1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau dan gugusan pulau, besar dan kecil. Kepulauan Indonesia bertebaran dan mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-samudra yang sangat luas, yaitu samudra Indonesia dan samudra Pasifik. Posisi yang demikian itu membawa pengaruh terhadap kehidupan bangsa, sehingga menyebabkan penduduk yang berdiam dan berasal dari pulau-pulau tersebut mempunyai adatistiadat sendiri sendiri yang tentunya berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Selain itu perbedaan antara masing-masing daerah tersebut disebabkan karena sejarah perkembangan budaya, pergaulan hidup, tempat kediaman dan lingkungan alamnya. Atas dasar tersebut sebagian masyarakat yang lebih banyak dipengaruhi oleh tradisi agamanya.1 Perbedaan adat-istiadat dan perbedaan agama yang dianut oleh masing-masing penduduk menyebabkan sistem hukum waris yang berbeda pula ditiap-tiap daerah. Aturan-aturan hukum waris tidak hanya dipengaruhi perbedaan adat-istiadat dan agama saja, melainkan juga dipengaruhi oleh tata susunan mengangkatnya dan sistem hukum asing. Disamping itu sebagai konsekwensi dari 1
Sulistya Rini Saputro Wibowo, Pengangkatan Anak Angkat dalam Pewarisan Menurut Hukum Adat Bali, 2009. http://eprints.undip.ac.id/16944/1/denny_rudin.pdf. Diakses tanggal 27 Januari 2011.
1
2
negara kepulauan tersebut timbul adanya berbagai golongan penduduk yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya. Hukum warisan di Indonesia sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka ragam bentuknya, masing-masing golongan penduduk tunduk kepada aturan-aturan hukum yang berlaku kepadanya sesuai dengan ketentuan Pasal 163 IS Yo. Pasal 131 IS. Golongan penduduk tersebut terdiri dari golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka, golongan Timur Asing Tionghoa dan non Tionghoa, dan golongan Bumi Putera. Berdasarkan peraturan Perundang-undangan R. I. UU No. 62 / 1958 dan Keppres No. 240/1957 pembagian golongan penduduk seperti diatas telah dihapuskan tentang hukum waris ini dapat dilihat di dalam Hukum Kewarisam Islam, Hukum Adat & Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Ketiga sistem hukum ini memiliki karakteristik dan ciri khas masingmasing mengakibatkan terjadinya perbedaan antara yang satu dengan lainnya. Namun demikian apabila berbicara persoalan hukum waris, maka tidak terlepas dari 3 (tiga) unsur pokok yaitu; adanya harta peninggalan atau kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris yaitu orang yang menguasai atau memiliki harta warisan dan adanya ahli waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan.
3
Tidak selamanya mendengar dan menguraikan tentang hukum waris, kita teringat kepada seorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan harta pusaka yang langsung dapat dibagi-bagikan kepada seluruh ahli waris untuk dapat memiliki dan dikuasai secara bebas, tetapi adakalanya terjadi pewaris dalam arti penunjukan atau penerusan harta kekayaan pewaris sejak pewaris masih hidup. Demikianlah corak khas dari hukum waris bangsa Indonesia yang selama ini berlaku, dimana terdapat beberapa titik persamaannya. Untuk bidang hukum waris adat misalnya, pluralisme itu terjadi pada umumnya disebabkan oleh adanya pengaruh dari susunan kekeluargaan/kekerabatan yang dianut di Indonesia. Adapun susunan tersebut antara lain; Pertalian keturunan menurut garis laki-laki (patrilineal), contohnya pada masyarakat Batak, Bali dan Ambon, pertalian keturunan menurut garis perempuan (matrilineal), contohnya terjadi pada masyarakat Minangkabau, Kerinci (Jambi), Semendo (Sumetera Selatan), pertalian keturunan menurut garis Ibu dan bapak (parental/bilateral), contohnya pada masyarakat Melayu, Bugis, Jawa, Kalimantan (Dayak) , dan lain lain. Disamping itu, dalam hal sistem pewarisannya pun bermacam-bermacam pula, yakni terbagi atas 3 (tiga) bagian yaitu sistem pewarisan individual, misalnya pada susunan kekeluargaan bilateral (Jawa) dan susunan kekeluargaan patrilineal (Batak). Sistem pewarisan kolektif, misalnya harta pusaka tinggi di Minangkabau,
4
