1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan di Indonesia telah muncul dengan beragam wujud dalam banyak aspek. Pangkal suatu sengketa tanah tidak selamanya berasal dari tuntutan warga masyarakat yang tanahnya dicaplok oleh orang lain yang tidak berhak, tetapi tidak jarang terjadi tuntutan mereka yang merasa berhak dan orangorang yang berspekulasi menuntut tanah orang lain yang ingin dikuasainya karena mereka mengetahui “si pemilik” tidak punya bukti yang kuat terhadap tanahnya. Selain itu juga tidak jarang terjadi, sengketa tanah justru berpangkal pada tidak adanya jaminan kepastian hukum dari alat bukti yang dipunyai oleh pemilik tanah termasuk sertipikat tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Bukti hak tanah berupa sertipikat ini merupakan persoalan pokok yang cukup menimbulkan kerumitan dalam sengketa tanah. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut dengan UUPA) yang merupakan induk dari perundang-undangan pertanahan di Indonesia, menetapkan dalam Pasal 19 bahwa salah satu kegiatan pendaftaran tanah adalah pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Penjelasan Umum UUPA juga menyebutkan bahwa pendaftaran itu akan diselenggarakan dengan mengingat pada kepentingan serta keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas
2
sosial ekonomi dan kemungkinan-kemungkinannya dalam bidang personil dan peralatannya. Semenjak ada penegasan tersebut yang kemudian ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang kemudan dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah masih terkesan berjalan lambat. Masih banyak pemilik tanah yang belum memiliki kesadaran untuk mendaftarkan hak atas tanahnya sehingga kemudian kegiatan pendaftaran tanah digiatkan dengan berbagai proyek seperti PRONA atau LARASITA. Dalam kondisi yang demikian adalah sangat wajar sekali bilamana kegiatan pendaftaran tanah yang bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, pelaksanaan kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah belum terwujud sepenuhnya dan mengundang timbulnya banyak sengketa. Kondisi dan situasi pendaftaran tanah di Indonesia masih bertumpu pada sistem negatif, walaupun ada kecenderungan ke arah sistem positif, dimana dalam sistem negatif alat bukti hak yang bernama sertifikat hanya merupakan bukti yang kuat bukan merupakan bukti yang mutlak. Seseorang yang namanya tercatat dalam sertifikat tidak secara mutlak menunjukkan bahwa ia adalah pemilik tanah yang bersangkutan. Hal ini karena sertifikat tersebut masih dapat dibatalkan bilamana ada pihak yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut dengan alat bukti lain bahwa ia adalah pemilik tanah yang bersangkutan maka Pengadilan dapat membatalkan sertifikat tersebut.
3
Penyelesaian sengketa pertanahan tidak selamanya harus dilakukan melalui proses peradilan. Penyelesaian yang dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat terkadang cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa pertanahan. Penyelesaian demikian dapat dikategorikan sebagai bentuk penyelesaian melalui mediasi tradisional. Mengingat kultur masyarakat Indonesia yang kental dengan nuansa musyawarah untuk manfaat. Selain itu dikenal pula penyelesaian melalui Kantor Pertanahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam rangka penyelesaian sengketa melalui cara ini telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan ini disebutkan bahwa sengketa pertanahan adalah perbedaan pendapat mengenai: a. Keabsahan suatu hak b. Pemberian hak atas tanah c. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak yang berkepenitngan dengan instansi di lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Petunjuk teknis ini dibuat karena selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan/litigasi, di dalam sistem hukum nasional dikenal penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar peradilan/non litigasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dikatakan pula bahwa salah satu alternatif penyelesaian sengketa
diselesaikan
melalui
proses
mediasi
yang
merupakan
proses
4
penyelesaian berdasarkan prinsip win-win solution yang diharapkan memberikan penyelesaian secara memuaskan dan diterima semua pihak. Hasil akhir dari Mediasi Pertanahan adalah keputusan penyelesaian sengketa yang merupakan kesepakatan para pihak yang bersangkutan. Kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi opsi yang diterima, hal dan kewajiban para pihak. Berdasar kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai, sementara tindak lanjut pelaksanaannya menjadi kewenangan Pejabat Tata Usaha Negara. Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita Acara Mediasi. Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan format perjanjian,
agar
mempunyai
kekuatan
mengikat
berita
acara
tersebut
ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Mediasi pertanahan sebagaimana tersebut di atas tidak melibatkan pengadilan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Tata cara penyelesaian sengketa pertanahan ini dimutakhirkan dengan dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 yang mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa tanah. Tercatat dalam BPN RI bahwa di Indonesia untuk tahun 2013 terdapat 2.335 kasus, tahun 2014 sendiri terdapat 4.223 kasus pertanahan, yang diselesaikan melalui mediasi sebanyak 793 kasus dan 508 melalui litigasi, dan sisanya masih berproses di pengadilan1. Dalam laporan ini memperlihatkan bahwa jalur mediasi lebih banyak menyelesaikan kasus pertanahan dibandingkan dengan litigasi pada kurun waktu yang sama. Sedangkan untuk Provinsi Kalimantan
