1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Salah
satu
tujuan
dari
pendidikan
adalah
membantu
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Oleh
anak
karena itu
pendidikan sangat dibutuhkan baik bagi anak maupun masyarakat. Anak didik menganggap sekolah sebagai tempat mencari sumber ilmu pengetahuan yang akan membuka dunia baginya. Orang tua memandang sekolah sebagai tempat dimana anaknya akan mengembangkan kemampuanya. Pemerintah berharap agar sekolah dapat mempersiapkan anak-anak untuk menjadi warga Negara yang cakap (Wasty, 1990). Sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan besar juga terjadi pada konsepsi pendidikan dan pengajaran. Perkembangan tersebut membawa perubahan pula dalam cara mengajar dan belajar di sekolah. Hal tersebut menuntut tenaga pengajar agar semakin memperbaiki strategi pembelajaranya. Begitu juga dengan siswa dituntut agar selalu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. Sebagai proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan hal yang paling pokok. Hal ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik (Slameto, 2003). Seorang siswa harus senantiasa mengisi waktunya
1
2
dengan belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Ketika
menjalankan
tugas
sehari-harinya,
seorang
pengajar
mengharapkan agar anak didiknya memperoleh hasil yang baik sebagai manifestasi dari usaha yang dicapai dalam belajar. Bila hal ini bertolak belakang dengan harapan, pengajar cenderung mengatakan bahwa siswa tidak termotivasi (Slameto, 2003). Banyak faktor yang mempengaruhi siswa dalam proses belajarnya baik yang berasal dari dalam dirinya (internal) seperti kondisi psikologis dan kesehatan, juga faktor dari luar dirinya (eksternal) seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Cole (1963) mengutarakan bahwa masa remaja berada sekitar usia 1321 tahun. Pada masa ini selain terjadi perubahan fisik juga terjadi perkembangan kapasitas intelektual dan sikap, adanya hubungan dengan orang tua, perkembangan emosi, minat, bakat, kepercayaan serta moral pada diri individu. Pada masa ini remaja mengalami masa periode perubahan dalam segala aspek hidupnya, menurut Hurlock (1993) masa ini disebut juga sebagai masa bermasalah manakala siswa tidak dapat menemukan penyelesaian yang tepat dari masalahnya sesuai dengan harapanya, baik yang menyangkut pribadinya, keluarga, teman ataupun tugas-tugas di sekolah. Dalam hal ini siswa SMA tengah mengalami masa perkembangan remaja akhir (usia 15-18) (Monks, 2002), dimana siswa SMA juga mengalami banyak perubahan serupa dengan teman sebayanya. Menurut Gunarsa (2003), dalam masa remaja terdapat suatu rangkaian perubahan yang
3
dialami oleh individu, perubahan tersebut terjadi tidak hanya dalam dirinya tetapi juga di luar diri individu, seperti perubahan sikap orang tua, sikap anggota keluarga lainnya, sikap guru-guru di sekolah, metode pengajaran serta kurikulum yang turut berubah pula. Bernard (dalam Zayyaami, 2010) menyatakan pada perkembanganya kebanyakan anak usia sekolah terutama SMA tidak dikontrol dengan baik cenderung melakukan kegiatan yang kurang bermanfaat dalam proses belajar, dibandingkan dengan mengerjakan tugas sekolah seperti PR dan membaca buku-buku sekolah, televisi memiliki daya tarik yang lebih besar bagi siswa, disamping itu jalan-jalan atau sekedar main kerumah teman itu juga memenuhi hari-harinya. Apalagi saat ini maraknya warnet turut menjadi perhatian siswa. Warnet tidak hanya digunakan sebagai sarana untuk mempermudah mengerjakan tugas, tetapi lebih sebagai sarana hiburan semata seperti membuka situs-situs tertentu yang dapat memberi dampak negatif pada perkembangan siswa, online di dunia maya atau jejaring pertemanan lewat face book sudah menjadi hobby baru bagi siswa, tentunya hal-hal tersebut banyak menyita waktu para siswa. Ketika remaja jauh dari kontrol orang tua dan guru di sekolah, apabila remaja tidak memiliki kontrol diri yang baik remaja dapat mudah terpengaruh dengan hal-hal negatif yang ada di lingkungannya. Banyaknya hal-hal yang lebih menarik perhatian, sehingga membuat siswa mengalami kebosanan dalam belajar, dan belajar bukan lagi merupakan prioritas siswa.
