1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan orang-orang yang hidup bersama di dalam suatu wilayah tertentu. Di dalam masyarakat tersebut, akan terjadi interaksi untuk mencoba memenuhi kebutuhan bersama serta bersosialisasi dengan sesama anggota masyarakat lainnya. Di dalam masyarakat terdapat keberagaman. Keberagaman tersebut dapat berupa ciri fisik yang khas, pekerjaan/mata pencaharian, pendidikan, status sosial, dan lain sebagainya. Di antara keberagaman tersebut, tunanetra merupakan salah satu di antaranya. Tunanetra merupakan istilah yang dikenal untuk menyebutkan orang yang mengalami kehilangan fungsi penglihatan. Kehilangan penglihatan sering mengakibatkan masalah-masalah sosial, seperti penolakan oleh lingkungan sosialnya, kesulitan membina hubungan sosial, dan sikap belas kasihan dan overproteksi dari orang-orang lain serta kesulitan mendapatkan pekerjaan (Golub, 2003). Selain itu, penyesuaian diri seorang tunanetra akan lebih lama dibandingkan dengan orang yang melihat. Karena penyesuaian diri seseorang dapat merupakan proses yang panjang, dan mungkin harus dilakukan melalui berbagai macam cara (Tarsidi, 2009). Masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh tunanetra dan penyesuaian diri yang lama disebabkan oleh persepsi dari masyarakat mengenai tunanetra. Helen
2
Keller (Dodds, 1993) bahkan mengamati bahwa hambatan utama bagi individu tunanetra bukan ketunanetraannya itu sendiri, melainkan sikap orang-orang yang melihat terhadap tunanetra tersebut. Keterbatasan-keterbatasan yang terkait dengan ketunaan sebagian besar diakibatkan oleh lingkungan yang tidak akomodatif dan sikap diskriminatif dari orang-orang yang melihat, bukan oleh kekurangan fungsional yang terkait dengan ketunaan itu sendiri Seelma (Bellini & Rumrill, 1999). Sebagian masyarakat menolak atau kurang menghargai keberadaan tunanetra karena memandang tunanetra tidak memiliki kemampuan atau potensi apa-apa dan selalu membebani orang lain. Begitupun dengan sikap orang tua yang menolak keberadaan anaknya tunanetra, memandangnya anaknya tidak dapat tumbuh menjadi orang sebagaimana yang telah diharapkan sebelum kelahirannya. Didaerah-daerah tertentu, seperti kota Jogjakarta menganggap tunanetra sebagai orang ”keramat”, sehingga masyarakat awam di kota tersebut akan selalu berusaha melindungi dan memberi bantuan jika bertemu dengan tunanetra. Masyarakat seperti itu memiliki sikap belas kasihan dan overproteksi terhadap tunanetra yang sangat tinggi, hal ini peneliti ketahui dari pengakuan beberapa tunanetra yang peneliti temui dalam satu kesempatan ketika peneliti berkunjung ke kota tersebut. Dalam hal pekerjaan, sebagian besar masyarakat mempersepsikan tunanetra sebagai tukang pijat atau setidak-tidaknya memiliki keterampilan memijat. Anggapan tersebut berdasarkan pengalaman peneliti yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Peneliti yang kebetulan adalah seorang tunanetra dalam
3
beberapa kali bepergian mendapat pertanyaan ”habis pijat dimana?”, padahal peneliti tidak memiliki keterampilan sama sekali dalam ilmu pijat. Persepsi ini mungkin disebabkan oarang-orang yang bertanya kepada peneliti memberikan bantuan pada tunanetra yang kebetulan mengaku mau pergi ”mijat”, atau mungkin di lingkungan tempat tinggal mereka terdapat panti pijat yang dikelola oleh tunanetra. Anggapan atau pandangan mengenai tunanetra disebabkan oleh berbagai faktor, seperti seringnya seseorang berinteraksi dengan tunanetra atau memiliki pengetahuan mengenai ketunanetraan. Orang yang sering berinteraksi dengan tunanetra dengan yang jarang berinteraksi, akan memiliki persepsi yang berbeda mengenai tunanetra. Begitu pula orang yang memiliki pengetahuan dengan yang tidak memiliki pengetahuan mengenai ketunanetraan, akan berbeda persepsi terhadap tunanetra. Orang maupun masyarakat yang sering melakukan interaksi dengan tunanetra adalah orang yang di lingkungannya ada tunanetra yang tinggal. Untuk kmelihatan di kota Bandung yang banyak dijadikan tempat tinggal oleh tunanetra adalah di kelurahan hegarmanah dan di PSBN Wyata Guna Bandung. Di kelurahan Hegarmanah tunanetra yang menetap di kota Bandung menyatu dengan masyarakat lainnya, tidak seperti di PSBN Wyata Guna tunanetra yang menetap terpisah dari masyarakat umum. Oleh sebab itu, masyrakat Hegarmanah lebih banyak mengenal dan berinteraksi dengan tunanetra, sehingga masyarakat Hegarmanah memiliki persepsi sendiri tentang bagaimana sebenarnya tunanetra.
