1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Secara umum bangsa Indonesia di suatu sisi mengalami perkembangan yang membaik, namun disisi lain juga mengalami kemunduran atau penurunan, dalam hal ini adalah nilai karakter, moral, dan budi pekerti. Hal ini merupakan bukti bahwa terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis akhlaq. Oleh karena itu perekonomian bangsa menjadi amruk, korupsi, kolusi, nepotisme dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa merajalela seperti : perkelahian, perusakan, perkosaan, minum-minuman keras, dan bahkan pembunuhan.1 Krisis karakter yang menimpa anak muda Indonesia pelajar khususnya, secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian dan prilaku mereka sehari-hari. Krisis karakter yang dialami bangsa ini disebabkan kerusakan individu-individu masyarakat yang terjadi secara kolektif sehingga terbentuk menjadi budaya.2 Tata krama, etika, dan kreativitas siswa saat ini juga disinyalir kian turun akibat melemahnya pendidikan budaya dan karakter bangsa. Agar pendidikan budaya dan karakter bangsa dapat diterapkan harus cenderung pada imlementasikan dan dipraktikan 1
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter : Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm. 17 2
Muhammad Takdir Ilahi, Gagalnya Pendidikan Karakter (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 19
1
2
sehingga titik beratnya bukan pada teori namun realisasinya. 3 Oleh karena itu pendidikan karakter menjadi kebutuhan mendesak mengingat demoralisasi
dan
degradasi
menjangkiti
bangsa ini.
pengetahuan
sudah
sedemikian
akut
Pendidikan karakter diharapkan mampu
membangkitkan kesadaran bangsa ini untuk membangun pondasi kebangsaan yang kokoh.4 Pendidikan karakter bersifat multi level dan multi channelsehingga tidak mungkin hanya dilaksanankan oleh sekolah saja. Pembentukan karakter perlu keteladanan, prilaku nyata dalam seting kehidupan otentik dan tidak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan berlangsung dalam seting kehidupan alamiyah. Didalam karakter ada nilai inti yang berasal dari budaya, dan oleh karena itu kita tidak mungkin membangun karakter yang terlepas dari budaya kita sendiri.5 Singkatnya, nilai-nilai karakter mulia itu (nilai inti) dapat kita temukan dalam adat dan budaya, dan nilai-nilai luhur yang ada hendaklah diutamakan untuk diinternalisasikan kepada peserta didik serta masyarkat umumnya.6 Manusia sebagai subjek budaya maka dengan cipta, rasa, 3
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter :...,hlm. 9
4
Jamal Ma`mur Asmani, Internalisai Pendidikan Karakter Disekolah (Yogyakarta : Diva Press, 2011), hlm. 47 5
Thomas Lickona, Character Matters : How To Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity, And Other Essential Virtues (Jakarta : Pt. Bumi Aksara, 2004), hlm. xii 6
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter Di Sekolah : Konsep Dan Praktik Implementasi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 13
3
karsa, iman, dan karyanya menghasilkan di dalam masyarakat bentukbentuk
budaya
yang
membuktikan
keberadaan
manusia
dalam
kebersamaan dan semua bentuk budaya itu mengandung nilai. Wujud atau bentuk kebudayaan sebagai pendukung nilai (karakter, moral, dan budi pekerti) hidup yaitu sebagai suatu komplek dari ide-ide, pemikiranpemikiran, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya
yang
semua
itu
mencerminkan
alam
pikiran
yang
memancarkan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya.7 Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan budayanya. Keutuhan budaya bertumpu kepada individu dan himpunan institusi masyarakat yang memiliki kapasitas berkemampuan dalam mempersatukan seluruh potensi yang ada dan perkembangan kedepan akan ditentukan oleh peranan mereka sebagai generasi penerus dan pewaris dengan kepemilikan ruang interaksi yang jelas menjadi agen sosialisasi guna menggerakan kelanjutan survival kehidupan kedepan.8 Mantan menteri pendidikan nasional Mohammad Nuh menuturkan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah pemikiran umum yang mempunyai derajat dan level tertentu. Dalam prosesnya, kata Mohammad Nuh juga menjadi pertimbangan apakah nantinya diletakkan pada kurikulum yang telah ada atau kurikulum tersendiri. Kemudian Nuh mengungkapkan, bisa saja pendidikan budaya bangsa dan karakter bangsa
7 8
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter :...,hlm. 19
Suyanto, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Dilingkungan Sekolah (Jakarta : Derektorat Jendral, 2010), hlm. 5
4
ini bisa masuk dalam kegiatan ekstrakulikuler sekolah, dalam hal ini adalah kegitan olahraga pencak silat.9 Dalam proses pendidikan dikenal dua kegiatan yang elementer, yaitu kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakulikuler. kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan pokok pendidikan yang didalamnya terjadi proses belajar mengajar antara peserta didik dan pendidik untuk mendalami
materi-materi
ekstrakulikuler
ilmu
merupakan
pengetahuan.