4
Hal tersebut dapat berdampak pada banyaknya tugas sekolah yang terbengkelai. Dewey (dalam Dini, 2010) mengatakan individu yang melakukan penundaan dalam mengerjakan tugas dan cenderung diulangi lagi manakala hal tersebut berhasil dilakukan siswa, bahwa siswa bisa menyelesaikan tugas tepat waktu dengan hasil yang baik walaupun siswa sudah melakukan penundaan. Namun penundaan yang terus menerus dilakukan oleh siswa ini pada akhirnya membuat siswa resah dan cemas ketika siswa tidak dapat mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh guru, sering kali tugas baru dikerjakan menjelang batas akhir dari waktu yang diberikan, sehingga istilah SKS di belokkan kepanjanganya menjadi Sistem Kebut Semalam. Bahkan ketika siswa tidak dapat menyelesaikannya, boleh jadi mencontek tugas teman menjadi alternatifnya. Hal semacam ini dikenal dengan istilah prokrastinasi. Menurut Solomon dan Rothblum (dalam Surijah, 2007) prokrastiansi adalah penundaan mulai mengerjakan maupun penyelesaian tugas yang disengaja. Ini dimaksudkan bahwa faktor penundaan dalam menyelesaikan tugas berasal dari dirinya sendiri. Perilaku menunda yang telah sampai pada tahap jangka waktu yang ditentukan menimbulkan ketidaknyamanan emosi seperti rasa cemas. Perilaku ini juga melibatkan kesadaran siswa yang seharusnya mengerjakan tugas namun gagal memotivasi diri sendiri untuk melakukan tugas tersebut dalam jangka waktu yang diharapkan atau ditentukan. Walaupun siswa tahu bahwa menunda-nunda suatu pekerjaan bukanlah hal
5
yang bermanfaat, namun siswa tetap melakukanya dengan asumsi bahwa siswa pasti dapat menyelesaikan tugas dengan baik meskipun dalam waktu yang singkat. Tapi pada akhirnya tidak sedikit dari siswa yang kurang maksimal dalam mengerjakan tugas dan bahkan ada yang gagal menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan. Ini akan berakibat pada prestasi belajar. Adapun beberapa data statistik seperti yang disebutkan dalam departemen pendidikan nasional (DEPDIKNAS) pada tahun 2007-2008 yang menunjukkan bahwa dari 172 SMA yang ada diseluruh Indonesia, terdapat 301 kasus siswa yang mengulang atau tidak lulus sekolah (Tektonika, 2012). Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa masih terdapat banyak hambatan dalam proses belajar mengajar sehingga mengakibatkan turunnya pendidikan siswa yang berakhir dengan kegagalan atau ketidak lulusan. Masalah prokrastinasi atau penundaan menurut beberapa hasil analisis penelitian, merupakan salah stau masalah yang menimpa sebagian besar anggota masyarakat secara luas, dan pelajar pada lingkungan yang lebih kecil. Sekitar 25% sampai 75% dari pelajar melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkup akademis mereka (Ferrari dalam Ghufron, 2003). Dari hasil survey majalah New Statement di wilayah negara Amerika 26 februari 1999 juga memperlihatkan bahwa sekitar 20% sampai 70% pelajar melakukan prokrastinasi. Selain itu menurut hasil penelitian Ghufron (2003) di Jogjakarta, banyak terdapat remaja dalam hal ini pelajar SMU/MA sederajat, yang
6
