BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mememiliki sumber daya alam yang melimpah, hamparan lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah, tanah yang subur dan beriklim tropis melihat keadaan alam tersebut bercocok tanam dapat dilakukan sepanjang tahun dan dapat dimanfaatkan sescara maksimal guna dapat menghasilkan produk-produk pertanian yang berkualitas tinggi. Seperti diketahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani, dan pertanian merupakan sektor yang sangat penting pada perekonomian dalam pemenuhan kebutuhan pangan serta bisa dapat menjadi sumber pendapatan negara. Permasalahan yang sering muncul dalam usaha agribisnis di Indonesia yang menimpa petani kecil adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya.1 Hal ini sering terjadi pada petani padi, dimana petani padi cenderung memiliki jadwal tanam seragam, sehingga saat panennya pun bersamaan.2 Pola tanam padi yang dilakukan secara bersamaan tersebut bertujuan agar semua padi yang ditanam dapat memperoleh jatah pengairan yang cukup dan meminimalkan serangan hama atau penyakit, sehingga masa panen padi cenderung bersamaan yang berakibat harga jual gabah merosot tajam.3 Para petani padi tidak mampu menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah kehabisan biaya dan tidak 1 Iswi Hariyani dan R. Serfianto, 2010, Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Sinar Grafika, Jakarta, h.1. 2 Ibid. 3 Ibid.
mempunyai gudang penyimpanan yang memadai. Sehingga dalam kondisi saat terjadi kelebihan persedian yang berakibat harga pasaran jatuh dan merugikan produsen yaitu petani. Guna mewujudkan pembangunan di bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang dalam sistem perdagangan diarahkan pada upaya memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, dan melindungi serta menumbuhkan suasana yang kondusif. Efisiensi perdagangan dapat tercapai apabila didukung oleh iklim usaha yang kondusif dengan tersedianya dan tertatanya sistem pembiayaan perdagangan yang dapat diakses oleh setiap pelaku usaha secara tepat waktu berdasarkan ketentuan penjelasan atas Undang-Undang No 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, Ketentuan Umum Paragraf 1. Guna menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat pada era globalisasi diperlukan kesiapan untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di bidang ekonomi khususnya perdagangan. Salah satu upaya untuk menghadapi persaingan tersebut adalah diperlukannya suatu instrumen dalam penataan sistem perdagangan yang efektif dan efisien, sehingga menyebabkan harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Sistem pembiayaan perdagangan tersebut harus dapat diakses setiap waktu oleh setiap pelaku usaha, terutama
pengusaha kecil dan petani kecil, yang selama ini masih terbentur masalah permodalan dan keterbatasan jaminan kredit. Semenjak adanya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang diberlakukan, jatuhnya harga komoditas agribisnis pada saat musim panen raya bisa teratasi serta untuk mendukung terwujudnya kelancaran produksi dan distribusi barang. Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 09 Tahun 2006 yang dimaksud dengan Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang Sistem Resi Gudang merupakan salah satu instrumen penting dan efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan. Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk pengendalian harga dan persediaan nasional, Resi Gudang sebagai atas hak (document of title) atas barang dapat digunakan sebagai agunan karena Resi Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu dalam pengawasan Pengelola Gudang yang terakreditasi. Sistem resi gudang merupakan sistem yang paling aman dan canggih jika dibandingkan dengan beberapa sistem yang pernah ada di Indonesia. Dalam sistem resi gudang terdapat jaminan keamanan bagi perbankan karena semua data penatausahaan resi gudang terpusat di Pusat Registrasi dan diawasi oleh Badan Pengawas (BAPPEBTI), serta terdapat kepastian mutu bagi pemilik barang
