BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 mengenai Standart Kompetensi Guru menyatakan bahwa guru harus mempunyai empat kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Salah satu aspek kompetensi pedagogik adalah guru mampu melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Hal itu dapat dilakukan dengan penelitian tindakan kelas. Guru juga harus memiliki kompetensi professional yaitu untuk mengembangkan
keprofesionalannya
secara
berkelanjutan
dengan
melakukan tindakan reflektif yang diataranya juga dengan melakukan penelitian tindakan kelas (Daryanto, 2011:1). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada dasarnya merupakan suatu tindakan nyata yang dilakukan guru dalam rangka memperbaiki atau meningkatkan prestasi belajar siswa di kelasnya. Pengertian prestasi belajar menurut S. Nasution (1996:17) adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa, dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yaitu : kognitif, afektif, dan psikomotor. Sebaliknya, dikatakan prestasi belajar 1
kurang memuaskan apabila seorang siswa belum mencapai standart ketiga aspek tersebut. Di dalam dunia pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang kondusif, yaitu suasana belajar menyenangkan, menarik, memberi rasa aman, memberi ruang pada siswa untuk berfikir aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengekplorasi dan mengelaborasi kemampuannya. Oleh sebab itu, guru merupakan faktor penentu proses pendidikan yang berkualitas (Rusman, 2012:19). Hal yang paling mendasar dalam pencapaian hasil belajar adalah nilai. Dimana nilai menjadi ukuran atau barometer dari hasil belajar peserta didik. Penilaian pencapaian kompetensi pengetahuan peserta didik merupakan penilaian potensi intelektual yang terdidri dari tingkatan mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Penilaian terhadap pengetahuan peserta didik dapat dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan penugasan (permendikbud 70 tahun 2013). Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan pengololaan kelas. Model pembelajaran dapat didefenisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman 2
belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Model pembelajaran dibedakan
menjadi model pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah (Suprijono 2009: 46). Pembelajaran tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan teknik yang sama dalam setiap generasinya, tentu dibutuhkan model-model pemebelajaran yang lebih kreatif dan inovatif untuk membangun serta meningkatkan semangat belajar siswa. Ada tiga aspek terkait dengan kemampuan siswa dalam belajar, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Aspek kognitif adalah kemampuan yang pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diinginkan, mencakup kemampuan intelektual. Aspek afektif adalah sikap siswa untuk mampu menerima atau menolak yang berhubungan dengan materi yang guru sampaikan dikelas. Aspek psikomotorik adalah kemampuan yang dimiliki siswa untuk bertindak dalam melakukan tugas. Kemampuan siswa untuk dapat menerima pelajaran yang telah diberikan merupakan tolak ukur kiprah pendidikan yang menjadi landasan dasar terbentuknya suatu karakter dan insane yang bermutu sebagai generasi penerus bangsa. Hasil belajar siswa merupakan evaluasi bagi guru agar guru mampu menentukan langkah apa yang akan diambil apabila hasil siswa mengalami penurunan atau tidak ada peningkatan dalam belajar. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam usahanya
3
menerima pembelajaran di sekolah. Faktor-faktor itu dapat meliputi faktor internal, faktor eksternal, serta minat belajar siswa. Faktor internal, biasanya siswa mengalami kesulitan dalam memahami mata pelajaran tertentu yang sifatnya menghafal, atau berhitung ditambah lagi malu untuk bertanya kepada guru yang bersangkutan. Sehingga dari kesulitan tersebut siswa tidak dapat belajar secara optimal di dalam kelas. Sedangkan faktor eksternal dapat dijumpai berbagai hambatan dari luar diri siswa tersebut, seperti teman sebangku, teman sekolah, dan orang tua. Selain itu minat belajar siswa juga menjadi salah satu faktor dari belum tercapainya pencapaian dalam proses belajar mengajar. Minat sebagai keseluruhan adalah daya penggerak yang ada di dalam diri siswa yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehinngga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai. Minat belajar siswa yang rendah akan menjadi hambatan yang sangat berarti dalam proses pembelajaran, karena dapat mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. Oleh karena itu guru diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian awal pada nilai ulangan harian kelas VIII di SMP Negeri 7 Salatiga dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS, didapatkan hasil bahwa 14 dari 24 siswanya kurang memahami pelajaran
