1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Era globalisasi saat ini, dunia pendidikan dituntut jaminan akan kualitas layanan dan
kemampuan dalam pengelolaan organisasi sekolah agar dapat
menimbulkan kepercayaan publik terhadap layanan yang diberikan oleh sekolah. Setiap sekolah dan semua komponen dalam organisasi harus dapat berupaya meningkatkan mutu pelayanannya secara terus menerus. Dewasa ini, sekolah semakin menyadari akan pentingnya peningkatan dan mempertahankan kualitas dari organisasinya (quality of organization) dalam rangka memberikan yang terbaik kepada seluruh pelanggan. Oleh karena itu, sekolah yang bermutu semakin dituntut untuk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan pendidikan yang diberikannya. Perkembangan pendidikan di Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan meskipun masih jauh dari kenyataan ideal. Upaya otonomi pendidikan, disahkannya UU SISDIKNAS, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), lahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), program Bantuan Operasional Sekolah (BOS),
anggaran 20% dari APBN untuk pendidikan
merupakan langkah penting pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan. Kebijakan pendidikan sudah tidak lagi pada proses pemaksaan bahwa masyarakat harus mengenyam pendidikan. Semakin meningkatnya nilai
2
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, maka semakin bertambahlah tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Dewasa ini, masyarakat telah dapat melihat sekolah mana yang bermutu dan tidak, sehingga persaingan di antara sekolah semakin meningkat sejalan dengan harapan yang diinginkan oleh masyarakat. Sebuah sekolah yang tidak dapat memberikan layanan yang baik tentunya akan ditinggalkan oleh masyarakat saat ini. Masyarakat saat ini melihat sekolah sebagai sebuah organisasi yang memberikan jasa pelayanan pendidikan kepada pelanggan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, mutu jasa layanan pendidikan harus sesuai dengan atau melebihi kebutuhan harapan pelanggan. Pelanggan sekolah yang utama adalah siswa, pegawai sekolah, orang tua dan masyarakat. Secara umum, jenis-jenis layanan pendidikan dalam sekolah menurut Danny (2010:17), yaitu: a.
Layanan manajemen kepada pelanggan internal yaitu para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah. Pelayanan manajemen ini berupa layanan kepemimpinan, layanan administrasi dan layanan pemberian iklim sekolah yang kondusif.
b. Layanan pembelajaran yang meliputi kurikulum yang baik, pembelajaran dengan metode yang baik, fasilitas yang baik, bahan ajar yang baik, dan evaluasi yang baik. Pelanggan ekternal yaitu siswa merupakan fokus utama untuk menerima layanan ini. c. Layanan yang terakhir adalah pengembangan pribadi yang nantinya akan dirasakan oleh para stakeholder dan masyarakat terhadap sekolah.
3
Layanan ini berupa pengembangan diri siswa, pembinaan agama dan ahlak siswa dan motivasi serta pembentukan etos kerja dan motif berprestasi lulusan. Layanan di atas didasarkan pada standar yang ditetapkan oleh pemerintah dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dengan memberi arahan perlunya disusun dan dilaksanakan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, yang meliputi : (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan; dan (8) standar penilaian. Proses pemberian jaminan mutu di sekolah tidak akan terlepas dari bagaimana upaya sekolah mampu mengendalikan mutu manajemen sekolah secara terpadu. Usaha yang terpadu merupakan suatu sistem manajemen yang paling efektif untuk mengintegrasikan usaha-usaha pengembangan kualitas, pemeliharaan kualitas, dan perbaikan kualitas dari berbagai level satuan unit kerja di sekolah, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dengan memberikan layanan yang prima oleh sekolah. Kegiatan menjalankan
manajemen fungsi
sekolah
manajemen
merupakan
seperti
sebuah
perencanaan,
proses
dalam
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengontrolan sumber daya sekolah untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif, berarti tujuan sekolah dapat dicapai
4