maupun calon pemilik barang karena barang yang disimpan dan dikelola dengan baik oleh pengelola gudang dan dilakukan uji mutu sebelumnya oleh lembaga penilaian kesesuaian independen yang telah mendapat sertifikasi dari KAN dan disetujui oleh BAPPEBTI.4 Provinsi Bali memiliki potensi pertanian tanaman pangan dengan komoditas andalan seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan buah-buahan hampir tersebar di seluruh wilayah pulau Bali yang sering disebut pulau Dewata ini. Luas panen komoditas utama di Bali pada tahun 1997 menunjukkan hasilhasil berikut: luas panen padi, sawah dan ladang 151.735 ha, hasil produksinya 818.613 ton; luas panen jagung 44.190 ha, hasil produksinya 107.395 ton; luas panen ubi kayu 17.946 ha, hasil produksinya 211.499 ton, luas panen ubi jalar 7.486 ha, hasil produksinya 86.856 ton; luas panen kedelai 20.749 ha, hasil produksinya 29.443 ton. Untuk 1998, produksi padi di Bali mengalami penurunan sekitar 2,05%, meski luas panennya meningkat 2,35% dibandingkan 1997. begitu juga dengan luas panen dan produksi palawija, secara umum juga mengalami penurunan kecuali jagung dan kacang hijau. luas panen dan hasil produksi pertanian di Bali tahun 1998 adalah sebagai berikut: luas panen padi sawah dan ladang 155.304 ha, hasil produksinya 818.600 ton; luas panen jagung 45.107 ha, hasil produksinya 111.598 ton; luas panen ubi kayu 17.917 ha, hasil produksinya 210.010 ton; luas panen kedelai 4.028 ha, hasil produksinya 7.135 ton.5 Melihat data yang di uaraikan diatas Provinsi Bali memiliki potensi di sektor pertanian,
4 Irma Devita Purnamasari, 2011, Hukum Jaminan Perbankan, Kaifa, Bandung, h.137. 5 Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia 2007, “Potensi Pertanian dan Perkebunan”, Indonesia.go.id, diakses tanggal 6 Oktober 2015.
maka demi meningkatkan, mengelola, dan mengembangkan hasil pangan serta membantu kesejahteraan petani kecil yang terdapat dalam Provinsi Bali sehingga sistem resi gudang sangat diperlukan guna untuk mewujudkan hal tersebut. Bank di dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada pihak-pihak yang membutuhkan khususnya pada para petani yang membutuhkan modal atau dana tidaklah mudah, karena harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Salah satu persyaratan terpenting untuk memperoleh fasilitas kredit adalah adanya jaminan atau agunan. Di butuhkannya jaminan atau agunan dalam suatu pemberian fasiltas kredit adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditur, agar dana yang telah diberikannya kepada debitur dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Mengingat angunan atau jaminan merupakan salah satu unsur dalam pemberian kredit dan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur untuk adanya kepastian atas pelunasan utang debitur, atau untuk pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur, maka meskipun berdasarkan unsur-unsur lain telah di diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, jaminan tambahan atau agunan masih tetap diminta oleh pihak bank.6 Dalam pemberian kredit dengan jaminan resi gudang pihak bank melakukan analisa kredit sebelum kredit tersebut diberikan. Dalam perkembangannnya jaminan dan agunan tersebut haruslah barang-barang yang bermutu tinggi dan mudah di perjual belikan. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek 6
Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Peranan Asas Pemisahan Horisontal (Suatu Konsep dalam Menyongsong lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), Pt Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 233.
perbankan di Kota Denpasar melihat resiko usaha tani masih sangat tinggi karena sangat bergantung pada faktor alam atau cuaca yang sulit untuk dikendalikan. Bedasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar”. 1.2. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar ? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar ? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Guna menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari permasalahan yang dibahas maka perlu adanya pembatasan atas permasalahan yang dibahas. Adapun masalah yang dibahas dibatasi ruang lingkupnya sebagai berikut ; 1. Pertama membahas pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar 2. Kedua membahas tentang Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar.
1.4. Orisinalitas Penelitian Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul "Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar " ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan pemaparan asli penulis. Jika terdapat referensi terhadap karya orang lain atau pihak lain, maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Beberapa penelitian dengan jenis yang sama yang ada dalam internet atau perpustakaan skripsi diantaranya tentang “Pelaksanaan Pembinaan Sistem Resi Gudang Di Kabupaten Blitar”dan “ Perlindungan Hukum Terhadap Lembaga Perbankan Sebagai Kreditur Penerima Hak Jaminan Resi Gudang”. Dari kedua penelitiaan yang telah ada tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian saya karena penelitian saya berfokus pada penelitian pada Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar. Berikut terlampir materi perbedaan penelitian yang telah ada dengan penelitian ini : Tabel 1.1 Materi Perbedaan Penelitian No 1
Penulis Angrito Bimo Satriyo
Judul " Pelaksanaan
No 1.