kegiatan
yang
Sementara dilakukan
kegiatan dalam
mengembangkan aspek-aspek tertentu dari apa yang ditemukan pada kurikulum yang sedang dijalankan, termasuk yang berhubungan dengan bagaimana penerapan sesungguhnya dari ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh peserta didik sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup mereka maupun lingkungan sekitarnya.10 Pendidikan karakter yang terintegrasi kedalam mata pelajaran tidak hanya pada mata pelajaran agama dan kewarganegaraan saja tetapi hampir terintegrasi kesemua mata pelajaran tak terkecuali pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Pendidikan jasmani dan olahraga disekolah memiliki potensi yang sangat strategis dalam mengembangkan karakter yang baik. Nilai-nilai perjuangan, ketekunan, sportivitas, kejujuran dan menghargai arti kemenangan dan kekalahan, terlihat jelas dalam praktik olahraga dalam setiap kesempatan. Nilai inilah yang kemudian diharapkan
9
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter :...,hlm. 42
10
Novan Ardy Wiyani, Konsep, Praktik, Dan Strategi Membumikan Pendidikan Karakter di SD (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 106
5
dapat diterapkan dalam kehidupan nyata diluar olahraga. Dengan alasan itulah, olahraga diyakini oleh banyak kalangan merupakan wahana untuk membina watak seseorang.11 Olahraga pencak silat sebagai bagian dari program pendidikan jasmani dan olahraga merupakan wahana yang dapat mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter karena bersumber pada budaya bangsa Indonesia.12 Sehingga dalam mempertahankan budaya bangsa, olahraga pencak silat menjadi salah satu cara dalam rangka melakukan perbaikan jati diri bangsa yang sekian dekade ini mengalami penurunan moral dan karakter. Pencak Silat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah masyarakat Indonesia. Dengan aneka ragam situasi geografis dan etnologis serta perkembangan zaman yang dialami oleh bangsa Indonesia, Pencak Silat dibentuk oleh situasi dan kondisinya. Kini Pencak Silat kita kenal dengan wujud dan corak yang beraneka ragam, namun mempunyai aspek-aspek yang sama. Pencak Silat merupakan unsur-unsur kepribadian bangsa Indonesia yang dimiliki dari hasil budi daya yang turun temurun.13 Pendapat Moh. Hatta juga menggambarkan Silat sangat erat hubungannya dengan rasa serta pendidikan kebangsaan. Pendapat beliau antara lain sebagai berikut: Pencak/silat dipandang pada umumnya, bagian daripada olah-raga. Tetapi jika, ditinjau dalam-dalam, ada lebih dari itu. 11
Mulyana, Pendidikan Pencak Silat (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. vi
12
Mulyana, Pendidikan Pencak Silat..., hlm. vii
13
Roji, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan : Untuk SMP Kelas VII (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 20
6
Pencak dan silat mengandung unsur yang baik untuk pembentukan karakter, juga memiliki pengaruh yang besar atas pembentukan budi pekerti. Hal lain juga disampaikan bahwa pendidikan seorang anak pemuda belum sempurna, bila belum belajar pencak dan silat yang dipelajari dengan serampangan namun dengan syarat dan rukun-rukunnya, dasar pendidikan pencak/silat adalah adat, adab, dan sopan.14 Pada masa kini pencak silat terus dilestarikan dan dikembangkan sebagai sarana untuk pendidikan karena diyakini mengandung nilai-nilai pendidikan yang luhur sebagaimana tercantum dalam falsafah pencak silat yaitu falsafah budi pekerti luhur. Pembinaan pencak silat yang mengandung falsafah budi pekerti luhur terbagi menjadi nilai-niali karakter yang dijiwai oleh masyarakat yaitu pertama takwa yang artinya beriman kepada tuhan Yang Maha Esa. Kedua tanggap artinya peka terhadap perubahan, bersikap berani, dan terus meningkatkan kuliatas diri. Ketiga tangguh artinya ulet dalam usaha mengembangkan kemampuan agar dapat menghadapi dan menjawab setiap tantangan guna mencapai suatu tujuan. Keempat tanggon artinya sanggup menegakkan keadilan, kejujuran, kebenaran, mempunyai harga diri, sikap kesatria yang mandiri, dan percaya diri. Kelima trengginas berarti energik, kreatif, inovatif, dan mau bekerja keras untuk mengejar kemajuan yang bermanfaat bagi masyarakat.15 Dalam falsafah budi pekerti luhur inilah yang menjadikan
14
Pakiahsampono.Wordpress.Com/Silat-Dan-Psikologi/25-08-2014/00.54
15
Mulyana, Pendidikan Pencak Silat..., hlm. vii
7
semangat untuk mengajarkan nilai-nilai dalam pembentukan karakter yang dimunculkan melalui pendidikan pencak silat. Selain itu pencak silat juga menjadi bagian dari latihan spiritual dan kejuaraan prestasi yang dipertandingkan oleh induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). Adapun aspek-aspek dalam pecak silat yang dibentuk guna meningkatkan pembentukan karakter dan nilai budi perkerti berjumlah 4 aspek yaitu : (1) Aspek mental spiritual : pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian serta karakter mulia seseorang untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.16 Didalam aspek ini memberikan pengaruh dalam hidup kebatinan maka kita wajib tenang dalam mengatasi masalah dan tentram serta kuat mental. Unsur terpenting dalam jiwa adalah keberanian sebab tanpa keberanian (ketenangan, kewaspadaan, ketangkasan dan kekuatan) maka tak akan terpencar.17 (2) aspek seni budaya : budaya dan permainan “seni” pencak silat adalah salah satu aspek yang sangat penting menggambarkan bentuk seni tarian yang dipadukan dengan musik dan busana tradisional. Dalam budaya beberapa suku bangsa di Indonesia, pencak silat merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara adat, misalkan kesenian tari Randai.18 (3) aspek beladiri : kepercayaan dan ketekunan diri dalam menguasai ilmu beladiri dalam
16
L. Darwin dan Setyo G, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan Untuk SMAMA/SMK-MAK (Mitra Pustaka Aksara, 2013), hlm. 20 17 18
Suroso Orakas, Serangan Tangan Maut (Pekalongan : Cv. Bahagia, 1994), hlm. 5
Joko Pamungkas, Panduan Lengkap Beladiri Dengan Tenaga Dalam (Yogyakarta : Araska, 2012), hlm. 48
8