melakukan penundaan untuk mengerjakan pekerjaan rumah, maupun menunda belajar untuk menghadapi ulangan, yaitu dengan melakukan aktivitas lain yang tidak penting, namun menyenangkan baginya seperti berjalan-jalan di mall sepulang sekolah, bermain internet, game online dan sebagainya. Hal serupa juga terjadi pada siswa SMA AL-ISLAM Krian. Setelah dilakukan observasi dan wawancara dengan guru BK, terlihat dimana siswanya sering telat mengumpulkan tugas dan melakukan pelanggaran seperti tidak mengerjakan tugas, tidak mengikuti pelajaran atau juga bolos sekolah. Diketahui ada beberapa siswa yang dihukum didepan kelas karena melakukan pelanggaran karena tidak mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru. Hal tersebut membuat jam pelajaran terbuang sia-sia dan proses belajar mengajar menjadi terganggu. Disamping itu kondisi fisik kelas yang kurang memadai dengan jumlah bangku yang kurang dan ruangan yang sempit serta strategi pembelajaran yang cenderung keras nampaknya turut mempengaruhi konsentrasi belajar siswa, ini membuat siswa merasa tertekan. Kondisi semacam ini membuat siswa lebih suka melakukan aktifitas lain yang lebih menarik dari pada harus mengerjakan tugas-tugas akademik. Dari fenomena yang telah ada, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMA AL-Islam Krian yang mana di perkuat dengan pendapat Millgran dan Tenne (Hampton, 2005) bahwa kepribadian khususnya ciri kepribadian Eksternal Locus of Control mempengaruhi seberapa banyak orang melakukan prokrastinasi.
7
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru BK SMA AL-Islam Krian terkait dengan masalah prokrastinasi akademik, mengutarakan bahwa masalah penundaan tersebut sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh siswanya, hampir 40% siswa pernah melakukan prokrastinasi akademik. Banyak guru yang mengeluh karena siswa sering telat mengumpulkan tugas dan bahkan ada yang tidak mengerjakan sama sekali. Disini guru BK juga mengutarakan bahwa tidak sedikit wali murid yang dipanggil oleh pihak sekolah karena pelanggaran yang dilakukan anaknya, mulai dari bolos sekolah, merokok dan permasalahan lainnya. Dengan keadaan semacam ini membuat para guru di SMA AL-Islam Krian harus bekerja ekstra untuk mendidik para siswanya. Dengan melihat fenomena yang ada, prokrastinasi tampak sebagai sesuatu yang umum terjadi dalam dunia akademik. Orang memang cenderung menghindari tugas yang menurutnya tidak menyenangkan. Walau tampak umum terjadi, sebenarnya prokrastinasi dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi pelajar yang hidup di dunia akademik. Menurut Solomon dan Rothblum (dalam Ghufron, 2003), perilaku prokrastinasi akademik akan semakin meningkat seiring dengan semakin lamanya seseorang menempuh pendidikan. Apabila di tingkat sekolah siswa sudah melakukan prokrastinasi maka diasumsikan pada saat kuliah nanti prokrastinasi akademiknya akan semakin meningkat. Dari hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prokrastinasi akademik pada siswa merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat
8
perhatian. Pemanfataan waktu yang tidak efektif dan ketidak disiplinan siswa yang melakukan prokrastinasi akademik merupakan suatu keyakinan yang ada dalam diri siswa tentang kemampuannya dalam mengatur waktu untuk menyelesaikan tugas akademik mereka, sehingga keyakinan ini dalam psikologi dikenal sebagai Locus of Control. Locus of Control menurut Rotter adalah konsep kepribadian yang memberikan gambaran mengenai keyakinan individu yang dapat menentukan perilakunya (Nugrasanti, 2006). Locus of Control
merupakan salah satu