Rumusan Masalah Bagaimana pelaksanaan
Pembinaan Sistem
pembinaan
(Alumni Univ.Brawi jaya Malang)
Resi Gudang Di
Gudang di Kabupaten Blitar
Kabupaten Blitar”
oleh Dinas Perindustrian dan
Sistem
Resi
Perdagangan, Dinas Pertanian dan
Bank
Daerah
Jawa
Pembangunan Timur
di
Kabupaten Blitar? 2.
Apa
hambatan
dan
upaya
dalam pelaksanaan pembinaan Sistem
Resi
Gudang
di
Kabupaten Blitar oleh Dinas Perindustrian & Perdagangan, Dinas Pertanian dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur di Kabupaten Blitar ?
2
Larisa Muchdani Batubara
“Perlindungan Hukum Terhadap Lembaga
sistem Resi Gudang dalam
(Univ.
Perbankan Sebagai
pemberian kredit oleh
Sumatera
Kreditur Penerima
perbankan ?
Utara)
Hak Jaminan Resi Gudang”
1.
2.
Bagaimana perkembangan
Bagaimana
perlindungan
hukum bagi bank sebagai penerima hak jaminan Resi Gudang ?
3
Dewa Made “Pelaksanaan Ari Widiyatmika Pemberian Kredit
1.
Bagaimanakah pemberian
pelaksanaan
kredit
dengan
Dengan Jaminan
jaminan resi gudang dalam
Resi Gudang Dalam
praktek perbankan di Kota
Praktek Perbankan
Denpasar ?
Di Kota Denpasar”
2.
Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan pemberian
kredit
dengan
jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar ?
1.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan tersebut antara lain: 1.5.1 Tujuan umum 1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Fakultas Hukum Universitas Udayana khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan mahasiswa. 2) Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis.
3) Untuk pembulat studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana, sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum. 4) Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar 5) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar 1.5.2 Tujuan khusus a. Untuk memahami dan menganalisis pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar b. Untuk memahami tentang faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar. 1.6. Manfaat Penulisan 1.6.1 Manfaat teoritis 1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum 2. Untuk memperluas khasanah berpikir tentang pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar 1.6.2 Manfaat praktis 1. Memberikan tambahan refrensi bagi institusi pendidikan dan mahasiswa dalam penelitian hukum jaminan khususnya mengenai pelaksanaan
pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar. 2. Bagi masyarakat, memberikan pengetahuan praktis mengenai hukum jaminan dalam hal pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar. 3. Penulisan ini diharapkan sebagai pedoman dalam penyelesaian masalah mengenai pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar. 1.7. Landasan Teroristis Teori Efektivitas Hukum yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto terdapat lima faktor-faktor terhadap efektivitasnya hukum atau peraturan yang berlaku di masyarakat melipiuti : 1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan atau pelaksanaan hukum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.7
7 Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), h.8.
Mengenai kredit menurut ketentuan pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dirumuskan bahwa “Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana disebut diatas, suatu pijam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut ; 1. Adanya penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyedian uang. Penyedian uang atau tagihan dapat dipersamakan dengan penyedian uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersmakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC). 2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit. 3. Adanya kewajiban melunasi utang. Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan secara cumacuma.Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh debitur. 4. Adanya jangka waktu tertentu. Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan debitur. jangka waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukan kesempatan dilunasinya kredit. Berdasarkan jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas pemberian kredit, maka kredit perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah kredit yang mempunyai jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun. Kredit jangka menengah adalah kredit yang mempunyai jangka waktu diatas satu tahun sampai dengan tiga tahun, dan kredit jangka waktu panjang adalah kredit ditetapkan berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank
dan mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan membayar dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan pengertian kredit tentang jangka waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak. 5. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula di sebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi bank.8 Kelima unsur-unsur yang diuraikan diatas harus dipenuhi bagi suatu pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan. Hal ini sesuai dengan pengertian kredit yang ditetapkan oleh ketentuan pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Unsur-Unsur kredit yang dikemukakan oleh Thomas Suyatno terdiri atas : a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa pestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar 8
M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers Jakarta, h.76-78.