pencak silat cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis pencak silat dalam fungsinya. (4) aspek olahraga : pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi menjadi bagian dari ini. Aspek olahraga meliputi pertandingan dan pertunjukan bentuk-bentuk jurus, baik untuk jurus tunggal (sendiri), jurus ganda (berdua), maupun jurus beregu (bertiga).19 Ditegaskan pula oleh Lazuardi Malin Marojo, seorang guru besar perguruan silek kumango (silat kumango) di batu sangkar sumatra barat mengatakan bahwa belajar pencak silat memiliki tujuan yaitu : (1) beribadah atau mengenal tuhan melalui diri sendiri, (2) menjalin silaturrohim, (3) menjaga kesehatan, dan (4) melestarikan budaya.20 Dengan demikian belajar silat yang sesungguhnya tidak sekedar belajar bela diri, tetapi juga akan mengenal rahasia hati yang terekam dalam sifat manusia, rahasia kehendak, dan rahasia yang terkandung dalam hal-hal yang tidak bisa terlihat dari tubuh manusia.21 Membina dan mendidik karakter kepada peserta didik, dalam arti untuk membentuk “Positive character” anak bangsa, agar Positive character terbentuk, maka peserta didik perlu dibina dan dilatih karakternya melalui pembiasaan, “mandiri, sopan santun, kreatif, dan
19
L. Darwin dan Setyo G, Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan Untuk SMAMA/SMK-MAK, hlm. 20 20
Erwin Hidayat Abdullah, Keajaiban Silat : Kaidah Ilmu Kehidupan Dalam Gerakan Mematikan (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 4 21
Erwin Hidayat Abdullah, Keajaiban Silat :..., hlm. 5
9
tangkas, rajin bekerja dan punya tanggung jawab”.22 Kemudian nilai dari pendidikan karakter itu akan terkait dengan bagaimana anak didik mampu mengaplikasikan kualitas nilai yang baik dalam melakukan sebuah tindakan tertentu.23 Berdasarkan permasalahan diatas mengenai kondisi bangsa dan peran pecak silat dalam mempertahankan budaya bangsa serta membentuk karakter, budi pekerti luhur, dan moral peserta didik maka perlu dan sepatutnya menjadi kerisauan semua pihak sehingga butuh antisipasi dan proses pembinaan ditempat mereka menimba ilmu yakni sekolah.24 SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan merupakan lembaga pendidikan ditingkat menengah atas yang didalam proses pembinaannya untuk mewujudkan peserta didik yang memiliki karakter dan nilai-nilai positif dalam kehidupan, memberikan kesempatan dan peluang melalui pelatihan dan pembinaan diluar jam kelas kegiatan belajar mengajar yaitu melalui kegiatan ekstrakulikuler pencak silat yang dalam hal ini adalah Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). Kegiatan ekstrakulikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu academik peserta didik. Kegiatan ekstrakulikuler merupakan kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan 22
Suyanto, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Dilingkungan Sekolah, hlm. 54
23
Muhammad Takdir Illahi, Gagalnya Pendidikan Karakter : Analisis Dan Solusi Pengendalian Karakter Emas Anak Didik (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 71 24
Suyanto, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Dilingkungan Sekolah, hlm. 5
10
minat mereka melalui kegiatan secara khusus diselenggarakan oleh pendidik
dan
tenaga
kependidikan
yang
berkemampuan
dan
berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstrakulikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.25 SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan menjadi sekolah swasta andalan dan sorotan masyarakat diwilayah kesesi dengan alasan tidak hanya biaya yang terjangkau dan gedung yang megah berlantai tiga melainkan prestasi siswa siswi yang gemilang, terutama dalam bidang non akademik dan sikap karakter yang muncul. Terbukti dalam dua tahun berturut-turut kegiatan ekstrakulikuler olahraga pencak silat meraih prestasi kejuaraan baik ditingkat daerah maupun provinsi. Disamping itu juga pelatihan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan mengajarkan kepada siswanya untuk menjaga kejujuran, kebenaran, mempunyai harga diri, sikap kesatria yang mandiri, dan percaya diri serta mau bekerja keras, sehingga tercermin dalam keseharian mereka pada saat kegiatan belajar mengajar.26 Disamping hal diatas pencak silat yang diselenggarakan di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan yaitu pencak silat persaudaraan setia hati terate juga mengajarkan sikap budi pekerti lurur sebagai tujuan dari
25 26
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter :...,hlm. 86
Hasil wawancara dengan guru BK atas nama bapak Efendi, di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, tanggal 21 Oktober 2014 pukul 10.00
11
pecak silat yang di ajarkan dan juga nilai-nilai persaudaraan sebagai dasar pelatihan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan. Pencak silat persaudaraan setia hati terate merupakan salah satu lembaga organisasi pencak silat yang berkiprah dalam pendidikan beladiri dan pembentukan karakter budi pekerti luhur, sebagai mana dalam tujuan persaudaraan setia hati terate yaitu persaudaraan dan pendidikan dalam membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur mengetahui yang benar dan yang salah.27 Persaudaraan setia hati terate memiliki lima dasar ajaran yang diluncurkan dalam berkiprah ditengah-tengah masyarakat. Kelima dasar ajaran tersebut terangkum dalam konsep pembelajaran yang dinamakan “Panca Dasar” yaitu (1) persaudaraan, (2) olah raga, (3) seni, (4) beladiri, (5) kerokhanian.28 Lewat konsep pembelajaran yang terangkum dalam panca dasar tersebut Persaudaraan Setia Hati Terate berupaya membimbing warganya untuk memiliki lima watak dasar yaitu : a) Berbudi luhur tahu benar dan salah serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b) Pemberani dan tidak takut mati
27 28
S. Soediro, Ke-SH-An Persaudaraan Setia Hati Terate (Magetan, 1986), hlm. 4
Tarmadji Boedi Harsono, Guru Sejati : Bunga Rampai Telaah Ajaran Setia Hati (Madiun : Tabloid Lawu Pos, 2009), hlm. 12
12
c) Berhadapan dengan masalah kecil dan remeh mengalah, baru bertindak jika menghadapi masalah prinsip yang menyakut harkat dan martabat kemanusiaan. d) Sederhana e) Memayu hayunig bawono (berusaha menjaga kelestarian dan kedamaian dunia).29 Lima watak diatas tidak jauh beda dengan salah satunya wasiat dari Tarmadji Boedi Harsono sekalu ketua umum pusat Persaudaraan Setia Hati Terate dimadiun dengan wasiatnya : “warga persaudaraan setia hati terate harus berbudi pekerti luhur dan berprilaku jujur, kembangkan dengan cinta kasih kemana dan dimanapun berada”.30 Sehingga dalam hal ini peneliti mengambil sampel dalam pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat yaitu di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan yang membina dan mendidik dengan membentuk manusia yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur yang melalui pendidikan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate. Dari latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui secara mendalam
dan
mengadakan
penelitian
tesis
ini
dengan
judul
“Pembentukan Karakter Peserta Didik Melalui Pendidikan Pencak Silat Di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014”.