aspek kepribadian mengacu pada persepsi individu tentang penyebab utama yang mendasari peristiwa-peristiwa dalam hidupnya. Dalam bentuk sederhana, apakah kita percaya bahwa nasib kita dikendalikan oleh kita sendiri atau dikendalikan oleh keberuntungan atau nasib yang menyertai kita. Locus of Control dibagi menjadi dua yaitu Internal Locus of Control dan Eksternal Locus of Control. Siswa yang memiliki keyakinan bahwa hasil yang diperolehnya ditentukan oleh faktor-faktor dari dalam dirinya dikatakan sebagai siswa yang memiliki kecenderungan Internal Locus ofLcontrol, dalam hal ini penguat yang didapat dari perilakunnya dipersepsikan sebagai usahanya sendiri. Siswa yang memiliki keyakinan bahwa hasil yang diperolehnya ditentukan oleh faktor-faktor diluar dirinya dikatakan sebagai siswa yang memiliki kecenderungan Eksternal Locus of Control. Milgran dan Tenne (dalam Hampton, 2005) menemukan bahwa kepribadian khususnya ciri kepribadian Eksternal Locus of Control mempengaruhi seberapa banyak orang melakukan prokrastinasi. Di samping
9
faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajarnya baik dari segi fisik, psikologis maupun sosialnya, semua itu tidak lepas dari bagaimana sikap seseorang dalam mengartikan sebab dari suatu peristiwa yang dialaminya, apakah berasal dari dalam dirinya sendiri (internal) atau dari luar dirinya (eksternal) . Menurut McCarthy (dalam Hampton 2005), konsekuensi internal dari prokrastinasi boleh jadi menyesal, putus asa dan menyalahkan diri sendiri. Sedangkan konsekuensi eksternalnya dapat termasuk gangguan kerja akademis dan kemajuan, hilang kesempatan dan hubungan yang tegang. Dalam hal ini orang dengan Eksternal Locus of Control akan lebih cenderung melakukan perilaku penundaan karena memiliki sifat yang mudah cemas, ragu-ragu dan tidak suka mengambil resiko. Sarason, dkk (Slameto, 2003) melalui penelitiannya membuktikan bahwa siswa-siswa dengan tingkat kecemasan tinggi tidak berprestasi sebaik siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah pada beberapa jenis tugas, yaitu tugas-tugas yang ditandai dengan tantangan, kesulitan, penilaian prestasi dan batasan waktu. Pada seorang dengan Eksternal Locus of Control , merasa apa yang terjadi pada dirinya merupakan suatu keberuntungan atau nasibnya. Seseorang dengan Eksternal Locus of Control memiliki pribadi yang mudah menyerah, sulit diberi motivasi serta pesimistik. Bila ini terjadi pada siswa maka dapat membuatnya kurang tekun belajar dan ketika memperoleh tugas besar kemungkinan tidak segera diselesaikannya. Sikap yang pasrah pada
10
nasib dan kurangnya usaha bisa menjadikan siswa dengan Eksternal Locus of Control ini cenderung lebih sering melakukan prokrastinasi akademik. Dari beberapa kasus yang terlihat oleh peneliti maka dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan pada Eksternal Locus of Control, dikarenakan siswa lebih banyak melakukan prokrastinasi akademik karena lebih senang dengan hal lain diluar pelajaran sekolah. Peneliti lebih mengfokuskan penelitian pada Eksternal Locus of Control dikarenakan dari hasil observasi dan wawancara di lapangan siswa lebih banyak melakukan Eksternal Locus of Control. Berdasarkan fenomena yang terjadi di atas, peneliti ingin mengetahui tentang “Hubungan antara Eksternal Locus of Control
dengan perilaku
prokrastinasi akademik pada siswa kelas X SMA Al-Islam Krian”.
B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah sebagaimana diungkap diatas, maka dapat ditarik suatu permasalahan “Apakah terdapat hubungan antara Eksternal Locus of Control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa?”
C. Keaslian Peneltian Penelitian mengenai hubungan Locus of Control dengan Prokrastinasi Akademik bukanlah baru pertama kali dilakukan oleh peneliti, akan tetapi beberapa peneliti terdahulu sudah banyak yang melakukanya. Walaupun
11
demikian penulis masih perlu untuk kembali mengkaji dengan mengambil tema yang berbeda dengan objek kajian yang berbeda pula. 1.