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahakan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi dapat juga berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksitransaksi kredit dalam bentuk uanglah yang lazim dalam praktek perkreditan.9
Dalam kegiatan pembiayaan melalui bank, penyaluran kredit dikaji dan
dikembangkan secara ke ilmuan, melalui teori perkreditan (find lending theory).10 Teori ini mengkaji penyaluran kredit oleh bank kepada masyarakat terutama pengusaha yang menjalankan perusahaan dan manfaatnya bagi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Agar penyaluran kredit lebih berdaya guna, bank menerapkan prinsip kehati-hatian yaitu penyaluran
9
Thomas Suyatno et Al, 2003, Dasar Dasar Perkreditan, Pt Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, h.14. 10 Abdulkadir Muhamad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti Bandung, h.279.
kredit berdasarkan barang jaminan. 11 Asas-asas perkreditan yang sehat dan prinsip-prinsip kehati-hatian dalam kaitannya dengan pemberian kredit, yaitu : 1. Mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang di perjanjikan, 2. Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh Bank Indonesia.12 Keyakinan dimaksud didapat setelah dilakukan analisis yang mendalam terhadap apa yang disebutkan dengan prinsip 5C, yang dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.13 5C dijadikan pedoman untuk pemberian kredit oleh bank yang meliputi : 1. Character (Penilaian Watak/Kepribadian) Penilaian watak/kepribadian calon debitur dimaksud untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari. 2. Capacity (Penilaian Kemampuan) Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerial, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan
11 Ibid. 12 Djoni S. Gazali dan Racmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, h.272 13 Ibid.
dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya. 3. Capital ( Penilaian terhadap Modal) Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan. 4. Colletral (Penilaian terhadap agunan) Untuk
menanggung
pembayaran
kredit
macet
dikarenankan
debitur
wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya. 5. Condition of Economy (Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur) Bank harus menganalisa keadaan pasar di dalam dan di luar negeri, baik masa lali maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai dapat pula diketahui.14 Perjanjian kredit merupakan dasar pemberian kredit oleh Bank, tanpa adanya perjanjian kredit yang dibuat, disepakati, dan ditanda tangani oleh bank dan debitur maka tidak ada pemberian kredit. Perjanjian kredit dijadikan dasar pengikatan antara bank dan debitur yang berisikan hak dan kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit. Perjanjian kredit 14
Ibid, h.273-274.
merupakan sebagia perjanjian pokok dan diikuti dengan perjanjian accessoir yaitu perjanjian jaminan merupakan perjanjian ikutan dan berhenti atau berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok (perjanjian kredit). Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.9 Tahun 2006 Resi gudang adalah surat berharga yang mewakili barang yang disimpan di gudang. Sifat Resi Gudang sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang No.9 Tahun 2006 meliputi dua hal, yaitu : 1. Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan sebagai dokumen penyerahan barang; 2. Resi Gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya.15 Sifat hak jaminan resi gudang adalah sebagai berikut : a. Hak jaminan sebagai perjanjian accesoir Sesuai dengan sifat lembaga pengikatan jaminan, perjanjian pembebanan hak jaminan juga merupakan perjanjian accesoir (ikutan) dari suatu perjanjian utang piutang (pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No.9 Tahun 2006). Artinya keberadaan atau lahirnya perjanjian Hak jaminan tersebut didahului adanya perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang piutang, b. Hak jaminan hanya untuk menjamin satu utang Setiap resi gudang yang diterbitkan menurut ketentuan pasal 12 ayat 2 UndangUndang No.9 Tahun 2006 hanya dapat dibebani satu jaminan utang dan untuk melindungi kepentingan penerima Hak jaminan serta memudahkan eksekusi 15
Iswi Hariyani dan Ir R. Serfianto, op.cit, h.13.
apabila debitor cedera janji, maka resi gudang yang telah dijadikan utang tersebut wajib diserahkan kepada kreditor, c. Pembuatan Akta pengikatan jaminan Hak jaminan Pemebanan hak jaminan resi gudang menurut pasal 14 ayat 1 Undang-Undang No.9 Tahun 2006 dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian hak jaminan antara pemegang resi gudang atau pemilik barang dengan kreditor, d. Pemberitahuan Hak jaminan Di dalam Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang tidak diatur mengenai kewajiban pendaftaraan hak jaminan, tetapi diatur kewajiban bagi penerima hak jaminan untuk memberitahukan perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan tersebut kepada pengelola gudang dan pusat registrasi diatur dalam pasal 13 Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tujuan pemberitahuan pembebanan jaminan tersebut adalah untuk mempermudah pusat registrasi dan pengelola gudang dalam rangka mencegah adanya penjaminan ganda serta memantau peredaran Resi gudang dan memberikan kepastian hukum tentang pihak yang berhak atas barang dalam hal terjadi cedera janji.16 1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk katagori jenis penelitian hukum empiris. Peter Mahmud Marzuki, menyatakan penelitian hukum empiris adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara, 16
Irma Devita Purnamasari, op.cit , h.143-144.