1
www.bpn.go.id diakses pada tanggal 18 Oktober 2015
5
Selatan sendiri pada tahun tahun 2013 terdapat 20 kasus, 2014 terdapat 17 kasus pertanahan dimana hanya (satu) kasus yang telah diselesaikan dan penyelesaian tersebut adalah melalui mediasi. Sisa 16 kasus lainnya masih
berproses di
pengadilan. Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Selatan sepanjang bulan Januari- Desember 2015 memiliki 36 kasus pertanahan baik berupa sengketa, konflik maupun perkara. Kantor Pertanahan Kabupaten Tabalong mempunyai 7 kasus pertanahan dan hanya 2 (dua) yang diselesaikan melalui mediasi sedangkan 5 (lima) kasus lainnya masih berproses pada jalur litigasi. Hal ini memperlihatkan bahwa jalur litigasi masih menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan kasus pertanahan meskipun jalur ini lebih berbelit dan lama daripada mediasi yang cenderung lebih singkat dan berbiaya murah. Apalagi pada Kantor Pertanahan setempat terdapat seksi sengketa,konflik dan perkara yang bertugas untuk membantu penyelesaian kasus pertanahan sehingga biaya penyelesaian seharusnya menjadi semakin murah. Didukung pula dengan kondisi kultur masyarakat Tabalong yang masih bersifat kekeluargaan dengan lokasi yang cukup jauh dari perkotaan akan sangat mendukung pelaksanaan mediasi penyelesaian sengketa pertanahan. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan mediasi tentunya akan mencegah konflik antar anggota masyarakat. Kenyataan ini lah yang menginsipirasi penulis untuk mengangkat sebuah penelitian dengan judul “Analisis Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Pendaftaran Tanah Melalui Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Kasus Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan)”
Kantor Pertanahan
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas rumusan masalah yang ingin dijawab adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan mediasi sebagai upaya hukum penyelesaian sengketa pendaftaran tanah pertama kali di Kantor Pertanahan Kabupaten Tabalong ? 2. Apa saja kendala-kendala dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa pendaftaran tanah pertama kali melalui mediasi? 3. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang ada? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan mediasi sebagai upaya hukum dalam penyelesaian sengketa pendaftaran tanah pertama kali. 2. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis kendala-kendala dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa pendaftaran tanah pertama kali melalui mediasi. 3. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis upaya-upaya apa yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat
menggunakan jalur mediasi sebagai upaya hukum dalam menyelesaikan sengketa.
7
D. Manfaat Penelitian Suatu Penelitian harus mempunyai manfaat agar penelitian yang telah dilakukan tersebut tidak sia-sia dan berguna untuk semua masyarakat yang membutuhkannya. 1. Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan mampu menjadi sumbangan pemikiran dan bahan masukan perkembangan Hukum Pertanahan pada umumnya dan khususnya dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi. 2. Bagi pembangunan bangsa dan negara Sebagai bahan masukan atau pertimbangan bagi pemerintah maupun pemerintah daerah, instansi Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional serta masyarakat luas dalam menyelesaikan sengketa pendaftaran tanah melalui jalur mediasi E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, setelah melakukan pengamatan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Perpustakaan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, penelitian mengenai penyelesaian sengketa pendaftaran tanah secara mediasi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Tabalong belum pernah dilakukan, tetapi ditemukan kaitan dengan tesis yang berjudul Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Pendaftaran Tanah Secara Mediasi Pada
8
Kantor Pertanahan Kota Padang2. Akan tetapi penelitian tersebut lebih di fokuskan kepada deskripsi pelaksanaan mediasi dengan melibatkan tetua adat minang dan juga berkaitan dengan tesis yang berjudul Tinjauan Yuridis Acte Van Dading Yang Dibuat Dihadapan Notaris Dalam Proses Penyelesaian Mediasi Sengketa Tanah dimana tesis ini menganalisis tentang keabsahan akta perdamaian3. Perbedaannya, kedua tesis tersebut tidak menganalisis kendalakendala dalam pelaksanaan mediasi serta upaya-upaya dalam mengatasi kendala yang muncul dalam proses pelaksanaan penyelesaian sengketa pendaftaran tanah. Apabila terdapat penelitian yang mirip diluar pengetahuan penulis, maka hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk saling melengkapi satu sama lain.
2
Rusman, 2009, Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Pendaftaran Tanah Secara Mediasi Pada Kantor Pertanahan Kota Padang,Tesis, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta 3 Arif Ramasiwi Gayuh Priambodo, 2014, Tinjauan YuridisAacteVan Dading Yang Dibuat Di Hadapan Notaris Dalam Proses Penyelesaian Mediasi Sengketa Tanah, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta