BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek kehidupan, yaitu pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Ketiga aspek tersebut dalam bahasa yang sering digunakan adalah kognitif, afektif dan psikomotor. Di era modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menimbulkan perubahan-perubahan sosial yang sangat cepat, dan tidak semua orang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tesebut. Ada beberapa nilai, sikap atau tingkah laku individu dan masyarakat modern yang sejalan dengan ajaran Islam, dan mendukung keberhasilan pembangunan. Adapula nilai dan sikap modernitas yang berlawanan dengan ajaran Islam. Misal, lemahnya keyakinan keagamaan, sikap individualitas, materialitas, dan sebagainya. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. Menurut Hallen bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus-menerus dari seorang pembimbing, yang dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu dapat
1
2
bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya (Samsul Munir Amin,2010:4-6). Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Aunur Rahim Faqih,2001:4). Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah adalah : 1) hidup sesuai dengan kodrat yang telah ditentukan Allah, sesuai sunatullah atau sesuai dengan hakikat sebagai makhluk Allah; 2) hidup sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan Allah melalui Rasul-Nya; 3) menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan untuk mengabdi kepadaNya (Aunur Rahim Faqih,2001:62). Dengan demikian bimbingan Islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, yaitu berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Untuk itu Perlunya bimbingan Islam sebagai landasan bagi setiap insan dalam menjalani kehidupan untuk meraih kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Dimana yang menjadi landasan dalam bimbingan Islam adalah Al-Qur’an dan AsSunah. Yang dinyatakan dalam Hadist berikut : “ Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah saw bersabda: Telah kutinggalkan atas kamu sekalian dua perkara
3
yang apabila kamu berpegang pada keduanya maka tidak akan tersesat yaitu kitab Allah dan Rasulnya” (HR. Bukhori Muslim). Pendidikan agama berkaitan dengan pendidikan akhlak, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bimbingan Islam. Akhlak berperan memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan atau tindakan tersebut baik atau buruk, akhlak membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat sehingga melahirkan perbuatan terpuji yang pada akhirnya akan dapat membedakan antara akhlak terpuji dan akhlak tercela serta dapat membentengi diri dari perbuatan tercela yang akan membawa kepada kejahatan dan kemaksiatan. Akhlak santri akan berkembang baik, apabila pembentukan agama pada santri terarah dengan baik, dengan demikian keseimbangan diri akan dicapai dan terciptanya hubungan yang serasi antara aspek rasio dan aspek emosi. Perasaan yang sehat dengan dilandasi agama akan mengarahkan mereka untuk berbuat baik, sopan, bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan mereka dalam memecahkan masalahnya. Akhlak adalah bentuk tingkah laku sebagai kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau tanpa adanya paksaan dari luar. Pondok pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan berperan dalam proses pembentukan kepribadian anak didik atau santri. Dengan sistem pembelajaran yang berlangsung terus menerus selama hampir 24 jam sehari.
4
Dengan aktivitas dan interaksi pembelajaran yang berlangsung secara terpadu yang memadukan antara suasana keguruaan dan kekeluargaan. Pendidikan pesantren sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara yang dilakukan oleh lembaga pondok pesantren. Pada dasarnya manusia dilahirkan membawa fitrah beragama dan kemudian bergantung pada bimbingan yang diperolehnya. Kalau mereka mendapatkan bimbingan yang baik, maka mereka cenderung menjadi orang yang baik dan taat beragama. Tetapi sebaliknya, bila benih agama tidak dipupuk dan dibina dengan baik maka benih itu tidak bisa tumbuh dengan baik pula, sehingga potensi-potensi
yang dimiliki itu merupakan modal awal
yang perlu
dikembangkan, diarahkan dan dibina sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam sehingga kepribadian yang dimiliki bisa sesuai dengan ajaran agama Islam. Keluarga merupakan sumber utama pendidikan seorang anak, dari keluargalah seorang anak mendapatkan pendidikan dan pengalamanpengalaman yang nantinya akan menjadi sumber kepribadiannya dimasa depan. Keluarga harus membekali seorang anak dengan pengetahuan bahasa dan agama, mengajarkan anak tentang berbagai perilaku Islami. Pentingnya pendidikan Islami dalam keluarga akan menjadi pondasi dasar dalam pembentukan pribadi seorang muslim.
5
Pendidikan pesantren dalam pembentukan kepribadian muslim ini menjadi semakin penting. Pendidikan pesantren yang menggunakan sistem fullday school yang didalamnya diajarkan ajaran-ajaran Islam, sehingga diharapkan kepribadian anak didik bisa terbentuk dalam dunia pendidikan pesantren tersebut. Sesuai dengan tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Pendidikan di pesantren menjadi salah satu alternatif sistem pendidikan yang akan melahirkan lulusan-lulusan yang berbekal ilmu agama dan intelektualitas yang tinggi. Sejalan dengan perkembangan pengetahuan manusia, dewasa ini semakin semarak berdirinya lembaga-lembaga yang secara implisit seperti pesantren bertujuan untuk memberikan bimbingan Islam kepada kaum muslimin agar menjadi individu yang berakhlak sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan AsSunnah. Berhasil tidaknya suatu bimbingan Islami tergantung dari proses bimbingan itu sendiri. Seperti halnya di Jl. Gegerkalong Girang Baru no.11 40154 Bandung, telah berdiri sebuah Pesantren Tahfidz Sekolah Daarul Qur’an Internasional pada tahun 2009 dengan jumlah pembimbing 19 orang dan 131 santri yang pada intinya memiliki misi untuk menjadikan para santri yang berakhlak qurani. Berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 13 Mei 2011 dengan Ustadz Yudi sebagai pembimbing asrama putera, dan Ustadzah Ami sebagai pembimbing asrama puteri yang bertempat di Pesantren Tahfidz Sekolah Daarul Qur’an Internasional Jl.
6
Gegerkalong Girang Baru no.11 40154 Bandung bahwa materi yang diberikan di pesantren ini meliputi bimbingan akidah akhlak, tahfidz quran, ibadah, tauhid, pemahaman tentang al-quran dan as-sunnah dengan tujuan, yaitu : 1) memperkenalkan tauhid; 2) menumbuhkan akhlak karimah santri; 3) menjadikan santri hafidz quran; 4) menumbuhkan semangat ibadah; 5) agar santri paham dan mampu mengimplementasikan al-quran dan as-sunnah. Dalam rutinitasnya bimbingan tersebut diberikan kepada santri oleh para ustadz-ustadzah Pesantren Daarul Qur’an Internasional. Pesantren Daarul Qur’an Internasional merupakan pesantren dengan tujuan agar para santri tahfidz quran sehingga harus membentuk santri yang paham dan berjiwa qurani. Dalam waktu dua tahun saja belum bisa merubah karakter santri menjadi santri yang berakhlak karimah karena latar belakang keluarga santri dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Tujuan orang tua santri memasukkan anak-anaknya ke Pesantren Daarul Qur’an Internasional agar menjadi anak yang berakhlak mulia sesuai tuntunan Al-Quran dan As-Sunah (menurut Ustadz Yudi dan Ustadzah Ami). Santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional akhlak terhadap diri sendiri dan hablumminannasnya sangat kurang padahal mereka sudah mendapat arahan dan bimbingan Islami, padahal menurut teori-teori diatas jika seseorang sudah mendapatkan bimbingan Islami maka seseorang itu akan mengalami perubahan perilaku dan akhlaknya menjadi baik. Kegiatan bimbingan Islami yang diselenggarakan di Pesantren Daarul Qur’an Internasional merupakan wadah yang dapat menjadikan perilaku para santri yang berakhlak qurani dan berkualitas.
7
Selanjutnya sebagai bahan untuk dievaluasi, maka penulis mencoba untuk meneliti apakah kegiatan bimbingan Islami yang dilakukan di Pesantren Daarul Qur’an Internasional mendapatkan kesulitan dalam memenuhi sasaran atau tujuannya. Karena disadari bahwa untuk mengetahui hasil yang ril dan akurat dari bimbingan Islami di pesantren tersebut perlu ditempuh dengan metode ilmiah. Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian di Pesantren Daarul Qur’an Internasional tentang “BIMBINGAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK SANTRI DI PESANTREN DAARUL QUR’AN INTERNASIONAL”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi akhlak para santri
di Pesantren Daarul Qur’an
Internasional? 2. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional? 3. Bagaimana hasil yang dicapai dari Bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional? 4. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan yang menunjang Bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional?
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian yang peneliti lakukan pada dasarnya adalah untuk mengetahui atau mendapatkan jawaban yang faktual dari rumusan-rumusan masalah diatas, yaitu : 1. Untuk mengetahui kondisi akhlak para santri di Pesantren Darul Qur’an Internasional. 2. Untuk mengetahui proses bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional. 3. Untuk mengetahui hasil yang dicapai dari bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional. 4. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan penunjang bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Darul Qur’an Internasional. Selanjutnya, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat berguna untuk : 1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk banyak pihak, terutama bagi upaya pengembangan ilmu-ilmu dakwah khususnya yang berkaitan dengan Irsyad melalui data-data yang didapatkan dari poses penelitian ini. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi proses Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang sering dilakukan oleh para da’i terhadap akhlak mad’u, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuannya.
9
D. Kerangka Pemikiran\ Menurut Arthur J. Jones, bimbingan ialah bantuan yang diberikan sseorang kepada orang lainnya dalam menetapkan pilihan dan penyesuaian diri, serta di dalam
memecahkan
masalah-masalah.
Bimbingan
bertujuan
membantu
penerimaannya (klien) untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara bebas dan mampu bertanggung jawab terhadap dirinya (Dewa Ketut Sukardi,1995:8). Menurut Arifin bahwa bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu dapat memahami dirinya sendiri (Arifin,1985:18). Frank W.Miller dalam bukunya Guidance, Principle and Service (1968), mengemukakan definisi bimbingan sebagai berikut (terjemahan)(Sofyan S. Willis, 2007:17) :“Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan bagi penyesuaian diri secara baik dan maksimum di sekolah, keluarga, dan masyarakat.” Bimbingan Islami merupakan bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Aunur Rahim Faqih,2001:4). Adapun pengertian akhlak adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli
10
yang telah mendapat latihan khusus, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya serta dapat mengarahkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan. Akhlak merupakan pengejawantahan dari ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari yang harus dipelajari, dibiasakan sejak kecil sehingga dimensi akhlak berkembang bersamaan dengan perkembangan dimensi-dimensi fisik, akal dan akidah (Zahruddin,2004:71). Dalam islam seorang manusia bisa tahu apakah itu akhlak mulia atau sebaliknya, jika akhlak itu terbentuk dari sumber yang benar. Dan sumber akhlak bagi orang yang mengaku muslim ialah Al Qur’an dan As Sunah. Berarti kalau shalatnya masih lalai, maka akhlaknya pun belum mulia. Untuk itu, pembimbing bertugas memberi bimbingan akhlak dengan tujuan membentuk anak bimbing yang berakhlakul karimah. Akhlak
santri
akan
berkembang
baik,
apabila
pembinaan
atau
pembentukan agama pada santri terarah dengan baik. Dengan demikian, keseimbangan diri akan dicapai dan terciptanya hubungan yang serasi antara aspek rasio dan aspek emosi. Perasaan yang sehat yang dilandasi agama akan mengarahkan mereka untuk berbuat baik,sopan, bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan mereka memecahkan masalahnya. Dalam Islam seorang manusia bisa tahu apakah itu akhlak mulia atau sebaliknya, jika akhlak itu terbentuk dari sumber yang benar. Dan sumber akhlak bagi orang yang mengaku muslim ialah Al Qur’an dan As Sunah. Berarti kalau
11
shalatnya masih lalai, maka akhlaknya pun belum mulia. Untuk itu, pembimbing bertugas memberi bimbingan akhlak dengan tujuan membentuk anak bimbing yang berakhlakul karimah. Dalam proses bimbingan Islami terdapat beberapa unsur yang merupakan satu kesatuan dalam sebuah sistem yang saling berhubungan, diantaranya pembimbing dan yang dibimbing, materi, media, metode, dan tujuan. Untuk bimbingan akhlak maka secara teoritis bimbingan akhlak yang ideal adalah adanya keseluruhan diantara lima unsur bimbingan tersebut sesuai dengan kebutuhan santri.