29 30
Tarmadji Boedi Harsono, Guru Sejati :..., hlm. 12
Tarmadji Boedi Harsono, Sejarah SH Terate & Persaudaraan Sejati (Madiun : Yayasan Setia Hati Terate, 2013), hlm. iii
13
B. Rumusan Masalalah Bagaimana pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014 ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan karakter melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014. Adapun tujuan secara lebih spesifik adalah : Mengeksplorasi pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat secara teoritis dari penelitian ini adalah pertama : untuk menambah wawasan keilmuan tentang pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat dan implikasinya terhadap sekolah yang menjadi pijakan dalam penyelenggara pendidikan. Kedua : Memberikan khasanah keilmuan yang baru dalam dunia pendidikan mengenai pembentukan karakter peserta didik dan khususnya pada lembaga pendidikan sekolah yang menyelenggarakan pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat.
14
Sedangkan secara praktis diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di sekolah/lembaga.
E. Kerangka Teori Pembangunan karakter bangsa yang menjadi salah satu perhatian kuat pemerintah, sepatutnya disambut baik dan dirumuskan langkahlangkah sistematik dan komprehensif untuk implementasinya dalam proses pendidikannya. Pendidikan karakater bukanlah kebajikan baru tentang pendidikan melainkan upaya mengembalikan penyelenggaraan pendidikan kepada esensi yang sesungguhnya, sebagaimana diamanatkan pada pasal 1 (1) UU No.20/2003 tentang SISDIKNAS. Oleh karena itu pendidikan karakter harus dikembangkan dalam bingkai utuh sistem pendidikan nasional dan dalam rangka mencapai tujuan utuh pendidikan nasional. Pendidikan karakter merupakan bagian integral dari proses pendidikan, sehingga tidak ada dikotomi antara pendidikan akademik dan pendidikan karakter. Karakter adalah proses perkembangan, dan pengembangan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tak pernah berhenti selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap exsis. Pendidikan karakter harus menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan alih generasi. Proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, baik
15
kognitif, konatif, afektif, maupun psikomotorik sebagai suatu keutuhan dalam konteks kehidupan kultural.31 Karakter secara lebih jelas mengacu kepada serangkaian sikap, prilaku, motivasi, dan ketrampilan yang meliputi keinginan untuk melakukan hal yang baik, kapasitas intelektual seperti berfikir kritis dan alasan
moral,
prilaku
seperti
jujur
dan
bertanggung
jawab,
mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan dan komitmen untuk berkontribusi dengan komonitas dan masyarakatnya.32 Menurut Huit definisi lain karakter adalah “the moral quality and direction of one’s decisions and behavior”. Jadi secara umum karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Jadi orang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral yang positif.33 Di dalam Undang-undang RI nomor 17 tahun 2007 tentang RJPS dinyatakan dalam tujuan pembangunan jangkan panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri dan adil sebagai landasan
31
Thomas Lickona, Character Matters : How To Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity, And Other Essential Virtues (Jakarta : Pt. Bumi Aksara, 2004), hlm. xi 32
Ngainun Naim, Character Building : Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa (Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 55 33
Toho Cholik, M.Muhyi dan Albertus. Berkarakter Dengan Berolahraga, Berolahraga
dengan Berkarakter (Surabaya: Sport Media, 2011), hlm. 40
16
bagi tahapan pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara tahun 1945. Salah satu ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil
pembangunan nasional
dalam 20 tahun mendatang adalah
terwujudnya masyarakat Indonesia yang berakhlaq mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab. Dimana pencapaian tersebut dapat di tandai dengan 2 hal sebagai berikut : 1. Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetetif, berakhlaq mulia dan bermoral berdasarkan falsafah pancasila yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman, dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjuang patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi IPTEK. 2. Makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia dan menguatnya jati diri dan kepribadian bangsa. Pembangunan dan pemantapan jati diri bangsa ditujukan untuk mewujudkan karakter bangsa dan sistem sosial yang berakar, unik, modern dan unggul. Jati diri tersebut merupakan kombinasi antara nilai lurur bangsa, seperti religius, kebersamaan dan persatuan, serta nilai modern yang
universal
yang
mencangkup
etos
kerja
dan
prinsip
tata
kepemerintahan yang baik. Untuk memperkuat jati diri bangsa dan
17
kebanggaan bangsa, pembangunan olehraga diarahkan pada penigkatan budaya dan prestasi olahraga.34 Sebagai landasan teori peneliti mengambil dari beberapa tokoh yang berkaitan dengan teori-teori mengenai pembentukan karakter melalui pendidikan pencak silat. Diantaranya teori dari Gage dan Berliner yang di kenal dengan teori Behavioristik dimana teori ini membahas tenteng perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman melalui proses latihan. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.35 Menurut Peterson dan Siligman dikutip oleh Fatchul Mu`in mengaitkan antara character strength dengan kebijakan. character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebijakan. character strength berkontribusi dalam mewujudkan potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik.36
34
Barnawi dan M. Arifin, Strategi DAN Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 44-45 35 36
Http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik/30-08-2014.