4
Atas dasar itulah maka peneliti mengambil judul pada penelitian tentang “Persepsi Sosial Masyarakat Terhadap Keberadaan Tunanetra di Lingkungan Hegarmanah Bandung”.
B. Fokus Penelitian Untuk memberikan batasan yang jelas tentang permasalahan yang akan diteliti, maka perlu kiranya dikemukakan terlebih dahulu fokus penelitian dari penelitian ini. Adapun yang menjadi fokus penelitian di sini adalah : Bagaimana persepsi sosial masyarakat terhadap keberadaan tunanetra yang tinggal di lingkungan Hegarmanah Bandung? Dari fokus penelitian tersebut peneliti merincinya menjadi beberapa subfokus penelitian agar lebih terarah. Adapun yang menjadi fokus penelitian itu adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi masyarakat Hegarmanah terhadap keberadaan tunanetra yang tinggal di lingkungannya? 2. Bagaimana interaksi sosial masyarakat dengan para tunanetra di lingkungan mayarakat Hegarmanah Bandung? 3. Masalah apa yang dihadapi antara masyarakat dengan tunanetra di lingkungan masyarakat Hegarmanah? 4. Upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan sehubungan dengan interaksi antara tunanetra dengan masyarakat?
5
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana persepsi sosial masyarakat terhadap keberadaan tunanetra yang tinggal di lingkungan Hegarmanah Bandung, yang dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Hegarmanah terhadap keberadaan tunanetra yang tinggal di lingkungannya. 2. Untuk mengetahui interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat dengan para tunanetra di lingkungan mayarakat Hegarmanah Bandung. 3. Untuk mengetahui permasalahan seperti apa yang dihadapi antara masyarakat dengan tunanetra di lingkungan masyarakat Hegarmanah. 4. Untuk mengetahui upaya-upaya dilakukan dalam mengatasi permasalahan sehubungan dengan interaksi antara tunanetra dengan masyarakat.
D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini, diharapakan dapat menjadi salah satu acuan untuk meluruskan persepsi masyarakat tentang tunanetra sehingga diskriminasi yang di alami tunanetra selama ini dapat diminimalisir. 2. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dijadikan wawasan baru tentang bagaimana peneliti bersikap setelah terjun ke masyarakat.
6
E. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuan utama ari pendekatan deskriptif ini ialah melukiskan keadaan sesuatu atau yang sedang terjadi pada saat penelitian berlangsung.
F. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah kelurahan Hegarmanah Rt 08 Rw 03, kecamatan Cidadap kota Bandung. 2. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah masyarakat dan tunanetra yang berdomisili di kelurahan Hegarmanah Bandung. Masyarakat Hegarmanah yang dijadikan Subjek adalah ketua Rt. 08 dan Rt. 09, tokoh pemuda (ketua karang taruna Rt. 08), masyarakat yang dekat dengan tempat tinggal tunanetra (Rt. 08), dan masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dengan tempat tinggal tunanetra (Rt. 09). Sedangkan tunanetra yang dijadikan subjek adalah terdiri dari tiga tunanetra yang masih kuliah.