E. Langkah-Langkah Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti menentukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut : 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil adalah di Pesantren Daarul Qur’an Internasional Jl. Gegerkalong Girang Baru no 11 40154 Bandung. Lokasi ini dipilih karwna peneliti dapat menemukan adanya permasalahan yang relevan dengan rencana penelitian yaitu Bimbingan Islam dalam Pembentukan Akhlak Santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional. Selain itu, dilokasi cukup tersedia berbagai data dan sumber data yang dibutuhkan untuk kepentingan penelitian. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, karena dengan metode ini diarahkan pada suatu usaha pemecahan masalah memaparkan
12
atau menggambarkan apa adanya hasil penelitian ini. Dengan metode deskriptif ini, peneliti akan menggambarkan secara utuh tentang fenomena yang sedang terjadi di kalangan santri, khususnya mengenai Bimbingan Islam dalam Pembentukan Akhlak Santri yang dilakukan di Pesantren Daarul Qur’an Internasional Bandung. 3. Sumber Data dan Jenis Data a. Sumber Data Adapun sumber datanya, terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. 1) Data Primer Data primer diperoleh dari sumber pertama. Dalam hal ini, peneliti langsung berhadapan dengan objek yaitu pembimbing dan para santri untuk dimintai data mengenai bimbingan Islam terhadap santri dalam pembentukan akhlak al-karimah. 2) Data Sekunder Sumber data sekunder diperoleh dari sumber kedua. Yang termasuk data sekunder adalah berbagai buku-buku dan literatul yang terkait dengan penelitian. b. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data yang bersifat kualitatif. Jenis data kualitatif yaitu data yang berhubungan dengan bagaimana proses kegiatan bimbingan Islam dalam pembentukan
13
akhlak santri yang dilakukan oleh para pembimbing di Pesantren Daarul Qur’an Internasional Bandung. 4. Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Observasi Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung aktivitas atau proses bimbingan islami yang dilakukan oleh para pembimbing dalam pembentukan akhlak santri. Tehnik observasi ini digunakan peneliti dengan suatu alasan peneliti dapat memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan secara valid (terpercaya). Peneliti juga dapat memperoleh informasi tentang kondisi akhlak santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional, tentang pelaksanaan bimbingan Islami di Pesantren Daarul Qur’an Internasional terhadap santri dalam membentuk akhlak karimah, dan tentang faktor-faktor penghambat dan penunjang pelaksanaan bimbingan islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional. b. Wawancara Wawancara adalah proses Tanya-jawab . Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data tentang upaya apa yang dilakukan oleh lembaga tersebut dalam melakukan proses bimbingan islami dalam pembentukan akhlak santri. Yang menjadi
14
sasaran dari wawancara ini adalah para pembimbing Pesantren Daarul Qur’an Internasional. c. Studi Kepustakaan Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan pengamatan atau wawancara dalam pengumpulan data di lapangan. Tehnik ini dilakukan untuk memperoleh data secara teoritis dan tertulis baik melalui kajian-kajian literatur (buku-buku), dokumen-dokumen, catatan laporan, dan hal-hal lain guna memperoleh informasi yang berhubungan
dengan
permasalahan
peneliti
dan
penulisan
penelitian ini. 5. Analisis Data Dalam analisis data ini peneliti menggunakan data kualitatif, hal ini dilakukan peneliti karena sesuai dengan karakteristik masalah peneliti ini, yaitu adanya data-data kualitatif yang diperoleh dari hasil pengumpulan data di lapangan. Adapun tahapan pengolahan data sebagai berikut : a.
Pada tahap awal peneliti mengumpulkan data hasil wawancara dan hasil observasi sesuai dengan tipologi data tersebut.
b.
Setelah data terkumpul, data kemudian diklasifikasikan (diolah) berdasarkan kategori masing-masing (menurut rumusan masalahnya).
c.
Setelah data terklasifikasi, kemudian diaanalisis secara kualitatif melalui langkah-langkah penafsiran data dengan metode analisis komparatif dan selanjutnya menarik kesimpulan-kesimpulan sebagai
15
jawaban dari tiap item rumusan masalah, sekaligus memenuhi tujuan penelitian. d.
Melakukan generalisasi, pada bagian akhir ini peneliti menarik kesimpulan utama dari hasil penelitian.
16
BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG BIMBINGAN ISLAM, AKHLAK, SANTRI, DAN PROSES BIMBINGAN SANTRI MENUJU AKHLAK KARIMAH A. Bimbingan Islam 1. Pengertian Bimbingan Islam Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “guidence” berasal dari kata kerja “to
guide” yang mempunyai arti
“menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu”. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan (Hallen,2002:3). Surya, (1986:6) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengerahan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Rachman Natawidjaya menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesimnambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umumnya. Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
16
17
kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk hidup. Sedangkan menurut W.S. Winkel, bimbingan berarti bantuan kepada sekelompok orang dalam membuat bantuan pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntunan-tuntunan hidup. Bantuan itu bersifat psikis (kejiwaan) bukan “pertolongan” finansial, media, dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini, seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah yang akan dihadapinya kelak. Jadi, yang memberikan bantuan menganggap orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali dan dikembangkan melalui bimbingan (Samsul Munir Amin,2010:7). Bimbingan dikalangan umat Islam sudah dikenal sejak zaman para Nabi, namun bimbingan Islam dik enal
tepatnya
pada
zaman
Rasulullah
Saw
sebagaimana dengan tugasnya dari Allah dalam menyampaikan wahyu tentang kabar gembira, peringatan, ancaman, perintah larangan kepada umat manusia, sebagaimana dalam firman-Nya dalam surat Asy-Syuara (42):52
Artinya: “ Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi
18
Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. Islam telah mempersembahkan sistem bimbingan yang sempurna. Manusia dalam menyajikannya, mulai dari sumber sampai kepada asas, metode, dan media (sarana) yang digunakan. Yakni sebagai upaya memberikan arahan dan tuntunan kepada manusia agar tidak terperosok ke jurang kenistaaan yang dapat merugikan kehidupan di dunia dan di akhirat. Seperti yang diperingatkan Allah dalam firman-Nya tentang agama yaang diridhoi-Nya dalam surat Ali-Imran ayat 85 sebagai berikut. Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” Islam adalah agama yang hak dan mutlak atas kebenarannya. Untuk itu bimbingan Islam merupakan kegiatan bimbingan yang dirasa sangat perlu, karena setiap manusia di muka bumi ini tidak ada yang tidak memiliki masalah, dan bimbingan Islam akan mampu mengatasi masalahnya dengan tidak melanggar syariat agama. Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Aunur Rahim Faqih,2001:4).
19
Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah.hidup sesuai dengan kodrat yang telah ditentukan Allah, sesuai sunatullah atau sesuai dengan hakikat sebagai makhluk Allah; a. Hidup sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan Allah melalui RasulNya; b. Menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya (Aunur Rahim Faqih,2001:62). Jadi bimbingan Islam merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, yaitu berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah Rasul. 1. Tujuan Bimbingan Islami Dalam bimbingan terjadi suatu proses pemberian bntuan dari seseorang kepada orang lain. Maka tujuan bimbingan keagamaan Islami dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Tujuan umum: Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. b. Tujuan khusus: 1) Membantu individu agar tidak menghadapi masalah; 2) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapi;
20
3) Membantu individu dalam memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik agar tetap baik atau menjadi lebihbaik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain; 4) Membantu individu dalam memelihara hubungan social yang baik dan harmonis, khususnya dalam pergaulan sehari-hari dengan sesame temannya baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat. (Aunur Rahim Faqih, 2001: 35-36). Sedangkan tujuan bimbingan agama Islam menurut Handan Bakran AdzDzaky (2001: 167-168) adalah sebagai berikut: a. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan keberhasilan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, damai (muthmainah), bersikap lapang dada (rodhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufiq dan hidayah Allah (mardhyyah); b. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik bagi dirinya, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya; c. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul untuk berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong dan kasih sayang; d. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul untuk berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada
21
Tuhan-Nya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya; e. Untuk menghasilkan potensi Illahiyah, sehgga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai Khalifah dengan baik dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan. 2. Unsur-Unsur Bimbingan Islam a. Pembimbing Siapa sebenarnya yang berhak disebut sebagai pembimbing dalam bimbingan Islami, dapat dilihat dari syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembimbing bimbingan Islami. Sejalan dengan Al Quran dan As Sunnah, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembimbing bimbingan Islami sebagai berikut yang diungkapkan oleh Aunur Rahim Faqih (2001:46) : 1) Kemampuan profesional (keahlian) Kemampuan profesional yang perlu dimiliki pembimbing Islami itu sebagai berikut: a) Menguasai bidang permasalahan yang dihadapi; b) Menguasai metode dan tehnik bimbingan Islami; c) Menguasai hukum Islam yang sesuai dengan bidang bimbingan Islami; d) Memahami landasan-landasan keilmuan bimbingan Islami yang relevan;
22
e) Mampu mengorganisasikan dan mengadministrasikan layanan bimbingan Islami; f) Sifat kepribadian yang baik (akhlakul karimah). Sifat kepribadian yang baik (akhlak yang mulia) dari seorang pembimbing
diperlukan
untuk
menunjang
keberhasilannya
bimbingan Islami. Sifat-sifat yang baik itu diantaranya: (1) Siddiq (mencintai dan membenarkan kebenaran) (2) Amanah (bisa dipercaya) (3) Tabligh (mau menyampaikan apa yang layak disampaikan) (4) Fatonah (intelejen, cerdas, berpengetahuan) (5) Mukhlis (ikhlas dalam menjalankan tugas) (6) Sabar (7) Tawadhu (rendah hati) (8) Sholeh (mencintai, membina, melakukan kebaikan) (9) Adil (10) Mampu mengendalikan diri 2) Kemampuan kemasyarakatan (berukhuwah islamiyah) Pembimbing yang Islami harus memiliki kemampuan melakukan hubungan sosial, ukhuwah Islamiyah yang tinggi. Hubungan sosial tersebut meliputi : a) Hubungan dengan orang yang dibimbing; b) Hubungan dengan teman sejawat.