sesuai dengan perencanaan, sedangkan efisien berarti tugas yang ada di sekolah dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Kenyataan di lapangan, proses manajemen sekolah masih belum dilaksanakan secara optimal oleh seluruh komponen yang ada di sekolah. Proses manajemen sekolah selama ini masih banyak diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Saat ini, sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkunganya untuk kemudian melalui proses perencanaan, sekolah dapat memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan manajemen sekolah sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat, sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik terutama dalam hal pelayanan pembelajaran. Banyak kegagalan proses pendidikan yang dialami oleh sekolah, karena tidak optimalnya pengelolaan fungsi manajamen seperti proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dan kurangnya keterbukaan dalam di sekolah. Khaerudin (2003) menyatakan bahwa: Ketidakberhasilan proses pendidikan adalah akibat manajemen sekolah yang buruk. Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah berkata : “ kebenaran” yang tidak dikelola dengan baik dapat dikalahkan “keburukan” yang terkelola dengan baik. Pendidikan diselenggarakan dalam rangka membangun kebenaran pada diri peserta didik, sehingga harus dikelola dengan baik. Segala sesuatu yang merusak tanpa dikelolapun sering menghambat atau menggagalkan proses dan hasil pendidikan yang kita selenggarakan/laksanakan, apalagi “keburukan” itu terkelola lebih baik
5
daripada pengelolaan Pendidikan. Ungkapan tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran dan fungsi menejemen Sekolah, sehingga formulasi dan kemampuan manajerial para kepala sekolah perlu menjadi perhatian serius. Menurut Sudarman Danim (2002:137), kepala sekolah cenderung bekerja atas dasar juklak dan juknis yang mereka terima dari kantor pusat di Jakarta atau dinas pendidikan daripada atas dasar keputusan mereka sendiri. Selain itu, menurut Sutisna (Sudarman Danim 2002:145), masalah yang muncul di lembaga pendidikan kita saat ini adalah pengadaan tenaga administrator pendidikan (kepala sekolah) yang tampaknya masih didasarkan atas proses pembiakan, belum
didasarkan
atas
pendekatan
karir
administrator.
Pengembangan
administrator itu sendiri, juga masih mengandalkan upaya-upaya insidental, seperti penataran, pelatihan,lokakarya, rapat dinas, dll. Jam’an Satori (Dadang Suhardan,2006:8-9) menyatakan bahwa perubahan yang seharusnya terjadi di sekolah pada era otonomi pendidikan terletak pada : (1) peningkatan kinerja staf; (2) pengelolaan sekolah menjadi berbasis lokal; (3) efisiensi dan efektivitas pengelolaan lembaga; (4) akuntabilitas; (5) transparansi; (6) partisipasi masyarakat; (7) profesionalisme pelayanan belajar; dan (8) standarisasi. Kedelapan aspek tersebut seharusnya membawa sekolah kepada keunggulan mutu organisasi, sebab sekolah memiliki keleluasaan dalam melaksanakan peningkatan mutu layanan belajar, namun kenyataannya belum terjadi. Pendapat ini sepadan dengan pendapat Dadang Suhardan (2006:9) yang menyatakan bahwa sekolah-sekolah kini belum mampu
memberi layanan
pembelajaran yang bermutu karena belum mampu memberi kepuasan belajar peserta didiknya.
6
Ketidakoptimalan dalam proses manajemen sekolah akan memberikan akses yang kurang baik pada mutu layanan pembelajaran yang diberikan sekolah kepada siswanya. Masyarakat
banyak mengkritisi di berbagai media massa
bahwa mutu pelayanan pembelajaran di sekolah kurang mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif, bermakna dan menyenangkan. Seperti halnya dalam Kompas.com tanggal 17 Mei 2008 memberitakan tentang banyak guru yang belum paham paradigma pembelajaran. Faktanya kebutuhan murid belum dijadikan sentral oleh para guru supaya potensi murid dapat digali secara optimal. Selain itu dalam Kompas.com tanggal 25 Mei 2010 diberitakan bahwa proses pembelajaran yang kurang menarik membuat daya serap siswa pada pelajaran tidak optimal. Hasil penelitian potret profesionalitas guru kota yogyakarta dalam kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan Jaringan Penelitian Pendidikan Kota Yogyakarta (JP2KY) awal tahun 2010 menunjukkan bahwa 75% guru peserta penelitian belum memberikan layanan pembelajaran yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu lulusan banyak ditentukan oleh kapasitas kepala sekolahnya, disamping adanya guru-guru yang kompeten di sekolah itu (Gibson dalam Sudarman Danim,2002:145). Artinya jika pendidikan ingin maju, maka harus dimulai dulu dari kepala sekolah dan gurunya. Guru adalah tokoh sentral pendidikan yang memberikan pelayanan pembelajaran secara langsung kepada peserta didik sebagai pelanggan utama.