Fatchul Mu`in, Pendidikan Karakter Kontruksi Teoritik Dan Praktik (Yogyakarta : ArRuzz Media, 2011), hlm. 161
18
Didukung pula oleh pendapat Thomas Lickona dalam bukunya educating for character menggambarkan komponen karakter yang baik yang salah satunya melalui unsur tindakan moral atau kebiasaan, sebagaimana gambar kompenen berikut ini.37
Komponen karakter yang baik
Perasaan moral
Pengetahuan moral 1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4.
Hati nurani Harga diri Empati Mencintai hal yang baik 5. Kendali diri 6. Kerendahan hati
Kesadaran moral Pengetahuan nilai moral Penentuan perspektif Pemikiran moral Pengambilan keputusan Pengetahuan pribadi
Tindakan moral 1. Kompetensi 2. Keinginan 3. Kebiasaan
Diagram 1. Komponen karkater yang baik menurut Thomas Lickona tahun 2013
37
Thomas Lickona, Educating For Character (Mendidik Untuk Membentuk Karekter ) (Jakarta : Pt. Bumi Aksara, 2013), hlm. 84
19
Komponen diatas mengidentifikasi kualitas moral tertentu – ciriciri karakter – yang membentuk pengetahuan moral, perasaan moral, dan tidakan moral. Kemudian anak panah yang menghubungkan domain karakter dan kedua domain karakter lainnya dimaksudkan untuk menekankan sifat saling berhubungan masing-masing domain tersebut. Pengetahuan moral, perasaan moral, dan tidakan moral tidak berfungsi sebagai bagian yang terpisah namun saling melakukan penetrasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam cara apapun.38 Pendapat lain mengenai pembentukan karakter dapat dilakukan melalui kegiatan olahraga, dalam hal ini adalah pencak silat. Menurut Shields dan Bredemeier menyatakan bahwa pendidikan jasmani atau olahraga adalah aktifitas fisik yang merupakan akar dari semua proses psikologi, dan moralitas berakar pada aktivitas fisik diawali kehidupan manusia.39 Selanjutnya Shields dan Bredemeier menunjukan pentingnya kegiatan fisik dimasa awal pertumbuhan dan perkembangan moral. Shields dan Bredemeier menggambarkan karakter moral dalam empat nilai kebajikan yaitu compassion, fairness, sportsmanship, dan integrity. Pertama compassion merupakan kebijakan yang lebih dekat maknanya dengan kepekaan moral, dekat pula dengan empati yaitu kemampuan untuk “merasakan” orang lain dalam memupuk solidaritas bersama. Kedua fairness lebih dekat dengan pembentukan ideal moral, fairness bukan semata-mata patuh terhadap peraturan tertulis tetapi juga 38
Thomas Lickona, Educating For Character..., hlm. 84
39
Mulyana, Pendidikan Pencak Silat..., hlm. 68
20
menaati aneka hal yang tak tertulis dalam pelaksanaan olahraga. Antara compassion dan fairness saling menjalin secara harmonis agar terwujud prilaku yang peduli terhadap orang lain. Ketiga sportsmanship dalam bahasa sehari-hari disebut sportivitas, sportsmanship berkaitan dalam proses memilih nilai moral. Secara mendasar sportsmanship memiliki dua nilai yang sering melengkapi yaitu kesetiaan dan kemanfaatan. Nilai kebajikan yang keempat dari teori Shields dan Bredemeier adalah integrity ialah sifat karakter yang melekat pada proses implementasi nilai moral. Integritas bersandar pada dua kualitas yaitu moral self esteem dan moral self efficacy. Integritas adalah kualitas karakter secara nyata relevan terhadap pengalaman olahraga, sehingga dengan integritas memungkinkan individu bertindak atas keyakinannya.40 Peneliti juga mengambil formula dari PBKB (Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa) dalam kegiatan pengembangan diri dalam hal ini yaitu kegiatan ekstrakulikuler. Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya merupakan pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.41 Sehingga melalui teori-teori inilah maka penulis mengambil sebuah gagasan bahwa pembentukan karakter dapat dilakukan melalui
40 41
Mulyana, Pendidikan Pencak Silat..., hlm. 69
Zaenal Aqib, Pendidikan Karakter Di Sekolah Membangun Karakter Dan Kepribadian Anak (Bandung : Yrama Widya, 2012), hlm. 145
21
latihan olahraga yang dalam hal ini adalah pendidikan pencak silat yang menjadi salah satu kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.
