1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian pertama pada negara-negara berkembang. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS) Kementerian Kesehatan tahun 2007 menunjukkan PJK
menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi. Angka kejadian penyakit jantung koroner adalah sebanyak 7,2%.1Angina Pektoris Stabil (APS) adalah salah satu manifestasi klinik dari PJK, dimana APS bukan serangan jantung, tetapi merupakan tanda adanya ancaman serangan jantung (infark) dimasa yang akan datang.2 Penyebab utama terjadinya PJKadalah aterosklerosis, merupakan proses multifaktorial dengan mekanisme yang saling terkait.Aterosklerosis merupakan suatu proses Inflamasi kronis. Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap tahapan aterosklerosis mulai dari awal pembentukan plak sampai terjadinya ruptur plak yang dapat menyebabkan trombosis.2 C-Reactive Protein (CRP) adalah Salah satu marker yang dapat digunakan untuk melihat adanya inflamasi. Pemeriksaan CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi akut dan kerusakan jaringan yang berat. Pada penderita APS dimana terjadi inflamasi derajat rendah dan kerusakan jaringan yang terjadi hanya sedikit, tidak mengakibatkan peningkatan kadar CRP yang tinggi, melainkan berada dalam rentang konsentrasi yang rendah (<10 mg/L) sehingga dikembangkan suatupemeriksaan yang disebut high
Universitas Sumatera Utara
2
sensitivity-C Reactive Protein (hs-CRP).hs-CRPmerupakan pemeriksaan untuk mengukur konsentrasi CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif.3 Pada tahun 2003,American Heart Association dan Centers for Disease Control (AHA/CDC) merekomendasikan bahwahs-CRP dapat digunakan sebagai marker untuk menilai risiko kejadian kardiovaskular dan merupakan prediktor independen yang kuat untuk penyakit kardiovaskular dan berperan aktif dalam perkembangan plak aterosklerosis. Dalam rekomendasi tersebut, nilai cut off>3 mg/dL dianggap sebagai risiko tinggi untuk terjadinya PJK.3 Hubungan
kadar
hs-CRP
sebagai
marker
inflamasi
terhadap
adanyaaterosklerosis pada pasien PJK telah banyak dipublikasikan. Syed Shahid Habib dkk, meneliti 107 pasien PJK stabil dan 33 pasien sehat sebagai kontrol,didapatkan kadar hs-CRP secara signifikan lebih tinggi pada pasien PJK stabildibandingkan dengan kontrol (p<0,016). Dalam hal prediktor, sejumlah besarstudi epidemiologi yang bersifat prospektif telah menunjukkan bahwa hs-CRPmerupakan prediktor independen yang kuat terhadap kejadian kardiovaskuler dimasa depan, termasuk kejadian infark miokard, stroke iskemik, penyakit arteri perifer dan kematian jantung mendadak pada individu tanpa adanya penyakit kardiovaskular sebelumnya.4 Keadaan dinding arteri karotis mencerminkan keadaan arteri koroner, sehingga
plak
pada
arteri
karotis
dapat
menjadi
petunjuk
adanya
aterosklerosis pada pembuluh darah koroner.5Meskipun beberapa area vaskuler tertentu cenderung mengalami kelainan aterotrombosis, seseorang jarang mengalami kelainan lokal pada satu tempat semata-mata sehingga
Universitas Sumatera Utara
3
manifestasi klinik penyakit ini pada satu arteri adalah prediktif yang kuat dari kejadian klinik pada arteri lainnya. Hal ini juga sesuai dengan sebuah penelitian di Jepang yang melaporkan bahwa pasien-pasien yang menjalani Coronary ArteriBypass Grafting (CABG) karena PJK yang berat mempunyai insiden stenosis karotis yang tinggi.6 Carotid Intima Media Thickness (CIMT) adalah pengukuran tunika intima dan media pada lapisan arteri karotis yang dinilai dengan B-mode ultrasonografi.CIMT digunakan sebagai pengganti uji coba penelitian penanda aterosklerosis. Yang lebih penting dari segi klinis, CIMT telah terbukti berkolerasi dengan faktor risiko PJK dalam memperbaiki manfaat terapi dalam mencegah aterosklerosis.7Cahn dkk studi prospektif pada 152 pasien PJK selama 6-11 bulan dengan USG arteri karotid dan mencatat 22 kejadian vaskular (infark miokard, serangan transien iskemik, stroke, angioplasti koroner) dalam jangka waktu tersebut. Peneliti menyimpulkan bahwa ateriosklerosis karotid diukur dengan metode non-intervensi memiliki makna prognostik yang signifikan pada pasien PJK.8American Heart Assosiation (AHA) merekomendasikan pengukuran CMIT sebagai metode paling baik untuk identifikasi aterosklerosis.9 Sejauh peneliti ketahui, belum ada yang menghubungkanhs-CRP dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis pada penderita angina pektoris stabil, sehingga peneliti ingin mengetahui hubungan hs-CRP dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi pada penderita angina pektoris stabil.
Universitas Sumatera Utara
4
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasanyang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah peningkatan kadar hs-CRP berhubungan dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis
komunis
berdasarkan
pemeriksaan
ultrasonografi
pada
penderita angina pektoris stabil.
1.3. Hipotesis Penelitian Ada hubungan antara kadar hs-CRPdengan ketebalan tunika intima media arteri karotis komunis berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi pada penderita angina pektoris stabil.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah ada hubungan peningkatan kadar hsCRPdengan ketebalan tunika intima media arteri karotis komunis berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi pada penderita angina pektoris stabil.
1.4.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik dari penderita angina pektoris stabil. 2. Untuk mengetahui kadar hs-CRP dan ketebalan tunika intima media arteri karotis komunis pada penderita angina pektoris stabil.
Universitas Sumatera Utara
5
3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar hs-CRP dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis komunis pada penderita angina pektoris stabil.
1.5.
Manfaat Penelitian Dengan mengetahui hubungan kadar hs-CRP dengan ketebalan tunika intima media arteri karotis komunis berdasarkan
pemeriksaan
ultrasonografi pada penderita angina pektoris stabil, maka: 1. Kadar hs-CRP dapat memberikan gambaranketebalan tunika intima media arteri karotis komunis pada penderita angina pektoris stabil. 2. Memberikan sumbangsih keilmuan, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman untuk pemberian terapi pencegahan lebih awaluntuk dapat menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). 3. Memberikan informasi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
Universitas Sumatera Utara