Tanag dati di Ambon. Sistem pewarisan mayorat, misalnya di Bali, Lampung, dan lain-lain.2 Dari ketiga macam hukum waris yang ada di Indonesia tersebut, maka dapat dililihat bahwa hukum waris yang berlaku pada masyarakat Bali khususnya di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading menggunakan hukum waris adat. Dalam hukum kekeluargaan di Bali berdasarkan patriarchaat bahwa anak lakilaki (purusa) adalah paling penting dalam kehidupannya karena anak laki-laki atau keturunan laki-laki yang lahir dari perkawinan yang sah, pada prinsipnya berhak untuk mewaris (termasuk disini anak angkat laki-laki dan sentana rajeg, yaitu anak perempuan yang diberi status sebagai anak laki-laki) selama tidak gugur haknya sebagai ahli waris. Ketentuan demikian karena dihubungkan dengan adanya kepercayaan bahwa anak laki-laki atau keturunan laki-laki adalah penyelamat orang tuanya di dunia dan di akhirat. Dengan adanya anak adalah merupakan salah satu tujuan dari perkawinan yaitu untuk meneruskan kelangsungan klannya atau keturunannya. Sehingga nantinya tidak ada permasalahan dalam pewarisan karena seluruh harta kekayaan yang dipunyai oleh orang tuanya akan jatuh kepada anak kandungnya tersebut. Sistim kekerabatan Bali yang menganut sistim patrilinial, dimana lakilaki sebagai penentu garis keturunan berdampak pada sistim pewarisannya. Lakilaki yang diutamakan mendapat hak waris. Hak waris di Bali lebih ditekankan 2
Syaiful Azam, SH, 2002, Pluralisme Hukum Waris di Indonesia, USU Digital Library, hal. 23
5
pada pelaksanaan kewajiban yang berhubungan dengan klan/keluarga/pemujaan leluhur. Pembagian harta pusaka sejatinya adalah dalam rangka menjaga tugastugas dan kewajiban tersebut. Pewarisan bagi perempuan Bali dalam praktek jaman dulu, ada keluarga yang memberikan warisannya dengan prinsip ategen asuun, pada dasarnya berawal dari kesepakatan dalam keluarga tersebut. Prakteknya lebih banyak berupa bekal ketika anak perempuannya menikah. Strategi keluarga yang lebih moderat akan menyekolahkan anak perempuan setinggi-tingginya sebagai wujud warisan dari keluarga ketika masih belum menikah. Ironisnya ketika perempuan lebih banyak tidak mendapat apapun karena lebih banyak keluarga yang berpandangan kolot, feodal, tidak paham dan tidak mampu menghargai anak-anak perempuannya, sehingga dampak terhadap sistim pewarisan ini jadi sangat merugikan kaum perempuan Bali seperti:3 1. Perempuan tidak perlu pendidikan yang tinggi karena nantinya akan mengurus keluarga suami saja. 2. Perempuan tidak dapat mewaris karena dia akan masuk menjadi keluarga suami sehingga tidak mungkin melaksanakan kewajiban terhadap leluhur ditempat asal. 3. Perempuan harus bekerja keras ditempat suami dan berjuang memposisikan diri agar dipandang berharga oleh keluarga suami,karena dia merasa tidak
3
Anggraeni,SH – Koordinator Forum Perempuan Mitra Kasih Bali , Pemikiran Kritis Perempuan Dan Sistem Pewarisan Patrilineal , http://www.balisruti.or.id/pemikiran-kritis-perempuan-dan-sistimpewarisan-patrilineal.html. Diakses tanggal 29 Jan 2011.
6
membawa apapun dan tidak mendapat dukungan apapun dari keluarga asalnya, sehingga perempuan perlu jatuh bangun mencari posisi-posisi yang membuat dia bisa nyaman di keluarga suaminya. Walaupun demikian, sistem pembagian waris di bali tidak semuanya menggunakan sistem Patrilineal, hal tersebut berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Misalkan saja pada masyarakat di daerah Tabanan Bali yang sebagian masyarakatnya masih ada yang tidak menggunakan sistem Patrilineal sehingga anak perempuan masih mendapatkan hak untuk mewaris. Sebagian yang tidak menggunakan sistem Patrilineal tersebut adalah masyarakat Bali asli yang menganut agama Islam. Unsur-unsur Hukum Adat yang berintikan kepribadian bangsa Indonesia perlu dimasukkan ke dalam lembaga-lembaga dan peraturan-peraturan hukum Negara agar hukum yang baru itu sesuai dengan rasa keadilan dan kesadaran hukum
masyarakat dalam kerangka Bangsa Indonesia. Berbeda
dengan hal tersebut, BW yang dijadikan sebagai dasar hukum perdata di Indonesia tidak mengatur tentang hukum pewarisan berdasarkan gender, dalam artian tidak ada strata gender dalam aturan hukum di dalamnya pewarisan. Hukum adat Bali dan BW sama-sama memiliki asas bahwa harta diwariskan setelah pewaris meninggal dunia dan asas penggantian tempat ahli waris. Perbedaan antara masing-masing hukum pewarisan adalah bahwa hukum adat Bali mengenal pewarisan jabatan atau kedudukan dalam masyarakat yang
7
dapat diwariskan sebelum pewaris meninggal (dengan alasan ketidakmampuan pewaris untuk menjalankan tugasnya dalam masyarakat), sementara hal tersebut tidak diatur dalam BW. Dalam hukum adat Bali asas pewarisan yang dianut adalah patriarkhi dimana pihak laki-laki sebagai ahli waris, sementara dalam BW baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk menjadi ahli waris.4 Permasalahan yang muncul ketika membicarakan pewarisan Patrilineal yang dilaksanakan oleh masyarakat Bali adalah bagaimana tentang kedudukan waris anak perempuan terhadap harta peninggalan dari pewaris. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas lebih jauh lagi mengenai permasalahan tersebut dalam penulisan tugas akhir
hukum
dengan
judul
“TINJAUAN
YURIDIS
SOSIOLOGIS
KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN DI BALI TERHADAP HARTA PENINGGALAN DARI PEWARIS (Studi di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading)”.