23
3) Ketakwaan kepada Allah Ketakwaan merupakan syarat dari segala syarat yang harus dimiliki seorang pembimbing Islami, sebab ketakwaan merupakan sifat paling baik. Itulah syarat-syarat ang harus dimiliki oleh seorang pembimbing selama ia memberikan bimbingan terhadap objek bimbingannya, karena jika pembimbing ini tidak memiliki persyaratan yang telah dikemukakan diatas, maka kemungkinan besar tidak berhasil dalam bimbingannya baik bimbingan yang bersifat umum maupun bersifat keagamaan. b. Objek Bimbingan Dilihat dari pengertian bimbingan yang telah dikemukakan dibab ini, baik secara umum atau khusus, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang dibimbing atau terbimbing adalah orang yang mendapatkan bantuan atau pertolongan. Sedang orang yang memberikan bantuan atau pertolongan dilakukan secara terus menerus disebut pembimbing. Sedangkan terbimbing yaitu ( individu/ kelompok) manusia yang memilki kesulitan-kesulitan atau masalah yang dihadapi. c. Metode Bimbingan Metode lazim diartikan sebagai cara untuk mendekati masalah, sehingga diperoleh hasil yang memuaskan sementara tehnik merupakan penerapan metode tersebut dalam praktek. Thohari Musnamar (1992:49-51), berpendapat bahwa metode bimbingan Islam sebagai berikut:
24
1.
Metode Langsung
Metode langsung adalah metode dimana pembimbing melakukan komunikasi
langsung
(bertatap
muka)
dengan
orang
yang
dibimbingnya. Adapun tehnik dari metode langsung ini terdiri dari: a) Tehnik Individual Adapun tehnik individual antara lain, yaitu: 1) Percakapan pribadi, yaitu pembimbing melakukan dialog lansung, tatap muka dengan pihak yang dibimbingnya; 2) Kunjungan ke rumah (home visit), yaitu pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya dan lingkungannya; 3) Kunjungan dan observasi kerja, yaitu pembimbing melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dan lingkungannya. b) Tehnik Kelompok Tehnik kelompok meliputi: 1) Diskusi Kelompok Pembimbing melakukan bimbingan dengan cara melakukan diskusi dengan atau bersama kelompok klien yang mempunyai masalah yang sama. 2) Karya Wisata Bimbingan kelompok yang dilakukan secara langsung dengan menggunakan sarana karyawisata sebagai forumnya.
25
3) Sosiodrama Bimbingan yang dilakukan dengan cara bermain peran memecahkan atau mencegah timbulnya masalah (psikologis). 4) Psikodrama Bimbingan yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan atau mencegah timbulnya masalah. 5) Group Teaching Pemberian
bimbingan
dengan
cara
memberikan
materi
bimbingan tertentu (ceramah) kepada kelompok yang telah disiapkan. 2.
Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah metode bimbingan yang dilakukan melalui media komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok bahkan missal. Adapun tehnik dari metode tidak langsung ini antara lain: a) Tehnik Individual 1) Melalui surat menyurat; 2) Melalui telepon dan sebagainya. b) Tehnik Kelompok 1) Melalui papan bimbingan; 2) Melalui surat kabar atau majalah; 3) Melalui brosur; 4) Melaui radio (media audio); 5) Melalui televisi.
26
Metode dan tehnik yang digunakan dalam melaksanakan bimbingan tergantung kepada: 1. Masalah yang dihadapi; 2. Tujuan penggarapan masalah; 3. Keadaan yang dibimbing/ klien; 4. Kemampuan pembimbing menggunakan metode dan tehnik; 5. Sarana dan prasarana yang tersedia; 6. Situasi dan kondisi lingkungan sekitar; 7. Organisasi dan administrasi layanan bimbingan; 8. Biaya yang tersedia. Jadi, metode bimbingan adalah cara atau jalan yang digunakan dalam mengembangkan diri secara optimal dengan cara memahami diri sendiri, lingkungan dan menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. d. Materi Bimbingan Materi bimbingan disini secara operasional diklasifikasikan kedalam tiga hal pokok, yaitu: 1. Masalah keimanan (aqidah) yaitu menyangkut sistem keimanan atau kepercayaan terhadap Allah Swt, dan ini menjadi landasan fundamental dalam keseluruhan aktifitas seorang muslim, baik menyangkut sikap mental maupun sikap tingkah laku dan sifat-sifat yang dimilikinya; 2. Masalah keislaman (syariah) yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut aktifitas seorang muslimdidalam semua aspek hidup dan kehidupannya untuk mengenal mana yang halal dan haram, mana yang mubah dan
27
sebagainya, ini juga menyangkut hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia; 3. Masalah budi pekerti (akhlak) yaitu menyangkut tata-tata berhubungan yang baik secara vertikal dengan Allah Swt, maupun secara horizontal dengan manusia dan dengan seluruh makhluk-makhluk Allah. Materi yang disampaikan oleh para pembimbing dalam bimbingan Islami ini, lebih banyak memfokuskan pada masalah akhlak yaitu tentang akhlak, tauhid, dan ibadah. Hal ini dianggap paling karena menyangkut kehidupan santri seharihari dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan bimbingan Islam dalam pembentukan dan menumbuhkan akhlak santri. e. Media Bimbingan Media bila dilihat dari asalnya katanya (etimologi), berasal dari bahasa latin “median” yang berarti alat perantara. Kata media merupakan jamak daripada kata median tersebut. Sedangkan secara terminologi media berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan (Syukir,1983:163). Dengan demikian, media bimbingan Islam adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bimbingan Islam yang telah ditentukan. Media ini dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya yang dapat menunjang pelaksanaan bimbingan Islam. 3. Proses Bimbingan Islam Proses bimbingan Islam terhadap santri agar terbentuk akhlak karimah tentu tidak terlepas dari materi, metode, dan media yang digunakannya. Hal
28
tersebut merupakan unsur-unsur yang sangat menentukan terhadap keberhasilan proses bimbingan Islam, untuk lebih jelasnya maka dibawah ini dijelaskan tentang materi, metode, dan media yang digunakan oleh para pembimbing dalam proses bimbingannya terhadap santri, diantaranya ialah: a. Materi dalam proses bimbingan Islam Materi merupakan salah satu penunjang dalam proses bimbingan, materi yang disampaikan tidak terlepas dari tujuan yang ingin dicapai dan kegunaanya sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di lingkungan santri yang dibimbing, materi bimbingan tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama dan pertama. Dalam hal ini materi yang sesuai dan identik dalam menumbuhkan dan membentuk akhlak santri, yaitu: 1) Mengajarkan atau membahas tentang pendidikan dan bimbingan akhlak secara teoritis maupun secara praktis yang bersumber pada AlQur’an dan As-Sunnah. 2) Memberikan
bimbingan
tentang
materi-materi
akhlak
untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan santri dalam bidang akhlak. Materi yang disampaikan oleh para pembimbing dalam bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak karimah santri memfokuskan pada masalah akhlak santri, yaitu tetang akhlak, tauhid, dan ibadah. Hal ini dianggap penting karena menyangkut kehidupan santri sehari-hari dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri.
29
b. Metode dalam proses bimbingan Islam Islam sangat member perhatian yang besar terhadap pembentukan akhlak, termasuk cara-caranya, yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau sistem yang integrated, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembentukan akhlak. Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembentukan akhlak adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan. Cara lain yang tak kalah ampuhnya dari cara-carta di atas dalam hal pembentukan akhlak adalah melalui keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi, dan larangan. Pendidikan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dngan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Selain itu dengan metode ceramah, dapat
memperkenalkan dan
menjelaskan ajaran yang berkaitan dengan akhlak. Penggunaan metode ini tujuannya agar santri dapat memahami secara langsung tentang materi yang disampaikan oleh pembimbingnya yang didalamnya berisi nasehat-nasehat atau kisah-kisah yang baik yang dapat dijadikan teladan oleh santri sehingga mereka mampu berfikir serta berprilaku yang baik dan sholeh dalam kehidupan seharihari (Abuddin Nata,1996:164-165).
30
c. Media dalam proses bimbingan Islam Media merupakan alat yang digunakan dalam menyampaikan materi bimbingan adapun media yang digunakan dalam bimbingan Islam ialah ruang belajar santri dan juga mesjid. Proses bimbingan Islam ada pembimbing yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang, yaitu: messege yaitu pesan yang merupakan seperangkat lambang yang bermakna yang disampaikan oleh pembimbing kepada yang dibimbing, receiver yaitu yang dibimbing yang menerima pesan dari pembimbing, noise yaitu gangguan yang tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh yang dibimbing yang berada dengan pesan yang disampaikan oleh pembimbing kepadanya (Onong Uchjana,1990: 18-19). 4. Pengukuran Hasil dalam Bimbingan dan Konseling Sebagai suatu sistem, program layanan bimbingan dan konseling tentunya meliputi beberapa hal di antaranya yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Dalam
hal
ini
ketiga
al
tersebut
senantiasa
saling
berkaitan
dan
berkesinambungan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa suatu hasil senantiasa dipengaruhi oleh perencanaan, begitu pun pelaksanaan juga memiliki peran yang sangat dominan. Selain itu, kedua hal tersebut akan terlihat manakala proses evaluasi berjalan dengan baik. Dengan demikian, evaluasi dari pelaksanaan program layanan bimbingan ini hendaknya dipersiapkan dengan seksama. Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku “Essentials of Educational Evaluation”, Edwind Wand dan Gerald W. Brown,
31
mengatakan bahwa : “Evaluation rafer to the act or prosses to determining the value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses utnuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan, telah dijabarkan dalam pedoman khusus Bimbingan dan Penyuluhan, kurikulum 1975 buku IIIc. Perlu dijelaskan disini bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan pengukuran (measurement). Pengertian pengukuran (measurement) Wand dan Brown mengatakan : “Measurement means the art or prosses of exestaining the extent or quantity of something”. Jadi pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas dari pada sesuatu. Dari definisi evaluasi atau penilaian dan pengukuran (measurement) yang disebut diatas, maka dapat diketahui perbedaannya dengan jelas antara arti penilaian dan pengukuran. Sehingga pengukuran akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “How Much”, sedangkan penilaian akan memberikan jawaban dari pertanyaan “What Value”. Walaupun ada perbedaan antara pengukuran dan penilaian, namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat. Penilaian yang tepat terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan atas hasil pengukuran-pengukuran. Pada akhir
32
pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling selalu tercantum suatu kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana tertentu. Pendapat “Good” yang dikutip oleh I.Jumhur dan Moch. Surya (1975 :154), tentang evaluasi adalah : “Proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melaluipenilaian yang dilakukan dengan seksama”. Sejalan dengan rumusan diatas, Arthur Jones memberikan batasan tentang evaluasi adalah sebagai berikut : “Proses yang menunjukkan kepada kita sampai berapa jauh tujuan – tujuan program sekolah dapat dilaksanakan”. Lebih jauh Moch. Surya mengemukakan menilai bimbingan pada hakekatnya mengetahui secara pasti tentang bagaimana organisasi dan administrasi program itu, bagaimana guru-guru dan petugas-petugas bimbingan lainnya dapat berpartisipasi bagaimana pelaksanaan konseling dan bagaimana catatan-catatan kumulatif dapat dikumpulkan. Uraian tersebut merupakan penjabaran dari proses kegiatan Bimbingan dan Konseling, yang akhirnya perlu pula diketahui bagaimana hasil dari pelaksanaan kegiatan itu. Dengan kata lain bahwa penilaian yang dilakukan terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling ditujukan untuk menilai bagaimana kesesuaian program, bagaimana pelaksanaan yang dilakukan oleh para petugas Bimbingan, dan bagaimana pula hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling, mengandung tiga aspek penilaian, yaitu: a. Penilaian terhadap program Bimbingan dan Konseling. b. Penilaian terhadap proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling.