4
IPS. Hal ini dapat dilihat dari nilai tes IPS yang kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal sekolah adalah 7,1. Guru sudah baik dalam menjalankan proses belajar mengajar, namun siswa beranggapan bahwa mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang membosankan dan syarat dengan hafalan telah menjadikan minat belajar mata pelajaran IPS kurang menarik, bahkan siswa menganggap bahwa mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang tidak terlalu penting. Selain itu proses pembelajaran antara siswa dengan guru hanya searah, sehingga masih terpusat pada guru. Guru hanya menjelaskan dan siswa kurang diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sekelas. Hal ini ditunjukkan dengan sikap siswa yang cenderung ramai sendiri, mengobrol dengan teman sebangku, tidur dikelas, ada yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah mata pelajaran lain dikelas, tidak mengerjakan
tugas
yang
diberikan
oleh
gurunya,
dan
kurang
memperhatikan pembelajaran ketika guru sedang menjelaskan materi pelajaran. Apabila siswa diberikan tugas untuk mengerjakan soal latihan yang agak sulit, siswa tidak mengerjakan soal tersebut dan tidak berusaha untuk mencari jawaban dari soal tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa kurang diberikan kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapat. Menyadari hal diatas perlu diadakan tindakan untuk mengatasinya dengan cara membenahi pendekatan maupun metode pembelajarannya. Tanpa ada pemebenahan di khawatirkan proses pembelajaran akan berjalan 5
monoton serta pencapaian hasil belajarnya akan tetap rendah. Disini guru membutuhkan keaktifan siswanya untuk menjadi bagian dari materi pembelajaran agar siswa dapat lebih menguasai materi pembelajaran yaitu dengan pembelajaran menggunakan metode Talking Stick. Pembelajaran model Talking Stick yaitu pembelajaran kooperatif dimana pembelajaran menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Dengan demikian siwa akan lebih aktif, serta lebih memahami materi pembelajaran karena proses belajar mengajar dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Metode Talking Stick juga diharapkan menjadi satu solusi dalam mengatasi kendala siswa saat belajar mata pelajaran IPS. I.
Identifikasi Masalah Berdasarkan Latar Belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut: 1. Secara umum siswa kurang aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar saat mata pelajaran IPS. 2. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang aktif dan inovatif dalam
proses
pembelajaran
IPS
agar memicu
ketertarikan minat dari diri siswa. 6
3. Hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga belum optimal. Oleh sebab itu diperlukan solusi dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. II.
Rumusan Masalah Berdasarkan merumuskan
latar
masalah
belakang penelitian
di
atas,
sebagai
peneliti berikut:
dapat apakah
pembelajaran dengan model Talking Stick dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS ? III.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa menggunakan metode Talking Stick pada mata pelajaran IPS siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga Semester I tahun 2015/2016.
IV.
Manfaat Penelitian Manfaat Penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut; a. Manfaat Teoritis, penilitian ini bermanfaat untuk pengembangan metode pembelajaran Talking Stick, serta hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan input pemikiran-pemikiran baru terhadap proses pembelajaran yang efektif. b. Manfaat Praktis, manfaat secara praktisnya adalah sebagai berikut; 1) Siswa: 7
a. meningkatkan keterampilan kooperatif dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. b. Diharapkan dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih mengembangkan kecerdasannya. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menciptakan konsep kerja sama dan menumbuhkan kecintaan siswa untuk belajar. 2) Guru: a. meningkatkan profesionalitas dan kreatifitas guru, b. memiliki gambarantentang pembelajaran IPS yang aktif, inovatif, efektif, dan menyenangkan, c. penelitian ini memberikan upaya solusi bagi guru dalam memilih strategi belajar yang sesuai. d. Menambah pengetahuan dan ketrampilan guru mengenai model pembelajaran Talking Stick sehingga pada waktu tertentu dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran. 3) Sekolah: a. memberikan
sumbangan
pemikiran
sebagai
alternatif
peningkatan kualitas pengajaran di sekolah.
8