4
Rudi Elvianto, Perbandingan Hukum Pewarisan Menurut Bw dan Hukum Adat Bali, http://id.shvoong.com/law-and-politics/1828656-perbandingan-hukum-pewarisan-menurut-bw/, 2010. Diakses tanggal 27 Januari 2011.
8
B. Perumusan Masalah Setiap permasalahan memerlukan pemecahan secara tuntas. Supaya masalah-masalah yang timbul dapat cepat terselesaikan, terlebih dahulu masalah tersebut harus dirumuskan secara jelas. Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pewarisan yang diterapkan oleh masyarakat di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading? 2. Bagaimana kedudukan ahli waris anak perempuan terhadap harta peninggalan dari pewaris di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan haruslah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan dalam suatu penelitian menunjukkan kualitas dan nilai dari penelitian tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan di atas, maka penelitian ini diadakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana sistem pewarisan yang diterapkan oleh masyarakat di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading. 2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli waris anak perempuan terhadap harta peninggalan dari pewaris di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading.
9
D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian selalu diharapkan dapat memberi manfaat pada berbagai pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a.
Memberikan kontribusi pemikiran di bidang hukum perdata terutama yang berhubungan dengan hukum waris adat.
b. Menambah literatur yang dapat dijadikan sebagai data sekunder dan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penyusunan penulisan hukum sebagai penulisan tugas akhir yang merupakan syarat agar dapat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Muhammadiyah Malang. b. Bagi masyarakat Diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat yang mengalami masalah yang sama, dalam arti dapat dijadikan sebagai pertimbangan masyarakat yang mempunyai nilai budaya yang selalu mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan.
10
E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Yuridis Sosiologis. Pendekatan yuridis yaitu pendekatan dari aspek hukum5, Sedangkan sosiologis mengandung arti bahwa dalam membahas kegiatan tersebut harus dilihat dari kenyataan yang ada pada masyarakat6. Dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan, melukiskan, dan memaparkan mengenai kedudukan ahli waris anak perempuan di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading menurut adat Bali, kemudian dibahas dan dianalisa serta menyimpulkannya dan didukung data primer dan data sekunder. 2. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, lokasi penelitian dilakukan di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading. Alasan pemilihan lokasi karena berdasarkan informasi yang penulis dapat, yaitu dari kepala desa setempat bahwa masyarakatnya masih kental dengan budaya Bali dan dalam pembagian warisan masih menggunakan pewarisan patrilineal.
5 6
Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang, hal. 103 Ibid.
11
3. Jenis Data Untuk mendapatkan data yang akurat maka diperlukan data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama7. Data ini diperoleh dengan cara melakukan pendekatan, faktafakta dan bahan keterangan yang telah diperoleh oleh penulis secara langsung selama dalam proses penelitian yang dilakukan oleh penulis, baik data yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait. Selain itu dengan pengumpulan dokumendokumen terkait waris adat yang berlaku di Banjar Negara Kaja, Kelurahan
Sading
serta
sumber
data
yang
mendukung
terkait
permasalahan yang diangkat. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mengutip, mempelajari dan menelaah dari buku-buku referensi, peraturan perundang-undangan, artikel dalam majalah atau sumber-sumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas.