33
c. Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling. Dalam melaksanakan suatu program, hal ini program Bimbingan dan Konseling, peranan evaluasi sangatlah penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pelaksanaan program tersebut untuk selanjutnya. Beberapa hal yang diperoleh dari hasil evaluasi diantaranya: a. Untuk mengetahui apakah program bimbingan sesuai dengan kebutuhan yang ada; b. Apakah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan program, dan mendukung pencapaian tujuan program itu; c. Bagaimana hasil yang diperoleh telah mencapai criteria keberhasilan sesuai dengan tujuan dari program itu? d. Dapatkah diketemukan bahan balikan bagi pengembangan program berikutnya; e. Adakah masalah-masalah baru yang muncul sebagai bahan pemecahan dalam program berikutnya; f. Untuk
memperkuat
perkiraan-perkiraan
(asumsi)
yang
mendasar
pelaksanaan program bimbingan; g. Untuk melengkapi bahan-bahan informasi dan data yang diperlukan dan dapat digunakan dalam memberikan bimbingan siswa secara perorangan; h. Untuk mendapatkan dasar yang sehat bagi kelancaran pelaksanaan hubungan masyarakat;
34
i. Untuk meneliti secara periodik hasil pelaksanaan program yang perlu diperbaiki. Menurut Gibson and Mitchell (1981), Depdikbud (1993) mengemukakan beberapa prinsip yang semestinya diperankan dalam penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan peogram BK, sebagai berikut : a. Evaluasi yang efektif menuntut pengenalan terhadap tujuan-tujuan program; b. Evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang jelas; c. Evaluasi melibatkan berbagai unsur yang professional; d. Menuntut umpan balik (feed back) dan tindak lanjut (follow-up) sehingga hasilnya dapat digunakan unt membuat kebijakan / keputusan; e. Evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan. Hal ini bahwa evaluasi program bimbingan dan konseling bukan merupakan kegiatan yang bersifat insidental, melainkan proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan. 5. Faktor Penunjang dan Penghambat dalam Bimbingan islam a. Faktor Penunjang Bimbingan Islam Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan bimbingan Islami, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan yaitu: 1) Aplikasi Instrumentasi Data Aplikasi instrumentasi data adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang individu, tentang lingkungan individu dan lingkungan lainnya,
35
yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan. Fungsi kegiatan ini adalah pemahaman 2) Himpunan Data Himpunan data adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan individu. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Kegiaran ini memiliki fungsi pemahaman. 3) Konferensi Kasus Konferensi kasus adalah kegiatan untuk membahas permasalahan individu dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan individu. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap individu dalam rangka pengentasan permasalahan individu. Kegiatan konferensi kasus memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan. 4) Kunjungan Rumah Kunjungan
rumah
merupakan
kegiatan
untuk
memperoleh
data,
keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan individu melalui kunjungan rumah individu. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun
36
komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan individu/ terbimbing. Kegiatan kunjungan rumah memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan. 5) Alih Tangan Kasus Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami individu dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, dengan tujuan agar individu dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten. Fungsi
kegiatan
ini
adalah
pengentasan
(di
http//sarkomkar.blgspot.com/2009/02/kegiatan-pendukung-bimbingan.dan
akses html
pada tanggal 24 September 2011). b. Faktor Penghambat Bimbingan Islam Faktor penghambat dalam bimbingan antara lain : 1) Faktor individual keterikatan budaya merupakan faktor individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini merupakan gabungan dari: faktor fisik atau kepekaan panca indera, usia dan seks; sudut pandang terhadap nilai-nilai; faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial, peran dalam masyarakat, status sosial; dan bahasa. 2) Faktor yang berkaitan dengan interaksi, tujuan dan harapan terhadap komunikasi; sikap terhadap interaksi; pembawaan diri terhadap orang lain; sejarah hubungan.
37
3) Faktor situasional 4) Kompetensi dalam melakukan percakapan : Komunikasi dikatakan efektif bila ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak. Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah: kegagalan informasi penting, perpindahan topik bicara, tidak lancar, salah pengertian.
B. Akhlak 1. Pengertian dan karakteristik akhlak Akhlak adalah lafadz yang berasal dari bahasa Arab merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berasal dari kata khalaq yang berarti menciptakan, yang seakar dengan kata khaliq yang berarti pencipta, makhluq artinya yang diciptakan, dan kahlq artinya ciptaan. Dari pengertian tersebut, memberi informasi bahwa akhlak, selain merupakan tata aturan atau norma-norma perilaku tentang hubungan antara sesama manusia, juga merupakan norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan yang maha pencipta, bahkan hubungan dengan alam sekitarnya. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ahmad Amin dalam bukunya “Al-Akhlaq” merumuskan pengertian akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada menyatakan lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Hamzah Yaqub, 1983: 11).
38
Adapaun akhlak menurut beberapa ulama antara lain, menurut : a. Imam Al-Ghazali Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. b. Ibrahim Anis Akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikir dan dipertimbangkan lebih dahulu. c. Ibn Miskawaih Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Dari ketiga pengertian di atas dapat dipahami bahwa akhlak adalah merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang dapat menimbulkan gerakan, perbuatan, tingkah laku secara spontan, gampang atau mudah pada saat dibutuhkan tanpa memerlukan pemikiran atau perimbangan terlebih dahulu dan tidak memerlukan dorongan dari luar. Akhlak adalah gambaran atau bayangan dari jiwa seseorang, mereka berbuat, bertindak, atau bertingkah laku berdasarkan apa yang tertanam dalam jiwanya dan telah menjadi kebiasaan setiap hari tanpa ada pengaruh atau dorongan dari pihak lain, mereka melakukan secara spontan tanpa pertimbangan pikiran sebelumnya. Dalam kitab Dairatul Ma‟arif, secara singkat akhlak diartikan sifatsifat manusia yang terdidik (Abuddin Nata,1996:3-4).
39
Untuk melekatkan akhlak yang mulia pada diri seseorang, harus terlebih dahulu dilakukan pembersihan diri dari hal-hal sebagai berikut : a. Dosa dan kesalahan melalui taubat dan istighfar kepada Allah; b. Sifat-sifat yang tercela, yang melekat pada dirinya melalui latihan dan pembiasaan yang berkesinambungan. Seorang sarjana kenamaan Ingrris, Samuel Smiles mengatakan akhlak adalah salah satu kekuatan yang menggerakkan dunia ini. Dengan pengertiannya yang paling baik, akhlak merupakan suatu perwujudan fitrah manusia pada puncaknya yang tertinggi, karena akhlak adalah suatu anugerah dari fitrah manusia untuk kemanusiaan (humanity). Orang-orang yang unggul dalam segala segi kehidupan berusaha untuk menarik perhatian manusia kepada mereka melalui setiap cara yang mulia dan terhormat. Masyarakat mempercayai orang-orang ini dan meniru kesempurnaan mereka, karena masyarakat percaya bahwa mereka memiliki segala bakat dari kehidupan ini, dan jika tidak ada eksistensi orangorang seperti ini, maka kehidupan tidak akan bernilai. Jika ciri-ciri genetika yang diwarisi menarik perhatian dan penghargaan manusia, maka akhlak menjadikan kepuasan dan kehormatan bagi orang-orang yang berkelakuan baik. Hal ini karena perangkat karakteristik yang pertama adalah karya dari gen-gen, dan perangkat yang kedua adalah hasil dari pragmatism dan kekuatan berpikir, dan ini merupakan akal (mind) yang menguasai kita serta mengatur berbagai urusan kita di sepanjang hidup kita (Sayyid Mujtaba Musavi lari,1990:45-46). Dalam kehidupan ini seringkali orang-orang menggunakan kata akhlak, namun pada kenyataan mereka juga sulit menterjemahkan atau mendefinisikan.
40
Akhlak yang sering kita ucapkan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kehidupan mereka, karena dengan akhlak itulah manusia bisa selamat jika baik dan bisa celaka akibat perbuatannya yang buruk. Oleh karena itu perlu ajang pembentukan akhlak agar tetap nampak dalam akhlak yang baik untuk menyelamatkan hidupnya. Akhlak santri akan berkembang baik, apabila pembentukan agama pada santri terarah dengan baik, dengan demikian keseimbangan diri akan dicapai dan terciptanya hubungan yang serasi antara aspek rasio dan aspek emosi. Perasaan yang sehat dengan dilandasi agama akan mengarahkan mereka untuk berbuat baik, sopan, bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan mereka dalam memecahkan masalahnya. Akhlak adalah bentuk tingkah laku sebagai kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau tanpa adanya paksaan dari luar. Jadi pada hakekatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga dari situlah berbagai macam perbuatan dapat dilakukan dengan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul dari kelakuan baik dan terpuji menurut syariat dan akal pikiran, maka dinamakan akhlak mulia, sebaliknya apabila yang timbul akhlak buruk maka disebut akhlak tercela. Jadi, secara kronologi dapat dipahami bahwa akhlak adalah ukuran segala perbuatan manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, benar dan salah, serta halal dan haram.
41
2. Indikator Akhlak Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang sangat penting, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Jatuh bangunnya, jaya hancurnya suatu bangsa tergantung bagaimana akhlak penghuninya. Menurut Hamzah Yaqub, seseorang yang berakhlak mulia selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Adapun kewajiban-kewajiban manusia yang harus dipenuhi adalah kewajiban terhadap dirinya, kewajiban terhadap Allah SWT, dan kewajiban terhadap sesama (www.imampamungkas.blogspot/2010/02/08/indikator-akhlak di akses tanggal 14 Agustus 2011). a. Akhlak terhadap diri sendiri 1) Berakhlak terhadap jasmani meliputi: a) Menjaga kebersihan dirinya Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga tubuh badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik dan rapi terutamanya pada hari Jum'at, memakai wewangian dan selalu bersugi. b) Menjaga makan minumnya. Bersederhanalah
dalam
makan
minum,
berlebihan
atau
melampau di tegah dalam Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut
42
dikhaskan untuk makanan, satu pertiga untuk minuman, dan satu pertiga untuk bernafas. c) Tidak mengabaikan latihan jasmaninya Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya, dalam artikata ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang, sesuai kemampuan diri, menjaga muruah, adat bermasyarakat dan seumpamanya. d) Rupa diri. Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compangcamping, kusut, dan seumpamanya. Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik. Sesetengah orang yang menghiraukan rupa diri memberikan alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawadhuk tidak melakukan begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampau dan takabbur. 2) Berakhlak terhadap akalnya di antaranya: a) Memenuhi akalnya dengan ilmu
43
Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu. Ilmu fardh 'ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Pengabaian ilmu ini seolah-olah tidak berakhlak terhadap akalnya. b) Penguasaan ilmu Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan ummat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini. Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam, hukum hakam ibadat serta muamalah. Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada segala bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Abdullah bin
Zubair
adalah
antara
sahabat
yang
memahami
44
kepentingan menguasai bahasa asing, beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan, dan apabila berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka. 3) Berakhlak terhadap jiwa Manusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga dengan jiwa. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari kotorannya, antaranya: bertaubat, bermuqarabah, bermuhasabah, bermujahadah, memperbanyak ibadah, dan menghadiri majlis Iman. b. Akhlak Terhadap Allah SWT Alam ini mempunyai pencipta dan pemelihara yang diyakini ada-Nya, yakni Allah SWT. Dia-lah yang memberikan rahmat dan menurunkan adzab kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia-lah yang wajib diibadahi dan ditaati oleh segenap manusia. Sebagai kewajiban dan akhlak manusia kepada Allah di antaranya; taat, ikhlas, khusyu’, tasyakur (bersyukur), tawakal, dan taubat. Urutan bahasannya sebagai berikut: 1. Taat Taat adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pengertian taat ini senada dengan pengertian ibadah, sebab maksud taat disini adalah beribadah kepada Allah
45
ًانعجبدح ٌى انتقسة إنى اهلل ثبمتثبل أَامسي َاجتىبة وُاٌي “Ibadah ialah taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarangNya.” Firman Allah SWT: )142 :َأطيعُا اهلل َانسسُل نعهكم تسحمُن (ال عمسان “Taatlah kepada Allah dan perintah Rasul agar kamu diberi rahmat” 2. Ikhlas Ikhlas adalah kesesuaian penampilan seorang hamba antara lahir dan batin. Sedangkan al-Tustari yang dikutip oleh Imam Nawawi (1996:46), ikhlas adalah gerak seseorang dan diamnya baik penampilan lahir maupun batin, semuanya itu hanya dibaktikan kepada Allah SWT, tidak tercampuri sesuatu apapun, baik hawa nafsu maupun keduniaan. Beribadah hanya kepada Allah SWT dengan ikhlas dan pasrah, tidak boleh beribadah kepada apapun dan siapapun selain kepada-Nya. 3. Khusyu’ Dalam beribadah kepada Allah hendaklah besungguh-sungguh, merendahkan
diri
sepenuhnya
dan
khusyu’
kepada-Nya.
Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi: )2-1:قد أفهح انمؤمىُن انريه ٌم فى صالتٍم خبشعُن (انمؤمُن
46
“Beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu‟ dalam shalatnya” 4. Tasyakur (bersyukur) Tasyakur adalah berterimakasih kepada Allah atas segala pemberian dan merasakan kecukupan atas karunia-Nya. Firman Allah SWT: )162 :يبأيٍب انريه آمىُا كهُا مه طيجبت مب زشقىبكم َاشكسَا اهلل إن كىتم إيبي تعجدَن (انجقسح “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizqi yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah,
jika
benar-benar
hanya
kepada-Nya
kamu
beribadah.” Dan firman-Nya lagi dalam surat Ibrahim ayat 7, yang berbunyi: )7:َإذ تأذن زثكم نئه شكستم ألشيدوكم َنئه كفستم إن عراثى نشديد (اثساٌيم “Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mema‟lumkan; jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkarinya, sesungguhnya siksaan-Ku sangat pedih” 5. Tawakal Tawakal
adalah
mempercayakan
diri
kepada-Nya
dalam
melaksanakan sesuatu pekerjaan yang telah direncanakan dengan mantap (Hamzah Ya’qub, 1983:143). Firman Allah SWT: )فئذا عصمت فتُكم عهى اهلل إن اهلل يحت انمتُكهيه (ال عمسان “Apabila engkau telah mempunyai kemauan yang keras (ketetapan hati), maka percayakanlah dirimu kepada Allah, sesungguhnya
47
Allah
menyukai
(mencintai)
kepada
orang-orang
yang
mempercayakan diri” 6. Taubat Manusia tidak akan lepas dari dosa dan noda. Jika seseorang terjerumus ke dalam salah satu dosa, hendaklah cepat manusia segera ingat kepada Allah, menyesali perbuatannya yang salah dan memohon ampun (istighfar) kepada-Nya serta taubat yang sebenarbenarnya. c. Akhlak terhadap sesama manusia Diantara akhlak terpenting terhadap sesama Muslim adalah : 1. Memberi bantuan harta dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Rasulullah SAW bersabda : “ Barangsiapa berada dalam kebutuhan saudaranya, maka Allah berada dalam kebutuhannya, dan barangsiapa menghilangkan satu kesusahan dari oarng Muslim dari berbagai kesusahan dunia, maka Allah menghilangkan darinya satu kesusahan dari berbagai kesusahan pada hari kiamat.” 2.
Menyebarkan salam Rasulullah SAW bersabda : “ Kalian tidak masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitahukan sesuatu kepada kalian, jika mengerjakannya kalian saling mencintai ? Sebarkanlah salam.” (HR. Muslim)
48
3.
Menjenguknya jika ia sakit Rasulullah SAW bersabda : “ Jenguklah orang yang sakit, berikanlah
makanan
kepada
orang
yang
kelaparan
serta
bebaskanlah kesukaran orang yang mengalami kesukaran.” (Diriwayatkan Bukhari) 4.
Menjawabnya jika ia bersin Rasulullah SAW bersabda : “ Jika salah seorang diantara kalian bersin, hendaklah mengucapkan, „Alhamdulillah‟, dan hendaklah saudara atau sahabatnya menjawab, „Yarhamukallah‟, dan hendaklah dia (yang bersin) mengucapkan. „ yahdikumullah wa yuslihu balakum‟.”
5. Mengunjunginya karena Allah Rasulullah SAW bersabda : “ Barangsiapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi Saudaranya karena Allah, maka ada penyeru yang menyerunya, „Semoga engkau bagus dan bagus pula perjalananmu, serta engkau mendiami suatu tempat tinggal di surga‟.” (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi) 6.
Memenuhi undangannya jika dia mengundangmu Rasulullah SAW bersabda : ” Hak orang Muslim atas Muslim lainnya ada lima : Menjawab salam, mengunjungi yang sakit, mengiring jenazah, memenuhi undangan, dan menjawab orang yang bersin.” (HR. Asy-Syaikhani). Tambahan dari HR. Muslim “apabila ia minta nasihat, maka berilah dia nasihat”
49
7. Tidak menyebut-nyebut aibnya dan menggunjingnya, secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi Rasulullah SAW bersabda : “ Setiap Muslim atsa Muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” 8. Berbaik sangka kepadanya. Rasulullah SAW bersabda : “ Jauhilah persangkaan, karena persangkaan itu perkataan yang paling dusta.” (Muttafaq Alaihi) 9.
Tidak boleh memata-matai dan mengawasinya, baik dengan mata maupun telinga Rasulullah SAW bersabda : “ Janganlah kalian saling mengawasi, janganlah saling mencari-cari keterangan, janganlah saling memutuskan hubungan, janganlah saling membelakangi dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (Muttafaq Alaihi)
10. Tidak membocorkan rahasianya Rasulullah SAW bersabda : “ Barangsiapa menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah) 11. Menampakkan kecintaan dan kasih sayang dengan memberikan hadiah kepadanya Rasulullah SAW bersabda : “ Saling berilah hadiah, niscaya kalian saling mencintai.” (HR. Baihaqi)
50
“ Jika salah seorang diantara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah dia memberitahukannya.” (HR. Abu Dawud dan AtTirmidzi) Umar bin Khattab RA berkata : “Tiga hal yang bisa memupuk kecintaan saudaramu : engkau mengucapkan salam kepadanya jika engkau bersua dengannya, memberinya tempat duduk, dan memanggilnya dengan nama yang paling dicintainya.” 12. Tidak mengghibahnya dan membelanya jika ada seseorang yang mengghibahnya 13. Memaafkan kesalahan-kesalahannya Rasulullah SAW bersabda : “ Tidaklah Allah memberi tambahan kepada seorang hamba yang suka memberi maaf melainkan kemuliaan.” (HR. Muslim) 14 Mendo’akannya dari tempat yang jauh Rasulullah SAW bersabda : “ Do‟a seseorang bagi saudaranya dari tempat yang jauh adalah terkabulkan. “ (HR. Muslim) 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak Menurut H.A Mustofa (1999: 85-109), faktor yang mempengaruhi akhlak digolongkan ke dalam dua bagian yakni factor intern dan ekstern. a. Faktor Intern 1) Insting Insting adalah suatu sifat yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kea rah
51
tujuan itu dan tidak didahului dengan latihan perbuatan itu. Dalam bahasa Arab dapat disebut dengan Gharizah atau Fitrah, insting inilah merupakan sifat jiwa pertama yang membentuk akhlak. 2) Adat/ Kebiasaan Faktor kebiasaan ini yang memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk dan membina akhlak, berhubungan kebiasaan merupakan sifat yang berulang-ulang sehingga menjadi mudah mengerjakannya, maka hendaknya manusia memaksakan diri mengulang-ulang perbuatan yang baik sehingga menjadi kebiasaan dan terbentuklah akhlak yang baik padanya. 3) Azam (kehendak/ kemauan) Salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku adalah kehendak atau kemauan keras. Itulah yang menggerakan manusia dengan sungguh-sungguh untuk berperilaku, sebab dari kehendak itulah menjelma niat yang baik dan buruk kepadanya. 4) Motivasi Motivasi adalah kekuatan penggerak yang paling ampuh dalam pribadi seseorang yang membuatnya tidak bisa diam dan melakukan kegiatan, baik kebaikan dan amal shaleh adalah iman. Dengan itu amal shaleh dan akhlakuk kharimah dapat dipancarkan oleh jiwa yang dipenuhi iman sebagai dasar motivasinya.
52
5) Suara batin (suara hati) Dalam jiwa manusia terdapat sesuatu kekuatan yang sewaktu-waktu memberikan peringatan (isyarat) jika tingkah laku manusia berada diambang bahaya dan keburukan, kekuatan tersebut adalah suara batin yang dalam bahasa arab disebut dlamir, yang berfungsi memperingatkan bahaya buruk dan berusaha untuk mencegahny, disamping memberikan dorongan untuk melakukan perbuatan yang baik. b. Faktor Ekstern 1) Faktor pendidikan Pendidikan sangat berpengaruh dalam pembentukan akhlak seseorang, sehingga ahli etika memandang bahwa pendidikan itu merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan etika seseorang. Selain itu pula, bergaul dengan orang-orang baik juga dapat dimaksudkan sebagai kegiatan pendidikan. 2) Faktor lingkungan Lingkungan adalah sesuatu yang melingkungi manusia baik lingkungan yang bersifat kebendaan (kondisi alam) maupun lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah keseluruhannya dapat menjadi faktor yang menetukan baik buruknya akhlak.
53
C. Santri 1. Pengertian Santri Dalam Ensiklopedia pendidikan dikemukakan bahwa kata santri berarti orang-orang yang belajar agama Islam. Sedangkan Abdullah Syukri Zarkasyi (2005:59) mengutip pendapat Robson bahwa santri berasal dari bahasa Tamil, Sattiri yang diartikan orang yang tinggal di sebuah rumah miskin atau bangunan secara umum. Menurut Mujamil Qomar (2005:20), santri merupakan peserta didik atau objek penelitian. Tetapi dibeberapa pesantren santri yang memiliki kelebihan potensi intelektual (santri senior) sekaligus merangkap tugas mengajar santrisantri yunior. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “santri’ mempunyai dua pengertian, yaitu: a. Orang yang beribadah sungguh-sungguh (orang sholeh). Pengertian ini sering digunakan oleh para ahli untuk membedakan golongan yang tidak taat beragama yang sering disebut abangan; b. Orang yang mendalami pengajiaanya dalam agama Islam dengan berguru pada tempat yang jauh seperti pesantren dan lainnya. Santri adalah seorang pelajar yang hidup bersama dengan gurunya atau menempati sebuah asrama pendidikan untuk menuntut ilmu dalam jangka waktu lama dan jauh dari keluarganya. Meskipun pada kenyatannya tidak semua santri adalah pelajar seperti yang dicirikan di atas.