F. Kajian Pustaka Kajian pustaka digunakan sebagai bahan pertimbangan terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kekurangan dan kelebihan yang ada sebelumnya. Selain itu juga mempunyai kontribusi dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada sebelumnya tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk mendapatkan landasan teori ilmiyah. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji beberapa penelitian yang pernah diteliti oleh beberapa peneliti lain, peneliti tersebut digunakan sebagai bahan kajian pendukung dalam penelitian ini. Adapun penelitian yang dijadikan sebagai bahan kajian pendukung adalah sebagai berikut :Sejauh ini ada beberapa penelitian yang tertuang dalam bentuk desertasi, tesis, jurnal maupun buku tentang pembentukan karakter dan pendidikan pencak silat secara umum seperti hasil penelitian desertasi yang dilakukan oleh Suryo Ediyono dengan judul “Beladiri Pencak Silat Dalam Pembentukan Konsep Diri Manusia Jawa :: Kajian Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate” tahun 2005 merupakan desertasi pada jurusan Ilmu Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Perbedaan
penelitiannya
adalah
penelitian ini
lebih
menitikberatkan pada aspekPertama, pencak silat pada hakikatnya merupakan usaha budidaya bangsa Indonesia yang di dalamnya
22
mengandung unsur beladiri, olahraga, seni, dan mental spiritual sebagai satu kesatuan. Beladiri pencak silat juga dapat digunakan sebagai sarana pendidikan budi pekerti, sebaliknya akan berbahaya apabila dikuasai orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kedua, dalam filsafat Jawa, manusia melalui olah diri mempunyai tiga dimensi yaitu raga, jiwa, dan sukma yang menghayati kehidupan melalui lingkungan hidup lahir, batin, dan gaib. Ketiga dimensi dan lingkup hidup tersebut melahirkan kesadaran biasa, bawah sadar,dan kesadaran tertinggi. Ketiga, tradisi pengesahan dalam beladiri pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate merupakan simbolisasi budaya Jawa sebagai laku olah diri untuk memperoleh keselamatan. Proses olah diri dalam pencak silat menimbulkan kekuatan lahir sebagai kanuragan, kekuatan batin sebagai kawaskitan, dan kekuatan spiritual sebagai kasampurnan. Keempat, ajaran pencak silat masih tetap relevan sampai saat ini sebagai salah satu latihan olahdiri untuk meningkatkan kesadaran akan keterbatasan diri manusia dihadapan alam dan Allah.42 Berikutnya adalah penelitian tesis terdahulu yang dilakukan oleh Suwaryo, SH dengan penelitiannya berjudul “Peranan Organisasi Perguruan Seni Beladiri Pencak Silat Dalam Meminimalisasi Kejahatan” tahun 2008 merupakan tesis pada jurusan ilmu hukum pascasarjana UNDIP Semarang. Perbedaan penelitiannya adalah penelitian ini lebih
42
Suryo Ediyono, “Beladiri Pencak Silat Dalam Pembentukan Konsep Diri Manusia Jawa : Kajian Beladiri Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate”, Desertasi Ilmu Filsafat (Universitas Gajah Mada, 2005), hlm. 5
23
menitikberatkan pada aspek keamanan lingkungan dari kejahatan yang mana terjalinnya hubungan IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia) sebagai wadah organisasi pencak silat dengan pemerintahan setempat dengan perannya untuk meminimalisir tindak kejahatan.43 Kemudian hasil penelitian tesis oleh Dany Rosanty dengan penelitiannya yang berjudul “Sejarah Dan Dinamika Konflik Antara Perguruaan Pencak Silat Setia Hati Terate Dan Setia Hati Winongo Di Kabupaten Madiun” tahun 2011 merupakan tesis Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Perbedaan penelitiannya adalah Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejarah dan dinamika konflik yang terjadi secara periodik setiap tahunnya, dengan memfokuskan penelitian pada tahun 2007 dan terjadi antara perguruan pencak silat Setia Hati Terate dan Setia Hati Winongo di Kabupaten Madiun. Subyek penelitian terdiri dari para sesepuh dari kedua perguruan pencak silat Setia Hati Terate dan Setia Hati Winongo, aparat keamanan baik dari TNI maupun Kepolisian, aparat Pemerintah Daerah, Sesepuh dari masyarakat setempat, IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yang mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik antara kedua perguruan pencak silat yang terjadi bersamaan
43
Suwaryo, “Peranan Organisasi Perguruan Seni Beladiri Pencak Silat Dalam Meminimalisasi Kejahatan”, Tesis Pascasarjana Ilmu Hukum (UNDIP Semarang, 2008), hlm. 4
24
dengan ritual tahunan masyarakat seperti keceran atau sah sahan, halal bi halal dan Syuro.44 Berikutnya adalah hasil penelitian tesis oleh Aulia Rahman dengan judul “Olahraga Dan Identitas Nasional ; Pencak Silat Di Indonesia Tahun 1950-1970”tahun 2011 merupakan tesis Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Perbedaan penelitiannya adalah penelitian ini lebih menitikberatkan pada aspek pembangunan identitas baru yang bersifat nasional berbasis kebudayaan. Kebudayaan yang memiliki akar asli Indonesia
dimunculkan
dan
diwacanakan
sebagai
media
dalam
membentuk identitas baru. Identitas baru ini diharapkan mampu menjadi titik pandang bagi negara-negara luar dalam melihat Indonesia dan nilainilai yang terkandung dalam kebudayaan asli dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan pokoknya adalah problematika pembentukan identitas nasional melalui olahraga dan kebudayaan.45 Didalam buku yang berjudul “Pendidikan Pencak Silat” yang ditulis oleh Mulyana, menyatakan bahwa dalam pendidikan pencak silat ternyata tidak sekedar olahraga fisik semata malainkan terkandung nilainilai luhur budaya bangsa yang mengarah pada nilai-nilai pembentukan karakter yaitu dengan melaksanakan aspek-aspek pencak silat seperti aspek mental-spiritual, aspek olahraga, aspek kesenian, dan aspek beladiri.
44
Dany Rosanty, “Sejarah Dan Dinamika Konflik Antara Perguruaan Pencak Silat Setia Hati Terate Dan Setia Hati Winongo Di Kabupaten Madiun”, Tesis Pascasarjana Universitas Gajah Mada, 2011, hlm. 2 45
Aulia Rahman, “Olahraga Dan Identitas Nasional ; Pencak Silat Di Indonesia Tahun 1950-1970”, Tesis Pascasarjana Universitas Gajah Mada, 2012, hlm. 2
25
Serta munculnya nilai-nilai karakter dalam pendidikan pencak silat ini antara lain Taqwa (religius) yaitu beriman kepada tuhan Yang Maha Esa, Kedua tanggap artinya peka terhadap perubahan, bersikap berani, dan terus meningkatkan kuliatas diri. Ketiga tangguh artinya ulet dalam usaha mengembangkan kemampuan agar dapat menghadapi dan menjawab setiap tantangan guna mencapai suatu tujuan. Keempat tanggon artinya sanggup menegakkan keadilan, kejujuran, kebenaran, mempunyai harga diri, sikap kesatria yang mandiri, dan percaya diri. Kelima trengginas berarti energik, kreatif, inovatif, dan mau bekerja keras untuk mengejar kemajuan yang bermanfaat bagi masyarakat.46 Ada pula beberapa tulisan yang mengkaji tentang pembentukan karakter, diantaranya tulisan yang berjudul “Sufism Education For Human Character : Its Concept And Implementation”yang ditulis oleh Imam Chanafie al-Jauhari di dalam bukunya Character Building Through Education, menyampaikan bahwa konsep sufisme tentang pembentukan karakter, bertumpu pada aspek kejiwaan, dalam kejiwaan manusia terdiri dari syahwat kebinatangan, kebuasan, kesyaethoniyah, dan robbaniyah. Pendidikan dan pelatihan yang benar akan dapat mengarahkan perkembangan kejiwaan tersebut dari kebinatangan menuju ketuhanan. Sedangkan implementasi pendidikan sufisme bagi pembentukan karakter mencangkup penanaman pemahaman akan aspek manusia yang berintikan dimensi hati qolbiyah. Hal ini dilakukan melalui pengajian atau
46
Mulyana, Pendidikan Pencak Silat..., hlm. 101
26
pembelajaran
dibangku
sekolahan
dan
perkuliahan.