7
Amiruddin & Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 30
12
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Penentuan Populasi dan Sample Responden Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama8. Dalam penelitian ini menggunakan populasi masyarakat adat Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading yang pernah membagi warisan. Mengingat terbatasnya waktu, biaya dan tenaga yang dimiliki oleh penulis, tidak mungkin untuk meneliti seluruh masyarakat Bali. Oleh karena itu akan diambil sample dari populasi tersebut. Sample adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi9. Penentuan sample penelitian dilaksanakan dengan teknik metode snowball sampling, yakni sebagai teknik penentuan sample yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sample disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sample seterusnya, sehingga jumlah samplenya semakin lama semakin besar dan pada akhirnya bergulir menjadi 10 sample. Penulis menggunakan metode snowball sampling dengan mengambil 10 masyarakat di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading yang pernah melakukan pembagian warisan. Guna melengkapi data dalam penelitian ini, penulis juga mencari data dengan teknik purpossive sampling. Purpossive sampling atau sampel bertujuan diartikan bahwa dalam
8 9
Sunggono Bambang, 2007, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.118 Ibid, hal. 114
13
penentuan sampel itu peneliti secara subjektif mengambil sampel dengan anggapan
bahwa
sampel
yang
diambil
tersebut
mencerminkan
(representative) bagi penelitiannya10. Dalam penelitian ini responden yang diambil dengan teknik purposive sampling adalah kepala Kelurahan dan tokoh adat Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading yang paham terhadap sistem waris adat Bali. b. Teknik Pengumpulan Data 1) Wawancara Dalam mencari data dari responden diperoleh dengan wawancara atau interview. Wawancara atau interview adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seorang responden11. Dalam melakukan wawancara kebebasan masih dipertahankan, sehingga memudahkan diperoleh data secara mendalam. Wawancara kepada sample responden masyarakat adat Bali yang pernah melakukan pembagian warisan. Adapun sample responden dari teknik snowball sampling yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. I Ketut Suwana 2. I Nyoman Wijaya 10 11
Muslan Abdurrahman, Op Cit hal.109 Amiruddin & Zainal Asikin, op cit. hal. 82
14
3. I Nengah Sunarya 4. I Nengah Suwarna 5. I Ketut Sudarta 6. I Made Dira 7. I Putu Eka Putra 8. I Wayan Sutanaya 9. I Nyoman Sondra 10. I Ketut Murta Sedangkan, wawancara kepada responden sample bertujuan digunakan untuk mencari data terkait dokumen-dokumen waris adat Bali. Adapun sample responden yang dimaksud dari purpossive sampling adalah sebagai berikut: a) Kepala Kelurahan, yaitu Ida Bagus Rai Pujawatra, S. Sn b) Tokoh Adat, yaitu I Gede Raka Adi 2) Metode Dokumentasi Disamping melakukan wawancara serta tanya jawab, penelitian juga dengan menggunakan metode dokumentasi yaitu berupa pengumpulan data-data yang dimiliki oleh Kelurahan proses penelitian ini.
yang berhubungan dengan
15
3) Metode Kepustakaan Pengumpulan
data
sekunder
dilakukan
dengan
Library
research/studi pustaka yang sudah dipilih sesuai dengan permasalahan guna memperoleh data, keterangan-keterangan, teori-teori serta pendapat para ahli dan literatur-literatur yang terdapat dalam buku, majalah dan surat kabar tentang segala permasalahan yang sesuai dengan tugas akhir yang akan disusun dan dianalisa untuk dikelola lebih lanjut. 5. Analisa Data Dalam melakukan analisa data menggunakan analisa deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan dan menganalisa secara aktual, sistematis dan akurat data yang akan diteliti, yang telah diperoleh di lapangan, kemudian menampilkan
gambaran
obyektif
dari
hasil
penelitian
berdasarkan
kenyataan12. Proses analisis data pada penelitian ini dimulai dengan menelaah keseluruhan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara serta studi kepustakaan. Lalu disusun secara sistematis agar lebih mudah dipahami. Data yang diperoleh dari kepala desa adalah merupakan data awal yang sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Sedangkan data yang diperoleh dari masyarakat sekitar dipergunakan sebagai informasi tambahan. Penulisan laporan dilakukan sesuai data yang diperoleh sampai akhir penelitian. 12
Sunggono, Bambang, Op Cit hal. 38
16
F. Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan skripsi ini tertuang dalam empat (4) bagian yang tersusun dalam bab-bab yang mana satu sama lain saling berkaitan, dan di setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Agar dapat memberikan gambaran mengenai skripsi ini nantinya, maka penulis akan memberikan gambaran secara garis besarnya sebagai berikut : BAB I
: Berisi tentang pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
: Dalam bab ini berisi tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan sistem pewarisan yang berlaku pada masyarakat adat di Indonesia, khususnya Bali.
BAB III
: Merupakan bab tentang pembahasan dan analisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu, sistem pewarisan yang diterapkan oleh masyarakat di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading, kedudukan ahli waris anak perempuan terhadap harta peninggalan dari pewaris di Banjar Negara Kaja, Kelurahan Sading. Sekaligus
menganalisa
menggunakan
sumber
dengan rujukan
bahan
hukum
sebagaimana
yang
peneliti telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, serta menciptakan suatu solusi.
17
BAB IV
: Berisi tentang penutup meliputi kesimpulan dan saran atau rekomendasi dari hasil penulisan hukum.