54
Santri merupakan elemen pokok dari sebuah pesantren. Seharusnya sama dengan murid di sekolahan, walaupun dalam “tampilan” santri lebih bermakna “spiritual” serta jauh dari unsur-unsur dari materialsme. Kenyataan ini merupakan cerminan langsung dari karakteristik pondok pesantren itu sendiri yang berusaha menyadarkan diri sepenuhnya pada pengabdian (ibadah) kepada Allah swt. Zarkasyi, merumuskan “pancajiwa” pondok pesantren sebagai ciri kepribadiannya yaitu: keikhlasan, kesederhanaan, persaudaraan, menolong diri, kebebasan. Santri juga dapat digolongkan ke dalam dua golongan menurut lama waktu yang mereka pergunakan untuk menempuh pendidikan yaitu santri lama dan santri baru. Penggolongan ini biasanya berlaku di pondok-pondok pesantren yang juga mengelola sekolah-sekolah umum di lingkungan pondok pesantren dari jenjang yang terendah hingga yang tertinggi. Santri lama adalah mereka yang telah menempuh pendidikan sejak jenjang pendidikan terendah hingga tertinggi dalam institusi yang sama. Sedangkan santri baru adalah santri yang baru menempuh pendidikan di jenjang pendidikan terendah di sebuah pondok pesantren. Penggolongan yang lain adalah penggolongan berdasarkan jenis kelamin yaitu santri laki-laki dan santri perempuan. Sedangkan dalam penelitian ini, santri yang yang dimaksud adalah santri laki-laki dan perempuan yang baru menempuh pendidikan di jenjang pendidikan terendah di sebuah pondok pesantren dan dalam tahap perkembangan psikologi berada pada tahap remaja awal.
55
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisik (Hurlock,1980:206). Menurut J.P Chaplin, masa remaja berate periode seorang individu yang bearada pubertas dan kedewasaan, usia yang dperkirakan 12-21 tahun untuk anak perempuan dan 13-22 tahun untuk anak laki-laki (J.P Chaplin,2006:12). 2. Jenis-Jenis santri Dhofier (Arifin, 1993: 12-13) membagi santri menjadi dua kelompok sesuai dengan tradisi pesantren yang diamatinya, yaitu: a. Santri mukim, santri mukin yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok. Santri mukim yang paling lama tinggal di pesantren biasanya merupakan suatu kelompok tersendiri yang bertanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari. Mereka juga bertanggung jawab mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan menengah. b. Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa dan sekeliling pesantren, dan biasanya tidak menetap di pesantren. Untuk mengikuti pelajaran di pesantren, santri kalong biasanya pulang pergi dari rumah masing-masing. Sementara Arifin (1993:13) mengemukakan bentuk lain dari kelompok santri yaitu:
56
a. Santri alumnus, yaitu santri yang sudah tidak aktif dalam kegiatan pesantren, namun masih sering datang pada acara-acara incidental yang diadakan pesantren. Mereka masih memiliki komitmen hubungan dengan pesantren terutama dengan kyai pesantren. b. Santri luar, yaitu santri yang tidak terdaftar secara resmi di pesantren dan tidak mengikuti kegiatan di pesantren sebagaimana santri mukim dan santri kalong, tetapi mereka memiliki hubungan yang dekat dengan kyai, sewaktu-waktu mereka bisa mengikuti pengajian-pengajian agama yang diberikan kyai. 3. Karakteristik Santri Santri merupakan sebutan bagi siswa yang belajar mendalami agama di pesantren (Arifin,1993:11). Para santri tinggal di asrama yang telah disediakan oleh pesantren. Di llingkungan pesantren santri dibiasakan untuk hidup mandiri mereka mengurusi segala keperluan mereka sendiri. Mulai dari menyuci pakaian, masak, dan mengurusi mereka sendiri. Namun seiring dengan perkembangan zaman pesantren mulai menyediakan makanan untuk santri, menyediakan laundry dan berbagai fasilitas untuk kemudahan santri. Santri memiliki cara hidup yang sederhana, mereka dibekali nilai-nilai keagamaan seperti ukhuwah (persaudaraan), ta‟awun (tolong-menolong), ittihad (persatuan), menuntut ilmu, ikhlas, jihad, taat kepada Allah, Rasul, ulama atau kyai sebagai pewaris nabi, dan kepada para pemimpin. Para santri memiliki iklim sosial yang sama derajatnya dan saling membantu, mereka memiliki solidaritas yang tinggi karena merasa sama-sama jauh dari keluarganya.
57
Sekaitan dengan di lingkungan pesantren terjadi dinamika interaksi sosial antara santri dengan santri. Hasan (Herdi,2006:40) berpendapat bahwa sistem pendiidkan pesantren melestarikan ciri-ciri khas dalam interaksi sosialnya, yaitu: a. Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan santri lainnya; b. Semangat menolong dan mencintai orang lain dan diri sendiri; c. Jiwa dan sikap tolong menolong, kesetiakawanan, serta suasana kebersamaan dan persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren; d. Disiplin waktu dalam melaksanakan pendidikan dan ibadah; e. Hidup hemat dan sederhana; f. Berani menderita untuk mencapai suatu tujuan seperti: puasa, shalat tahajud di waktu malam, I’tikaf di mesjid untuk merenungkan kebesaran dan kesucian Allah swt; g. Merintis sikap kejujuran dalam setiap ucapan dan perbuatan.
58
BAB III TINJAUAN EMPRIS BIMBINGAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK SANTRI PESANTREN DAARUL QUR’AN INTERNASONAL
A. Gambaran Umum Sekolah Daarul Qur’an Internasional 1. Sejarah dan Perkembangan Sekolah Daarul Qur’an Internasional didirikan oleh Yayasan Daarul Qur’an Indonesia tahun 2004. Sekolah ini pertama kali berdiri di Jl. Thamrin Ketapang Cipondoh Tangerang-Banten. Sekolah tersebut bersandar pada pembiayaan dari Yayasan dan uang sekolah siswa. Pesantren Daarul Qur’an Internasioanal (PDQI) Bandung berdiri pada tahun 2008, sebelumnya PDQI terletak di Ketapang Tangerang dan pada tahun 2009 Ustadz Yusuf Mansyur mendirikan cabang PDQI di Bandung tepatnya di Jalan Geger Kalong. Pondok Pesantren Daarul Qur’an adalah sebuah lembaga pendidikan modern yang bertujuan menghasilkan para penghafal Al-Qur’an. Memiliki jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah atas. Pondok ini diperuntukan bagi para santri yang kurang mampu dengan bantuan beasiswa dan juga bagi para santri non-beasiswa. Tujuan Pesantren Daarul Qur’an Internasional yang didirikan oleh Ustadz Yusuf Mansyur ini adalah sebagai upaya subsidi silang buat pemiayaan santri-
58
59
santri penghafal Al-Qur’an. PDQI dibangun atas dasar wakaf dan sedekah untuk tujuan yang mulia. 2. Visi dan Misi a) Visi Mendidik generasi Qur’ani yang berdaya saing global b) Misi 1) Menyiapkan generasi yang mencintai Al Qur’an dan As Sunnah, berilmu, beramal dan bertaqwa untuk membangun masyarakat “Baldatun toyyibatun wa Robbun ghaffur”. 2) Mendidik Siswa menjadi hafidz Al Qur’an yang berjiwa dan berprilaku Qur’ani 3) Mendidik siswa menjadi manusia pembelajar yang unggul, menguasai teknologi, berwawasan dunia, mengamalkan ilmu, serta gemar bersedekah. 4) Menyelenggarakan pendidikan Islam yang berkualitas, berbasisi akhlaq dan ibadah. 3. Tujuan Pesantren Daarul Qur’an Internasional Pesantren Daarul Qur’an Internasional (PDQI) memiliki beberapa tujuan pendidikan utama yaitu: a. Mengajarkan
santri
mampu
menghafal,
mengaplikasikan Al Qur’an dalam kehidupan nyata
memahami
dan
60
b. Membangun kreativitas, keahlian berpikir kritis dan analitis santri dengan selalu menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai kerangka dasarnya. c. Menggali keahlian personal dan sosial santri dalam menjalankan Islam secara kaffah. d. Memiliki toleransi yang tinggi dalam hidup di masyarakat berdasarkan prinsip rahmatan lil „alamiin. e. Mencapai kemampuan akademis santri yang tinggi sebagaimana yang distandarkan oleh Diknas, kurikulum lokal dan kurikulum Internasional. f. Membawa santri kepada pengetahuan dan kesadaran global. g. Memaksimalkan penggunaan teknologi sebagai sarana belajar mengajar yang unggul. h. Mengajarkan santri belajar mandiri i. Memaksimalkan potensi belajar setiap santri j. Membangun keahlian komunikasi dan leadership santri. k. Menjadikan santri cinta dengan sunnah-sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, melalui pembiasaan Daqu Method yaitu program kegiatan Daarul Qur’an
61
4. Jumlah Pengajar, karyawan, santri dan sarana pendidikan Tabel 4.1 Jumlah Pengajar No.
Jenis Kelamin
Jumlah
1.
Laki-laki
11
2.
Perempuan
8
3.
Jumlah
19
Jumlah pengajar di Pesantren Daarul Qur’an Internasional ini terdiri dari 11 orang pengajar laki-laki dan 8 pengajar perempuan. Adapun latar belakang pendidikan mereka bermacam-macam, seperti IIQ, UPI, UIN,
dan lain-lain.
Selain staf pengajar yang tercantum di tabel pesantren daarul Qur’an memiliki karyawan lainya yaitu dua orang TU, satu orang office boy, dan dua orang satpam. Tabel 4.2 Jumlah Santri Keseluruhan No.
Jenis Kelamin
Jumlah
1.
Laki-laki
87
2.
Perempuan
44
3.
Jumlah
131
62
Tabel 4.3 Sarana Pendidikan No.
Jenis
Jumlah
1.
Ruang belajar santri
10
2.
Ruang kepala sekolah
1
3.
Ruang laboratorium
1
4.
Ruang BK
1
5.
Ruang asrama santri
15
6.
Ruang perpustakaan
1
7.
Ruang OSIS
1
8.
Ruang kantin
1
9.
Ruang mushola
2
10.
