BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan data-data yang tercatat di pengadilan agama dan pengadilan negeri. Hal ini juga dapat kita buktikan bila mengunjungi pengadilan agama selalu ramai dengan orang-orang yang menunggu sidang cerai. Data-data perceraian berikut dihimpun dari beberapa media. Secara historis, angka perceaian di Indonesia bersifat fluktuatif. Hal itu dapat dilihat dari hasil penelitian Mark Cammack, guru besar dari Southwestern School of Law-Los Angeles, USA. Berdasarkan temuan Mark Cammack, pada tahun 1950-an angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia tergolong yang paling tinggi di dunia.Tata cara perceraian dalam UU perkawinan ketentuannya telah diatur dalam pasal 39 sampai dengan 41 sampai dengan 36. Menurut Wirjono Prodjodikoro (1984:132), yang menentukan sebab dari berlangsung terus atau dari penghentian perkawinan terutama pada keadaan khusus dalam sifat-sifat pribadi tiap-tiap suami dan istri, berhubung dengan keadaan tertentu dari perkawinan masing-masing. Dengan perkataan lain: hidup bersama dari suami dan istri pada hakikatnya hanya dapat dilangsungkan, apabila di antara kedua belah pihak ada persesuaian rasa dan keinginan ubtuk terus hidup bersama. Ketiadaan persetujuan rasa dan
1
2
keinginan ini dapat disebabkan oleh seribu satu hal, yang sukar sekali diperinci. Memilih bercerai, menurut Budi Susilo (2008:12), berarti harus berhadapan dengan pengadilan. Sebab proses pengaduan gugatan perceraian yang sah menurut hukum, hanya dapat ditempuh melalui pengadilan saja. Persoalannya kemudian adalah banyak pasangan suami istri yang justru bingung sekaligus kesulitan, saat menempuh jalan/proses perceraian tersebut. Faktor utamanya tentu buta soal hukum. Ditambah lagi proses pengajuan gugatan perceraian yang memang pada dasarnya berbelit-belit. Bahkan tidak jarang, bola proses perceraian yang rumit harus mengurasa banyak dana. Evi Sofia Inayati (2011:4), saat menjabat sebagai ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, menyadari perceraian bukan sebagai masalah baru. Kasus perceraian terus meningkat seiring dengan perubahan zaman dan terjadinya perubahan nilai-nilai sosial. Bahkan akibat kemampuan ekonomi yang terus meningkat di kalangan kaum hawa,ikut pula mempengaruhi tingginya gugatan cerai yang diajukan istri terhadap suami. Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Koran harian umum republika, Rabu, 19 januari 2011, yang diolah dari ditjen Bimas Islam Kementrian Agama RI, diketahui bahwa secara nasional angka perceraian pada tahun 2009 menjadi 250.000 kasus. Artinya, dalam satu tahun secara nasional terjadi kenaikan sebesar 25%. Kemudian,
Wahyu
Ernaningsih
dan
Putu
Samawati
(2006)
memaparkan dan menjelaskan kenyataan yang menunjukkan bahwa telah
3
terjadi pergeseran didalam masyarakat berkaitan dengan masalah perkawinan, khususnya perceraian. Perempuan berani memposisikan dirinya sama seperti laki-laki, menyadari haknya dan berani menunjukkan eksistensinya. Perempuan tidak mau lagi diperlakukan sewenang-wenang oleh laki-laki, sehingga apabila perempuan menerima dari perlakuan dari suami dan sidah tidak dapat ditolerir olehnya, maka istri akan melakukan tindakan untuk mempertahankan hak-haknya, antara lain, mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Pada masa lalu perempuan sangat “takut” menyandang status janda , khususnya janda cerai, apalagi dalam usia relative muda (produktif), karena “label’ janda sering dianggap negatif dalam masyarakat. Selain itu, ketergantungan ekonomi dengan suami menambah kekhawatiran mereka apabila bercerai, nasib anak-anak mereka akan menjadi taruhannya. Dari tahun ke tahun angka perceraian di jawa timur makin meningkat. Pada tahun 2010 silam jumlah perceraian di seluruh Pengadilan Agama (PA) se-jatim masih mencapai angka 69.956. Lalu pada tahun 2011 kasus cerai naik lagi sebesar 6 persen atau menjadi 74.777 kasus. Angka perceraian di wilayah Kabupaten Malang pada tahun 2013 masih cukup tinggi. Hingga memasuki bulan Oktober, jumlahnya sudah mencapai 6.369 kasus perceraian. Angka itu menurun jika dibanding tahun sebelumnya, namun masih menempatkan Kabupaten Malang di posisi teratas angka perceraian di Jawa Timur (Malang Post). Perceraian dapat menimbulkan kehancuran generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak perceraian terhadap anak selalu buruk. Anak