Kemudian
pemahamannya diinternalisasikan dalam kehidupan individunya untuk menimbulkan kesadaran dan komitmen perubahan.47 Didalam kajiannya, Hadi Candra yang berjudul “Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Pembangunan Karakter Bangsa” dalam buku Character Building Through Education, bahwa pembentukan karakter, sumber daya manusia yang kuat sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan global yang lebih berat, pembentukan ini dilakukan melalui proses pendidikan formal, informal, dan nonformal yang ketiganya harus bersinergis. Maka dengan ini akan menghasilkan manusia yang religius, modert, cerdas, dan mandiri sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan nasional serta watak bangsa Indonesia.48 Tulisan berikutnya berkaitan tentang pembentukan karakter melalui pendidikan budi pekerti, sebagaimana yang ditulis oleh Sarlita D. Matra dalam buku Character Building Through Education, yang berjudul “Membangun Karakter Generasi Muda Melalui Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pengajaran Bahasa” menyatakan bahwa pendidikan budi pekerti dimungkinkan dalam pengajaran bahasa. Hal itu dapat dilaksanakan dalam tiga dimensi, yaitu ; (1) pengajaran bahasa sebagai alat pikir, (2) pengajaran bahasa sebagai alat komunikasi, (3) pengajaran bahasa sebagai 47
Imam, Chanafi al-Jauhari, “Sufism Education For Human Character : Its Concept And Implementation” dalam Character Building Through Education (Pekalongan : STAIN Press, 2011), hlm. 306 48
Hadi Candra, Peran Pendidikan Sebagai Modal Utama Pembangunan Karakter Bangsa, dalam Character Building Through Education (Pekalongan : STAIN Press, 2011), hlm. 282
27
alat budaya. Pada dimensi pertama, diajarkan kosa kata secara luas dan variatif beserta perkembangan maknanya. Dimensi ini membina kecerdasan pembelajaran. Pada dimensi kedua, diberikan kemampuan komunikasi
secara
santun
melalui
pemaparan
berbagai
konteks
komunikasi. Dimensi ini membina kesantunan pembelajaran. Pada dimensi
ketiga
diberikan
materi
pemahaman
lintas-budaya
dan
kesusasteraan, yang memungkinkan pengajaran ungkapan simbol, metafora, peribahasa, karya sastra.
Dimensi ini membina karakter
pembelajaran.49 Merujuk beberapa hasil penelusuran karya ilmiah sebelumnya, secara beragam sama-sama membahas tentang pencak silat dan pembentukan karakter. Akan tetapi, penelitian tentang pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di sebuah sekolah belum penulis temukan. Atas dasar itulah, penulis mengangkat judul “Pembentukan Karakter Peserta Didik Melalui Pendidikan Pencak Silat Di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014”.
G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian a. Pendekatan penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data
49
Sarlita D. Matra, Membangun Karakter Generasi Muda Melalui Pendidikan Budi Pekerti Dalam Pengajaran Bahasa dalam Character Building Through Education (Pekalongan : STAIN Press, 2011), hlm. 342
28
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.50 Pendekatan
kualitatif
juga
merupakan
penelitian
yang
dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis. Data tidak diolah melalui perhitungan matematis dan berbagai perhitungan
statistik,
tetapi
diolah
secara
rasional
dan
mempergunakan pola berpikir tertentu.51 Dengan pendekatan kualitatif ini penulis akan memberikan suatu
gambaran
mengenai
bagaimana
gagasan
konsep
pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014. b. Jenis penelitian Jenis penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research). Penelitian lapangan mempunyai tujuan memberi kesempatan untuk mempersiapkan diri menghadapi persoalan-persoalan yang konkret dalam lapangan studinya, yang sangat diperlukan di masa mendatang.52 Dalam
penelitian
penggabungan dari
ini
peneliti
juga
akan
melakukan
penelitian lapangan (field reseach) yang
didukung oleh data pustaka. Artinya data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka dengan mengambil dari berbagai 50
Lexy J. Moleong, Metode Penelitia Kualitatif (Bandung : Pt. Remaja Rosdakarya, 1998),
51
Moh. Natsir, Metodologi Penelitian (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), hlm. 213
52
Sutrisno Hadi, Metode Research Jilid 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), hlm. 63
hlm. 3
29
sumber dan literatur yang terkait dengan rumusan masalah kemudian hasil penelitian tersebut di lengkapi dengan data yang di peroleh dari studi lapangan dengan cara mengamati, mencatat dan mengumpulkan berbagai informasi dan data yang ditemukan di lapangan.53 2. Sumber data a. Data primer Sumber data primer adalah sumber data utama yang diperoleh langsung dari subjek penelitian yang menggunakan alat pengukur atau alat pengambilan data langsung pada subjek dengan sumber informasi yang dicari.54 Dalam bukunya Sugiono yang berjudul metode penelitian pendidikan menyatakan bahwa Data primer disini adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.55 Dari data sekunder ini penulis memperoleh informasi dari pihak-pihak dan beberapa literatur terkait pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat. Sumber data primer tersebut diperoleh dari: 1) Guru ; ada dua guru baik guru umum maupun guru pelatih pencak silat yang releven seperti bapak Taofik, selaku guru Pendidikan Agama Islam dan bapak Efendi selaku guru BK serta pelatih yaitu
53
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 8
54
Anwar, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 91
55
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D (Bandung : Alfa Beta, 2008), hlm. 308
30