Hubungan Internal Locus of Control dan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Angkatan 2008 yang Menghadapi Skripsi di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri , Septian Ade Purnomo dan Umi Anugerah Izzati, 2008. Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara kedua variabel dimana bahwa semakin tinggi nilai Internal Locus of Control
seseorang maka semakin rendah tingkat
prokrastinasi akademiknya dan semakin rendah nilai Internal Locus of Control
seseorang maka semakin tinggi pula nilai prokrastinasi
akademiknya. 2.
Locus of Control and Procrastination, Hampton, 2005. Dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara prokrastinasi akademik dan Locus of Control . Peserta yang memiliki skor tinggi sebagai prokrastinator menunjukkan orientasi Eksternal Locus of Control , dan sebaliknya mereka yang mendapat skor rendah dalam penundaan menunjukkan orientasi Internal Locus of Control .
3.
Hubungan Antara Locus of Control dan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa, Renni Nugrasanti, 2006 Hasil perhitungan korelasi antara kedua variabel menunjukkan hubungan yang signifikan. Korelasi positif menunjukkan semakin
12
Eksternal Locus of Control
mahasiswa, maka semakin tinggi nilai
prokrastinasi akademiknya. 4.
Hubungan antara Locus of Control dengan prokrastinasi akademik siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta, Tektonika, 2012. Penelitian ini mengindikasikan bahwa Eksternal Locus of Control mempunyai hubungan positif dimana semakin tinggi kepercayaan seseorang terhadap orang lain dan nasib dalam mempengaruhi hidup mereka , maka semakin tinggi pula tingkat prokrastinasi akademik yang mereka lakukan disekolah.
5.
Pengaruh Kompleksitas Tugas dan Locus of Control Terhadap Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan dan Kepuasaan Kerja Auditor, Cecillia, E & Gudono, 2007. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kompleksitas tugas yang rendah di dukung dengan gaya kepemimpinan akan meningkatkan kepuasaan kerja auditor muda. Kompleksitas tugas tidak dapat memoderasi hubungan antara directive leader dan kepuasan kerja, Locus of Control tidak dapat memoderasi hubungan antara directive leader dan kepuasan kerja, Locus of Control dapat memoderasi antara supportive leader dan kepusan kerja. Jika pada penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak mengkaji
mengenai Locus of Control dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa dan siswa. Pada penelitian ini, peneliti akan lebih fokus pada Eksternal Locus of Control dan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Al-Islam KRIAN.
13
Penelitian ini diharapkan mampu melihat hubungan antara Eksternal Locus of Control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa SMA di SMA AL-Islam Krian.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Eksternal Locus of Control dengan perilaku prokrastinasi akademik siswa.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1.
Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi dalam rangka pengembangan disiplin ilmu pendidikan serta dapat menambah informasi di bidang psikologi pendidikan.
2.
Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para siswa SMA agar dapat mempertahankan Eksternal Locus of Control dengan baik, sehingga dapat mencegah perilaku prokrastinasi akademik terhadap kewajiban-kewajibanya disekolah supaya tidak berkelanjutan.
14
F. Sistematika Penulisan Pada BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan. Dilanjutkan BAB II yang merupakan kajian pustaka terdiri dari penjelasan mengenai teori prokrastinasi akademik, dan teori Eksternal Locus of Control. Serta penjelasan tentang hubungan antar variabel X dan Y, kerangka teoritik serta hipotesis Dilanjutkan BAB III merupakan metode penelitian yang terdiri dari rancangan penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel penelitian, populasi, sampel dan teknik sampling, instrument penelitian, dan yang terakhir analisis data. Dilanjutkan BAB IV yang merupakan hasil dan pembahasan yang memuat tentang hasil penelitian, pengujian hipotesis, dan pembahasan. Bab terakhir, yaitu BAB kesimpulan dan saran.
V merupakan penutup yang terdiri dari