7
Menurut Sallis (2006), “core” bisnis dalam dunia pendidikan adalah layanan pembelajaran yang bermutu. Di antara beberapa faktor yang mempengaruhi mutu layanan pembelajaran di sekolah, faktor guru yang diiringi dengan manajemen sekolah yang baik mendapat perhatian yang utama. Baik dan buruknya mutu layanan pembelajaran akhirnya bergantung pada pengelolaan atau manajemen dari sekolah untuk mengkondisikan aktivitas dan kreativitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan arahan kurikulum yang ada. Kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah hanya akan berjalan baik jika ditunjang oleh administratsi pendidikan yang memadai (Sudarman Danim, 2002:149). Salah satu upaya yang dapat dilakukan sekolah dalam memberikan mutu pelayanan pembelajaran yang baik adalah dengan mengimplementasikan fungsi manajemen secara bermutu. Prinsip manajemen di sekolah harus selalu berorientasi kepada pelanggan dengan selalu berupaya memberikan pelayanan pembelajaran yang bermutu. Penerapan fungsi manajemen dalam organisasi sekolah harus melibatkan semua komponen secara total. Upaya memberikan jaminan terhadap mutu pendidikan yang diberikan sekolah kepada masyarakat, pemerintah dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan adanya kebijakan akreditasi sekolah. Akreditasi sekolah bertujuan untuk memberikan pengakuan terhadap kelayakan sekolah. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2005, Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan program pengembangan sekolah bermutu dengan berkeunggulan nasional dan internasional. Salah satu
8
prioritas
Depdiknas
dalam
pengembangan
sekolah
bermutu
adalah
mencanangkan bahwa pada tahun 2014 semua sekolah SMK telah menjadi sekolah berkeunggulan nasional dan bertaraf internasional. Salah satu target pencapaian sekolah berkeunggulan nasional adalah memperoleh pengakuan akreditasi secara memuaskan yang dikeluarkan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). Sementara itu, target dari sekolah berkeunggulan internasional mendorong sekolah yang telah terakreditasi secara nasional untuk diperkaya dengan model proses pembelajaran di negara maju dan meraih sertifikat ISO 9001:2000 (Depdiknas,2005:80). Saat ini, banyak masyarakat yang melihat bahwa nilai akreditasi yang dikeluarkan oleh BAN-S/M masyarakat
tentang
menjadi tolak ukur yang kasat mata bagi
keberhasilan
sekolah
dalam
memberikan
layanan
pembelajaran dan pengelolaan manajemen yang baik disekolah. Selain itu, pengakuan sertifikat ISO menjadi sebuah paradigma baru untuk membentuk pencitraan sekolah dalam upaya memberikan jaminan tentang layanan pendidikan yang baik. Upaya mendapatkan sertifikat ISO bukan suatu hal yang mudah, tetapi memerlukan pengorbanan dan biaya yang cukup mahal. Oleh karenanya, saat ini tidak banyak sekolah terutama SMK yang telah meraih sertifikat ISO. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti berkeinginan untuk meneliti tentang apakah terdapat perbedaan pada mutu manajemen sekolah dan layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO dengan SMK berstandar nasional. Penelitian ini dilandaskan dari fenomena yang ada secara makro bahwa dengan
9
diberlakukannya kebijakan akreditasi sekolah, pemerintah telah memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa hasil akreditasi dapat memberikan gambaran yang utuh tentang kelayakan mutu sebuah sekolah dalam rangka menuntaskan target pencapaian sekolah berkeunggulan nasional dan internasional. Sementara itu fenomena yang terjadi secara mikro, banyak masyarakat mempertanyakan apakah hasil akreditasi yang didapatkan oleh sekolah sesuai dengan inplementasinya di sekolah untuk melakukan peningkatan mutu sekolah atau hanya sebagai tuntutan dari kebijakan dan ajang gengsi sekolah untuk menaikan kasta dan citra. Hal ini seperti yang diberitakan Kompas.com tanggal 2 Juni 2010 yang menyatakan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional telah keliru dengan kebijakannya mengembangkan