ataupun penyebaran kuisioner.17 Penelitian hukum empiris beranjak dari adanya kesenjangan antara teori dan realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan sistem akademik. Penelitian hukum empiris atau sosiologis lebih menitikberatkan pada penelitian data primer yaitu melalui wawancara.18 Dipilihnya jenis penelitian ini karena penelitian ini didasarkan pada realita dan kenyataan sosial yang terdapat pada masyarakat dan mengkaji mengenai pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan Di Kota Denpasar. 1.8.2. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunkan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta karena menjelaskan untuk mengkaji suatu permasalahan di dalam masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk mendapatkan fakta, yang dilanjutkan dengan menemukan masalah, pada pengidentifikasian masalah dan untuk mencari penyelesaian masalah.19 1.8.3. Sifat Penelitian Sifat penelitian lebih mengarah kepada penelitian deskriptif yakni penelitian secara umum termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum,
17
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Predia Media Group, Jakarta, Cetakan I, h. 35. 18 Amiruddin dan Zaenal Azikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13. 19 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI PRESS, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h. 10.
bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.20 1.8.4. Data dan Sumber Data Data-data yang diperoleh dari penelitian ini dari dua sumber data : 1. Bahan Hukum Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama dilapangan dimana data itu berasal dari observasi dan pengamatan tentang informan. Informasi yang diperoleh dari wawancara itu di dalamnya termasuk fakta-fakta, pendapat dan persepsi. 21 2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer di antaranya: Undang-Undang, hasil penelitian, hasil karya dari pakar huku/literatur, jurnal, makalah dan sebagainya.22 Penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa berupa literatur-literatur yang relevan dengan permasalahan yang dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 09 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, pendapat para sarjana, dan artikel atau berita yang diperoleh via internet. 3. Sumber bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya kamus, 20
M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43. 21 Amiruddin dan H. Zaenal Azikin, op.cit, h. 30. 22 H. Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.
ensiklopedi dan indeks komulatif.23 Disini penulis juga menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai sumber bahan hukum tersier. 1.8.5 Teknik Pengumpulan Data Sebagai penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris, maka dalam teknik pengumpulan data ada beberapa teknik yaitu studi dokumen, wawancara (interview). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui: a. Teknik Wawancara: dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelum untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan mendukung permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Dan dari jawaban ini diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa. Dalam teknik wawancara yang dilakukan penulis informan terdiri dari pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, dan Perbankan yang terdapat di Kota Denpasar. b. Teknik Studi Dokumen: studi pustaka ini diperoleh dengan cara mempelajari kitab peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, jurnal, dan bahanbahan lain yang dapat dijadikan sebagai data yang mendukung penyusunan skripsi ini. 1.8.6 Pengolahan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dengan analisis kualitatif. Adapun yang dimaksud analisis kualitatif adalah analisa yang tidak digambarkan dengan angka-angka 23
tetapi
berbentuk
penjelasan
dan
.Soerjano Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Ed. 1, Cet. 6, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 13.
pendeskripsian,24 dan data yang diperoleh tersebut diolah menjadi rangkaian katakata yang bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi. 25 Data yang telah didapatkan dan dikumpulkan tersebut, berupa data primer maupun data sekunder yang merupakan hasil dari wawancara dan studi kepustakaan yang diolah secara kaulitatif. Kemudian mengkualifikasikan dan mengumpulkan data berdasarkan kerangka penulisan penelitian secara menyeluruh. Selanjutnya data yang diklasifikasikan dianalisa secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan secara jelas dan sistematis yang kemudian dapat diperoleh suatu kesimpulan atas permasalahan yang dibahas.
24
Amarudin dan Zainal Azikin, op.cit, h. 167. Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metologi Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Triksakti, Jakarta, h. 93. 25