scorecard (Bhagwatt & Sharma, 2007; Park, et al., 2005); Agri-food supply chain (Aramyan, 2006; Widyaningrum, 2012); AHP-Fuzzy theory (Setiawan, 2009) dan SCOR (Darma, 2006; Erkan & Baç, 2011; Saputra & Fithri, 2012). Model yang disebutkan diatas (kecuali SCOR dan Agri-food supply chain) adalah model pengukuran kinerja yang kemudian diadopsi untuk pengukuran kinerja rantai pasok. Penelitian ditekankan pada adaptasi agri-food supply chain framework dengan mempertimbangkan key performance indicators dari responden penelitian
3
sebagai stakeholder. Indikator kinerja yang terdapat dalam model pengukuran kinerja rantai pasok disesuaikan dengan kondisi rantai pasok buah-buahan dan mempertimbangkan karakter khas yang dimiliki produk. Tabel 1.1. Produksi Buah Pisang Kabupaten Lumajang Populasi Produksi Produktivitas (Ha) (Ku) (Ku/Ha) 1 Tempursari 541,30 117296 216,69 2 Pronojiwo 77,97 12255 157,18 3 Candipuro 107,74 21058 195,45 4 Pasirian 66,00 12375 187,50 5 Tempeh 29,68 6707 225,98 6 Lumajang 55,90 15940 285,15 7 Sumbersuko 59,29 11670 196,83 8 Tekung 46,08 7806 169,40 9 Kunir 76,02 21038 276,74 10 Yosowilangun 3,57 1110 310,92 11 Rowokangkung 96,00 19200 200,00 12 Jatiroto 18,98 3974 209,38 13 Randuagung 24,74 5034 203,48 14 Sukodono 4,07 877 215,48 15 Padang 47,02 9432 200,60 16 Pasrujambe 2470,00 459000 185,83 17 Senduro 1241,73 270075 217,50 18 Gucialit 559,61 116319 207,86 19 Kedungjajang 126,33 20560 162,75 20 Klakah 37,20 7392 198,71 21 Ranuyoso 85,86 16959 197,52 Total 5775,09 1156077 200,18
No
Kecamatan
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang (2013) Penelitian mengambil studi kasus pelaksanaan rantai pasok pisang di Kabupaten Lumajang. Kabupaten Lumajang termasuk salah satu dari lima kabupaten/kota sentra produksi pisang (lihat tabel 1.1) di Jawa Timur yang menghasilkan jenis pisang unggulan, yaitu : (1) Pisang Mas Kirana adalah pisang segar unggulan yang sudah dipasarkan secara meluas dengan sistem kemitraan; dan
4
(2) Pisang Agung yang khas untuk industri pengolahan pisang menjadi keripik (Supriyati, 2006). Sentra budidaya pisang Agung dan Mas Kirana terutama berada di Kecamatan Senduro, Pasrujambe dan Gucialit (kawasan Agropolitan SEROJA). Rantai pasok objek penelitian adalah rantai pasok pisang Mas yang melalui kelompok tani. Rantai pasok ini dipilih karena memiliki susunan yang lengkap dari produsen hingga konsumen serta melewati kelompok tani. Sebagian pasokan buahbuahan yang produknya berasal dari petani selalu melalui kelompok tani/gapoktan untuk memudahkan penyaluran hasil produksinya ke tangan konsumen. Rantai pasok pisang di Lumajang meliputi petani, kelompok tani, pedagang pengumpul, distributor besar, ritel, grosir buah, dan pedagang pengecer serta konsumen (Arvitrida, dkk., 2010). Secara umum rantai pasokan pisang mulai dari produsen hingga buah sampai ke tangan konsumen di Kabupaten Lumajang dilakukan melalui dua cara, yaitu pasokan langsung ke pasar (melalui pengepul atau langsung oleh petani) dan pasokan ke pasar luar kota melalui distributor besar. B. Rumusan Masalah Perbaikan dan peningkatan kinerja rantai pasok bisa dilakukan jika rantai pasok dapat diukur sejauh mana kinerjanya. Pengukuran kinerja rantai pasok tidak terlepas dari adanya alat ukur yang sesuai dengan objek ukur. Permasalahan yang muncul adalah belum ada alat ukur kinerja rantai pasok yang fokus pada produk hortikultura sub-sektor buah-buahan dan tidak ada indikator acuan untuk pengukuran kinerja rantai pasok tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian indikator pada kerangka Agri-food supply chain (Aramyan 2006) yang mampu mencakup karakteristik rantai pasok buah-buahan di Indonesia.
5
C. Lingkup Penelitian Agar penelitian dapat terfokus pada masalah yang telah dirumuskan, lingkup penelitian akan dibatasi pada hal berikut: 1.
Penelitian dilakukan terhadap rantai pasok komoditas pisang Mas yang berada di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
2.
Penelitian dilakukan pada sampel yang telah ditentukan pada tiap tier.
3.
Penyesuaian indikator alat ukur dilakukan dengan melakukan adaptasi pada agri-food supply chain framework.
4.
Pengukuran kinerja dilakukan untuk validasi alat ukur yang dibuat.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menyusun indikator pengukuran kinerja rantai pasok buah-buahan, khususnya pisang Mas.
2.
Mengevaluasi kinerja rantai pasok yang menjadi sampel penelitian.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.
Memberikan skema pengukuran kinerja beserta indikator yang dapat digunakan untuk pengukuran kinerja rantai pasok buah-buahan, khususnya buah pisang.
2.
Memberikan gambaran mengenai kinerja rantai pasok pisang Mas yang menjadi objek penelitian.
3.
Sebagai bahan referensi dan informasi penelitian lebih lanjut bidang manajemen rantai pasok buah-buahan khususnya buah pisang.
6