4
yang orang tuanya bercerai akan menderita. Secara mental anak akan kehilangan rasa aman dan selalu diliputi perasaan iri dan sedih (Sanchez, 1985:32). Menurut Sanchez perceraian dapat meningkatkan kenakalan anakanak, meningkatkan jumlah anak-anak yang mengalami gangguan emosional dan mental, penyalahgunaan obat bius dan alkohol di kalangan anak-anak belasan tahun serta anak-anak perempuan muda yang menjadi ibu diluar nikah. Anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang berantakan yang orang tua mereka hidup berpisah atau bercerai sebagian besar mengalami cacat secara emosional dan fisik. Yatim (1986:46) juga menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menjadi penyebab penyalahgunaan narkotika oleh remaja adalah perpisahan atau perceraian orang tua yang mengakibatkan hubungan keluarga putus. Badan Pusat Statistik dalam publikasi hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2009 Kabupaten Malang menjelaskan bahwa status perkawinan sebagai ukuran kesejahteraan biasanya dilihat dari jumlah penduduk yang kawin pada usia muda dan tingginya angka perceraian. Perkawinan pada usia muda disamping disebabkan oleh faktor budaya juga berkaitan dengan faktor sosial ekonomi dan sebagian perceraian juga dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi rumah tangga. Berdasarkan berbagi penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu,banyak yang meyebutkan bahwa angka perceraian yang tercatat di pengadilan agama (PA) mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bambang
5
Ali Muhajir,Hakim dan Humas Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jatim mengungkapkan bahwa selama tahun 2009 di Malang telah terjadi perceraian sebanyak 6.716 kasus. Kasus perceraian di Pengadilan Agama daerah Malang tahun 2009 telah menempati ranking kedua terbanyak dijatim setelah Banyuwangi. Perkara perceraian yang masuk di pengadilan agama Kota Malang pada tahun 2009 mencapai 1435 kasus. Tercatat sebanyak 1300 kasus perceraian terjadi di kota Malang pada taun 2010. Ketua Majelis Ulama Indonesia cabang kota malang. Baidowi Muslich mengatakan rata-rata dalam sehari, terdapat tiga sampai empat kasus perceraian. Data statistik di pengadilan agama Kota Malang menunjukkan pada tahun 2009 jumlah perkara cerai gugat yang masuk di Pengadilan Agama Kota Malang sebanyak 72,66%dan cerai talak 25,78%.Sedangkan tahun 2010 terdapat 59,94% perkara cerai gugat dan 31,15%perkara cerai talak. Dan pada tahun 2011 menunjukkan 63,76%cerai gugat dan 28,46% cerai talak. Banyaknya tingkat perceraian di Kabupaten Malang disebabkan karena kurangnya keharmonisan di dalam rumah tangga dan faktor kebutuhana ekonomi. Hal ini tercantum pada data di pengadilan Agama kelas II Kabupaten Malang. Berdasarkan uraian diatas untuk menganalisis penyebab terjadinya perceraian, penulis tertarik mengangkat hal ini dalam penelitian yang berjudul “ANALISIS
DESKRIPTIF
PENYEBAB
PERCERAIAN
WANITA (KECAMATAN LAWANG KABUPATEN MALANG)”
PADA
6
B. Rumusan masalah 1) Faktor-faktor apa saja penyebab terjadinya perceraian di Kecamatan Lawang? 2) Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk menekan angka perceraian di Kabupaten Malang? C. Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab perceraian di Kecamatan Lawang. 2) Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan angka perceraian di Kabupaten Malang. D. Batasan Masalah Untuk menghindari permasalahan dalam penelitian ini, maka diberikan batasan-batasan penelitian agar tidak menyimpang dari rumusan masalah. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang
2.
Data yang digunakan merupakan data primer tentang faktor kondisi sosial ekonomi yang diperoleh melalui penyebaran kueisoner pada reponden pada Masayarakat Kecamatan Lawang Kabupaten Malang.
E. Kegunaan Penelitian 1. Secara akademis memberikan literatur tambahan bagi peneliti selanjutnya membuat karya ilmiah
7
2.
Secara personal memberi informasi tentang hubungan tingkat ekonomi terhadap perceraian di kabupaten Malang