Ruang ruang medis
1
Jumlah
34
B. Kondisi Akhlak Santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional Hasil wawancara, menurut Ustadz Yudi dan Ustadzah Ami bahwa mayoritas santri di Pesantren Daarul qur’an Internasional dari kalangan menengah ke atas, bisa dikatakan dari kalangan elit yang mayoritas dari anak-anak kalangan pejabat tinggi, sehingga dalam membimbing akhlak para santri di
Pesantren
Daarul Qur’an Internasional membutuhkan waktu yang lama dan tidak mudah. Tidak semudah membimbing anak dari kalangan menengah kebawah yang mudah diatur dan cenderung penurut menurut pengalaman ustadz-ustadzah, karena
63
menurut ustadz Yudi anak dari santri-santri di Pesantren Daarul Quran cenderung keras kepala dan susah diatur dikarenakan mereka merasa anak kaya dan sifat yang sudah diadopsi dari keluarganya (wawancara pada tanggal 20 juni 2011). Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada para pembimbing dan para santri, juga peneliti melakukan observasi dengan akhlak santri terhadap diri sendiri, terhadap Alloh Swt, dan terhadap sesama temannya, berikut uraian hasil wawancara dan observasi peneliti sebagai berikut: 1. Akhlak terhadap diri sendiri Pesantren Daarul Qur’an internasional menekankan pada santri-santrinya untuk menjaga kebersihan jasmani, kesehatan jasmani, dan adab dalam makan minum. Para santri secara umum cenderung dapat menjaga kebersihan dari segi pakaian, mereka tampak kelihatan rapi dalam berpakaian baik dalam mengikuti kegiatan sekolah, bimbingan, maupun kegiatan menjalani sholat jum’at bagi santri laki-laki. Dalam pola makan pun, para santri tampak tertib dengan pola makan teratur dalam berjamaah, di awali dengan doa dan tidak berlebih-lebihan. Untuk menjaga kesehatan jasmani santri, kegiatan olah raga merupakan salah satu kegiatan dari Pesantren Daarul Qur’an Internasional. Para santri pun sangat senang dengan kegiatan olah raga karena menurut mereka selain untuk kesehatan juga menghilangkan kejenuhan selama aktivitas di dalam kelas. 2. Akhlak terhadap Allah Swt Akhlak
kepada
Allah
Swt
diantaranya;
taat,
ikhlas,
khusyu’,
tasyakur(bersyukur), tawakal, dan taubat. Taat adalah melaksanakan perintahperintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sebagai hamba Allah Swt, para santri
64
tidak lengah dari perintah-Nya, bangun malam untuk melaksanakansholat lima waktu, sholat tahajud, sholat dhuha, mengaji, dan puasa sunnah senin-kamis pun di laksanakan, karena selain kewajiban dalam ibadah, kegiatan ibadah tersebut merupakan kegiatan rutinitas yang harus dilaksanakan di Pesantren Daarul Qur’an Internasional. Mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur, kegiatan santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional sangat padat. Kegiatan bimbingan Islam di Pesantren Daarul Qur’an Internasional sangat bagus selain membentuk santri yang berakhlak juga membentuk santri religius, namun di akui santri kegiatan tersebut sangat melelahkan sehingga rasa keikhlasan dan kehusyu’an pun jarang mereka rasakan. 3. Akhlak terhadap sesama Akhlak terpenting santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional terhadap sesamanya dapat dikenali antara lain dalam pergaulan mereka sehari-hari di lingkungan pesantren. Sosialisasi santri-santri di sana sangat kurang, mereka cenderung individualis, dan egois. Latar belakang mereka dari kalangan ekonomi berada yang menyebabkan mereka merasa tidak membutuhkan bantuan temannya, dengan fasilitas yang serba ada pula sehingga scenderung individualis dan egois, contoh kasus; pembimbing memberikan tugas kelompok pada santri namun dalam kelompok tersebut tidak mau saling mengalah dalam hal berpendapat.
65
C. Proses Bimbingan Islam dalam Pembentukan Akhlak Santri Pesantren Daarul Qur’an Internasional Kegiatan bimbingan Islami berlangsung berdirinya Pesantren Darul Quran Internasional Bandung pada tahun 2009. Dalam membimbing santri-santri dibimbing oleh para ustadz-ustadzah Pesantren Darul Quran Internasional Bandung termasuk oleh pimpinan pesantren yaitu Ustadz Yusuf Mansyur meskipun tidak serutinitas para pembimbing di pesantren dikarenakan Yusuf Mansyur banyak kegiatan diluar sebagai pendakwah dan pimpinan pesantren pusatnya di Tanggerang. Kegiatan harian Bimbingan Islam di PDQI diantaranya: 1. Setiap hari senin dan kamis sahur bersama untuk melaksanakan puasa sunnah 2. Qiyamullail bersama jam 03.45-04.15 WIB 3. Ibadah sholat subuh dan dzikir jam 04.20-05.00 WIB 4. Tahfidz jam 05.00-06.00 WIB 5. Sholat dhuha dan tilawah jam 07.00-07.30 WIB 6. Sholat zhuhur berjamaah dan dzikir jam 12.00-12.30 WIB 7. Sholat asyar berjamaah dan dzikir jam 15.00-15.30 WIB 8. Tahfidz dan tahsin Qur;an jam 15.30-16.30 WIB 9. Sholat magrib berjamaah jam 18.00-18.30 WIB 10. Sholat isya berjamaah dan dzikir jam 19.00-19.30 WIB 11. Materi kurdaqu/tausyiah jam 19.30-21.00 WIB Adapun kegiatan lain bimbingan Islam di PDQI, yaitu
66
1. Kegiatan ceramah yang dilaksanakan seminggu sekali 2. Kegiatan sedekah yang dilaksanakan sebulan sekali antara hari sabtu atau minggu 3. Solidarity Group, yaitu dimana kegiatan aktivitas kelompok yang dibimbing oleh Pembinanya masing-masing dalam setiap kelompok, kegiatan ini yaitu kajian ataupun diskusi kelompok. Kemudian berdasarkan pengamatan Ustadz Yudi salah satu pembimbing dalam kondisi mental santri, untuk awal-awalnya santri-santri belum terbiasa dengan proses kegiatan Bimbingan Islami ini namun dengan berlangsungnya dan dibiasakan santri pun mulai terbiasa dapat terlihat dari sikap dan tingkah laku santri dalam sehari-hari menjalankan rutinitas kegiatan bimbingan Islam. Agar proses bimbingan Islam dapat terlaksana dengan terarah, maka perlu adanya suatu tujuan yang pasti yang akan dicapai. Ada beberapa tujuan yang telah mereka rumuskan pada tahap perecanaan, yaitu: Pertama dari sisi kognitif, dengan diberikannya bimbingan Islam, mengharapkan agar seluruh santri dapat menyerap materi yang berkenaan dengan akhlak maupun keislaman. Sehingga mereka dapat memahami dan mengetahui serta dapat membedakan hal-hal yang baik atau hal-hal yang diperintahkan dan larangan agama. Kedua dari sisi afektif, setelah santri dapat memahami ajaran agamanya dengan baik, maka dengan adanya bimbingan secara intensif diharapkan santri dapat merasakan atau dapat menghayati dan menyadari makna serta manfaat dan hikmah ajaran-ajaran Islam.
67
Ketiga dari sisi psikomotor, ini merupakan tujuan paling penting, sebab jika hanya mengetahui dan dapat melakukan, nampakknya hasil yang diharapkan belum dapat memuaskan. Hal yang terpenting adalah selain santri memliki kemampuan melakukan ajaran-ajaran Islam, pembiasaan ritual keislaman, santri juga
dapat
mengaplikasikannya
dalam
kehidupan
sehari-hari
dengan
memperlihatkan akhlak alkarimah.(hasil wawancara dengan pembimbing Ustadz Yudi pada tanggal 20 juni 2011). Proses bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Quran Internasional tentu tidak terlepas dari materi, metode, dan media yang digunakannya, hal tersebut merupakan unsur-unsur yang sangat menentukan terhadap keberhasilan proses bimbingan Islam. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini dijelaskan tentang materi, metode, dan media yang digunakan oleh para pembimbing, diantaranya ialah: 1. Materi dalam proses bimbingan Islam di PDQI Materi yang diberikan di pesantren ini meliputi bimbingan akidah akhlak, tahfidz quran, ibadah, tauhid, pemahaman tentang al-quran dan as-sunnah dengan tujuan, yaitu : a) memperkenalkan tauhid; b) menumbuhkan akhlak karimah santri; c) menjadikan santri hafidz quran; d) menumbuhkan semangat ibadah; e) agar santri paham dan mampu mengimplementasikan al-quran dan as-sunnah. Dalam rutinitasnya bimbingan diberikan kepada santri oleh para pembimbing PDQI.
68
Untuk lebih jelasnya ada baiknya jika dirinci satu persatu, sesuai dengan keterangan yang peneliti peroleh dari pembimbing Pesantren Darul Qur’an Internasional Bandung, yaitu: a. Materi Akhlak Dalam materi akhlak ini, pembimbing berusaha menyampaikan ajaranajaran Islam ada sangkut pautnya dengan tatakrama (etika), sopan santun, akhlak yang baik, dan menanamkannya kedalam jiwa santri agar memiliki tabiat, budi pekerti, dan kepribadian yang baik khususnya terhadap dirinya sendiri, keluarga, maupun dilingkungan sekitarnya tempat mereka tinggal terutama dilingkungan Pesantren Darul Quran Internasional. Setelah santri ini dapat mengetahui perbedaan-perbedaan perangai atau tabiat manusia yang baik dan buruk, pembimbing terus berupaya meningkatkan akhlak santri agar dapat melaksanakan apa-apa yang telah diketahui bahwa itu suatu akhlak yang baik dan menjauhkan diri dari apa yang mereka ketahui bahwa itu adalah suatu akhlak yang buruk. Jika demikian akan terwujudlah tata tertib dalam pergaulannya, dimana didalamnya tidak ada rasa benci yang
menimbulkan
permusuhan,
keegoisan,
kesombongan,
dan
pertengkaran sesama manusia. Dan pada akhirnya, harapan untuk menciptakan santri sebagai makhluk yang mulia dihadapan Allah Swt dapat diwujudkan. b. Tauhid Dalam materi tauhid ini mula-mula santri diajarkan untuk mengenal apa yang ada dalam rukun Iman dan rukun Islam saja. Tahap selanjutnya,
69
santri diajarkan unuk dapat mempercayai, mengaku, membenarkan, dan mengamalkan ajaran-ajaran tersebut sehingga santri itu sampai pada tahap ikhsan. Yakni adanya perasaan bahwa ada Dzat yang selalu mengawasi segala tingkah lakunya. Memang pada pelaksanaanya bukanlah sesuatu yang mudah, namun apabila pembimbing merasa optimis bahwa sengan seringnya materi tersebut diberikan dan dilakukan dengan penuh kesabaran, Insya Allah itu semua dapat terwujud. c. Ibadah atau Fiqih Mengingat Islam bukan hanya sekedar Iman dan akhlak saja, namun harus dibarengi dengan amalan-amalan yang benar tata caranya sesuai dengan syariat Islam yang kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan secara sah, maka materi ibadah juga akan diterapkan dan diprioritaskan. Dalam hal ini, selain diberikan materi-materi beribadah, santri juga dilatih untuk mempraktekannya serta merealisasikann dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya tentang shalat, puasa sunnat, hafalan Quran, dan segala syariat yang ada pada ajaran agama Islam. Materi ini terus dibahas dan dipraktekan sampai santri benar-benar mengetahui segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya serta mampu mengamalkannya. (hasil wawancara dengan pembimbing pada tanggal 20 Juni 2011) 2. Metode dalam proses bimbingan Islam di PDQI Metode merupakan suatu cara yang digunakan oleh para pembimbing dalam menyampaikan materi bimbinganya, adapun metode yang digunakan oleh para pembimbing dalam pembentukan akhlak santri. Perhatian Islam dalam
70
pembinaan akhlak dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan erat dengan mengerjakan serangakaian amal salih dan perbuatan terpuji. Iman yang dikehendaki Islam bukan iman yang hanya sampai pada ucapan dan keyakinan, tetapi iman yang disertai dengan perbuatan dan akhlak yang mulia, sepeerti tidak ragu-ragu menerima ajaran yang dibawa Rasul, mau memanfaatkan harta dan dirinya untuk berjuang di jalan Allah dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa keimanan harus menumbuhkan akhlak, dan juga memperlihatkan bahwa Islam sangat mendambakan terwujudnya akhlak yang mulia. Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Rukun Islam yang lima menunjukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima terkandung konsep pembinaan akhlak. Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimah syahadat, yaitu bersaksi bahwa tida Tuhan selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, yang mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk pada aturan dan tuntutan Allah. Selanjutnya rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan shalat lima waktu, shalat yang dikerjakan akan membawa pelaku santri terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat, dimana santri dengan pelaksanaan shadaqah materi maupun nonmateri dapat membersihkan jiwanya dan teerbentuk akhlak yang mulia. Begitu juga Islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam yang keempat, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum, juga menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang. Selanjtunya
71
rukun Islam yang kelima adalah ibadah hajji, dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar namun santri baru dikenalkan secara teori dan kandungan nilai akhlak dan ibadah pada rukun Islam yang kelima ini. Hubungan antara rukun Iman dan rukun Islam terhadap pembinaan akhlak yang ditempuh Islam adalah menggunakan cara atau system yang integrated, yaitu system yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak. Cara lain untuk pembentukan akhlak adalah dengan pembiasaan yang dilakukan seperti kegiatan harian bimbingan Islam di Pesantren Daarul Qur’an Internasional merupakan usaha pembentukan pada santri melalui pembiasaan atau kegiatan rutinitas agar terbentuknya santri yang cinta sunnah-sunnah Rasulullah dan spriritual. 3. Media dalam proses bimbingan Islam di PDQI Media bimbingan Islam yang digunakan para pembimbing adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bimbingan Islam yang telah ditentukan. Media ini dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya yang dapat menunjang pelaksanaan bimbingan Islam. Adapun media teknologi yang digunakan di PDQI yaitu laptop yang ditunjang internet dengan tujuan
membangun generasi qur'ani yang
mengusai teknologi dengan mengedepankan pengusaan teknoogi informatika yang berlandaskan spiritual dan menyatukan akhlaqul karimah.