Endang Setiasih, Devi Aryani dan Ir. Supadi selaku ketua pencak silat setia hati terate cabang pekalongan. 2) Peserta didik ; peserta didik yang penulis wawancarai berjumlah tujuh peserta didik yang terdiri dari ; satu perseta didik yang aktif di pramuka atas nama Muallimin, dua peserta didik yang aktif di OSIS (Organisasi Intra Sekolah) atas nama Zaenul Muttaqin dan Misbahul Umam, dan dua dari peserta didik yang aktif mengikuti kegiatan pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten pekalongan, 2014 atas nama Ilmiyah dan Yurike Fratiska. b. Data sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.56 Data sekunder ini biasanya berwujud dokumentasi atau data laporan yang telah disediakan serta buku-buku pendukung yang terkait dengan hal penelitian ini.57 Dari data sekunder ini penulis memperoleh informasi dari pihak-pihak dan beberapa literatur terkait judul, seperti: 1. Buku Pendidikan Pencak Silat yang ditulis oleh Mulyana 2. Buku Sejarah SH Terate & Persaudaraan Sejati yang ditulis oleh Tarmadji Boedi Harsono 3. Buku
Educating
For
Character
(Mendidik
Membentuk Karakter) di tulis oleh Thomas Lickona 56
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan :..., hlm. 309
57
Saefuddin Azwar, Metode Penelitian, hlm. 91
Untuk
31
4. Buku pendidikan karakter : Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadapan yang ditulis oleh Agus Wibowo 5. Buku character matters : How To Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity, And Other Essential Virtues di tulis oleh Thomas Lickona. 3. Metode pengumpulan data a. Observasi Observasi adalah metode penelitian dengan pengamatan dan pencatatan
dengan
sistematik
fenomena-fenomena
yang
diselidiki.58 Dalam metode ini, diadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek penelitian melalui pemusatan perhatian. Sedangkan menurut Marzuki dalam buku statistika terapan untuk penelitian sosial karya Salafudin, mengemukaan bahwa metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala/fenomena yang diselidiki.59 Metode
ini
digunakan
untuk
melihat,
mendengarkan dan mencatat langsung bagaimana
mengamati, pendidikan
pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014 dan bagaimana sistem yang di bangun dalam pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat. b. Wawancara
58 59
Sutrisno Hadi, Metode Research Jilid 1, hlm. 136
Salafuddin, Statistika Terapan Untuk Penelitian Sosial (Pekalongan : STAIN Press, 2008), hlm. 12
32
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui tanya jawab dengan beberapa pihak yang dikerjakan secara sistematis
sambil
bertatap
muka
antara
peneliti
dengan
responden.60 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh informasi dari guru dan peserta didik tentang pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014. Adapun guru dan peserta didik tersebut adalah dua guru dari Pendidikan Agama Islam dam Guru BK, sedangkan peserta didik dari peserta pramuka, peserta aktif dalam pendidikan pencak silat, peserta OSIS, dan peserta yang sudah menjadi pelatih. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan sebagainya.61 Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh data berupa tulisan-tulisan penting dari SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan baik terkait profil sekolah maupun tentang sistem kepelatihan pencak silatnya.
60 61
Mohammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 234
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 114
33
4. Metode analisis data Teknik analisis data berbentuk teknik analisis interaktif. Teknik analisis interaktif ini meliputi proses siklus dan interaktif kegiatan reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan dengan kegiatan pengumpulan data.62 Data mentah yang diperoleh lapangan yaitu di SMK NU Kesesi dipilih berkenaan dengan masalah pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014 tersebut. Data yang telah di reduksi ini kemudian disajikan dalam laporan secara sistematik sehingga memudahkan untuk dibaca dan memungkinkan adanya penarikan simpulan. Simpulan yang dihasilkan perlu diverifikasi selama berlangsungnya penelitian. Disamping itu, perlu juga meninjau ulang reduksi data maupun penyajian data sehingga simpulan akhir yang diperoleh tidak menyimpang dari data yang dianalisis.
H. Sistematika Penelitian Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, untuk memperoleh pembahasan yang sistematis dan konsisten, maka perlu disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukan totalitas yang utuh. Maka sistematika penelitian ini penulisannya sebagai berikut:
62
Matthew B. Milles & A, Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Alih Bahasa Oleh Tjetjep Rohendi (Jakarta : UI Press, 1992), hlm. 19
34
BAB I : Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Peneliatian, Manfa`at Penelitian, Kerangka Teori, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan Tesis. BAB II : Berisi tentang landasan teori tentang konsep pembentukan karakter
peserta didik melalui pendidikan pencak silat
meliputi: pembentukan karakter : pengertian dan tujuan, pembentukan karkater dalam pendidikan di Indonesia, strategi pembentukan karakter, dan dasar filosofis pembentukan karakter dan pencak silat : pengertian dan sejarah, aspek dan nilai-nilai pendidikan pencak silat, dan nilai-nilai karakter dalam pendidikan pencak silat. BAB III : Membahas Temuan pembentukan karakter peserta didik melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014 meliputi: gambaran umum sekolah dan pencak silat di SMK NU Kesesi Kabupaten Pekalongan, 2014 yaitu sejarah, dasar dan tujuan pencak silat persaudaraan setia hati terate, struktur, data siswa dan pelatih, serta prestasi-prestasi pencak silat, serta pembentukan karakternya yaitu pembinaan fisik dan prestasi, pembinaan sikap aktif dan percaya diri, dan proses pembinaan kerohanian peserta didik. BAB IV : Analisis yang membahas tentang pembentukan karakter peserta didik
melalui pendidikan pencak silat di SMK NU Kesesi
Kabupaten Pekalongan, 2014. BAB V : Penutup yang meliputi : Kesimpulan dan Saran