rintisan sekolah bertaraf
internasional, serta membuat standar tunggal manajemen pengelolaan sekolah dengan sertifikasi ISO 9001:2000. Kebijakan itu tanpa disadari telah menciptakan kasta bagi sekolah. 1.2 Pembatasan Dan Rumusan Masalah Penelitian ini mengacu kepada kesesuaian implementasi mutu manajemen yang dilakukan oleh kepala sekolah dan mutu layanan pembelajaran yang diberikan oleh para guru di SMK. Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, jelaslah bahwa mutu manajemen sekolah dan layanan pembelajaran di SMK merupakan bagian dari proses utama pendidikan dalam rangka memberikan layanan jasa yang baik di sekolah. Keluasan masalah yang ada dibatasi oleh peneliti, yaitu:
10
a. Pertama, mutu manajemen sekolah dibatasi pada pelaksanaan fungsi manajemen yang meliputi aspek POAC (planning, organizing, actuating, controlling) yang dilakukan oleh kepala sekolah. b. Kedua, mutu layanan pembelajaran dibatasi pada pelaksanaan proses layanan pembelajaran yang meliputi dimensi TERRA (tangible, empathy, responsiveness, relibiality, assurance) yang dilakukan oleh guru. c. Status sekolah dibagi menjadi dua katagori, yaitu SMK berstandar nasional dengan adanya pengakuan dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan A,B, dan C serta SMK berstandar ISO dengan diraihnya sertifikat ISO dari badan yang berwenang. Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan yaitu: a. Bagaimana gambaran mutu manajemen sekolah di SMK berstandar ISO dan SMK berstandar nasional? b. Bagaimana gambaran mutu layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO dan SMK berstandar nasional? c. Apakah terdapat perbedaan pada mutu manajemen sekolah di SMK berstandar ISO dan SMK berstandar nasional? d. Apakah terdapat perbedaan pada mutu layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO dan SMK berstandar nasional?
11
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah untuk : a. Mengetahui gambaran mutu manajemen sekolah di SMK berstandar ISO dan SMK berstandar nasional. b. Mengetahui gambaran mutu layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO dan SMK berstandar nasional. c. Mengetahui apakah mutu manajemen di SMK berstandar ISO berbeda dengan SMK berstandar nasional. d. Mengetahui apakah mutu layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO berbeda dengan SMK berstandar nasional. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat sebagai berikut. a. Bagi para Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Lebak, penelitian ini dapat memberikan data tentang gambaran mutu manajemen sekolah dan layanan pembelajaran pada SMK berstandar ISO dan SMK berstandar nasional. Penelitian ini dapat menjadi masukan yang berarti untuk
memotivasi
SMK
di
Kabupaten
Lebak
dalam
rangka
meningkatkan mutu menajemen sekolah dan memberikan layanan pembelajaran yang terbaik di sekolah. b. Bagi para praktisi pendidikan khususnya Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota serta Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Banten, penelitian ini dapat memberikan data, sumbangan pikiran dan motivasi sebagai landasan awal untuk
12
pengembangan kebijakan dan program tentang upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya dalam upaya mencari alternatif solusi terbaik dalam penanganan manajemen sekolah dan layanan pembelajaran di sekolah. c. Bagi para praktisi dan peneliti dilapangan, penelitian ini dapat menjadi pijakan awal untuk mengadakan penelitian-penelitian yang berhubungan dengan mutu manajemen di sekolah yang terfokus pada kelayakan mutu layanan pembelajaran dengan memandang sekolah sebagai industri jasa. 1.5 Asumsi Sebuah penelitian dipandang perlu untuk
merumuskan asumsi-asumsi