72
D. Hasil yang telah dicapai dari Bimbingan Islam dalam Pembentukan Akhlak Santri di Pesantren Darul Quran Internasional Pembentukan akhlak yang mulia pada santri merupakan tujuan dari pendidikan Islam di Pesantren Daarul Qur’an Internasional. Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai macam metode terus dikembangkan agar terbentuknya santri-santri dengan kepribadian muslim yang berakhlak mulia, taat kepada Allah Swt, Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapaknya, dan sayang kepada sesamanya. Menurut Ustadz Syam, meskipun perubahan akhlak pada santri tidak terlalu mengalami perubahan yang cepat, namun dapat ditunjukan dengan meningkatnya aspek kognitif, apektif, dan psikomotor santri dalam berperilaku sehari-hari yang menunjukkan akhlak alkarimah, walaupun dalam pelaksanaannya secara berangsur-angsur dan bertahap. Dengan rutinitas kegiatan bimbingan Islam, santri sudah mulai terbiasa dengan kegiatan tersebut, hal tersebut tampak secara psikologis tidak merasa terbebani sikap dan tingkah laku mereka merasa ringan menjalankan kegiatan harian bimbingan Islam, tidak seperti awal-awal mereka selalu mengeluh. Santri mulai ada rasa tanggung jawab dengan tugas-tugasnya seperti menyelesaikan tugas dari pembimbingnya, ada peningkatan dalam hafalan al-Qur’an, mulai mengerti akan tanggung jawabnya sebagai hamba Alloh, hal itu nampak berangsurnya kemalesan santri dalam mengikuti sahur untuk puasa sunnah dan sholat qiyamullail untuk beberapa bulan santri-santri selalu dibangunkan untuk sholat qiyamullail namun sekarang mulai ada rasa kesadaran untuk bangun
73
sendiri. Semua itu butuh proses waktu yang tidak sebentar bagi santri-santri untuk membiasakan kegiatan-kegiatan di atas (menurut para pembina asrama). Pembentukan akhlak santri merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika program pendidikan dan pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, maka akan menghasilkan santri-santri yang baik akhlaknya (menurut Ustadz Yudi).
E. Faktor-Faktor Penghambat dan Penunjang Bimbingan Islam dalam Pembentukan Akhlak Santri Berhasil atau tidaknya suatu bimbingan tidak terlepas dari factor yang mendukung bimbingan Islam tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung atau penunjang kegiatan bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri adalah sebagai berikut: 1. Adanya motivasi dan tanggung jawab moral yang kuat dari pembimbing untuk membina dan membentuk akhlak santri agar selamat dari adanya degradasi moral 2. Produktivitas pengajar atau pembimbing yang tinggi 3. Adanya dukungan dari orang tua para santri menitipkan anaknya ke PDQI 4. Fasilitas yang cukup dan sarana yang memadai 5. Visi dan misi PDQI yang kuat untuk mewujudkannya Dalam proses bimbingan Islam di PDQI dalam upaya pembentukan akhlak santri tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang dihadapi, meskipun kadar
74
hambatan tersebut tidak dapat diukur secara matematis. Factor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri antara lain: 1. Masih kurangnya tenaga pembimbing pondok asrama 2. Kurangnya perhatian orang tua para santri akan keadaan anaknya di pondok 3. Pembimbing kadang merasa canggung menegur keras santri karena latar belakang santri dari kalangan keluarga elit 4. Kurang adanya kerjasama santri sesama temannya 5. Fasilitas ekonomi santri yang memadai 6. Masih kurangnya pengetahuan santri akan syariat Islam.
F. Analisis Penelitian Pendidikan pesantren dalam pembentukan kepribadian muslim ini menjadi semakin penting. Pendidikan pesantren yang menggunakan sistem fullday school yang didalamnya diajarkan ajaran-ajaran Islam, sehingga diharapkan kepribadian anak didik bisa terbentuk dalam dunia pendidikan pesantren tersebut. Sesuai dengan tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Pendidikan di pesantren menjadi salah satu alternatif sistem pendidikan yang akan melahirkan lulusan-lulusan yang berbekal ilmu agama dan intelektualitas yang tinggi. Pesantren Daarul Qur’an internasional menyelenggarakan pendidikan Islam yang berkualitas, berbasis akhlak dan ibadah. Kegiatan bimbingan Islam
75
merupakan salah satu agenda yaitu Daqu Methode yaitu tahfidz qur’an, shalat berjamaah, shalat dhuha, shalat tahajud, puasa senin-kamis, puasa daud, dan sedekah. Kegiatan tersebut dengan tujuan menyiapkan generasi yang mencintai Al-Qur’an dan As sunnah dan menjadi hafidz Al-Qur’an yang berjiwa dan berprilaku qur’ani. Kegiatan rutinitas mulai dari bangun malam untuk melaksanakan sholat tahajud dan segudang kegiatan lainnya sampai menjelang tidur, dari hasil wawancara pada bulan juli 2011 santri mengeluh dengan kegiatan harian rutinitasnya karena merasa capek dengan padatnya kegiatan. Santri merasa dirinya tertekan mulai dari setiap hari bangun malam, hafalan qur’an, belum lagi aktivitas sekolah. Seharusnya pembinaan akhlak secara efektif dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Menurut para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia. Usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat rekreatif dan bermain. Mungkin untuk usia awal masa remaja menyukai hal-hal yang bersifat natural. Untuk itu dalam akhlak di Pesantren Daarul Qur’an Internasional dapat disajikan tergantung pada tingkatan usia santri. Santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional merupakan awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai tujuh belas tahun. dalam masa remaja jika ketidakmampuan menyesuaikan diri di lingkungannya, maka individu
akan
mengalami
hal-hal
berikut
diantaranya
(Elizabeth
B.
Hurlock,1980:239) ; 1. Tidak bertanggung jawab, tampak dalam perilaku
76
mengabaikan pelajaran; 2. Sikap yang sangat agresif dan sanagt yakin pada diri sendiri; 3. Perasaan tidak aman yang menyebabkan remaja patuh mengikuti standar-standar kelompok; 4. Merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang dikenal; 5. Perasaan menyerah; 6. Terlalu banyak berkhayal untuk mengimbangi ketidakpuasan yang diperoleh dari keidupan sehari-hari; 7. Mundur ke tingkat perilaku yang sebelumnya agar supaya disenangi dan diperhatikan; 8. Menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal, dan memindahkan.
77
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil akhir analisis dan mengenai Bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Darul Quran Internasional, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Santri di Pesantren Daarul Qur’an Internasional akhlak terhadap diri sendiri dan hablumminannasnya sangat kurang padahal mereka sudah mendapat arahan dan bimbingan Islami. Kegiatan bimbingan Islami yang diselenggarakan di Pesantren Daarul Qur’an Internasional merupakan wadah yang dapat menjadikan perilaku para santri yang berakhlak qurani dan berkualitas. 2. Proses bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Daarul Quran Internasional berawal dari visi dan misi didirikannya PDQI. Setelah jelas arahan yang hendak dicapai dari suatu proses bimbingan, maka pelaksanaan bimbingan dijalankan sesuai yang direncanakan dan diharapkan. Proses bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri di Pesantren Darul Quran Internasional tentu tidak terlepas dari materi, metode, dan media yang digunakannya, hal tersebut merupakan unsurunsur yang sangat menentukan terhadap keberhasilan proses bimbingan Islam.
77
78
3. Hasil yang dicapai dari bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri Pesantren Daarul Qur’an Internasional dapat dikatakan bahwa akhlak pada santri tidak terlalu mengalami perubahan yang cepat, namun dapat ditunjukan dengan meningkatnya aspek kognitif, apektif, dan psikomotor santri dalam berperilaku sehari-hari yang menunjukkan akhlak alkarimah, walaupun dalam pelaksanaannya secara berangsur-angsur dan bertahap. 4. Berhasil atau tidaknya suatu bimbingan tidak terlepas dari factor yang mendukung bimbingan Islam
tersebut. Adapun faktor-faktor yang
mendukung atau penunjang kegiatan bimbingan Islam dalam pembentukan akhlak santri pastinya tidak terlepas peranan pembimbing yang cukup besar. Serta dalam proses bimbingan Islam di PDQI dalam upaya pembentukan akhlak santri tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang dihadapi, meskipun kadar hambatan tersebut tidak dapat diukur secara matematis.
B. Saran-saran 1. Saran untuk pembimbing Pesantren Daarul Qur’an Internasional : a.
Seharusnya para pembimbing tidak perlu canggung untuk menegur ataupun menghukum santri, meskipun para santri dari keluarga kaya.
b.
Setelah materi disampaikan sebaiknya diadakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana pemahaman santri dalam mengikuti materi ataupun bimbingan.
c.
Pembimbing sebaiknya menjadi uswatun hasanah agar santri dapat mencontoh akhlak alkarimah pembimbing.
79
2. Saran untuk santri Pesantren Darul Quran Internasional : a.
Santri harus bisa lepas dari kebiasaan di rumahnya.
b.
Santri sebaiknya lebih terbuka dengan masalah yang dihadapinya kepada pembimbing asrama.
c.
Santri harus bisa lebih menghormati dan menghargai pembimbing maupun aturan-aturan yang berlaku di pesantren.