yang bertujuan sebagai landasan berpijak yang kokoh bagi masalah yang akan diteliti, mempertegas variabel yang akan menjadi fokus penelitian serta berguna dalam menentukan hipótesis penelitian. Menurut Arikunto (1990) menyatakan bahwa asumsi-asumsi dipandang sebagai landasan teori atau titik tolak pemikiran yang digunakan dalam suatu penelitian, yang mana nilai kebenarannya di terima oleh peneliti. Peneliti memberikan asumsi dasar penelitian ini sebagai berikut. a. Kehadiran pihak ketiga yang memberikan pengakuan kepada pihak sekolah, baik untuk pengakuan sekolah berstandar nasional dengan dikeluarkannya berstandar
akreditasi
ISO akan
nasional
maupun
mendorong sekolah
pengakuan
sekolah
SMK secara efektif
meningkatkan mutu manajemen sekolah dan layanan pembelajaran. Menurut Sallis (2006:121), lembaga-lembaga yang telah terakreditasi
13
akan
mengupayakan
disiplin
untuk
mengspesifikasikan
dan
mendokumentasikan sistem mutu mereka dengan mendapatkan akreditasi dari pihak ketiga. b. SMK yang telah memiliki sertifikat ISO dapat menerapkan sistem manajemen sekolah secara konsisten dalam mengelola sekolah berdasarkan fungsi-fungsi dari manajemen dibandingkan dengan SMK yang berakreditasi nasional. c. Pelayanan pembelajaran yang terdapat di SMK yang telah memiliki sertifikat ISO akan selalu berupaya terdepan dalam meningkatkan standar sistem mutu layanan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan dibandingkan dengan SMK berstandar nasional. 1.6 Hipotesis Berdasarkan
rumusan
masalah
yang
telah
dipaparkan,
peneliti
mengajukan hipotesis yang nantinya akan diuji kebenarannya. Pengambilan pernyataan hipotesis ini tentunya bersifat sementara sebagaimana yang dijelaskan oleh S. Nasution (2006) bahwa: “tiap pernyataan tentang sesuatu hal yang bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya secara empirik disebut hipotesa“. Peneliti mengajukan hipotesis yang nantinya diuji kebenarannya, yaitu: a. Terdapat perbedaan pada mutu manajemen sekolah di SMK berstandar ISO dengan SMK berstandar nasional. b. Terdapat perbedaan pada mutu layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO dengan SMK berstandar nasional.
14
Peneliti menduga bahwa sekolah SMK berstandar ISO dapat melaksanakan manajemen sekolah dengan menjalankan fungsi manajemen secara lebih baik serta dapat memberikan layanan pembelajaran yang lebih prima berdasarkan standar nasional pendidikan sehingga dapat memuaskan siswa sebagai pelanggan utama sekolah. 1.7 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain ex post facto. Tujuan utama penggunaan desain ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif. Pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik dan makna secara kebahasaan. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptifanalitik. Termasuk penelitian deskriptif karena hasil penelitian memberikan gambaran atas mutu manajemen dan layanan pembelajaran tanpa ada suatu perlakuan khusus yang diberikan peneliti. Termasuk penelitian analitik karena dari hasil penelitian dianalisis untuk dibandingkan antara mutu manajemen dan layanan pembelajaran di SMK berstandar ISO dengan SMK berstandar nasional. Instrumen yang digunakan untuk menggali data dalam penelitian ini berupa kuesioner untuk mengungkap gambaran mutu manajemen yang terdiri dari aspek POAC (planning, organizing, actuating, controlling) dan untuk mengungkap gambaran mutu layanan pembelajaran yang terdiri dari dimensi TERRA (tangible, empathy, responsiveness, relibiality, assurance).
15
1.8 Lokasi Dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, dengan populasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik negeri maupun swasta yang telah terakreditasi secara nasional serta sekolah SMK yang telah memiliki sertifikat ISO. Sampel diambil menurut kategori akreditasinya, dengan menggunakan metode nonprobabilitas dengan cara sampling purposif (bertujuan). Adapun alasan dan argumen yang mendasari pemilihan tempat yaitu: pertama, peneliti memilih lokasi ini karena peneliti berdomilisi ditempat tersebut sehingga peneliti bisa memberikan subangsihnya tentang dunia pendidikan melalui penelitian ini di kabupaten Lebak. Kedua, di Kabupaten Lebak terdapat sebuah SMK yang memiliki sertifikat ISO sebagai SMK percontohan di kabupaten.